Anda di halaman 1dari 10

UJIAN AKHIR SEMESTER

LANDASAN PENDIDIKAN
SEMESTER GANJIL 2023-2024

“ Analisis Etika dan Hukum Tindakan Kekerasan Seksual di


Lingkungan Perguruan Tinggi”

NAMA : BAGAS LIPUR PANGGALIH


NIM : 228423048
JURUSAN : PENDIDIKAN VOKASIONAL
TEKNIK MESIN
KELAS :B
MATA KULIAH : LANDASAN PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kekerasan seksual merupakan bentuk hubungan seksual yang
dipaksakan. Oleh karena itu, hal tersebut merupakan manifestasi dari
perilaku seksual yang menyimpang dan tidak pantas dilakukan yang
dapat mengakibatkan kerugian dan merusak ketentraman bersama.
Kekerasan seksual juga dapat dianggap sebagai setiap kekerasan yang
merusak, merendahkan dan/atau mengubah tubuh, hasrat seksual
dan/atau kemampuan reproduksi seseorang di luar kehendaknya.
Kekerasan seksual memiliki potensi terjadi dimana saja, kapan
saja, termasuk di ruang-ruang pendidikan seperti perguruan tinggi
(Suryawirawan, 2019). Ironisnya, kekerasan seksual yang terjadi di
perguruan tinggi kerap dilakukan oleh mereka yang seharusnya menjadi
pelindung dan pemberi ilmu bagi mahasiswa. Berbagai laporan
menunjukkan bagaimana dosen, pendidik, bahkan sesama mahasiswa
bisa menjadi pelaku (Nikmatullah, 2020). Sebuah institusi yang
seharusnya menjadi tempat pendidikan yang aman dan mendidik
individu dengan nilai-nilai moral dan etika yang tinggi.
Suatu institusi yang sejatinya merupakan tempat untuk tumbuh
dan berkembangnya peserta didik dalam urusan literasi dan juga
pengembangan soft skill harusnya menjadi suatu tempat atau ruang yang
aman dan nyaman bagi mereka. Akan tetapi, nampaknya hal tersebut
tidak berlaku bagi para penyintas kasus kekerasan terhadap perempuan.
Kasus seperti ini benar-benar nyata dan banyak terjadi, baik itu disekolah
maupun Universitas dan sudah menjadi rahasia umum yang sengaja
dilupakan oleh sebagian besar pihak didalamnya. Tidak banyak korban
yang berani melapor ataupun speak up karena stigma masyarakat
terhadap korban kekerasan masih sangat kuat, belum lagi jika kekerasan
seksual ini dilakukan oleh pihak yang mempunyai kuasa lebih dalam
suatu institusi pendidikan. Selain itu, tidak adanya kebijakan serta
kurangnya penanganan bahkan sanksi yang diberikan pada pelaku
kekerasan yang tidak sesuai membuat minimnya tindak lanjut dari
pelaporan jika ada yang masuk.
Pelecehan seksual yang terjadi dalam dunia pendidikan menjadi
suatu hal yang sangat disorot belakangan ini, seperti kasus yang baru baru
ini telah terjadi di lingkungan Universitas Andalas, Padang. Seorang
dosen melakukan kekerasan seksual terhadap 8 mahasiswinya, lalu
dibungkam dengan mangancam tidak akan meluluskannya jika berani
melapor kepada orang lain. Penelitian ini akan menganalisis penerapan
landasan etika dan landasan hukum dalam dunia pendidikan berdasarkan
kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen kepada 8
mahasiswi Universitas Andalas Padang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penerapan landasan etika dari kasus kekerasan seksual
di perguruan tinggi?
2. Bagaimana penerapan landasan hukum dari kasus kekerasan
seksual di perguruan tinggi?

1.3 Tujuan
1. Memahami dan menganalisis berdasarkan landasan etika dari kasus
kekerasan seksual di perguruan tinggi.
2. Memahami dan menganalisis berdasarkan landasan hukum dari
kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kasus Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi


Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual
(RUU PKS) menyatakan bahwa kekerasan seksual adalah setiap
perbuatan yang merendahkan, menghina, menyerang, dan atau
perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan atau
fungsi reproduksi, secara paksa, yang bertentangan dengan kehendak
seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan
persetujuan dalam keadaan bebas, karena adanya ketimpangan relasi
kuasa dan atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat
timbulnya penderitaan atau kesengsaraan baik itu secara fisik, psikis,
seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, atau politik.
Salah satu bentuk dari kekerasan seksual adalah pelecehan
seksual. Pelecehan seksual atau sexual harassment adalah suatu
perilaku atau perhatian yang dilakukan oleh seseorang yang bersifat
seksual yang tidak diinginkan dan tidak dikehendaki oleh orang
tersebut dan berakibat mengganggu diri dari penerima pelecehan
tersebut. Pelecehan seksual mencakup, tetapi tidak terbatas pada
bayaran seksual apabila menghendaki sesuatu, pemaksaan melakukan
kegiatan seksual, pernyataan merendahkan tentang orientasi seksual
atau seksualitas, permintaan untuk melakukan tindakan seksual yang
disukai pelaku, berupa suatu ucapan atau perilaku yang berkonotasi
seksual; semua hal tersebut dapat digolongkan sebagai tindakan
pelecehan seksual.
Salah satu contoh kasus pelecehan seksual yang terjadi
diperguruan tinggi yaitu kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh
dosen kepada 8 mahasiswinya di Universitas Andalas (Unand) Padang.
Informasi pelecehan di lingkungan kampus Unand ini viral sejak akun
instagram @infounand membuat unggahan pada Rabu (21/12) lalu
dengan judul "Ancam Tidak Luluskan Mata Kuliah, Oknum Dosen
Lecehkan Mahasiswa." Women Crisis Center (WCC) Nurani
Perempuan Sumatera Barat mencatat korban pelecehan oknum dosen
tersebut berjumlah delapan orang. Lima di antaranya sempat ditangani
pihak WCC Nurani Perempuan untuk mendapatkan pendampingan.
Satu orang korban yang mengalami pelecehan sampai kepada tindakan
pemerkosaan yang menyebabkan satu orang korban tersebut sampai
mengalami trauma mendalam. Berdasarkan laporan dari korban yang
mereka dampingi, modus yang dipakai oknum dosen kata dia hampir
sama yaitu soal nilai mata kuliah. Meski begitu, korban tidak mau
melaporkan kejadian yang mereka alami ke polisi karena takut dan
malu. Dalam unggahan video menarasikan bahwa oknum dosen
memaksa untuk mencium korban berkali-kali. Aksi ini terjadi lebih dari
sebulan yang lalu. Mirisnya, aksi oknum dosen ini dilakukan di rumah
yang bersangkutan. Ketika itu korban dan teman-teman mahasiswa
lainnya bertamu ke kediaman dosen itu.
Dosen berinisial KC yang merupakan dosen Fakultas Ilmu
Budaya (FIB) Universitas Andalas ini lalu dipecat berdasarkan Surat
Keputusan (SK) Mendikbud yang diterima rektor Unand pada Oktober
2023. KC diberhentikan sebagai dosen dan aparatur sipil negeri (ASN).
Sebelum SK ini keluar KC sudah dinonaktifkan sebagai dosen sejak
2022 setelah kasus kekerasan seksual tersebut terungkap. KC diduga
telah menyalahgunakan wewenangnya dengan mengancam delapan
orang mahasiswi yang menjadi korbannya tidak akan diluluskan bila
tidak menuruti kemauannya.
2.2 Analisis Kasus Berdasarkan Landasan Etika
Etika merupakan pemikiran tentang suatu perilaku seseorang
menganai baik buruknya orang tersebut baik tentang tindakan
seseorang dalam lingkungan bermasyrakat maupun terhadap dirinya
sendiri. Tindakan pengajar/dosen yang professional merupakan pokok
utama dalam pembentukan karakter generasi bangsa yang berkualitas.
Kode etik dosen adalah norma berperilaku bagi dosen dalam
melaksanakan tugas pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat.
Kode etik dosen merupakan pedoman seorang dosen supaya
professional dalam menjalankan kewajibannya. Etika yang baik akan
menjadi tolak ukur dalam tinggi rendahnya citra seorang dosen,
martabat serta wibawa. Dengan adanya kode etik akan berpengaruh
penting untuk meningkatkan mutu seorang dosen. Jika tidak
menetapkan kode etik dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang
dosen maka tindakannya tidak akan terarah, bahkan yang lebih parah
adalah tentang keberhasilan pencapaian program kependidikan yang
telah ditentukan akan sulit untuk dicapai, karena dosen melaksanakan
tugasnya tanpa berlandaskan kode etik. Oleh karena itu seharusnya
seorang dosen harus menanamkan kode etik dalam tugas
keprofesiannya.
Berdasarkan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh
dosen kepada mahasiswinya ini, dosen ini telah melanggar etika profesi
dosen. Dosen harus melakukan tugas sesuai dengan etika sosial, norma
dan lain-lainnya. Terdapat asas kepantasan, kesopanan dan kesantunan
dalam etika profesi dosen. Seorang dosen seharusnya bisa menjadi
seorang teladan bagi mahasiswa nya bukan malah sebaliknya. Tidak
sepantasnya seorang dosen menyalahgunakan kekuasaannya untuk
melakukan tindakan-tindakan pemaksaan seksual bahkan sampai
memperkosa mahasiwinya, ini jelas sangat bertentangan dengan etika
seorang dosen. Keberadaan etika profesi dosen sejatinya dijadikan
panduan dan dasar dalam menjalankan segala aktivitas oleh dosen
dilingkungan akademik. Dosen yang dikenal sebagai seorang
cendikiawan memiliki kepercayaan untuk menjadi tauladan yang baik.
Maka seharusnya dengan adanya kode etik membantu mengarahkan
dosen tetap menjadi teladan yang baik tersebut.

2.3 Analisis Kasus Berdasarkan Landasan Hukum


Pelecahan Seksual merupakan bentuk tingkah laku mengandung
seksual yang tidak diinginkan oleh objeknya, permintaan untuk
melakukan perbuatan seksual, baik secara lisan, atau fisik yang tempat
kejadiannya bisa di ruang publik. Perbuatan dalam bentuk lisan maupun
fisik kini sering terjadi di kalangan masyarakat khususnya bagi
perempuan. Hal tersebut membuat perempuan tidak merasa aman,
damai dan tentram. Apalagi perbuatan pelecehan seksual dilakukan di
ruang publik akan lebih membuat korban merasa tidak aman dan
nyaman saat berada di luar rumah. Padahal setiap orang berhak atas rasa
aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan, hal
ini diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia.
Dari sudut pandang hukum, tindak kekerasan seksual di lembaga
pendidikan tinggi adalah sebuah pelanggaran yang serius. Dalam
hukum pidana di Indonesia, tindakan kekerasan seksual seperti
pemerkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP dengan ancaman hukuman
penjara hingga 12 tahun. Pasal tersebut menekankan pada adanya
penetrasi sebagai unsur persetubuhan. Namun, tindakan pemaksaan
tanpa penetrasi dilihat sebagai pelanggaran terhadap moral atau
pencabulan, yang diatur dalam Pasal 289 KUHP dengan ancaman
hukuman sampai 9 tahun.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindak
pidana yang berkaitan dengan kekerasan seksual diatur secara detail,
dengan Pasal 289 sebagai contoh, memberikan hukuman bagi mereka
yang melakukan tindakan cabul melalui kekerasan atau ancaman.
Keseriusan hukum Indonesia dalam menangani masalah kekerasan
seksual sangat tampak. Selanjutnya, Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 30 Tahun 2021 menunjukkan komitmen kuat
pemerintah dalam memberikan perlindungan di lingkungan perguruan
tinggi. Peraturan ini diharapkan dapat memandu perguruan tinggi
dalam menyusun strategi pencegahan dan penanganan kekerasan
seksual, serta menciptakan lingkungan kampus yang aman dan inklusif.
Terlebih, Pasal 12 dari peraturan tersebut menawarkan serangkaian
perlindungan komprehensif bagi korban dan saksi, memastikan bahwa
hak dan keamanan mereka dijaga selama proses hukum, mencerminkan
pendekatan holistik pemerintah dalam menangani masalah ini.
Universitas, sebagai institusi pendidikan, memiliki tanggung
jawab moral dan hukum untuk menyediakan lingkungan belajar yang
aman bagi semua anggotanya. Kasus semacam ini menimbulkan
pertanyaan mengenai sejauh mana universitas menerapkan kebijakan
dan mekanisme perlindungan terhadap mahasiswanya. Korban
pelecehan seksual dapat mengejar ganti rugi melalui jalur hukum sipil,
terutama jika mereka mengalami kerugian material atau immaterial
sebagai akibat dari tindakan pelaku. Implikasi hukum bukan hanya
terbatas pada sanksi dan hukuman bagi pelaku, tetapi juga pada
kebutuhan untuk meningkatkan edukasi dan kesadaran mengenai isu
pelecehan seksual di lingkungan akademik. Hal ini menjadi titik awal
dalam upaya pencegahan insiden serupa di masa depan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kekerasan seksual di perguruan tinggi mencakup berbagai bentuk
tindakan yang melibatkan pemaksaan atau ketidakmampuan korban
untuk memberikan persetujuan. Hal ini termasuk pelecehan verbal,
tindakan fisik, hingga pemerkosaan, seringkali dilakukan oleh individu
yang seharusnya melindungi mahasiswa. Kekerasan seksual memiliki
dampak yang luas, tidak hanya fisik namun juga emosional, ekonomi,
sosial, budaya, dan politik. Dari segi etika kekerasan seksual yang
dilakukan diperguruan tinggi jelas telah melanggar etika profesi
seorang dosen yang seharusnya menjadi teladan, Dosen harus
melakukan tugas sesuai dengan etika sosial, norma dan lain-lainnya.
Dari perspektif hukum, kekerasan seksual di perguruan tinggi dianggap
sebagai pelanggaran serius dan diberi sanksi sesuai dengan berbagai
undang-undang dan peraturan di Indonesia.

3.2 Saran
Perguruan tinggi sebaiknya menyusun dan menerapkan kebijakan
yang jelas mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Kebijakan ini harus mencakup mekanisme pelaporan yang efektif,
transparan, dan konfidensial bagi korban. Peningkatan edukasi dan
kesadaran akan isu kekerasan seksual di kampus juga sangat penting
untuk diperhatikan. Hal ini dapat melibatkan seminar, pelatihan, dan
kampanye yang menekankan pentingnya konsent dan menghargai hak-
hak individu.
DAFTAR PUSTAKA

CNN Indonesia, 2022, “Dosen Unand Diduga Lecehkan 8 Mahasiwi, Ancam


Soal Tak Bisa Lulus”
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221226132749-20-
892122/dosen-unand-diduga-lecehkan-8-mahasiswi-ancam-soal-
tak-bisa-lulus/amp

Patra Bethania P, dkk., 2023, “Analisis Karakteristik, Implikasi Hukum, dan


Respons Terhadap Pelecehan seksual di Lingkungan Perguruan
Tinggi”, Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan, Vol. 1 No.9.

Rizkia Putri & Hendra Setiawan, 2023, “Analisis Framing Pemberitaan


Media Online Detik.com dan Tribunnews.com : Kasus Pelecehan
Seksual di Universitas Andalas”, Jurnal Educatio, Vol. 9 No.1.

Yuni Kartika & Andi Najemi, 2020, “Kebijakan Hukum Perbuatan Pelecehan
Seksual dalam Perspektif Hukum Pidana”, PAMPAS : Journal Of
Criminal, Vol. 1 No.2.

Anda mungkin juga menyukai