Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Pendidikan Ramah Anak
a. Pengertian pendidikan ramah anak

Pendidikan ramah anak merupakan pendidikan yang berdasarkan prinsip 3P

dalam proses pembelajarannya. Prinsip 3P menurut Rofi’ah (2015:69) ialah

provisi, proteksi, dan partisipasi. Provisi adalah ketersediaannya kebutuhan anak

seperti cinta/ kasih sayang, makanan, kesehatan, pendidikan dan rekreasi. Proteksi

berarti perlindungan terhadap anak dari ancaman, diskriminasi, hukuman, salah

perlakuan dan segala bentuk pelecehan serta kebijakan yang kurang tepat. Prinsip

terakhir ialah partisipasi yang merupakan hak untuk bertindak yang digunakan

siswa untuk mengungkapkan kebebasan pendapat, bertanya, berargumentasi,

berperan aktif di kelas dan di sekolah.

Hal senada juga diungkapkan oleh Yulianto (2016:143) bahwa pendidikan

ramah anak adalah pendidikan yang anti diskriminasi, menerapkan PAIKEM,

perhatian dan melindungi anak, lingkungan yang sehat, serta adanya partisipasi

orangtua dan masyarakat. Selain itu Sholeh dkk (2016:6) menyatakan bahwa

pendidikan ramah anak adalah suatu satuan lembaga pendidikan yang dapat

memfasilitasi dan memberdayakan potensi anak.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan ramah

anak adalah pendidikan yang terbuka melibatkan anak untuk berpartisipasi dalam

segala kegiatan, kehidupan sosial, serta mendorong tumbuh kembang dan

kesejahteraan anak. Pendidikan ramah anak mengenal dan menghargai hak anak

8
9

untuk memperoleh pendidikan, kesehatan, kesempatan bermain dan bersenang,

melindungi dari kekerasan dan pelecehan, dapat mengungkapkan pandangan

secara bebas, dan berperan serta dalam mengambil keputusan sesuai dengan

kapasitas mereka. Sekolah juga menanamkan tanggung jawab untuk menghormati

hak-hak orang lain, kemajemukan dan menyelesaikan masalah perbedaan tanpa

melakukan kekerasan.

Sejalan dengan beberapa peparan diatas, Ulumudin (dalam Rofi’ah,2015:69)

menambahkan bahwa indikator pendidikan ramah anak ada 9 yakni: 1) Riang,

dimana anak selalu merasa senang dalam melakukan kegiatan dan tidk merasa

bosan; 2) Aman dan sehat, situasi yang memberikan jaminan keselamatan dan

kesehatan yang bersifat fisik, psikis; 3) Menarik kondisi dinamis yang

membutuhkan minat untuk mengembangkan potensi anak; 4) Aktif, dengan

adanya partisipasi yang ditunjukan oleh anak, pendidik dan tenaga kependidikan

serta masyarakat; 5) Hak anak, terjaminnya pemenuhan hak anak seperti hak

hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi dalam lingkungan

pendidikan/sekolah;

Kemudian, 6) Asah, asih, asuh, merupakan satuan pendidikan yang efektif

bagi peserta didik sebagai tempat mencari ilmu, saling memberikan kasih sayang

dan mengasuh anak-anak sebagai generasi penerus bangsa; 7) Nyaman,

merupakan suasana yang membuat anak menjadi kerasan/betah dalam melakukan

kegiatan; 8) Aspiratif, merupakan satuan pendidikan sebagai lembaga selalu

menampung dan menggali masukan baik dari anak, pendidik, tenaga kependidikan

dan masyarakat; 9) Komunikatif/adanya jalinan aktif antara anak, pendidik tenaga


10

kependidikan dan masyarakat untuk menciptakan suasana transparan dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Suatu lembaga pendidikan harus memperhatikan bagian-bagian dari indikator

pendidikan ramah anak tersebut. Sekolah yang belum memperhatika hak-hak anak

sebagaimana yang telah disebutkan belum bisa dikatakan berhasil, karena sekolah

yang dapat dikatakan berhasil adalah sekolah yang dapat menjamin hak-hak anak

dapat terpenuhi baik itu dari segi pembelajaran, karakter, dan segi sarana dan

prasarana yang menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.

Dari segi pembelajaran yang ramah anak menurut Kristanto dkk (2011:45)

sebagai berikut: 1) Proses Pembelajaran: dilakukan dengan cara yang

menyenangkan, inklusif, penuh kasih sayang dan bebas dari perlakuan

diskriminasi terhadap peserta didik baik di dalam dan di luar kelas, memberikan

gambaran yang adil, akurat, dan informatif mengenai masyarakat dan budaya

local memperhatikan prinsip -prinsip hak anak; 2) Mengembangkan minat, bakat,

dan inovasi serta kreativitas peserta didik melalui kegiatan esktrakurikuler secara

individu maupun kelompok; 3) Peserta didik terlibat dalam kegiatan bermain,

berolahraga dan beristirahat; 4) Memotivasi dan memberikan kesempatan peserta

didik untuk menyelenggarakan, mengikuti, dan mengapresiasi kegiatan seni

budaya; 5) Menerapkan kebiasaan untuk peduli dan berbudaya lingkungan hidup

serta pengurangan resiko bencana dalam pembelajaran; 6) Menumbuhkan

wawasan dan rasa kebangsaan pada peserta didik. Selain itu seolah harus

menerapkan penilaian pembelajaran tanpa membandingkan satu peserta didik

dengan peserta didik yang lain, dan bahan Ajar yang aman dan bebas dari unsur

pornografi, kekerasan, dan radikalisme serta SARA.


11

Dari segi karakter dapat dilihat dari sikap yang ditunjukan guru dalam

memberikan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas seperti kegiatan

yang dilakukan setiap hari untuk membentuk karakter siswa yang baik, cara

menyelesaikan masalah dengan benar, cara berperilaku yang baik dan sopan, dan

bersikap tertib dan disiplin. Semua sikap tersebut harus terlebih dahulu dilakukan

oleh seorang guru kemudian diajarkan ke anak karena semua tindakan yang

dilakukan oleh guru akan ditiru oleh anak. Oleh karena itu seorang guru harus

lebih bersikap sopan, santun, penuh kasih saying, perhatian, dan ramah.

Dari segi sarana dan prasarana sekolah dapat menyediakan untuk mendukung

proses belajar mengajar. Sarana dan prasarana yang ramah menurut Kristanto dkk

(2011:45) sebagai berikut: Persyaratan Keselamatan : (1) struktur bangunan

sekolah dengan struktur yang kuat, kokoh, dan tahan gempa; (2) bangunan

sekolah memenuhi persyaratan instalasi listrik yang aman. Persyaratan Kesehatan;

(1) bangunan sekolah memiliki ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatan;

(2) bangunan sekolah menggunakan pencahayaan alami dan/atau pencahayaan

buatan, termasuk pencahayaan darurat; (3) bangunan sekolah memiliki air bersih

yang memenuhi persyaratan kesehatan dan mengalir lancar; (4) bangunan sekolah

memiliki sistem pembuangan air limbah dan/atau air kotor yang berfungsi dengan

baik dan tidak mencemari lingkungan sekitar; (5) tersedia tempat pembuangan

sampah terpilah dan tertutup; (6) bangunan sekolah menggunakan bahan

bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan dan tidak menimbulkan

dampak negatif terhadap lingkungan.

Kemudian Persyaratan Kenyamanan; (1) temperatur dan kelembaban ruang

kelas nyaman untuk kegiatan belajar mengajar; (2) ruang -ruang pada bangunan
12

sekolah terutama ruang kelas terhindar dari gangguan silau dan pantulan sinar; (3)

ruang-ruang pada bangunan sekolah terutama ruang kelas terhindar dari

kebisingan ; (4) Pencahayaan dalam kelas yang cukup; (5) struktur bangunan tidak

memiliki sudut yang tajam dan kasar; (6) perabot tidak memiliki sudut yang tajam

dan membahayakan pengguna. Persyaratan Kemudahan; (1) tersedia toilet dengan

jumlah unit menyesuaikan jumlah murid, yang terpisah antara toilet laki -laki dan

perempuan; (2) kondisi toilet bersih, lantai tidak licin, memiliki pencahayaan dan

penghawaan yang baik dan sarana pelengkap yang lain seperti perangkat

kebersihan ; (3) pemisahan jarak akses pintu masuk antara toilet bagi murid laki -

laki dan perempuan; (4) perabot toilet menggunakan ukuran yang sesuai dengan

pengguna; (5) tersedia ruang ibadah; (6) ruang UKS; (7) Sekolah memiliki

lapangan olahraga yang bisa diakses oleh seluruh anak; (8) Sekolah memiliki

ruang perpustakaan; (9) Sekolah harus memiliki kantin; (10) Sekolah

menyediakan fasilitas untuk media ekspresi anak, seperti madding.Keenam

indikator di atas yang mendukung berjalan atau tidaknya pendidikan ramah anak

di sekolah.

Untuk memberdayakan potensi anak di satuan lembaga pendidikan tentunya

harus memprogramkan segala sesuatunya yang menyebabkan potensi anak yang

bisa tumbuh dan berkembang, berpartisipasi dan terlindungi dari tindak kekerasan

dan diskriminasi. Selain itu harus menciptakan program sekolah yang memadai,

sekolah juga harus menciptakan lingkungan yang kondusif dan edukatif.

b. Tujuan pendidikan ramah anak

Tujuan pendidikan ramah anak ialah mewujudkan satuan lembaga pendidikan

yang dapat menjamin dan memenuhi hak-hak dan perlindungan anak Indonesia,
13

hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional, UUD 45, Undang-Undang No.

20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan prinsip-prinsip

perlindungan anak (Sholeh dkk,2016:6). Pendidikan ramah anak bertujuan untuk

membangun lingkungan belajar dimana anak termotivasi dan mampu untuk

belajar (UNICEF,2010:2). Kemudian Muntari dkk (2010:4) menyatakan bahwa

pendidikan ramah anak bertujuan untuk mewujudkan lingkungan belajar yang

mendorong anak tumbuh dan berkembang dengan aman, layak, dan

menyenangkan untuk mendapatkan hak atas pendidikan dan lingkungan yang

baik.

Berdasarkan tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk memastikan

terlaksananya tujuan pendidikan ramah anak di satuan pendidikan, maka harus

memiliki prinsip-prinsip perlindungan anak, yakni; tanpa kekerasan, tanpa

diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, dan hak tumbuh dan berkembang,

serta penghargaan terhadap pendapat anak, yang dapat diintegrasikan ke dalam

bidang-bidang implementasi, yakni; kebijaakan, kurikulum, manajemen, dan

peraturann sekolah, sarana, prasarana, dan lingkungan, serta relasi sehari-hari

antara pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan yaitu masyarakat.

c. Bentuk-bentuk partisipasi pendidikan ramah anak.

Menurut Sholeh dkk (2016:9) ada tujuh (7) tingkatan partisipasi masyarakat

dalam mewujudkan pendidikan ramah anak (dirinci dari tingkat partisipasi

terendah ke tinggi ), yaitu: 1) Partisipasi dalam pelayanan. Orangtua/masyarakat

terlibat dalam kegiatan sekolah, misalnya orangtua ikut membantu sekolah ketika

ada study tour, pramuka, kegiatan keagamaan, dan sebagainya; 2) Partisipasi


14

sebaj’gai pelaksana kegiatan. Misalnya sekolah meminta orangtua/masyarakat

untuk memberikan penyuluhan pentingnya pendidikan, Partisipasi dengan

menggunakan jasa pelayanan yang tersedia. Pada tingkatan ini masyarrakat hanya

memanfaatkan jasa sekolah untuk mendidik anak-anak mereka; 3) Partisipasi

dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga. Pada PSM (Peran Serta

Masyarakat) jenis ini masyarakat berpartisipasi dalam perawatan dan

pembangunan fisik sekolah dengan menyumbangkan dana, barang, atau tenaga;

Selanjutnya, yang ke 4) Partisipasi secara pasif. Masyarakat dalam tingkatan

ini menyetujui dan menerima apa yang diputuskan pihak sekolah (komite

sekolah), misalnya komite sekolah memutuskan agar orangtua membayar iuran

bagi anaknya yang bersekolah dan orangtua menerima keputusan iu dengan

mematuhinya; 5) Partisipasi melalui adanya konsultasi. Pada tingkatan ini,

orangtua datang ke sekolah untuk berkonsultasi tentang masalah pembelajaran

yang dialami anaknya; 6) partisipasi masalah gender, gizi dan sebagainya.

misalnya, berpartisipasi dalam mencatat anak usia sekolah di lingkungannya agar

sekolah dapat menampungnya, menjadi narasumber, guru bantu, dan sebagainya;

7) Partisipasi dalam pengambilan keputusan. Orangtua/masyarakat terlibat dalam

pembahasan masalah pendidikan baik akademis maupun non akademis, dan ikut

dalam proses pengambilan keputusan dalam Rencana Pengembangan Sekolah

(RPS).

d. Pengembangan Pendidikan Ramah Anak

Penyelenggaraan proses pendidikan dan pembelajran secara sistematis dan

berkesinambungan. Para pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah diharapkan


15

menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran yang mampu memfasilitasi

peserta didik berperilaku terpelajar. Perilaku terpelajar ditampilkan dalam bentuk

pencapaian prestasi akademik, menunjukan perilaku yang beretika dan berakhlak

mulia, memiliki motivasi belajar yang tinggi, kreatif, disiplin, bertanggung jawab,

serta menunjukan karakter diri sebagai warga masyarakat, warga negara dan

bangsa (Sholeh dkk,2016:11).

Dinas Pendidikan Jawa Tengah (dalam Muntari,2013:21) menjelaskan bahwa

satuan lembaga pendidikan harus dapat menciptakan suasana yang kondusif agar

anak didik merasa nyaman dan dapat mengekspresikan potensinya. Agar tercipta

suasana kondusif tersebut, maka ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan,

terutama perencanaan program sekolah yang sesuai dengan tahap-tahap

pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Anak tidak harus dipaksakan

melakukan sesuatu, tetapi dengan program tersebut anak secara otomatis

terdorong untuk mengeksplorasi dirinya. Faktor penting yang perlu diperhatikan

sekolah adalah partisipasi aktif anak terhadap barbagai kegiatan yang

diprogramkan, namun sesuai dengan kebutuhan anak.

Selain itu, aspek sarana-prasarana yang memadai juga harus diperhatikan,

terutama yang berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran anak didik. Menurut

Munawarah (2009:36) sarana-prasarana tidak harus mahal tetapi sesuai dengan

kebutuhan anak. Adanya zona aman dan selamat ke sekolah, adanya kawasan

bebas reklame rokok, pendidikan inklusif juga merupakan faktor yang

diperhatikan sekolah. Penataan lingkungan sekolah dan kelas yang menarik,

memikat, mengesankan, pola pengasuhan, dan pendekatan individual sehingga

sekolah menjadi tempat yang nyaman dan menyenangkan. Selanjutnya


16

tersedianya forum anak, ketersediaan pusat-pusat informasi layak anak,

ketersediaan fasilitas kreatif dan rekreatif pada anak, ketersediaan kotak saran

kelas dan sekolah, ketersediaan papan pengumuman, ketersediaan majalah atau

koran anak. Sekolah hendaknya memungkinkan anak untuk melakukan sesuatu

yang meliputi hak untuk mengungkapkan pandangan dan perasaannya terhadap

situasi yang memiliki dampak pada dirinya.

Satuan lembaga pendidikan yang ramah anak merupakan institusi yang

mengenal dan menghargai hak anak (untuk memperoleh pendidikan, kesehatan,

kesempatan bermain, dan bersenang-senang) melindungi dari kekerasan dan

pelecehan, dapat mengungkapkan pandangan secara bebas, dan berperan serta

dalam mengambil keputusan sesuai dengan kapasitas mereka. Lembaga

pendidikan yang ramah anak juga harus menanamkan tanggung jawab untuk

menghormati hak-hak orang lain, kemajemukan dan menyelesaikan masalah

perbedaan tanpa melakukan kekerasan (Sholeh dkk,2016:13).

Sehingga dapat ditarik kesimpulkan bahwa dengan adanya berbagai pendapat

mengenai penggembangan pendidikan ramah anak diatas maka dapat diartikan

sebagai suatu kegiatan yang dapat menumbuhkembangkan karakter maupun minat

dan bakat anak didik secara teratur dan terarah, kegiatan ini dimaksudkan untuk

mengarahkan pola pikir peserta didik sejak dini demi mengasah ide maupun

kreatifitas dan inovasi dalam berkarya di dunia pendidikan, adapun hal lain yang

perlu diperhatikan dalam mengembangkan karakter anak yakni hal-hal penunjang

seperti sarana dan prasarana baik kesehatan, keamanan, metode pembelajaran dan

lain sebagainya.
17

Hal utama yang perlu dihindari dalam dunia pendidikan saat ini ialah

diskriminasi dan pelecehan terhadap anak dibawah umur yang dapat

mempengaruhi sikologis anak. Masalah tersebut akan berdampak pada krisisnya

kaum generasi, sehinga kehadiran satuan lembaga pendidikan sangat diperlukan

guna untuk melindungi dan menjaga kaum anak didik sebagai penerus bangsa.

Adapun hal penting yang perlu diketahui ialah pengembangan tidak hanya

dilakukan dalam lingkungan sekolah akan tetapi dalam lingkungan keluarga

orangtua juga mesti memperhatikan hal-hal positif yang akan berdampak pada

penggembangan anak baik karakter, pola pikir, maupun inovasi.

2. Pendidikan Karakter

a. Pengertian karakter

Karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang

membedakan seseorang dengan orang lain (Samani dkk,2013:42). Menurut

Fadillah (2013:21) karakter merupakan sikap dan kebiasaan nilai-nilai yang baik

(mengetahui nilai kebaikan, mau berbuat baik, berbuat baik dalam kehidupan baik

untuk diri sendiri maupun masyarakat) terpatri dalam diri dan perilaku. Selain itu,

dalam Sukmawati (2015:20) karakter adalah cara berfikir atau berperilaku yang

menajdi ciri khas idnividu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup

keluarga, masyarakat, bangsa maupun Negara.

Nilai-nilai tersebut akan terlihat dalam diri seseorang hingga dewasa, hal itu

bisa terjadi karena karakter adalah suatu sikap atau tindakan seseorang yang

melekat pada dirinya. Sejalan dengan pendapat tersebut Djarat (dalam

Marzuki,2012:21) menjelaskan karakter adalah nilai-nilai yang melandasi perilaku


18

manusia berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat,

dan estetika.

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan

nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh

hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain,

serta diwujudkan dalam sikap dan prilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pendidikan Karakter

Menurut Samani (2012:43) pendidikan karakter adalah hal positif apa saja

yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya.

Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru

untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Pendidikan karakter telah

menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang mendukung pengembangan sosial,

pengembangan emosional, dan pengembangan etik para siswa.

Pendidikan karakter menurut Waathun (2013:17) adalah suatu sistem

penanaman nilai-nilai karakter pada peserta didik yang meliputi komponen:

kesadaran, pemahaman, kepedulian dan komitmen yang tinggi untuk

melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Allah Tuhan Yang Maha Esa, diri

sendiri, sesama, lingkungan, maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan

sehingga menjadi manusia sempurna sesuai dengan kodratnya. Fadillah (2013:22)

menyatakan bahwa pendidikan karakter ialah suatu proses transformasi nilai-nilai

kehidupan untuk ditumbuh-kembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga

menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu .


19

Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar

dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkan dalam kehidupan

sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan kontribusi positif kepada

masyarakat (Wiyani,2013:26). Sementara itu Samani (2012:44) menyatakan

bahwa pada hakikatnya “pendidikan karakter dapat didefinisikan secara luas atau

secara sempit. Dalam makna yang luas pendidikan karakter mencakup hampir

seluruh usaha sekolah di luar bidang akademis terutama yang bertujuan untuk

membantu siswa menjadi seseorang yang memiliki karakter yang baik. Dalam

makna yang sempit pendidikan karakter dimaknai dengan sejenis pelatihan moral

yang merefleksikan nilai tertentu”.

Dari beberapa pernyataan di atas, dapat di katakan bahwa pendidikan karakter

adalah proses pemberian tuntutan kepada peserta didik untuk menjadi manusia

seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa.

Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai suatu sistem penanaman nilai-

nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,

kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut

baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun

kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Penanaman nilai kepada

warga sekolah maknanya bahwa pendidikan karakter baru akan efektif jika tidak

hanya siswa, tetapi juga para guru, kepala sekolah dan tenaga non-pendidik di

sekolah semua harus terlibat dalam pendidikan karakter.


20

c. Nilai-nilai karakter

Terdapat 18 nilai pendidikan karakter yang telah diterapkan di sekolah seluruh

Indonesia. 18 nilai karakter tersebut diantaranya religius, jujur, toleransi, disiplin,

kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,

cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar

membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Tetapi 18 nilai

karakter tersebut diperbaharui dan disederhanakan menjadi 5 karakter utama yang

sudah mencakup keseluruhan dari 18 niai karakter sebelumnya yaitu nilai karakter

religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Lima nilai pendidikan

karakter tersebut saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu

dikembangkan sebagai prioritas Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)

(Hendarman dkk,2016:7). Perubahan dari 18 nilai pendidikan karakter menjadi 5

nilai karakter utama dapat dilihat sebagai berikut berikut:

Religius
Jujur
Toleransi Religius
Disiplin
Kerja Keras
Kreatif
Mandiri Nasionalis
Demokratis Integritas
Rasa Ingin Tahu Nilai
Semangat
Kebangsaan Cinta Utama
Tanah Air
Menghargai Prestasi
Bersahabat/Komuni
katif Cinta Damai
Gotong Mandiri
Gemar Membaca
Peduli Lingkungan royong
Peduli Sosial
Tanggung Jawab

Gambar 2.1 Perubahan nilai karakter (Budhiman,2017:18)


21

Gambar di atas menunjukan bahwa peruabahan dari 18 nilai karakter menjadi 5

karakter utama. Subnilai dari 5 karakter utama yang mana 18 nilai karakter

termasuk di dalamnya dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 2.1 5 Nilai-nilai pendidikan karakter

NO. 5 Nilai-Nilai Pendidikan Subnilai


Karakter
1 Religius, mencerminkan keberimanan Subnilai religius antara lain cinta damai,
terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang toleransi, menghargai perbedaan agama
diwujudkan dalam perilaku melaksanakan dan kepercayaan, teguh pendirian,
ajaran agama dan kepercayaan yang percaya diri, kerja sama antar pemeluk
dianutnya, menghargai perbedaan agama, agama dan kepercayaan, antibuli dan
menjunjung tinggi sikap toleranterhadap kekerasan, persahabatan, ketulusan,
pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan tidak memaksakan kehendak, mencintai
lain, hidup rukun dan damai dengan lingkungan, melindungi yang kecil dan
pemeluk agama lain. tersisih.

2 Nasionalis, merupakan cara berpikir, Subnilai nasionalis antara lain apresiasi


bersikap, dan berbuat yang menunjukkan budaya bangsa sendiri, menjaga
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan kekayaan budaya bangsa,rela berkorban,
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan unggul, dan berprestasi, cinta tanah air,
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik menjaga lingkungan,taat hukum,
bangsa, menempatkan kepentingan bangsa disiplin, menghormati keragaman
dan Negara di atas kepentingan diri dan budaya, suku,dan agama.
kelompoknya.
3 Mandiri , sikap dan perilaku yang tidak Subnilai mandiri antara lain etos kerja
mudah bergantung pada orang lain dan (kerja keras), tangguh tahan banting,
menggunakan segala tenaga, pikiran, waktu daya juang, profesional, kreatif,
untuk merealisasikan harapan, mimpi dan keberanian, dan menjadi pembelajar
cita-cita. sepanjang hayat.
4 Gotong royong, mencerminkan tindakan Subnilai gotong royong antara lain
menghargai semangat kerja sama dan bahu menghargai, kerja sama, inklusif,
membahu menyelesaikan persoalan komitmen atas keputusan bersama,
bersama, menjalin komunikasi dan musyawarah mufakat, tolongmenolong,
persahabatan, memberi bantuan/pertolongan solidaritas, empati, anti diskriminasi,
pada orang-orang yang membutuhkan. anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.
5 Integritas, merupakan nilai yang mendasari Subnilai integritas antara lain kejujuran,
perilaku yang didasarkan pada upaya cinta pada kebenaran, setia, komitmen
menjadikan dirinya sebagai orang yang moral, anti korupsi, keadilan,
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tanggungjawab, keteladanan, dan
tindakan, dan pekerjaan, memiliki menghargai martabat individu (terutama
komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai penyandang disabilitas).
kemanusiaan dan moral (integritas moral).

(Hendarman dkk,2016:7)
22

Kelima nilai pendidikan karakter diatas bukanlah nilai yang berdiri dan

berkembang sendiri-sendiri melainkan nilai yang berinteraksi satu sama lain, yang

berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi. Dari nilai utama

manapun pendidikan karakter dimulai, individu dan sekolah perlu

mengembangkan nilai-nilai utama lainnya baik secara kontekstual maupun

universal.

d. Tahap pembentukan karakter

Menurut Rohimah (2012:58) Membentuk karakter pada diri anak memerlukan

suatu tahapan yang dirancang secara sistematis dan berkelanjutan. Sebagai

individu yang sedang berkembang, anak memiliki sifat yang suka meniru tanpa

mempertimbangkan baik atau buruk. Hal ini didorong oleh rasa ingin tahu dan

ingin mencoba sesuatu yang diminati, yang kadang kala muncul secara spontan.

Sikap jujur yang menunjukkan kepolosan seorang anak merupakan ciri yang juga

dimilikinya. Kehidupan anak yang dirasakan tanpa beban anak selalu tampil riang

dan dapat bergerak dan beraktifitas secara bebas. Dalam aktifitas ini, anak

cenderung menunjukkan sifat keangkuhannya. Akhirnya sifat unik menunjukkan

anak merupakan sosok individu yang kompleks yang memiliki perbedaan dengan

individu lainnya.

Anak akan melihat dan meniru apa yang ada disekitarnya, bahkan apabila hal

itu sangat melekat pada diri anak akan tersimpan dalam memori jangka panjan

(long trem memory). Apabila yang disimpan dalam LTM adalah hal yang positif

(baik), reproduksi selanjutnya akan menghasilakn perilaku yang konstruktif.


23

Namun apabila yang masuk ke dalam LTM adalah sesuatu yang negative,

revproduksi yang akan dihasilkan di kemudian hari adalah hal-hal yang destruktif.

Brikut ini menunjukkan tahap pembentukan LTM

erasing
Positif
seeing copying memorizing reproducing
negatif

negatif
recording

Gambar: 2.2 Tahap Pembentukan Karakter (Rohimah,2012:58)

Gambar di atas menunjukkan bahwa anak (peserta didik), apabila akan

melakukan sesuatu (baik atau buruk), selalu diawali dengan proses melihat,

mengamati, meniru, mengingat, menyimpan, kemudian mengeluarkannya kembali

menjadi perlaku sesuai dengan ingatan yang disimpan di dalam otaknya. kelas dan

sekolah yang betul-betul mendukung program pendidikan karakter tersebut.

Dari deskripsi tahap pembentukan karakter diatas, dapat disimpulkan bahwa

karakter anak dapat terbentuk dengan baik jika sekolah dan tenaga kependidikan

yang ada di sekolah dapat menciptakan suasana lingkungan yang baik. Tindakan

dan perilaku yang dilakukan oleh guru harus mencerminkan hal yang positif

sehingga tindakan yang akan dilakukan oleh anak dari melihat tindakan guru

adalah hal-hal yang baik. Oleh karena itu untuk membentuk karakter pada anak,

harus dirancang dan diupayakan penciptaan lingkungan.


24

e. Pembentukan karakter melalui pembudayaan

Menurut Rohimah (2012:67) Perubahan budaya dan informasi yang sangat

cepat berimplikasi pada perubahan karakter. Karakter yang banyak dipengaruhi

oleh nilai dan etika bagi seseorang tidaklah statis, tetapi selalu berubah. Setiap

orang akan menganggap sesuatu itu baik sesuai dengan pandangannya saat itu.

Oleh karena itu, sistem nilai yang dimiliki seseorang bisa dibina dan diarahkan.

Apabila seseorang menganggap nilai agama adalah di atas segalanya, nilai-nilai

yang lain akan bergantung kepada nilai-nilai itu. Dengan demikian, sikap

seseorang akan bergantung pada sistem nilai yang dianggapnya paling benar, dan

kemudian sikap itu yang akan mengendalikan perilaku orang tersebut. Untuk

membangun budaya dalam rangka membentuk karakter pada siswa, langkah yang

perlu dilakukan adalah menciptakan suasana yang berkarakter (penuh dengan

nilai-nilai) terlebih dahulu. Penciptaan suasana berkarakter sangat dipengaruhi

oleh situasi dan kondisi tempat model itu akan diterapkan beserta penerapan nilai

yang mendasarinya.

Pertama, penciptaan budaya berkarakter yang bersifat vertikal (ilahiah).

Kegiatan ini dapat diwujudkan dalam bentuk hubungan dengan Allah Swt, Tuhan

Yang Maha Esa, melalui peningkatan secara kuantitas maupun kualitas kegiatan-

kegiatan keagamaan di sekolah yang bersifat ubudiyah, seperti shalat berjamaah,

puasa Senin dan Kamis, membaca Al-Quran, doa bersama, dan lain sebagainya.

Kedua, penciptaan budaya berkarakter yang bersifat horizontal (insaniah). Yaitu,

lebih mendudukkan sekolah sebagai institusi sosial, yang apabila dilihat dari

struktur hubungan antar manusianya, dapat diklasifikasikan ke dalam tiga

hubungan, yaitu: (1) hubungan atasan-bawahan, (2) hubungan profesional, (3)


25

hubungan sederajat atau sukarela yang didasarkan pada nilai-nilai positif, seperti

persaudaraan, kedermawanan, kejujuran, saling menghormati, dan sebagainya.

Menurut Jaleha (2014:42) ada tiga lingkungan yang dapat membentuk karakter

anak sebagai berikut.

a) Lingkungan keluarga (bi’ah al-‘âilah)

Keluarga berperan penting dalam proses pembentukan karakter anak.

Keluarga yang beragama Islam, misalnya, akan mendidik anak-anak mereka

secara islami (menanamkan ketaatan shalat, banyak beramal, berlaku adil, jujur,

sabar, ramah, menjadikan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah).

Keluarga yang kurang peduli terhadap pendidikan anak-anaknya akan bersikap

acuh, masa bodoh terhadap akanaknya. Mereka bersikap masa bodoh, apakah

anaknya akan menjadi anak yang baik atau buruk. Hal itu juga diperparah dengan

permasalahan keluarga yang tidak pernah selesai, yang akan berdampak besar

pada pendidikan karakter anak, misalnya perceraian orangtua, bertengkar, suka

berjudi, terlibat narkoba, dan lain-lain. Keluarga memiliki peran penting dalam

menurunkan sifat-sifat akhlak (karakter) kepada generasi berikutnya. Sifat

keturunan itu bukan hanya yang tampak saja, melainkan juga yang tidak tampak

(hidden), seperti kecerdasan, keberanian, kedermawanan, dan lain-lain.

Sekolah juga berperan dalam pembentukan karakter anak. Sebagai

lembaga pendidikan, sekolah menanamkan karakter yang positif kepada anak-

anak. Sekolah memiliki misi tertentu dalam membentuk manusia yang cerdas,

terampil, dan berakhlak mulia sesuai aturan yang berlaku. Karakter yang

ditanamkan kepada anak telah disusun dalam silabus setiap mata pelajaran, tema

pembelajaran, dan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.


26

b) Lingkungan masyarakat (bi’ah al-mujtama’)

Masyarakat berperan besar dalam proses pendidikan karakter anak karena

sebagian besar waktu bermain, berinteraksi, dan pergaulan hidup anak berada di

masyarakat. Karakter anak yang berada di lingkungan perkotaan akan berbeda

dengan karakter anak yang berada di daerah pedesaan, pegunungan, pantai, atau

pedalaman. Sifat-sifat lingkungan masyarakat setempat pola hidup, norma-norma,

adat istiadat, dan aturan-aturan lain akan mewarnai karakter anak. Misalnya, pada

masyarakat yang agamis, anak-anak menjadi manusia yang taat dan patuh

terhadap agamanya. Berbeda dengan masyarakat nelayan, orangtua akan mendidik

anak-anak mereka menjadi nelayan yang tangguh, ulet, pantang menyerah, dan

berani mengarungi lautan. Karakter yang diperoleh anak di masyarakat ada juga

yang negatif.

Hal ini disebabkan pola hidup masyarakat yang beragam. Tawuran

(pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum), saling curiga, kebencian

antarsesama, pergaulan bebas, ketidakjujuran (korupsi), tindak kekerasan, dan

penggunaan kata-kata yang buruk. Sementara itu, contoh dari karakter positif

adalah gotong-royong, kepedulian, kasih sayang, kerja sama, toleransi, saling

menghormati. dan lain-lain.

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi

(termasuk sekolah) pasti tumbuh dalam lingkungan kerja tertentu. Lingkungan

kerja pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu: (1) lingkungan fisik, berupa

berbagai sarana dan prasarana yang menunjang pencapaian tujuan organisasi; (2)

lingkungan nonfisik, berupa basic value atau nilai dasar yang dikembangkan pada

suatu organisasi. Lingkungan kerja tersebut saling berkaitan, jika salah satunya
27

tidak bekerja dengan baik maka suatu organisasi belum bisa dikatakan dikatakan

baik. Lingkungan ini lazim disebut sebagai budaya organisasi

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Munawarah (2009) melakukan penelitian dengan judul “Pola Pembentukan

Karakter Anak melalui Pendidikan Ramah Anak dalam Perspektif Pendidikann

Agama Islam”. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan : (1) bagaimana pola

pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak; (2) bagaimana

tinjauan pendidikan islam dalam pola pembentukan karakter anak melalui

pendidikan ramah anak; (3) adakah perbedaan pola pendidikan ramah anak secara

umum dengan pendidikan agama islam.

Penelitian ini dilakukan di tempat yang berbeda yaitu di Surabaya. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa:

1. Pertama, dalam keluarga: menjalin komunikasi yang baik antara guru dan

orang tua, tidak hanya menekankan hukuman, dampingi dan pilihkan anak

ketika menonton acara TV, memberikan kesempatan anak untuk memilih dan

hargai usahanya, membacakan cerita-cerita pahlawan terdahulu dan biasakan

untuk bermusyawarah dalam kelurga, menghayati ciptaan-ciptaan Allah SWT,

tidak menghina dan mengurangi hak anak, menghindari perkataan kotor,

teladan yang baik, membacakan kisah-kisah Nabi dan para sahabat, tilawah

Al-Qur'an, berdialog, berkata jujur, membiasakan anak bersedekah dan lain

sebagainya.

2. Kedua, di sekolah: guru menjalin hubungan yang efektif dengan siswa, guru

sebagai fasilitator saja, menerapkan hukuman yang mendidik, memberikan


28

konseling pada guru, memberikan kebebasan pada anak untuk berkreasi dan

menerapkan strategi pembelajaran berbasis PAIKEM,

3. Ketiga, dalam lingkungan masyarakat: menciptakan lingkungan masyarakat

yang aman, nyaman dengan nuansa religius..

4. Keempat, Konsep pendidikan ramah anak secara umum maupun dalam

perspektif pendidikan Islam, baik dalam proses dan pola, keduanya dimulai

dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dengan menggunakan

pendekatan kasih sayang dan berbasis humanistik dengan tujuan yang sama

yaitu, membentuk anak berkarakter positif (berakhlakul karimah), meskipun

landasan keduanya berbeda, dimana konsep pendidikan ramah anak secara

umum berlandaskan pada UU No.23 tahun 2002 tentang perlindangan anak,

sedangkan dalam pendidikan Islam berlandaskan pada al-Qur'an dan

asSunnah.

Persamaan antara penelitian terdahulu dan penelitian yang dilakukan adalah

pendidikan ramah anak dan pendidikan karakter yang akan dibentuk. Perbedaan

penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terletak

pada: penelitian terdahulu menggunakan penelitian studi pustaka sedangkan

penelitian yang dilakukan menggunakan penelitian kualitatf dan peneliti turun

langsung ke lapangan, penelitian terdahulu menenkankan pada perspektif islam

sedangkan penelitian yang dilakukan di kelas 5 lebih sesuai dengan apa yang di

temukan di lapangan. Sehingga output yang dihasilkan pun juga berbeda, dan

diharapkan dengan melakukan penelitian ini peneliti bisa menambahkan ilmu

pengetahuan baru mengenai pendidikan ramah anak bagi penguatan pendidikan

karakter siswa.
29

C. Kerangka Pikir

Pendidikan ramah anak merupakan pendidikan yang berdasarkan prinsip 3P

dalam proses pembelajarannya. Prinsip 3P tersebut diantaranya pertama ialah

provisi yang memeiliki arti ketersediaannya kebutuhan anak sepericinta/kasih

sayang, makanan, kesehatan, pendidikan dan rekreasi. Kedua ialah proteksi yang

memiliki arti perlindungan terhadap anak dari ancaman, diskriminasi, hukuman,

salah perlakuan dan segala bentuk pelecehan serta kebijakan yang kurang tepat.

Serta prinsip terakhir ialah partisipasi. Partisipasi ini ialah hak unuk bertindak

yang digunakan siswa untuk mengungkapkan kebebasan pendapat, bertanya,

berargumentasi, berperan aktif di kelas dan di sekolah

Tujuan pendidikan ramah anak ialah mewujudkan satuan lembaga pendidikan

yang dapat menjamin dan memenuhi hak-hak dan perilindungan anak Indonesia,

hal ini sesuai dengan tuhuan pendidikan nasional, UUD 45, Undang-Undang No.

20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan prinsip-prinsip

perlindungan anak

Pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai

karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran

atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan

sehingga menjadi manusia insan kamil. Penanaman nilai kepada warga sekolah

maknanya bahwa pendidikan karakter baru akan efektif jika tidak hanya siswa,

tetapi juga para guru, kepala sekolah dan tenaga non-pendidik di sekolah semua

harus terlibat dalam pendidikan karakter.


30

Berdasarkan pembahasan kajian teori yang telah disampaikan di atas maka

kerangka pikir penelitian ini terlihat dalam bagan berikut ini:

Anda mungkin juga menyukai