PENDAHULUAN
© 2021 by Community Services and Social Work Bulletin. This article is an open 1
access article distributed under the terms and is licensed under a Creative Commons
Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Pihak rektorat Universitas Muhammadiyah Tangerang menerima dan
melakukan mediasi terhadap si korban dan pelaku kekerasan seksual tersebut, hal
ini justru mengundang pro dan kontra dikalangan mahasiswa khususnya lantaran
keputusan dari hasil mediasi tersebut hanya memberi skorsing terhadap si pelaku
yang dimana dinilai saat itu kurang efektif dan kurang adil bagi si korban, pada
akhirnya si korban setelah mengetahui itu, lantaran kecewa dengan keputusan hasil
kampus itu, si korban kemudian melakukan pelaporan kepada salah satu anggota
dari aliansi mahasiswa anti kekerasan Seksual dan kemudian melakukan kajian
yang menghasilkan kesepakatan audiensi dengan pihak rektorat dan sekaligus
membawa si korban untuk memenuhi keinganannya.
Keputusan dari rektorat yang bersumber dari Humas Universitas
Muhammadiyah Tangerang yang kemudian di publikasi oleh salah satu media yaitu
Instagram @pesanUMT terkesan sangat kurang efektif dan dinilai tidak adil dan
justru membuka gerbang baru untuk para predator-predator kekerasan seksual yang
ada.
Pada proses audiensi tersebut akhirnya menemukan keputusan yang sesuai
dengan keinginan korban dan aliansi mahasiswa anti kekerasan seksual berdasarkan
kajian akademis dan sistematis yang telah dilakukan untuk kemudian memberikan
sanksi kepada si pelaku dengan memberikan pecat permanent dan pemecaran secara
tidak terhormat dan menuntuk agar pihak kampus khususnya rektorat agar
menerapkan kasus permendikdbud no 30 tahun 2021 nyaitu pembentukan satuan
tugas kekerasan seksual yang menjadi wadah bagi para korban bukannya justru
hanya memberikan skorsing yang dinilai sangat melecehkan korban dan membuka
kesempatan terjadinya kekerasan seksual lagi diranah Pendidikan khususnya
Universitas Muhammadiyah Tangerang.
Menurut Sandra Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia “Ketika kita berbicara terjadinya kekerasan seksual ada persoalan kultural,
persoalan peraturan perundang-undangan, dan persoalan kelembagaan. Bagaimana
institusi penegak hukum selama ini berfungsi,”
DAFTAR PUSTAKA