Anda di halaman 1dari 44

PENELITIAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN

KEKERASAN YANG TERJADI SECARA BERSAMA-SAMA DI RUANG


PUBLIK : STUDI KASUS TRAGEDI KANJURUHAN

Disusun Oleh:
Jocelyn Cherieshta 205210058
Vania Clianta Putri 205210091
Maria Natasha R. 205210097
Audrey Bilbina Putri 205210098

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2023
PENELITIAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN KEKERASAN YANG
TERJADI SECARA BERSAMA-SAMA DI RUANG PUBLIK : STUDI KASUS
TRAGEDI KANJURUHAN

Jocelyn Cherieshta, Vania Clianta Putri, Maria Natasha Rudijanto, Audrey Bilbina Putri

ABSTRAK
Permasalahan dalam penelitian ini adalah berdasarkan studi kasus berbagai suporter di Indonesia,
sangat tidak kondusif jika pertandingan tandang dilakukan dengan klub yang dianggap sebagai lawan,
berbagai tindakan provokatif dan kekerasan menjadi bukti bahwa suporter berbagai klub di Indonesia
sangat kekurangan dalam bidang pendidikan dan literasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui dimensi apa saja yang berperan dalam ranah sosial komunitas sepak bola. Jenis penelitian
ini menggunakan penelitian kasus literasi kualitatif berdasarkan kajian teori. Teknik pengumpulannya
menggunakan literasi, fenomenologi dan kriminologi berdasarkan fakta melalui berita dan wawancara.
Hasil dari penelitian ini adalah dinamika sosial yang dikonstruksi dari perspektif aksi dan kekerasan
semuanya terekspresikan secara negatif di masyarakat, karena saat ini pendukung masyarakat sangat
frontal dengan berbagai bentuk kekerasan. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah segala tindakan
yang berupa provokasi dan kekerasan mempunyai akibat negatif di mata masyarakat luas.

Kata Kunci: Dinamika sosial; pendukung; kekerasan; dan provokasi.

ABSTRACT
The problem in this research is that based on case studies of various supporters in Indonesia, it is not
very conducive if an away game is with a club considered as an opponent, various provocative and
violent actions have become evidence that the supporters of various clubs in Indonesia are very
deficient in education and literacy. The aim of this research is to find out which dimensions play a role
in the social sphere of the football community. This type of research uses case research qualitative
literacy based on theoretical studies. The collection technique uses literacy, phenomenology and
criminology based on facts through news and interviews. The results of this research are that social
dynamics constructed from the perspective of action and violence all express themselves negatively in
the community, for now the community's supporters are very frontal with various forms of violence. The
conclusion in this research is that all actions in the form of provocation and violence have negative
consequences in the eyes of the wider community.

Keyword: Social dynamics; supporters; violence; and provocation.


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang membutuhkan interaksi dengan
orang lain. Dalam hal ini, seseorang tidak mungkin dapat hidup sendiri dan mencapai apa
yang diinginkannya tanpa mendapatkan bantuan dari orang lain. Hal ini berlaku untuk semua
orang, tanpa memandang status maupun kekayaan. Dalam interaksi sesama manusia
dibutuhkan adanya kerjasama, tolong menolong dan saling membantu untuk memperoleh
kebutuhan hidupnya.1 Kepentingan pun terhitung berjalan beriringan bersama kebutuhan,
dimana kebutuhan akan terpenuhi bilamana kepentingan juga diperhatikan. Ini adalah konsep
yang fundamental dalam berbagai aspek kehidupan manusia, baik dalam skala individu
maupun dalam masyarakat secara keseluruhan. Ketika keduanya berbeda, maka akan
berujung pada masalah yang tiada habisnya.

Ketidakselarasan antara kepentingan dan kebutuhan seringkali menjadi akar dari


konflik dan pertentangan dalam berbagai konteks, seperti dalam hubungan personal, politik,
bisnis, dan sosial. Dengan kata lain, yang terkuat bisa saja menekan bahkan mengambil alih
yang lemah demi mencapai tujuan. Ini menggarisbawahi pentingnya keadilan, etika, dan
kebijakan yang seimbang untuk mencegah penindasan atau eksploitasi yang berlebihan.
Keseimbangan antara kepentingan individu dan kolektif, serta antara kebutuhan aktual dan
kepentingan jangka panjang, adalah inti dari masyarakat yang berfungsi dengan baik. Namun
tanpa disadari di era sekarang ini semakin maraknya perbuatan-perbuatan yang dapat
merendahkan martabat sesama manusia yang diakibatkan dari kejahatan contohnya, kejahatan
kekerasan yang kerap terjadi di ruang publik. Dalam konteks masalah kejahatan, kejahatan
kekerasan menjadi bagian integral dari berbagai bentuk kejahatan itu sendiri. Bahkan,
kejahatan kekerasan telah berkembang menjadi subyek tersendiri dalam studi tentang
kejahatan. Banyaknya kasus kejahatan kekerasan seperti kerusuhan massa yang terjadi pada
saat ini kiranya secara kriminologis amatlah memprihatinkan dimana seseorang atau
sekelompok orang melakukan kekerasan seperti pemukulan, kekerasan seksual dan kekerasan
fisik lainnya yang dilakukan secara bersama-sama, seringkali mengakibatkan luka pada
bagian atau anggota tubuh korban, juga tidak jarang membuat korban cacat fisik seumur

1
Salman Alfarisi dan Muhammad Syaiful Hakim, Hubungan Sosiologi Hukum Dan Masyarakat Sebagai
Kontrol Sosial, Vol. 1| No. 2|2019, JURNAL RECHTEN: RISET HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
2019, hal 20.
hidup, bahkan kematian, kekerasan psikis ini tidak jarang mengakibatkan korbannya trauma
secara psikis, ketakutan merasa terancam, bahkan ada yang mengalami gangguan mental.

Kejahatan kekerasan yang terjadi secara bersama-sama dapat merusak sistem hukum
yang telah dibangun. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan
secara bersama-sama seringkali dianggap sebagai cara untuk melepaskan perasaan frustasi
sosial yang muncul akibat berbagai masalah sosial dan ekonomi, serta rasa ketidakadilan
dalam masyarakat. Masyarakat mungkin mengekspresikan frustasinya melalui tindakan
kekerasan yang tidak bertanggung jawab dan bersifat anonim, dalam bentuk yang bisa
disebut sebagai "gerakan massa" tanpa identitas individu yang jelas. Hal ini menciptakan
tantangan yang lebih besar dalam menangani dan mencegah kejahatan kekerasan yang terjadi
dalam konteks massa di ruang publik.

Tindak kejahatan kekerasan merupakan bagian dari perilaku manusia yang berdasar
pada tingkat emosi tertentu. Perilaku ini sudah ada sejak manusia ada. Beragam kisah heroik
manusia yang dikisahkan secara turun temurun sebagai kisah doktrin keagamaan maupun
kisah dongeng untuk dijadikan panutan generasi selanjutnya.

Kejahatan kekerasan merujuk pada pelanggaran norma etika dan moral, yang
mengakibatkan dampak merugikan pada individu lain yang juga memiliki kedudukan hukum.
Ketika kekerasan terjadi dalam konteks ruang publik dan dilakukan oleh sekelompok orang,
dampaknya dapat menjadi lebih serius. Dalam dasar yang sama, tindakan kekerasan yang
terjadi secara bersama-sama dalam situasi seperti kerusuhan di ruang publik juga melibatkan
perilaku agresif, seperti pemukulan, menusuk, menendang, menampar, meninju, atau bahkan
tindakan fisik lainnya, yang semuanya merupakan bentuk-bentuk kekerasan yang dapat
membahayakan individu lain dan melanggar hukum. Oleh karena itu, penting untuk
memahami bahwa kejahatan kekerasan dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk yang
dilakukan oleh individu atau kelompok dalam ruang publik, dan perlu upaya serius untuk
mencegah dan mengatasi masalah tersebut.

Ibi ius ibi societas adalah ungkapan yang menegaskan hubungan erat antara urusan
hukum dengan masyarakat. Di Indonesia, negara telah sepakat untuk berdiri sebagai negara
hukum yang berlandaskan rule of law. Fakta bahwa hampir semua aspek kehidupan kita
diatur oleh undang-undang tidak dapat dipungkiri.2 Namun, bahkan dalam kerangka hukum
yang ketat seperti ini, kejahatan kekerasan masih merupakan kenyataan yang ada, dan
2
Yesmil Anwar, Adang, (2013), kriminologi, Bandung, Refika Aditama, Hlm. 209.
kekerasan yang terjadi di ruang publik oleh individu atau kelompok tetap menjadi tantangan
serius yang mempengaruhi ketertiban sosial dan keamanan masyarakat.

Melihat terdapat banyaknya kepentingan antar makhluk hidup, tidak menutup


kemungkinan akan terjadi konflik atau pertengkaran antar manusia dikarenakan adanya
kepentingan yang saling bertentangan. Konflik semacam ini adalah fenomena yang seringkali
tak terhindarkan dalam kehidupan manusia, terutama ketika individu-individu dengan
beragam kepentingan dan pandangan bertemu dalam suatu masyarakat yang kompleks. Jika
terjadi konflik, barulah dianggap perlu adanya perlindungan kepentingan sebagai solusi untuk
menjaga ketertiban dan keadilan. Perlindungan kepentingan tersebut dicapai dengan
menciptakan pedoman dan aturan hidup yang menentukan bagaimana seseorang harus
bersikap dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain atau diri sendiri. Aturan-aturan
ini membentuk dasar hukum, yang merupakan kerangka kerja yang mengatur perilaku
individu dalam suatu komunitas. Hukum dalam hal ini adalah pedoman, patokan, atau ukuran
tingkah laku atau bersikap dalam kehidupan bersama. Hukum memiliki peran penting dalam
menjaga ketertiban sosial, melindungi hak-hak individu, dan memastikan adanya keadilan
dalam berbagai situasi. Melalui hukum, masyarakat mendefinisikan apa yang dapat diterima
dan apa yang dilarang, serta memberikan sanksi bagi pelanggaran terhadap norma-norma
yang telah ditetapkan. Selain itu, hukum juga mempromosikan tanggung jawab individu
terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya, sehingga membantu menciptakan harmoni di
tengah keragaman kepentingan dan pandangan yang ada.3

Ketika suatu masyarakat mempunyai suatu tujuan yang ingin dicapai, hukum
dijadikan sebagai alat untuk mengubah perilaku masyarakat agar selaras dengan tujuan yang
diinginkan. Agar hukum dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota
masyarakat, maka hukum harus dirumuskan berdasarkan fakta-fakta yang terdapat dalam
masyarakat. Mencari dan menemukan solusi untuk penegakan hukum yang efektif berarti
mengkaji ulang korelasi antara hukum dan masyarakat. Ingatlah bahwa hukum ada untuk
masyarakat, dan bahwa masyarakat membutuhkan hukum untuk mengatur kehidupan sosial,
bukan masyarakat untuk hukum.4 Perkembangan masyarakat itu sendiri selanjutnya berkaitan
dengan perubahan peraturan perundang-undangan yang disesuaikan dengan kebutuhannya.5

3
Ruseffendi, Hubungan Korelatif Hukum Dan Masyarakat Ditinjau Dari Perspektif Sosiologi Hukum, Vol. 3,
No. 2, AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam, 2018, hal 191-192.
4
Salman Alfarisi dan Muhammad Syaiful Hakim, Op.cit., hal 21.
5
Rianto Adi. Sosiologi Hukum : Kajian Hukum Secara Sosiologis, (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2012) hlm. 5
Suatu kejahatan kekerasan telah diatur dalam Undang-undang dan begitu pula dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (“KUHPidana”). Kejahatan kekerasan yang digunakan
sedemikian rupa baik dilakukan oleh satu orang ataupun secara bersama-sama sehingga
mengakibatkan terjadinya kerusakan, baik fisik maupun psikis, adalah kekerasan yang
bertentangan dengan hukum. Hal ini tercantum dalam Pasal 170 KUHPidana bahwa,
“Barangsiapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau
barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan.”6 berkenaan dengan
pengaturan tindakan kekerasan dengan tenaga bersama dalam Pasal tersebut, juga menjadi
masalah dengan hak asasi manusia khususnya yang diatur dalam Pasal 28 dan Pasal 28E ayat
(3) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang mengatur hak berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pendapat.

Merujuk pada beberapa kasus kejahatan kekerasan yang pernah terjadi yakni seperti
Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu 1 Oktober 2022. Seperti yang telah diketahui,
tragedi tersebut telah benar-benar mengejutkan masyarakat dunia dikarenakan kerusuhan
pada Kompetisi Liga 1 tersebut telah menewaskan sedikitnya 134 orang usai pertandingan
Arema Malang melawan Persebaya FC. Ini merupakan jumlah korban kerusuhan sepakbola
terbesar dalam sejarah sepakbola Indonesia. Kejadian memilukan ini juga merenggut korban
jiwa terbanyak kedua dalam sejarah sepak bola dunia.

Kerusuhan setelah pertandingan sepak bola antara Arema FC melawan Persebaya


terjadi akibat dari kurangnya profesionalisme dalam penyelenggaraan liga sepak bola
nasional, di mana mereka tidak memahami dengan baik tugas dan peran masing-masing, serta
saling melempar tanggung jawab. Sikap dan praktik semacam ini telah mewarnai kompetisi
sepak bola nasional selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, diperlukan tindakan drastis
namun terstruktur agar sepak bola nasional bisa berubah menjadi sesuatu yang lebih teratur
dan diakui secara internasional.

Tindak pidana kekerasan tidak segan lagi untuk melakukan kekerasan di ruang publik.
Tindakan kekerasan yang dilakukan di ruang publik ini menandakan bahwa kekerasan bukan
lagi sebuah hal yang dihindari dalam masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan
ketidaknyamanan di kalangan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, untuk memahami
persoalan kekerasan dengan baik, perlu dipahami kompleksitas dan juga mencari pemahaman
mendalam mengenai latar belakang yang memicu kejadian kejadian kekerasan tersebut.

6
Pasal 170, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis menarik beberapa rumusan masalah
sebagai berikut :

1. Faktor apakah yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan kekerasan di ruang publik
pada tragedi Kanjuruhan?
2. Apa saja aspek Hukum terhadap kejahatan Kekerasan yang dilakukan secara
bersama-sama di ruang publik pada tragedi Kanjuruhan?

1.3 Metode Penelitian

1) Jenis Penelitian
Penelitian Hukum Normatif diberlakukan dengan melakukan penelitian akan
data sekunder sebagai bahan hukum. Sebagai penelitian yang bernama lain doktrinal,
Peter Mahmud Marzuki berpendapat bahwa penelitian ini pun mampu menjelaskan
perihal regulasi hukum dan lain sebagainya, dengan menghubungkannya pada
permasalahan hukum yang ada. Hukum merupakan kaidah, norma maupun yang
tertulis pada peraturan perundang undangan, guna menjadi pedoman dari tingkah laku
masyarakat.
2) Jenis data
Metode penelitian ini menjadikan data sekunder sebagai bahan penelitian yang
mencantumkan banyaknya penjelasan berguna, yang didapatkan dari buku, hasil
karya dan penelitian serupa, juga rancangan undang-undang.

3) Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan menggunakan Teknik Studi Kepustakaan,
dengan menerapkannya pada bahan-bahan hukum, mulai dari primer, sekunder,
hingga tersier.

4) Metode Analisa Data


Metode Analisis Data Kualitatif merupakan metode yang digunakan oleh
peneliti, sebagai bentuk analisis pada penjelasan di dalam data sekunder berupa
regulasi hukum dan studi kepustakaan perihal banyaknya literatur dengan berdasar
pada fokus masalah dalam penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Kriminologi

2.1.1 Definisi Kriminologi

Nama Kriminologi yang disampaikan oleh P. Topinard (1830 - 1911) seorang


antropolog Prancis, secara harfiah berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau
penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan; maka kriminologi dapat berarti ilmu
tentang kejahatan atau penjahat. Beberapa sarjana memberikan pengertian yang berbeda
mengenai kriminologi ini. 7

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena


sosial. Kriminologi berusaha untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian mengenai gejala
sosial di bidang kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat, atau dengan perkataan lain
mengapa sampai terdakwa melakukan perbuatan jahatnya itu. Kriminologi juga mempelajari
manusia dalam pertentangannya dengan norma-norma sosial tertentu, sehingga kriminologi
juga disebut sebagai sosiologi penjahat. Kriminologi merumuskan kejahatan sebagai setiap
tingkah laku yang merusak dan tindak susila yang menimbulkan ketidak tentraman dan
keresahan dalam suatu masyarakat tertentu, karena masyarakat tersebut tidak menyenangi
tingkah laku tersebut. Kriminologi mempelajari sebab-sebab timbulnya suatu kejahatan dan
keadaan-keadaan yang pada umumnya turut mempengaruhinya, serta mempelajari cara-cara
memberantas kejahatan tersebut. Kriminologi terdiri dari beberapa bagian, yaitu sosiologi
hukum, etiologi kriminal, dan penologi (termasuk metode pengendalian sosial). Terdapat
beberapa teori dalam kriminologi yang mencoba menjelaskan sebab-sebab terjadinya
kejahatan, seperti teori strain, teori kontrol sosial, teori labeling, dan teori kesempatan.

2.1.2 Pengertian Kriminologi Menurut Para Ahli


Adapun pengertian Kriminologi yang dikemukakan oleh para pakar antara lain :
1) Menurut Bonger
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk menyelidiki gejala
kejahatan seluas-luasnya. Bonger membagi kriminologi ini menjadi kriminologi
murni yang mencakup:
7
Yesmil Anwar, Adang, Op.Cit, Hlm. xvii
a. Antropologi Kriminal : ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat suatu
bagian dari ilmu alam.
b. Sosiologi Kriminal : ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala
masyarakat, jadi pokoknya tentang dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam
masyarakat (etiologi sosial) dalam arti luas juga termasuk penyelidikan
mengenai keadaan keliling fisiknya.
c. Psikopatologi Kriminir dan Neuropatologi Kriminil Penology : ilmu
pengetahuan tentang kejahatan dipandang dari sudut ilmu jiwa, penyelidikan
mengenai jiwa dari penjahat, dapat ditujukan semata-mata pada kepribadian
perseorangan.8
Disamping itu Bonger juga membagi menjadi Kriminologi terapan yang berupa:
a. Higiene Kriminil, usaha yang bertujuan mencegah terjadinya kejahatan;
b. Politik Kriminal, usaha penanggulangan kejahatan di mana satu kejahatan
terjadi.
2) Menurut Sutherland
Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perbuatan
jahat, yang dikategorikan sebagai gejala sosial. Sutherland mengatakan bahwa
kriminologi mencakup proses-proses perbuatan hukum, pelanggaran hukum dan
reaksi terhadap pelanggaran hukum. Sutherland membagi Kriminologi menjadi tiga,
yaitu: Sosiologi hukum, ilmu tentang perkembangan hukum; Etiologi Hukum yang
mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai sebab-sebab kejahatan; Penologi yang
menaruh perhatian atas perbaikan narapidana.9
3) Menurut Paul Mudigno Mulyono
Paul Mudigno Mulyono tidak sependapat dengan definisi dari Sutherland.Menurutnya
definisi itu seakan-akan tidak memberi gambaran bahwa pelaku kejahatan itu pun
mempunyai andil atas terjadinya kejahatan, oleh karena terjadinya kejahatan bukan
semata-mata perbuatan yang ditentang oleh masyarakat, tetapi adanya dorongan dari
si pelaku untuk melakukan perbuatan jahat yang di tentang oleh masyarakat
tersebut.Karenanya, beliau memberikan definisi Kriminologi sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia.10
4) Menurut J.Constant

8
Ibid, Hal. xvii.
9
Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, 2012, Kriminologi, Depok: Raja Grafindo Persada, Hlm. 10-11.
10
Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, 2012, Kriminologi, Depok: Raja Grafindo Persada, Hlm. 11-12
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menentukan faktor-faktor yang
menjadi sebab-musabah terjadinya kejahatan dan penjahat.11
Berdasarkan pada pandangan dari para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa
kriminologi adalah ilmu yang mengkaji permasalahan sosial yang terkait dengan kejahatan
dalam konteks interaksi sosial dalam masyarakat. Dari penjelasan tersebut, kita dapat
memahami bahwa kriminologi adalah ili yang mengeksplorasi topik seperti kejahatan itu
sendiri, motivasi di balik tindakan kejahatan, individu yang terlibat dalam kejahatan, dan
upaya untuk mengatasi kejahatan tersebut.

2.1.3 Unsur - Unsur Kriminologi


Beberapa unsur utama dalam kriminologi meliputi:
1. Kejahatan
Pemahaman tentang apa yang dianggap sebagai kejahatan adalah unsur kunci dalam
kriminologi. Ini mencakup definisi hukum dan sosial tentang perilaku yang melanggar
norma-norma sosial dan undang-undang.
2. Penyebab Kejahatan
Kriminologi mencoba untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab kejahatan,
termasuk faktor psikologis, sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan yang mendorong
individu untuk terlibat dalam perilaku kriminal.
3. Teori Kriminologi
Teori-teori kriminologi adalah unsur penting yang digunakan untuk menjelaskan dan
meramalkan perilaku kriminal. Beberapa teori terkenal termasuk teori strain, teori
kontrol sosial, teori labeling, dan banyak lagi.
4. Korban Kejahatan
Kriminologi memperhatikan dampak kejahatan pada korban dan bagaimana korban
dapat diidentifikasi, dilindungi, dan diberikan dukungan.
5. Lingkungan dan Geografi
Lingkungan fisik dan geografis di mana kejahatan terjadi juga dianalisis dalam
kriminologi. Ini melibatkan studi tentang pola kejahatan, hotspot, dan faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi tingkat kejahatan.
6. Penegakan Hukum

11
A.S Alam, 2010, Pengantar Kriminologi, Makassar: Refleks, Hlm. 2
Studi tentang bagaimana lembaga penegakan hukum bekerja, termasuk polisi,
kejaksaan, dan sistem peradilan pidana, adalah unsur penting dalam kriminologi.
7. Hukuman dan Rehabilitasi
Kriminologi juga mencakup pemahaman tentang hukuman dan upaya rehabilitasi
narapidana. Ini termasuk analisis tentang jenis hukuman, sistem penjara, dan alternatif
hukuman.
8. Pencegahan Kejahatan
Kriminologi mencoba untuk mengidentifikasi strategi pencegahan kejahatan yang
efektif, termasuk program-program sosial, pendidikan, dan intervensi.
9. Kebijakan Kriminal
Kriminologi juga mencakup evaluasi dan pengembangan kebijakan kriminal. Ini
melibatkan peran pemerintah dalam mengatur hukum, kebijakan, dan pendanaan
untuk mengatasi kejahatan.
10. Statistik Kriminal
Pengumpulan dan analisis data statistik kriminal adalah unsur penting dalam
kriminologi. Ini membantu dalam pemahaman tren kejahatan dan perbandingan
antar-negara.
11. Penelitian Kriminologi
Penelitian adalah unsur integral dalam pengembangan pengetahuan kriminologi. Ini
mencakup metode penelitian untuk memahami lebih baik kejahatan dan perilaku
kriminal.
Kriminologi menggunakan pendekatan ilmiah dan multidisiplin untuk
memahami, menjelaskan, dan mengatasi berbagai aspek kejahatan. Unsur-unsur di
atas membantu para kriminolog dalam analisis dan penanganan masalah kejahatan
dalam masyarakat.

2.1.4 Jenis - Jenis Kriminologi


Beberapa jenis kriminologi yang umum meliputi:
1. Kriminologi Klinis
Kriminologi klinis berfokus pada penilaian dan perawatan individu yang terlibat
dalam perilaku kriminal. Ini mencakup evaluasi psikologis dan psikiatri terhadap
narapidana, serta perawatan rehabilitasi mereka.
2. Kriminologi Sosial
Kriminologi sosial memeriksa faktor-faktor sosial dan lingkungan yang
mempengaruhi perilaku kriminal. Ini mencakup studi tentang ketidaksetaraan sosial,
kemiskinan, pengangguran, dan faktor-faktor sosial lainnya yang berkontribusi pada
kejahatan.
3. Kriminologi Psikologis
Kriminologi psikologis memeriksa faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi
perilaku kriminal, termasuk gangguan mental, kecerdasan, motivasi, dan dinamika
psikologis lainnya.
4. Kriminologi Lingkungan
Kriminologi lingkungan memeriksa pengaruh lingkungan fisik dan geografis pada
tingkat kejahatan dan pola kejahatan. Ini mencakup studi tentang daerah berisiko
tinggi, pola pemukiman kriminal, dan faktor lingkungan lainnya yang mempengaruhi
kejahatan.
5. Kriminologi Korban
Kriminologi korban mengeksplorasi dampak kejahatan pada korban dan upaya-upaya
untuk memberikan dukungan dan pemulihan kepada korban kejahatan.
6. Kriminologi Jalan Keluar
Kriminologi jalan keluar berfokus pada rehabilitasi dan reintegrasi narapidana ke
dalam masyarakat. Ini mencakup program-program rehabilitasi, pelatihan
keterampilan, dan upaya-upaya untuk mencegah kriminalitas berulang.
7. Kriminologi Komparatif
Kriminologi komparatif membandingkan sistem hukum dan kebijakan kriminal
antar-negara untuk memahami perbedaan dan kesamaan dalam tingkat kejahatan dan
respons hukum.
8. Kriminologi Korporat
Kriminologi korporat memeriksa kejahatan yang dilakukan oleh perusahaan atau
entitas bisnis, termasuk penipuan keuangan, pelanggaran lingkungan, dan
praktik-praktik bisnis ilegal.
9. Kriminologi Cyber
Kriminologi cyber berfokus pada kejahatan yang terjadi dalam dunia maya, termasuk
penipuan online, peretasan, dan pelecehan online.
10. Kriminologi Lingkungan Digital
Ini adalah cabang kriminologi yang berkaitan dengan kejahatan yang terkait dengan
lingkungan digital, seperti kejahatan siber dan perlindungan data.
11. Kriminologi Gender
Kriminologi gender memeriksa peran gender dalam kejahatan, termasuk kekerasan
berbasis gender dan pengaruh gender pada pengalaman korban dan pelaku.
12. Kriminologi Perdamaian
Kriminologi perdamaian berfokus pada pemahaman konflik dan upaya-upaya
penyelesaian konflik serta pencegahan kekerasan dan perang.
Setiap jenis kriminologi memiliki fokus uniknya sendiri, tetapi semuanya
berusaha untuk membantu dalam pemahaman, mencegah, dan mengatasi berbagai
aspek kejahatan dan perilaku kriminal. Kriminologi sering kali menggabungkan
berbagai pendekatan multidisiplin untuk memahami lebih baik kompleksitas
kejahatan dalam masyarakat.

2.1.5 Tujuan Kriminologi


Tujuan utama kriminologi adalah memahami dan menjelaskan mengapa kejahatan
terjadi, bagaimana kejahatan tersebut dapat dicegah, dan bagaimana sistem peradilan pidana
dapat ditingkatkan. Beberapa tujuan kriminologi meliputi:
1. Eksplanasi Kejahatan
Kriminologi berusaha untuk memahami penyebab dan faktor-faktor yang mendorong
individu atau kelompok untuk terlibat dalam perilaku kriminal. Ini melibatkan analisis
psikologis, sosial, ekonomi, dan lingkungan.
2. Pencegahan Kejahatan
Salah satu tujuan utama kriminologi adalah mengidentifikasi strategi pencegahan
kejahatan yang efektif. Melalui pemahaman lebih dalam tentang akar penyebab
kejahatan, kriminologi dapat memberikan panduan untuk mengurangi insiden
kejahatan.
3. Perbaikan Sistem Peradilan Pidana
Kriminologi juga berkontribusi dalam mempertimbangkan sistem peradilan pidana,
termasuk kebijakan penegakan hukum, prosedur pengadilan, dan hukuman.
Tujuannya adalah meningkatkan keadilan dalam sistem peradilan pidana.
4. Pengembangan Teori Kriminologi
Kriminologi mengembangkan teori-teori untuk menjelaskan perilaku kriminal.
Dengan memahami lebih baik teori-teori ini, kita dapat memperoleh wawasan yang
lebih dalam tentang kejahatan.
5. Evaluasi Program Kriminal
Kriminologi juga melibatkan penelitian dan evaluasi program-program kriminal,
seperti program rehabilitasi narapidana, program pencegahan kejahatan, dan program
lainnya. Tujuannya adalah menilai efektivitas program-program ini.
6. Pemahaman Korbannya
Kriminologi juga mencoba memahami dampak kejahatan pada korban. Ini membantu
dalam pengembangan layanan dukungan dan perbaikan sistem untuk korban
kejahatan.
7. Perbandingan Antar-negara
Kriminologi memungkinkan perbandingan statistik kejahatan dan kebijakan kriminal
antar-negara. Ini dapat membantu dalam mengidentifikasi praktik terbaik dalam
pencegahan dan penanggulangan kejahatan.
Tujuan utama kriminologi adalah membantu masyarakat dan pembuat
kebijakan untuk mengatasi isu-isu kejahatan dan menjadikan masyarakat lebih aman.
Studi kriminologi juga membantu dalam pengembangan strategi-strategi yang lebih
efektif untuk mengelola dan mengurangi tingkat kejahatan dalam masyarakat.

2.2 Tinjauan Umum Tentang Kejahatan

2.2.1 Definisi Kejahatan


Berdasarkan arti kejahatan berasal dari kata jahat yang mendapat awalan “ke” dan
mendapat akhiran “an” yang memiliki arti sangat jelek, buruk, sangat tidak baik (tentang
kelakuan, tabiat, perbuatan).12 Berarti secara bahasa, kejahatan adalah perbuatan yang jahat,
perbuatan yang melanggar hukum, perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang
berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis. Secara kriminologi kejahatan berarti
tindakan atau perbuatan tertentu yang tidak disetujui oleh masyarakat.
Dari sudut pandang hukum (a crime from the legal point of view). Batasan kejahatan
dari sudut pandang ini adalah setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana.
Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan sepanjang perbuatan itu tidak dilarang di dalam
perundang-undangan pidana perbuatan itu tetap sebagai perbuatan yang bukan kejahatan. Sue
Titus Reid menyatakan bahwa kejahatan adalah suatu perbuatan yang disengaja (intentional
act) maupun kelalaian (oomission) yang melanggar hukum pidana tertulis maupun putusan
hakim yang dilakukan oleh seorang yang bukan pembelaan atau pembenaran dan diancam

12
Suharso dan Ana Retnoningsih, 2011, “Kamus Besar Bahasa Indonesia” Cv. Widya Karya, Semarang,
hlm.196
dengan sanksi oleh Negara sebagai kejahatan maupun pelanggaran, menurutnya ciri-ciri
kejahatan adalah sebagai berikut:
1) Kejahatan adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja, dalam pengertian ini
seseorang tidak dapat dihukum hanya karena pikirannya, melainkan harus ada suatu
tindakan atau kealpaan dalam bertindak. Kegagalan untuk bertindak dapat juga
merupakan kejahatan, jika terdapat suatu kewajiban hukum untuk bertindak dalam
keadaan tertentu, disamping itu juga harus ada niat jahat;
2) Merupakan pelanggaran hukum pidana;
3) Dilakukan tanpa adanya suatu pembelaan atau pembenaran yang diakui secara
hukum;
4) Diberi sanksi oleh Negara sebagai suatu kejahatan atau pelanggaran.13

2.2.2 Pengertian Kejahatan Menurut Para Ahli


Adapun pengertian kejahatan menurut para ahli, antara lain:
1. Menurut Kartono
Definisi kejahatan menurut Kartono seperti: “secara sosiologis, kejahatan
adalah semua ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang secara ekonomis,
politis dan sosial psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar
norma-norma susila dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang
telah tercantum dalam undang-undang pidana).”14
2. Menurut Prof. Dr. Wirjono Projodikoro, S.H.
Menurut Prof. Dr. Wirjono Projodikoro, S.H., kejahatan adalah pelanggaran
dari norma - norma sebagai unsur pokok kesatu dari hukum pidana.
3. Menurut Ende Hasbi Nassarudin
Menurut Ende Hasbi Nassarudin, kejahatan adalah perilaku yang bertentangan
dengan kepentingan kelompok masyarakat yang memiliki kekuasaan untuk
membentuk kebijakan publik atau perumusan pelanggaran hukum merupakan
perumusan tentang perilaku yang bertentangan dengan kepentingan pihak -
pihak yang membuat perumusan.
4. Menurut R.Soesilo
Menurut R.Soesilo, kejahatan adalah perilaku yang bertentangan dengan
norma - norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.

13
M.Ali Zaidan, 2016, “Kebijakan Kriminal”, Sinar Grafika, Jakarta, 11-12.
14
Muladi dan Barda Nawawi. Op.cit. hlm 4.
2.2.3 Unsur - Unsur Kejahatan
Ada beberapa unsur yang biasanya terkait dengan kejahatan, dan unsur-unsur ini
dapat berbeda berdasarkan jenis kejahatan dan yurisdiksi hukum, tetapi unsur-unsur umum
yang biasanya terkait dengan kejahatan adalah:
1. Perilaku Melanggar Hukum
Unsur paling mendasar dalam kejahatan adalah bahwa seseorang melakukan tindakan
yang melanggar hukum yang berlaku di yurisdiksi tertentu. Ini bisa berupa perbuatan,
tindakan, atau kelalaian yang dilarang oleh hukum.
2. Mens Rea (Niat Jahat)
Sebagian besar jenis kejahatan memerlukan unsur niat jahat (mens rea), yang
menunjukkan bahwa pelaku memiliki niat atau kesengajaan untuk melakukan
tindakan yang melanggar hukum. Niat ini bisa berupa niat untuk mencuri, melukai,
menipu, atau melakukan tindakan ilegal lainnya.
3. Actus Reus (Perbuatan Ilegal)
Ini merujuk pada perbuatan fisik yang merupakan pelanggaran hukum. Actus reus
dapat berupa tindakan konkret, seperti mencuri barang, menyebabkan cedera fisik
pada orang lain, atau perbuatan ilegal lainnya.
4. Kausalitas
Dalam banyak kasus, harus ada hubungan sebab-akibat antara perbuatan ilegal (actus
reus) dan akibatnya. Ini berarti perbuatan ilegal tersebut harus menjadi penyebab
langsung atau faktor yang berkontribusi pada akibat yang merugikan.
5. Legalitas
Unsur ini mengacu pada prinsip bahwa kejahatan harus diatur oleh hukum yang telah
ditetapkan dan diumumkan sebelumnya. Tidak boleh ada hukum yang bersifat
retroaktif (berlaku surut) yang menyatakan tindakan yang sebelumnya sah sebagai
kejahatan.
6. Subjektivitas Penentuan Kejahatan
Unsur ini menunjukkan bahwa hanya individu yang dapat dianggap sebagai pelaku
kejahatan. Biasanya, entitas bisnis atau organisasi dapat dianggap bersalah melalui
agen atau perwakilan individu yang bertindak atas nama mereka.
7. Korban atau Kerugian
Banyak jenis kejahatan melibatkan adanya korban atau kerugian. Kejahatan seringkali
merugikan individu, kelompok, atau masyarakat, dan pelaku mungkin bertanggung
jawab untuk mengganti kerugian tersebut.
8. Pelecehan Hukum (Menyalahkan)
Pelaku kejahatan harus dinyatakan bersalah atas tindakan mereka dalam pengadilan
atau proses hukum yang sesuai. Ini melibatkan proses pengadilan yang adil dan
pengakuan bersalah.
9. Penyimpangan dari Norma Sosial
Kejahatan seringkali melibatkan tindakan yang dianggap sebagai penyimpangan dari
norma sosial yang diterima. Ini berarti bahwa perilaku tersebut melanggar norma-nilai
sosial yang berlaku di masyarakat.
Unsur-unsur ini dapat bervariasi berdasarkan yurisdiksi hukum, jenis
kejahatan, dan sistem hukum tertentu. Namun, unsur-unsur tersebut umumnya
digunakan sebagai kerangka kerja untuk menentukan apakah suatu tindakan dapat
dianggap sebagai kejahatan atau tidak.

2.2.4 Jenis - Jenis Kejahatan


Berikut adalah beberapa jenis kejahatan yang umum diakui:
1. Kejahatan Kekerasan:
● Pembunuhan: Tindakan membunuh dengan maksud atau tanpa
maksud, yang mengakibatkan kematian seseorang.
● Pembakaran: Merusak atau membakar properti dengan maksud
merusak atau menghancurkannya.
● Perampokan: Mengambil milik orang lain dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan.
2. Kejahatan Properti:
● Pencurian: Mengambil milik orang lain tanpa izin atau tanpa hak.
● Pencurian Kendaraan Bermotor: Mengambil kendaraan bermotor tanpa
izin.
● Pemalsuan: Membuat dokumen palsu atau mengganti barang asli
dengan barang palsu.
3. Kejahatan Keuangan:
● Penipuan: Membuat pernyataan palsu atau menipu orang lain untuk
memperoleh uang atau barang.
● Pencucian Uang: Proses menyembunyikan atau mencuci uang hasil
kejahatan agar terlihat legal.
● Manipulasi Pasar Keuangan: Tindakan yang bertujuan untuk
memanipulasi pasar keuangan atau mendapatkan keuntungan ilegal.
4. Kejahatan Sibernetik:
● Pencurian Identitas: Menggunakan informasi pribadi orang lain untuk
tujuan ilegal.
● Hacking: Mengakses sistem komputer atau jaringan tanpa izin.
● Penipuan Online: Tindakan penipuan yang dilakukan melalui internet.
5. Kejahatan Narkotika:
● Peredaran Narkotika: Produksi, distribusi, atau penggunaan narkotika
ilegal.
● Penyalahgunaan Narkotika: Menggunakan narkotika tanpa izin atau
tanpa resep medis.
6. Kejahatan Terhadap Kepemilikan Intelektual:
● Pelanggaran Hak Cipta: Menggandakan atau mendistribusikan karya
berhak cipta tanpa izin pemiliknya.
● Pelanggaran Merek: Menggunakan merek dagang tanpa izin.
7. Kejahatan Lingkungan:
● Pencemaran Lingkungan: Melepaskan zat-zat berbahaya ke
lingkungan, merusak ekosistem.
● Penebangan Hutan Ilegal: Penebangan pohon secara ilegal.
8. Kejahatan Terhadap Orang Lain:
● Pelecehan Seksual: Tindakan seksual yang tidak diinginkan dan
merugikan terhadap individu lain.
● Penganiayaan: Menyakiti atau merugikan fisik atau emosional orang
lain.
9. Kejahatan Terhadap Kebijakan:
● Korupsi: Penyalahgunaan kekuasaan publik untuk tujuan pribadi atau
ilegal.
● Pemberian Suap: Memberikan uang atau barang untuk mempengaruhi
tindakan seseorang.
10. Kejahatan Terhadap Kepemilikan Negara:
● Penggelapan pajak: Menyembunyikan pendapatan atau aset untuk
menghindari membayar pajak yang seharusnya.
● Penggelapan Dana Publik: Penyalahgunaan dana publik untuk tujuan
pribadi.
11. Kejahatan Terhadap Kebijakan Internasional:
● Kejahatan Perang: Kejahatan yang dilakukan selama konflik
bersenjata, seperti genosida atau kejahatan terhadap kemanusiaan.
● Terorisme Internasional: Tindakan kekerasan ekstrem untuk mencapai
tujuan politik atau ideologis.
Jenis kejahatan ini dapat berbeda-beda dalam tingkat seriusnya, sanksi hukum yang
dikenakan, dan dampaknya pada masyarakat. Sistem hukum dan yurisdiksi dapat memiliki
definisi dan klasifikasi yang berbeda-beda untuk jenis kejahatan ini.

2.2.5 Tujuan Kejahatan


Kejahatan, secara umum, tidak memiliki tujuan yang positif atau bermoral. Kejahatan
adalah perilaku yang melanggar hukum dan seringkali merugikan individu atau masyarakat.
Pelaku kejahatan mungkin memiliki motif atau tujuan tertentu yang mendorong mereka untuk
melakukan tindakan tersebut, tetapi motif tersebut tidak sah secara hukum.
Motif atau tujuan di balik kejahatan dapat bervariasi tergantung pada jenis kejahatan
dan karakteristik pelaku. Beberapa motif umum yang mungkin mendorong seseorang untuk
melakukan kejahatan meliputi:
1. Keuntungan Finansial
Banyak kejahatan dilakukan dengan tujuan memperoleh keuntungan finansial, seperti
pencurian, penipuan, atau perampokan.
2. Kebutuhan Psikologis
Beberapa individu mungkin melakukan kejahatan karena tekanan psikologis, seperti
nafsu seksual, ketidakstabilan emosional, atau dorongan obsesif.
3. Ketidakpuasan Sosial
Ketidakpuasan terhadap situasi sosial, ekonomi, atau politik tertentu dapat mendorong
beberapa orang untuk melakukan kejahatan, termasuk unjuk rasa ilegal atau kegiatan
terorisme.
4. Gangguan Mental
Beberapa pelaku kejahatan mungkin menderita gangguan mental yang mempengaruhi
kemampuan mereka untuk membuat keputusan yang rasional.
5. Pengaruh dari Lingkungan dan Teman Sebaya
Beberapa orang mungkin terlibat dalam kejahatan karena pengaruh buruk dari
teman-teman sebaya atau lingkungan di sekitar mereka.
6. Kebutuhan untuk Bertahan Hidup
Dalam beberapa situasi, individu mungkin melakukan kejahatan sebagai respons
terhadap situasi ekstrem, seperti dalam kasus pencurian makanan saat kelaparan.
7. Ambisi untuk Kekuasaan atau Kendali
Beberapa kejahatan, seperti korupsi politik atau pengambilalihan negara, mungkin
dilakukan dengan tujuan memperoleh kekuasaan atau kendali.
Penting untuk diingat bahwa meskipun pelaku kejahatan mungkin memiliki
alasan atau motif pribadi, tindakan tersebut tetap melanggar hukum dan dapat
merugikan orang lain atau masyarakat secara umum. Sistem hukum ada untuk menilai
tindakan ini dan memberlakukan sanksi yang sesuai sesuai dengan beratnya tindakan
tersebut. Tujuan utama sistem hukum adalah menjaga ketertiban, keadilan, dan
keamanan masyarakat dengan menangani dan mencegah kejahatan.

2.3 Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan


Di dalam kriminologi dikenal dengan adanya beberapa teori penyebab terjadinya
kejahatan, dilihat dari perspektif biologis, perspektif psikologis, dan perspektif sosiologis.
1. Teori Biologis
Teori ini mengatakan faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang dibawa
sejak lahir. Melalui gen dan keturunan, dapat memunculkan penyimpangan tingkah
laku. Pewarisan tipe-tipe kecenderungan abnormal dapat membuahkan tingkah laku
menyimpang dan menimbulkan tingkah laku sosiopatik. Misalnya, cacat bawaan yang
berkaitan dengan sifat-sifat kriminal serta penyakit mental.
2. Teori Psikologis
Teori ini mengatakan bahwa perilaku kriminalitas timbul karena faktor intelegensi,
ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi
diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial dan kecenderungan
psikopatologis, artinya perilaku jahat merupakan reaksi terhadap masalah psikis,
misalnya pada keluarga yang hancur akibat perceraian atau salah asuhan karena
orangtua terlalu sibuk berkarier.
3. Teori Sosiologis
Teori ini menjelaskan bahwa penyebab tingkah laku jahat murni sosiologis atau sosial
psikologis adalah pengaruh struktur sosial yang deviatif, tekanan kelompok, peranan
sosial, status sosial, atau internalisasi simbolis yang keliru. Perilaku jahat dibentuk
oleh lingkungan yang buruk dan jahat, kondisi sekolah yang kurang menarik dan
pergaulan yang tidak terarahkan oleh nilai-nilai kesusilaan dan agama. Teori ini
mengungkapkan bahwa penyebab kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor
lingkungan sekitarnya, baik lingkungan keluarga, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan
keamanan serta penemuan teknologi.

2.4 Kejahatan Kekerasan yang Dilakukan Secara Bersama-Sama di Ruang Publik


Menurut Hazewinkel-Suringa Hoge Raad Belanda mengemukakan dua syarat bagi
adanya turut melakukan tindak pidana, yaitu : kesatu, kerjasama yang disadari antara para
turut pelaku, yang merupakan suatu kehendak bersama diantara mereka. Kedua, mereka harus
bersama-sama melaksanakan kehendak itu.15
1. Ketentuan Pidana Kejahatan Kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama
Tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama termasuk dalam jenis
kejahatan terhadap ketertiban umum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 170
ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Berdasarkan pasal di atas,
maka jelas bahwa pada pasal ini telah mengatur tentang kejahatan kekerasan
terhadap orang atau barang yang dapat mengakibatkan luka atau kerusakan.
2. Unsur-Unsur Kejahatan Kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama
a. Melakukan kekerasan
Dalam pasal ini yang dilarang yaitu melakukan kekerasan. Melakukan
kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani
secara tidak sah. Misalnya, memukul dengan tangan atau dengan
segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya.
Disamakan melakukan kekerasan dalam Pasal 89 yaitu membuat
seseorang jadi pingsan atau tidak berdaya. Melakukan kekerasan dalam
Pasal ini bukan merupakan suatu alat, atau daya upaya untuk mencapai
sesuatu seperti halnya dalam Pasal 146, 211, 212, dan lain-lainnya
dalam KUHPidana, akan tetapi merupakan suatu tujuan. Di samping
itu, tidak pula masuk kenakalan dalam Pasal 489 KUHPidana,

15
Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit, Hlm. 123
Penganiayaan dalam Pasal 351 KUHPidana dan merusak barang
dalam Pasal 406 KUHPidana dan sebagainya.
b. Bersama-sama
Bersama-sama berarti tindakan kekerasan tersebut harus dilakukan
oleh sedikitnya dua orang atau lebih. Orang-orang yang hanya
mengikuti dan tidak benar-benar turut melakukan kekerasan tidak
dapat dikenakan Pasal ini.
Rumusan pada tiap pasal ketentuan hukum pidana orang
berkesimpulan bahwa dalam tindak pidana hanya ada seorang pelaku
yang akan dikenakan hukum pidana. Sering terjadi dalam praktek lebih
dari satu orang terlibat dalam peristiwa tindak pidana.Disamping
pelaku ada seorang atau lebih yang turut serta.
c. Terhadap Orang
Kekerasan itu harus ditujukan kepada orang, meskipun tidak akan
terjadi orang melakukan kekerasan terhadap diri atau barangnya sendiri
sebagai tujuan, kalau sebagai alat upaya-upaya untuk mencapai suatu
hal, mungkin bisa terjadi.

2.5 Tinjauan Umum Tentang Kekerasan

2.5.1 Definisi Kekerasan

Kekerasan merujuk pada tindakan atau perilaku yang melibatkan penggunaan


kekuatan fisik, kekuatan verbal, atau ancaman untuk menyakiti atau merugikan orang
atau harta benda. Ini adalah tindakan yang merusak dan seringkali bertentangan
dengan norma-norma sosial atau hukum. Kekerasan dapat bermanifestasi dalam
berbagai bentuk, termasuk kekerasan fisik, psikologis, seksual, ekonomi, atau politik.

Kekerasan adalah tindakan atau ancaman tindakan yang menyebabkan atau


berpotensi menyebabkan cedera fisik, psikologis, atau emosional pada individu atau
merusak harta benda. Kekerasan dapat terjadi dalam berbagai konteks, termasuk
dalam hubungan pribadi, masyarakat, atau dalam konflik bersenjata, dan seringkali
melanggar hukum dan norma-norma etika dan moral.

2.5.2 Definisi Kekerasan Menurut Para Ahli

Berikut merupakan beberapa definisi kekerasan menurut para ahli:


1. Menurut Albert Bandura
Menurut Albert Bandura, kekerasan digambarkan sebagai tindakan agresif
yang dilakukan untuk menyakiti atau merugikan orang lain.
2. Menurut James Gilligan
Menurut James Gilligan, kekerasan dianggap sebagai akibat dari rasa malu,
harga diri yang rendah, dan perasaan tidak berdaya, dan ia menekankan
pentingnya faktor - faktor psikologis dalam tindakan kekerasan.
3. Menurut Lawrence Kohlberg
Menurut Lawrence Kohlberg, kekerasan adalah bentuk tingkat rendah dari
penyelesaian konflik yang tidak memenuhi prinsip - prinsip moral yang lebih
tinggi.
4. Menurut Maria Eriksson
Menurut Maria Eriksson, kekerasan adalah tindakan atau ancaman yang
dimaksudkan untuk menyebabkan cedera fisik, emosional, atau psikologis
terhadap orang lain.

2.5.3 Unsur - Unsur Kekerasan

Unsur-unsur kekerasan dapat bervariasi tergantung pada konteks dan jenis


kekerasan yang dipertimbangkan. Namun, ada beberapa unsur umum yang sering
terkait dengan kekerasan:

1. Kekuatan Fisik atau Ancaman Kekuatan Fisik


Kekerasan melibatkan penggunaan kekuatan fisik atau ancaman kekuatan fisik
untuk menyakiti atau merugikan orang lain.

2. Tujuan atau Niat Untuk Menyakiti


Kekerasan melibatkan tujuan atau niat untuk menyakiti atau merugikan
individu atau kelompok tertentu. Niat ini dapat bersifat fisik, emosional, atau
psikologis.

3. Korban atau Sasaran

Kekerasan melibatkan tindakan yang ditujukan kepada individu atau


kelompok tertentu sebagai korban atau sasaran. Tindakan kekerasan tersebut
dapat berdampak pada satu atau beberapa korban.
4. Dampak Merugikan
Kekerasan selalu memiliki dampak yang merugikan, seperti cedera fisik,
kerusakan psikologis, atau penderitaan emosional pada korban.
5. Pelaku atau Pihak yang Melakukan Kekerasan
Kekerasan melibatkan pihak yang melakukan tindakan kekerasan. Pelaku
kekerasan adalah individu atau kelompok yang bertanggung jawab atas
tindakan tersebut.
6. Konteks atau Situasi
Kekerasan dapat terjadi dalam berbagai konteks, termasuk dalam hubungan
pribadi, keluarga, komunitas, tempat kerja, atau dalam konteks konflik
bersenjata atau perang.
7. Penggunaan atau Ancaman Kekerasan sebagai Alat Kontrol atau Dominasi
Kekerasan sering digunakan sebagai alat untuk mengontrol atau mendominasi
orang lain. Ini dapat mencakup penindasan, ancaman, atau pemaksaan.
8. Konteks Budaya dan Norma Sosial
Norma budaya dan sosial dapat memengaruhi apakah tindakan tertentu
dianggap sebagai kekerasan. Beberapa tindakan yang dianggap kekerasan
dalam satu budaya mungkin tidak dianggap demikian dalam budaya lain.
9. Konsekuensi Hukum
Kekerasan seringkali melanggar hukum, dan pelaku kekerasan dapat
dikenakan sanksi hukum, termasuk penangkapan, penuntutan, dan penjara,
sesuai dengan beratnya tindakan kekerasan.
2.5.4 Jenis - Jenis Kekerasan
Kekerasan dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk. Berikut adalah
beberapa jenis umum dari kekerasan:
1. Kekerasan Fisik
Ini mencakup tindakan-tindakan fisik yang bertujuan menyakiti atau merusak
tubuh seseorang. Contoh-contoh meliputi pemukulan, penyerangan,
penganiayaan, dan pembunuhan.
2. Kekerasan Verbal
Ini melibatkan penggunaan kata-kata kasar, pelecehan, ancaman, atau
penghinaan untuk menyakiti atau merugikan orang lain secara verbal.
Kekerasan verbal bisa terjadi dalam bentuk pelecehan verbal, pelecehan cyber,
atau pelecehan verbal dalam hubungan.
3. Kekerasan Psikologis
Kekerasan psikologis adalah tindakan yang bertujuan merusak kesejahteraan
emosional atau psikologis seseorang. Ini dapat mencakup manipulasi
emosional, pengucilan, atau pelecehan psikologis.
4. Kekerasan Seksual
Ini mencakup segala tindakan seksual yang dilakukan tanpa persetujuan dan
tanpa keinginan dari salah satu pihak. Ini mencakup pemerkosaan, pelecehan
seksual, atau tindakan seksual lainnya yang merugikan.
5. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga terjadi dalam konteks hubungan antara
pasangan atau anggota keluarga. Ini mencakup kekerasan fisik, psikologis,
atau seksual dalam rumah tangga.
6. Kekerasan Anak
Ini mencakup segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap anak, baik
dalam konteks keluarga, sekolah, atau masyarakat. Kekerasan anak bisa
berupa fisik, psikologis, atau seksual.
7. Kekerasan Terhadap Orang Tua
Kekerasan terhadap orang tua melibatkan tindakan agresif atau pelecehan
yang ditujukan kepada orang tua atau anggota keluarga yang lebih tua.
8. Kekerasan Rasial dan Etnis
Ini terkait dengan tindakan kekerasan yang ditujukan kepada individu atau
kelompok berdasarkan ras atau etnis. Kekerasan rasial dan etnis bisa berupa
pelecehan, diskriminasi, atau tindakan fisik.
9. Kekerasan Berbasis Gender
Kekerasan berbasis gender mencakup berbagai bentuk kekerasan yang
ditujukan kepada seseorang berdasarkan jenis kelamin atau orientasi
seksualnya. Ini mencakup pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga,
dan tindakan kekerasan terhadap komunitas LGBT.
10. Kekerasan Terhadap Perempuan
Ini mencakup berbagai bentuk kekerasan yang ditujukan kepada perempuan.
Kekerasan terhadap perempuan mencakup pelecehan seksual, kekerasan dalam
rumah tangga, perdagangan manusia, dan mutilasi genital perempuan.
11. Kekerasan dalam Konflik Bersenjata
Ini terjadi dalam konteks konflik bersenjata atau perang, melibatkan tindakan
kekerasan seperti serangan militer, terorisme, genosida, dan pelanggaran hak
asasi manusia.
12. Kekerasan Sosial
Ini mencakup bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi dalam masyarakat secara
luas, termasuk kerusuhan, pemogokan, dan unjuk rasa yang bisa berubah
menjadi kekerasan.
13. Kekerasan di Tempat Kerja
Mencakup kekerasan yang terjadi di lingkungan kerja, seperti pelecehan
seksual, kekerasan fisik, atau ancaman terhadap rekan kerja.
Setiap jenis kekerasan memiliki karakteristik, dampak, dan akar
penyebab yang unik. Upaya pencegahan dan penanganan kekerasan
melibatkan pemahaman yang mendalam tentang jenis kekerasan tertentu dan
perannya dalam masyarakat. Pemberlakuan hukum dan dukungan bagi korban
merupakan bagian penting dari penanganan kekerasan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Faktor yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan kekerasan di ruang publik
pada tragedi Kanjuruhan
1. Kronologi Terjadinya Tragedi Kanjuruhan
Dalam menyambut acara Piala Presiden 2022, Pemerintah Malang telah
mempercantik Stadion Kanjuruhan, namun nahas justru telah terjadinya kerusuhan
setelah pertandingan Arema melawan Persebaya yang terjadi pada 1 Oktober 2022.
Kerusuhan itu terjadi karena suporter Arema merasa kecewa akan kekalahan dari klub
bola favorit mereka, yakni Persebaya berhasil mengalahkan Arema dengan skor 3-2.
Kemenangan tersebut merupakan kemenangan pertama Persebaya saat bertanding
dengan Arema, akibat hal tersebut suporter dari Klub Arema masuk kedalam lapangan
dan berusaha untuk mencari para pemain Arema untuk mengungkapkan kekecewaan
mereka karena menuntut klarifikasi akan kekalahan tersebut sejak 23 tahun tidak
pernah terkalahkan dengan lawan rivalnya yakni Persebaya.

Petugas keamanan dan polisi telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah
aksi kerusuhan tersebut, namun gagal akibat jumlah suporter Aremania lebih banyak
yang membuat para petugas keamanan dan polisi kewalahan. Setelah gagal
melakukan upaya pencegahan, suporter Arema mulai melemparkan berbagai benda
yang ada di lokasi, menghancurkan fasilitas pada stadion dan menghidupkan api di
area stadion yang mana sudah jelas ini perbuatan yang salah. Selanjutnya tindak lanjut
dari pihak kepolisian atas kerusuhan tersebut adalah menembakan gas air mata ke
beberapa titik tribun dan hal tersebut membuat para suporter Arema yang saat itu di
dalam lapangan maupun tribun melakukan evakuasi ke arah pintu keluar untuk
menghindari hal hal yang tidak diinginkan tersebut. Semua akses portal yang menjadi
pintu keluar justru dikunci sehingga menyebabkan penumpukan hingga penyempitan
dan asfiksia.

Sesaat setelah kerusuhan, segala akses yang bisa menjadi tempat evakuasi
darurat, akhirnya para pemain dari Arema membantu untuk mengevakuasi korban
yang berjatuhan di dalam stadion. Korban yang terdampak dari kerusuhan tersebut
dilarikan ke rumah sakit terdekat dengan kendaraan ambulans dan truk TNI, tak hanya
itu kerusuhan ini juga menyebabkan banyak korban jiwa. Tragedi ini pun sampai
menjadi perhatian dunia karena menjadi salah satu insiden terburuk dalam sejarah
sepak bola dunia. 16 Adapun penyebab terjadinya tragedi Kanjuruhan yakni :

1. Suporter Bola
Tragedi awal yang memicu kerusuhan ini dimulai ketika sekelompok
pendukung Arema memasuki lapangan pertandingan sebagai bentuk protes
dan ekspresi kekecewaan mereka terhadap tim favorit mereka yang mengalami
kekalahan pertama di kandang sendiri selama 23 tahun dalam kejuaraan Piala
Presiden 2022. Awalnya, jumlah suporter Arema yang ingin mengungkapkan
kritik masih dapat dikelola, tetapi situasinya berubah ketika semakin banyak
suporter masuk ke lapangan, yang akhirnya menciptakan ketegangan dan
suasana yang tidak kondusif.17 Hal tersebutlah yang menyebabkan pihak
keamanan dan kepolisian menjadi kewalahan dan keadaan tersebut menjadi
semakin rusuh dan menjadi salah satu penyebab awal mulanya tragedi
kanjuruhan itu terjadi.
2. Aparat Kepolisian
Meskipun pihak keamanan dan polisi berusaha keras untuk meredakan
kerusuhan, situasi menjadi semakin rumit karena jumlah personel keamanan
dan polisi yang hanya berjumlah 2.034 orang bentrok dengan massa yang
mencapai 42.588 orang selama pertandingan Arema vs. Persebaya.
Ketidakseimbangan ini membuat polisi kesulitan mengendalikan situasi dan
akhirnya menggunakan gas air mata sebagai respons terhadap tindakan anarkis
sebagian suporter Arema.
Upaya pemantik untuk menghentikan kerusuhan tersebut justru
menjadi pemantik kobaran api dan membuat kondisi menjadi semakin tidak
terkendali. Jika dilihat dari saksi mata suporter menyebut bn liga internasional,
dan parahnya adalah keanggotaan FIFA Indonesia akan dicabut secara
permanen.18 bahwa salah satu penyebab tragedi itu semakin memanas adalah
tindakan represif dari aparat kepolisian yang memukuli penonton. Respon dari
penembakan gas air mata tersebut juga menimbulkan gesekan yang memicu
para penonton berlarian untuk menghindari gas air mata tersebut. Hal tersebut

16
Pia Khoirotun Nisa, dkk. Aksi Komunikasi Dalam Teori Dan Praktik. (Jakarta : PT Mahakarya Citra Utama
Group, 2023) hlm. 148
17
https://www.solopos.com/penyebab-tragedi-kanjuruhan-dari-2-sisi-suporter-dan-polisi-1437996
18
https://www.antaranews.com/berita/3156441/menelaah-penerapan-aturan-fifa-dalam-tragedi-kanjuruhan
juga mengakibatkan penghimpitan kerumunan yang terjadi di pintu keluar
stadion sebagai jalur akses evakuasi para penonton laga tersebut. Di dalam
proses penumpukan itulah terjadi banyaknya penonton yang kehabisan
oksigen, sesak nafas, hingga memakan korban jiwa.19 Tindakan aparat
kepolisian ini sendiri terhadap para penonton yang ricuh sangat
membahayakan para penonton lainnya. Hal ini dianggap telah mengurangi
jaminan Hak Asasi Manusia berupa penjaminan rasa aman yang seharusnya
didapatkan oleh para penonton yang tidak bersalah.

Sumber: Detik.com

19
https://theconversation.com/pakar-jabarkan-3-penyebab-tragedi-kanjuruhan-kekerasan-polisi-komunikasi-buru
k-dan-pengaturan-stadion-yang-tidak-memadai-191779
Sumber: Portalbangkabelitung.com

Sumber: REPUBLIKA.CO.ID, MALANG


Sumber: TIMES MALANG, MALANG

Sumber: Tria Adha/TIMES Indonesia


Sumber: REPUBLIKA.CO.ID,MALANG

Sumber: Merdeka.com
Sumber: Jakarta, CNN Indonesia

Sumber: Jakarta, CNN Indonesia


Sumber: MALANG, KOMPAS

Tragedi yang terjadi di Kanjuruhan ini menurut para ahli dan analis
disebabkan oleh berbagai faktor. Berikut beberapa faktor yang diyakini berkontribusi
terhadap terjadinya kekerasan di ruang publik saat tragedi tersebut:
1. Langkah-langkah keamanan yang tidak memadai
Langkah-langkah keamanan yang diambil oleh pihak berwenang dianggap
tidak cukup untuk menangani kerumunan besar pendukung. Polisi tidak
siap menangani situasi ini, dan tidak ada cukup personel untuk
mengendalikan massa.20
2. Kurangnya pemahaman tentang psikologi kerumunan
Pihak berwenang tidak berpengalaman dalam psikologi kerumunan, yang
sangat penting dalam mengelola kerumunan besar. Memahami perilaku
orang banyak dapat membantu petugas keamanan mengambil tindakan
yang kompeten dan efektif ketika menghadapi mereka.21

20
Alison Hutton,”Pakar Jabarkan Tiga Penyebab Tragedi Kanjuruhan, Suporter Dinilai Bukan Faktor Utama”,
https://www.vice.com/id/article/xgy4j3/tiga-penyebab-tragedi-kanjuruhan-karena-panpel-dan-respons-aparat-me
nurut-guru-besar-keselamatan-inggris (diakses pada 17 Oktober 2023, pukul 15.20)
21
Alison Hutton,”Pakar Jabarkan Tiga Penyebab Tragedi Kanjuruhan, Suporter Dinilai Bukan Faktor Utama”,
https://www.vice.com/id/article/xgy4j3/tiga-penyebab-tragedi-kanjuruhan-karena-panpel-dan-respons-aparat-me
nurut-guru-besar-keselamatan-inggris (diakses pada 17 Oktober 2023, pukul 15.20)
3. Budaya kekerasan
Kekerasan adalah kejadian umum dalam pertandingan sepak bola di
Indonesia, dengan banyak laporan mengenai suporter yang menyerang
suporter tim lawan. Budaya kekerasan ini perlu diatasi oleh para
pemangku kepentingan, yang harus fokus pada pengembangan strategi
pencegahan yang dapat mengurangi dan mengantisipasi dampak negatif
dari peristiwa tersebut.22
4. Tindakan Represif oleh Aparat Kepolisian
Menurut beberapa laporan, polisi menggunakan kekuatan berlebihan
selama tragedi tersebut, yang mengakibatkan kematian lebih dari 100
pendukung. Hal ini digambarkan sebagai tindakan kekerasan yang
sistematis dan disengaja oleh pihak berwenang.23 salah satu pemicu
tragedi itu semakin memanas adalah tindakan represif dari aparat
kepolisian yang memukuli penonton. Respon dari penembakan gas air
mata tersebut juga menimbulkan gesekan yang memicu para penonton
berlarian untuk menghindari gas air mata tersebut. Hal tersebut juga
mengakibatkan penghimpitan kerumunan yang terjadi di pintu keluar
stadion sebagai jalur akses evakuasi para penonton laga tersebut. Di dalam
proses penumpukan itulah terjadi banyaknya penonton yang kehabisan
oksigen, sesak nafas, hingga memakan korban jiwa.

Maka dari itu, yang terjadi di Kanjuruhan disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain pengamanan yang tidak memadai, kurangnya pemahaman psikologi massa,
budaya kekerasan, dan kebrutalan polisi. Mengatasi faktor-faktor ini sangat penting
untuk mencegah kejadian serupa terjadi di masa depan.

3.2 Aspek hukum terhadap kejahatan kekerasan yang dilakukan secara


bersama-sama di ruang publik pada tragedi Kanjuruhan

Segala perbuatan atau tingkah laku manusia atau masyarakat itu pada dasarnya
selalu diatur dan dibatasi oleh regulasi yang ada atau disebut hukum positif. Hal ini

22
Budi Setiawan, “Tragedi Kanjuruhan, Budaya Pembiaran, dan Tantangan ke Depan”,
https://sport.detik.com/aboutthegame/umpan-silang/d-6549083/tragedi-kanjuruhan-budaya-pembiaran-dan-tanta
ngan-ke-depan (diakses pada tanggal 17 Oktober 2023, pukul 16.10)
23
Isnaya Helmi, “Tragedi Kanjuruhan, Kontras: Aparat Lakukan Kekerasan secara Sengaja dan Sistematis”,
https://www.kompas.tv/nasional/336452/tragedi-kanjuruhan-kontras-aparat-lakukan-kekerasan-secara-sengaja-d
an-sistematis?page=all (diakses pada tanggal 17 Oktober 2023, pukul 17.05)
karena hukum dan masyarakat memiliki keterkaitan yang satu sama lainnya tidak
pisah dipisahkan sedikitpun. hadirnya masyarakat, membuat hadirnya juga hukum
untuk pengaturan dalam berperilakunya. Hal tersebut dimaksudkan demi kedisiplinan
perilaku, sehingga hadirnya hukum dalam masyarakat ini membuat masyarakat
menjadi sadar dan paham mengenai batas batas pedoman norma yang mana yang
dapat dilakukan dan yang mana yang menyimpang dengan hal yang seharusnya.

Beberapa Undang-undang dan Peraturan Hukum yang terkait, baik secara


langsung maupun tidak, pada peristiwa Kanjuruhan meliputi :
1. Kitab Undang Undang Hukum Pidana
- Pasal 359 KUHPidana , yang memiliki arti seseorang yang telah
melakukan hal karena kealpaannya menyebabkan kematian orang lain
maka dapat dihukum pidana dengan maksimal penjara lima tahun atau
maksimal kurungan satu tahun. .
- Pasal 360 KUHPidana, pada ayat 1 dijelaskan bahwa seseorang yang
telah melakukan hal karena kealpaannya menyebabkan luka luka
terutama luka berat pada orang lain dapat diancam maksimal penjara
lima tahun dan maksimal kurungan satu tahun. Sedangkan pada ayat 2
dijelaskan bahwa seseorang yang karena kelalaiannya menimbulkan
luka luka orang lain yang mengakibatkan terhalangnya pekerjaan dan
lain sebagainya dapat dikenakan pidana maksimal sembilan bulan
penjara atau maksimal kurungan enam bulan atau denda maksimal
empat ribu lima ratus rupiah.
2. Undang Undang No. 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan
- Pasal 52 berbunyi bahwa penyelenggara kejuruan olahraga harus
memenuhi persyaratan teknis kecabangan, ketertiban umum,
keamanan, kesehatan, keselamatan dan lainnya yang telah diatur
sebelumnya.
- Pasal 103, pada ayat satu dimaksudkan bahwa penyelenggara
kejuaraan olahraga yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada pasal 52 dapat dipidana maksimal dua tahun atau dan
atau denda maksimal sebesar satu miliar rupiah. Sedangkan ayat dua
menjelaskan perihal pihak penyelenggara mengundang penonton atau
lingkup massa tanpa adanya rekomendasi yang bersangkutan
sebagaimana yang telah diatur didalam pasal 54 ayat satu dan dua,
maka akan dikenakan pidana penjara maksimal dua tahun dan denda
maksimal satu miliar rupiah. Serta pasal 3 yang dimaksudkan adalah
bagi semua orang yang meniadakan atau mengalihfungsikan prasarana
olahraga dengan tidak adanya izin dari pihak berwenang, berdasar pada
pasal 73 ayat 8 maka dapat dikenai pidana maksimal lima tahun
penjara dan atau denda maksimal dua puluh miliar rupiah.
3. Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam
Tindakan Kepolisian.
- Pasal 5 ayat (1) yang menerangkan bahwa terdapat tahapan tahapan
yang terdiri dari enam mengenai penggunaan kekuatan dalam tindakan
kepolisian serta pada ayat duanya yang menjelaskan bahwa setiap
anggota polri harus memilih salah satu dari tahapan tersebut yang
sesuai dengan tingkatan bahaya dan ancaman pelaku yang ada dilokasi.
- Apabila dianalisis dari tingkatan bahaya ancaman terhadap anggota
Polri atau masyarakat menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia No. 1 Tahun 2009 Pasal 7 Ayat 2b, dapat
digolongkan pada tingkatan kedua, yaitu dapat melakukan tindakan
aktif. Tindakan aktif menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia No. 1 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 6 didefinisikan
sebagai tindakan seseorang atau sekelompok orang untuk melepaskan
diri atau melarikan diri dari anggota Polri tanpa menunjukkan upaya
menyerang anggota Polri. Definisi tersebut berbeda dengan tindakan
agresif yang menurut Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia
No. 1 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 7 memiliki pengertian sebagai tindakan
seseorang atau sekelompok orang untuk menyerang anggota Polri,
masyarakat, harta benda atau kehormatan kesusilaan.
4. Kode Etik Kepolisian
- Etika profesi diperlukan untuk mewujudkan kepolisian sebagai
lembaga penegak hukum yang profesional, memiliki kredibel, dan
beretika. Polisi dalam menjalankan tugas dan kewajiban memiliki
wewenang dan kode etik yang perlu dipatuhi. Pernyataan ini pun
sesuai dengan yang tercantum pada UU No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia tepatnya Pasal 34 ayat 1. Jika
polisi melanggar kode etik yang telah diatur, maka bisa dikenakan
sanksi dan hukum pidana yang berlaku.
5. Ketimpangan Hukum Pengendalian Massa yang Menjadi Acuan Pelaksanaan
Tindakan Represif Aparat Kepolisian
- Menurut Perkapolri Pasal 5 Ayat 1e Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun
2009, penggunaan gas air mata merupakan salah satu tindakan
kepolisian yang dilakukan pada tahap 5 dari 6 tahap penggunaan
kekuatan kepolisian terhadap massa. Penggunaan gas air mata
kemudian diperjelas kembali pada Pasal 7 Ayat 2c sebagai penggunaan
kekuatan untuk “tindakan agresif” dari massa, yakni tindakan
penyerangan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.
Perlu dicatat bahwa kedua aturan di atas merupakan penindakan untuk
massa secara umum, tidak dikhususkan untuk lingkungan stadion
sepak bola saja. Untuk tindakan pengamanan di stadion, FIFA
memiliki aturan yang mengatur hal tersebut.
- FIFA merupakan organisasi internasional yang mengendalikan
penyelenggaraan sepak bola di seluruh dunia. FIFA memiliki regulasi
mengenai tindak pengamanan di dalam stadion pada saat pertandingan
sepak bola berlangsung. Dicantumkan dalam FIFA Stadium Safety and
Security Regulations, lebih tepatnya pada Article 19, Pitchside
Stewards Bagian b tertulis, “No firearms or ‘crowd control gas’ shall
be carried or used”. Hal ini tentu bertentangan dengan tindakan yang
dilakukan oleh aparat kepolisian pada Tragedi Kanjuruhan yang
menggunakan gas air mata sebagai usaha untuk menertibkan massa.

Situasi pecinta sepak bola di Indonesia berdasarkan analisa berbagai peristiwa kelam
yang terungkap di berbagai media, menunjukkan bahwa para pemainnya sangat antusias
dengan klub kebanggaannya. Dari sekian banyak penelitian dan makalah relevan yang
dibahas di atas, hasilnya menunjukkan ketertarikan terhadap jenis kekerasan dan agresi
berdasarkan fenomenologi, banyak alasan yaitu pihak yang mendukung masih belum yakin.
Tidak bisa menerima kekalahan, mudah terprovokasi, menyimpan dendam, mengikuti pola
dan mempertahankan wilayah.

Pada pembahasan ini ada dua faktor yang akan dibahas yaitu tentang provokasi dan
kekerasan sehingga menimbulkan dinamika ke arah negatif. Provokasi yang dianggap
menyimpang dan mempengaruhi stereotip dari suporter tersebut. Provokatif sendiri umumnya
masyarakat memandang aktivitas suporter sepakbola akan memicu timbulnya agresivitas
yang merugikan banyak pihak, dan terkesan abai terhadap kohesivitas yang bersifat positif
dari kehadiran suporter sepakbola, Perilaku tersebut umumnya dipengaruhi dari fanatisme
yang berlebihan, namu penting untuk digaris bawahi bahwa fanatisme belum tentu
berdampak positif bagi tim yang didukung, loyalitas supporter terbukti memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap 125 fanatisme, sedangkan fanatisme tidak mampu menjadi faktor
yang dapat menguatkan loyalitas supporter. Penting juga untuk lebih diperhatikan adalah
adanya pendukung dan atau penonton dari kalangan anak-anak, wanita dan orang tua
sehingga semua pihak harus sadar dan memberikan rasa aman dan nyaman selama menonton
pertandingan sepakbola, Kebutuhan akan adanya rasa aman termasuk dalam faktor yang
memotivasi perempuan untuk bergabung dalam kelompok suporter. Adapun reaksi berlebihan
yang saat ini hangat diperbincangkan di seluruh dunia adalah rasisme, upaya perjuangan
melawan bentuk-bentuk diskriminasi ras dianggap sebagai upaya dalam menciptakan
keadilan di dunia mengalami banyak tantangan,

Keterangan tersebut mengisyaratkan adanya indikasi fanatisme yang tentunya


berlebihan, pengambilan keputusan dalam bertindak tidak lagi didasari atas pemikiran yang
rasional, sehingga apabila terjadi sesuatu di lapangan yang dianggap merugikan klub yang
dibelanya akan sangat mudah tersulut dan terjadi tindakan kekerasan. Dari hasil observasi
yang dilakukan kekerasan fisik memang sudah jarang terjadi namun yang paling sering
terjadi adalah kekerasan verbal yang dilakukan dengan mengumpat dan mencaci pihak lawan
ataupun menyanyikan yel-yel yang isinya mengintimidasi terhadap pihak lawan yang
cenderung menghina. Pernyataan responden diatas juga dapat dimasukkan dalam kategori
loyalitas yang mengarah kepada fanatisme berlebihan, faktor loyalitas memang terkadang
menjadi penyebab terjadinya tindak kekerasan suporter, dengan adanya loyalitas sehingga
merasa keterikatan hubungan antara dirinya dengan klub yang didukungnya, hasil penelitian
tersebut sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa kecenderungan supporter
melakukan kekerasan didasari pada loyalitas yang dibentuk dalam komunitas sehingga
membentuk karakter pribadi supporter dalam kehidupan sehari-hari dan berkontribusi dalam
melakukan tindak kekerasan apabila tidak sejalan dengan prinsip komunitasnya.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Bapak


Mahfud MD, tentang beberapa kemungkinan yang menyebabkan terjadinya kerusuhan dan
ratusan korban dalam tragedi tersebut diantaranya, penyelenggara mengabaikan rekomendasi
pihak berwenang untuk menggelar pertandingan di sore hari bukan malam hari dan kapasitas
penonton di Stadion Kanjuruhan sebagaimana direkomendasikan pemerintah hanya 38.000
penonton, namun tiket yang dicetak oleh penyelenggara melebihi batas yang
direkomendasikan yaitu sebanyak 42.000 yang terjual habis.
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang pada tanggal 1 Oktober 2022
telah menjadi subjek dari beberapa investigasi dan penelitian. Tragedi Kanjuruhan tergolong
dalam kategori kejahatan terhadap kemanusiaan, dimana pengaturannya telah ada jelas pada
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, berdasarkan tinjauan dari bentuk serangan
yang terjadi di Stadion Kanjuruhan yaitu adanya sebuah tindakan pembunuhan dan
penyiksaan. Tragedi terjadi karena jumlah suporter yang masuk kedalam lapangan semakin
bertambah jumlahnya dan mengakibatkan suasana menjadi tidak kondusif, sehingga pihak
keamanan dan kepolisian menjadi kewalahan. Meskipun pihak keamanan dan polisi berusaha
keras untuk meredakan kerusuhan, situasi menjadi semakin rumit karena jumlah personel
keamanan dan polisi yang hanya berjumlah 2.034 orang bentrok dengan massa yang
mencapai 42.588 orang selama pertandingan Arema vs. Persebaya. Ketidakseimbangan ini
membuat polisi kesulitan mengendalikan situasi dan akhirnya menggunakan gas air mata
sebagai respons terhadap tindakan anarkis sebagian suporter Arema. Menurut beberapa
laporan, polisi menggunakan kekuatan berlebihan selama tragedi tersebut, yang
mengakibatkan kematian lebih dari 100 pendukung. Hal ini digambarkan sebagai tindakan
kekerasan yang sistematis dan disengaja oleh pihak berwenang. Salah satu pemicu tragedi itu
semakin memanas adalah tindakan represif dari aparat kepolisian yang memukuli penonton.
Respon dari penembakan gas air mata tersebut juga menimbulkan gesekan yang memicu para
penonton berlarian untuk menghindari gas air mata tersebut. Hal tersebut juga mengakibatkan
penghimpitan kerumunan yang terjadi di pintu keluar stadion sebagai jalur akses evakuasi
para penonton laga tersebut. Di dalam proses penumpukan itulah terjadi banyaknya penonton
yang kehabisan oksigen, sesak nafas, hingga memakan korban jiwa.

Tragedi Kanjuruhan merupakan pelanggaran HAM yang terjadi akibat tata kelola
yang diselenggarakan dengan cara tidak menjalankan, menghormati dan memastikan prinsip
dan norma keselamatan dan keamanan. Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF
menyatakan bahwa tragedi terjadi karena ketidakprofesionalan penyelenggara liga sepak bola
nasional, yang tidak memahami tugas dan peran masing-masing, cenderung mengabaikan
berbagai peraturan dan standar yang sudah dibuat sebelumnya, serta saling melempar
tanggung jawab pada pihak lain. Langkah pimpinan Polri yang telah melakukan proses
pidana dan tindakan administrasi dengan melakukan demosi sejumlah pejabat, sudah
menjawab sebagian harapan masyarakat dan patut diakui

4.2 SARAN

Berdasarkan pembahasan-pembahasan kami diatas, kami menemukan masih terdapat


banyak permasalahan dan juga kendala yang timbul, dan diperlukannya suatu tindak
pemberitahuan. Sebagai penulis skripsi ini, kami memberikan beberapa saran yang bertujuan
untuk mencapai cita hukum yang diinginkan oleh segenap masyarakat, yaitu sebagai berikut:

1. Penyelenggara liga sepak bola nasional harus meningkatkan profesionalisme dan


pemahaman tugas dan peran masing-masing;
2. Polri dan pihak keamanan harus meningkatkan keterampilan kepemimpinan dan
manajemen kerumunan;
3. Tragedi Kanjuruhan harus diinvestigasi secara independen dengan melibatkan
semua unsur termasuk para ahli K3, ahli kedaruratan, perancang stadion, dan
pihak lainnya;
4. Hasil investigasi dan pembelajaran terpetik dari tragedi tersebut harus
disosialisasikan agar kecelakaan serupa dapat dicegah dan menjadi pembelajaran
bersama;
5. Crowd Safety Management adalah lesson learned dari tragedi Kanjuruhan. Crowd
safety adalah bagian dari K3, yang harus menjadi perhatian pemerintah setempat
dalam memberikan perizinan untuk suatu event.
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, G. A. (2011). Kajian Kriminologis Aksi Kekerasan Suporter Sepakbola (Studi Kasus
Kerusuhan 12 Februari 2010 Di Stadion Mandala Krida Yogyakarta).

Al Manfaluti, B. (2012). Representasi Identitas Suporter Dalam Logo Viking Persib. Jurnal
Urban Vol. 1, No. 1, Juli-Desember 2017: 1-114.

Altungul, O., & Karahüseyinoğlu, M. F. (2017). Determining the Level of Fanaticism and
Football Fanship to University Athletes. 5(11), 171–176.
https://doi.org/10.11114/jets.v5i11.2742

Brooks, J. G., Equitable, M., Brooks, B. J. G., & Carolina, N. (2011). Discomfort as a
Necessary Bearing the Weight : 43–62.

Darmawan, T. A. (2018). Perilaku Agresif Pada Suporter Sepak Bola Di Kabupaten Sleman.

Fridley, W. L. (2016). plays in this process. Miller’s book,.

Muhammadiyah, A., & Tri, Y. (2022). Hubungan antara Fanatisme dengan Perilaku Agresi
pada Suporter Sepak Bola

PSM Makassar. Prosiding Seminar Nasional Dan Call for Paper Psikologi Dan Ilmu
Humaniora

(SENAPIH 2022) Malang, 21 Mei 2022 Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Malang,
Senapih, 165–177. Nur Halimah, Suryanto, D. E. S. (2019). Perilaku Agresi Penonton
Sepak Bola Ditinjau Dari Harga Diri dengan Kiu Agresi Sebagai Variabel Antara. 45.

Pamulatsih, D. (2018). Hubungan Antara Emotional-Focused Coping Dan Agresivitas Pada


Suporter Sepak Bola.

Prasetyo, Dhimas Suryo. (2013). Anak Di Bawah Umur Dilihat Dari Segi Kriminologis (
Studi kasus kerusuhan suporter antara PASOEPATI vs BCS di Stadion Maguwoharjo ,
Sleman ). Recidive Vol. 2 No. 1 Januari - April 2013, 2(1), 29–38.

Prasetyo, Dimas Suryo. (2013). Tinjauan Kriminologis Aksi Kekerasan Antar Suporter
Dalam Pertandingan Sepakbola Yang Dilakukan Oleh Suporter Anak. Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Prasetyo, P. D. (2011). Interaksi Sosial Dalam Komunitas Suporter Sepak Bola Pasoepati
Solo. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Purnomo. (2011). Komunikasi organisasi komunitas suporter aremania malang dalam


pembinaan akhlak anggota. Komunikasi, Jurusan Islam, Penyiaran Ilmu, Fakultas
Dan, Dakwah Komunikasi, Ilmu Negeri, Universitas Islam Hidayatullah, Syarif.

Sandra, A. U., Hidayat, E. R., & Unhan, U. P. (2019). Resolusi Konflik antara Suporter
Persib dan Persija dari Perspektif Sosiokultural. Jurnal Al-Adyan Volume 6 Nomor 2
2019.

Setyaji, F. (2013). Konflik Suporter PSIS Semarang antara Kelompok Suporter Panser Biru
dengan Snex. Wijanako, A. S., Wahyudi, I., & Harahap, D. H. (2021). Peran
Koordinator dalam Menekan Agresivitas Suporter. Jurnal Psikologi, Vol. 17, No 2,
2021, 17-29 P-ISSN: 1858-3970, E-ISSN: 2557-4694, 17(2), 17–29.

Yuliana, R. (2019). Tradisi Sosial Keagamaan Supporter Psm (Persatuan Sepakbola


Makassar).

Anda mungkin juga menyukai