Disusun Oleh:
Jocelyn Cherieshta 205210058
Vania Clianta Putri 205210091
Maria Natasha R. 205210097
Audrey Bilbina Putri 205210098
Jocelyn Cherieshta, Vania Clianta Putri, Maria Natasha Rudijanto, Audrey Bilbina Putri
ABSTRAK
Permasalahan dalam penelitian ini adalah berdasarkan studi kasus berbagai suporter di Indonesia,
sangat tidak kondusif jika pertandingan tandang dilakukan dengan klub yang dianggap sebagai lawan,
berbagai tindakan provokatif dan kekerasan menjadi bukti bahwa suporter berbagai klub di Indonesia
sangat kekurangan dalam bidang pendidikan dan literasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui dimensi apa saja yang berperan dalam ranah sosial komunitas sepak bola. Jenis penelitian
ini menggunakan penelitian kasus literasi kualitatif berdasarkan kajian teori. Teknik pengumpulannya
menggunakan literasi, fenomenologi dan kriminologi berdasarkan fakta melalui berita dan wawancara.
Hasil dari penelitian ini adalah dinamika sosial yang dikonstruksi dari perspektif aksi dan kekerasan
semuanya terekspresikan secara negatif di masyarakat, karena saat ini pendukung masyarakat sangat
frontal dengan berbagai bentuk kekerasan. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah segala tindakan
yang berupa provokasi dan kekerasan mempunyai akibat negatif di mata masyarakat luas.
ABSTRACT
The problem in this research is that based on case studies of various supporters in Indonesia, it is not
very conducive if an away game is with a club considered as an opponent, various provocative and
violent actions have become evidence that the supporters of various clubs in Indonesia are very
deficient in education and literacy. The aim of this research is to find out which dimensions play a role
in the social sphere of the football community. This type of research uses case research qualitative
literacy based on theoretical studies. The collection technique uses literacy, phenomenology and
criminology based on facts through news and interviews. The results of this research are that social
dynamics constructed from the perspective of action and violence all express themselves negatively in
the community, for now the community's supporters are very frontal with various forms of violence. The
conclusion in this research is that all actions in the form of provocation and violence have negative
consequences in the eyes of the wider community.
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang membutuhkan interaksi dengan
orang lain. Dalam hal ini, seseorang tidak mungkin dapat hidup sendiri dan mencapai apa
yang diinginkannya tanpa mendapatkan bantuan dari orang lain. Hal ini berlaku untuk semua
orang, tanpa memandang status maupun kekayaan. Dalam interaksi sesama manusia
dibutuhkan adanya kerjasama, tolong menolong dan saling membantu untuk memperoleh
kebutuhan hidupnya.1 Kepentingan pun terhitung berjalan beriringan bersama kebutuhan,
dimana kebutuhan akan terpenuhi bilamana kepentingan juga diperhatikan. Ini adalah konsep
yang fundamental dalam berbagai aspek kehidupan manusia, baik dalam skala individu
maupun dalam masyarakat secara keseluruhan. Ketika keduanya berbeda, maka akan
berujung pada masalah yang tiada habisnya.
1
Salman Alfarisi dan Muhammad Syaiful Hakim, Hubungan Sosiologi Hukum Dan Masyarakat Sebagai
Kontrol Sosial, Vol. 1| No. 2|2019, JURNAL RECHTEN: RISET HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
2019, hal 20.
hidup, bahkan kematian, kekerasan psikis ini tidak jarang mengakibatkan korbannya trauma
secara psikis, ketakutan merasa terancam, bahkan ada yang mengalami gangguan mental.
Kejahatan kekerasan yang terjadi secara bersama-sama dapat merusak sistem hukum
yang telah dibangun. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan
secara bersama-sama seringkali dianggap sebagai cara untuk melepaskan perasaan frustasi
sosial yang muncul akibat berbagai masalah sosial dan ekonomi, serta rasa ketidakadilan
dalam masyarakat. Masyarakat mungkin mengekspresikan frustasinya melalui tindakan
kekerasan yang tidak bertanggung jawab dan bersifat anonim, dalam bentuk yang bisa
disebut sebagai "gerakan massa" tanpa identitas individu yang jelas. Hal ini menciptakan
tantangan yang lebih besar dalam menangani dan mencegah kejahatan kekerasan yang terjadi
dalam konteks massa di ruang publik.
Tindak kejahatan kekerasan merupakan bagian dari perilaku manusia yang berdasar
pada tingkat emosi tertentu. Perilaku ini sudah ada sejak manusia ada. Beragam kisah heroik
manusia yang dikisahkan secara turun temurun sebagai kisah doktrin keagamaan maupun
kisah dongeng untuk dijadikan panutan generasi selanjutnya.
Kejahatan kekerasan merujuk pada pelanggaran norma etika dan moral, yang
mengakibatkan dampak merugikan pada individu lain yang juga memiliki kedudukan hukum.
Ketika kekerasan terjadi dalam konteks ruang publik dan dilakukan oleh sekelompok orang,
dampaknya dapat menjadi lebih serius. Dalam dasar yang sama, tindakan kekerasan yang
terjadi secara bersama-sama dalam situasi seperti kerusuhan di ruang publik juga melibatkan
perilaku agresif, seperti pemukulan, menusuk, menendang, menampar, meninju, atau bahkan
tindakan fisik lainnya, yang semuanya merupakan bentuk-bentuk kekerasan yang dapat
membahayakan individu lain dan melanggar hukum. Oleh karena itu, penting untuk
memahami bahwa kejahatan kekerasan dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk yang
dilakukan oleh individu atau kelompok dalam ruang publik, dan perlu upaya serius untuk
mencegah dan mengatasi masalah tersebut.
Ibi ius ibi societas adalah ungkapan yang menegaskan hubungan erat antara urusan
hukum dengan masyarakat. Di Indonesia, negara telah sepakat untuk berdiri sebagai negara
hukum yang berlandaskan rule of law. Fakta bahwa hampir semua aspek kehidupan kita
diatur oleh undang-undang tidak dapat dipungkiri.2 Namun, bahkan dalam kerangka hukum
yang ketat seperti ini, kejahatan kekerasan masih merupakan kenyataan yang ada, dan
2
Yesmil Anwar, Adang, (2013), kriminologi, Bandung, Refika Aditama, Hlm. 209.
kekerasan yang terjadi di ruang publik oleh individu atau kelompok tetap menjadi tantangan
serius yang mempengaruhi ketertiban sosial dan keamanan masyarakat.
Ketika suatu masyarakat mempunyai suatu tujuan yang ingin dicapai, hukum
dijadikan sebagai alat untuk mengubah perilaku masyarakat agar selaras dengan tujuan yang
diinginkan. Agar hukum dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota
masyarakat, maka hukum harus dirumuskan berdasarkan fakta-fakta yang terdapat dalam
masyarakat. Mencari dan menemukan solusi untuk penegakan hukum yang efektif berarti
mengkaji ulang korelasi antara hukum dan masyarakat. Ingatlah bahwa hukum ada untuk
masyarakat, dan bahwa masyarakat membutuhkan hukum untuk mengatur kehidupan sosial,
bukan masyarakat untuk hukum.4 Perkembangan masyarakat itu sendiri selanjutnya berkaitan
dengan perubahan peraturan perundang-undangan yang disesuaikan dengan kebutuhannya.5
3
Ruseffendi, Hubungan Korelatif Hukum Dan Masyarakat Ditinjau Dari Perspektif Sosiologi Hukum, Vol. 3,
No. 2, AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam, 2018, hal 191-192.
4
Salman Alfarisi dan Muhammad Syaiful Hakim, Op.cit., hal 21.
5
Rianto Adi. Sosiologi Hukum : Kajian Hukum Secara Sosiologis, (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2012) hlm. 5
Suatu kejahatan kekerasan telah diatur dalam Undang-undang dan begitu pula dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (“KUHPidana”). Kejahatan kekerasan yang digunakan
sedemikian rupa baik dilakukan oleh satu orang ataupun secara bersama-sama sehingga
mengakibatkan terjadinya kerusakan, baik fisik maupun psikis, adalah kekerasan yang
bertentangan dengan hukum. Hal ini tercantum dalam Pasal 170 KUHPidana bahwa,
“Barangsiapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau
barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan.”6 berkenaan dengan
pengaturan tindakan kekerasan dengan tenaga bersama dalam Pasal tersebut, juga menjadi
masalah dengan hak asasi manusia khususnya yang diatur dalam Pasal 28 dan Pasal 28E ayat
(3) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang mengatur hak berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pendapat.
Merujuk pada beberapa kasus kejahatan kekerasan yang pernah terjadi yakni seperti
Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu 1 Oktober 2022. Seperti yang telah diketahui,
tragedi tersebut telah benar-benar mengejutkan masyarakat dunia dikarenakan kerusuhan
pada Kompetisi Liga 1 tersebut telah menewaskan sedikitnya 134 orang usai pertandingan
Arema Malang melawan Persebaya FC. Ini merupakan jumlah korban kerusuhan sepakbola
terbesar dalam sejarah sepakbola Indonesia. Kejadian memilukan ini juga merenggut korban
jiwa terbanyak kedua dalam sejarah sepak bola dunia.
Tindak pidana kekerasan tidak segan lagi untuk melakukan kekerasan di ruang publik.
Tindakan kekerasan yang dilakukan di ruang publik ini menandakan bahwa kekerasan bukan
lagi sebuah hal yang dihindari dalam masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan
ketidaknyamanan di kalangan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, untuk memahami
persoalan kekerasan dengan baik, perlu dipahami kompleksitas dan juga mencari pemahaman
mendalam mengenai latar belakang yang memicu kejadian kejadian kekerasan tersebut.
6
Pasal 170, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis menarik beberapa rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Faktor apakah yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan kekerasan di ruang publik
pada tragedi Kanjuruhan?
2. Apa saja aspek Hukum terhadap kejahatan Kekerasan yang dilakukan secara
bersama-sama di ruang publik pada tragedi Kanjuruhan?
1) Jenis Penelitian
Penelitian Hukum Normatif diberlakukan dengan melakukan penelitian akan
data sekunder sebagai bahan hukum. Sebagai penelitian yang bernama lain doktrinal,
Peter Mahmud Marzuki berpendapat bahwa penelitian ini pun mampu menjelaskan
perihal regulasi hukum dan lain sebagainya, dengan menghubungkannya pada
permasalahan hukum yang ada. Hukum merupakan kaidah, norma maupun yang
tertulis pada peraturan perundang undangan, guna menjadi pedoman dari tingkah laku
masyarakat.
2) Jenis data
Metode penelitian ini menjadikan data sekunder sebagai bahan penelitian yang
mencantumkan banyaknya penjelasan berguna, yang didapatkan dari buku, hasil
karya dan penelitian serupa, juga rancangan undang-undang.
8
Ibid, Hal. xvii.
9
Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, 2012, Kriminologi, Depok: Raja Grafindo Persada, Hlm. 10-11.
10
Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, 2012, Kriminologi, Depok: Raja Grafindo Persada, Hlm. 11-12
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menentukan faktor-faktor yang
menjadi sebab-musabah terjadinya kejahatan dan penjahat.11
Berdasarkan pada pandangan dari para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa
kriminologi adalah ilmu yang mengkaji permasalahan sosial yang terkait dengan kejahatan
dalam konteks interaksi sosial dalam masyarakat. Dari penjelasan tersebut, kita dapat
memahami bahwa kriminologi adalah ili yang mengeksplorasi topik seperti kejahatan itu
sendiri, motivasi di balik tindakan kejahatan, individu yang terlibat dalam kejahatan, dan
upaya untuk mengatasi kejahatan tersebut.
11
A.S Alam, 2010, Pengantar Kriminologi, Makassar: Refleks, Hlm. 2
Studi tentang bagaimana lembaga penegakan hukum bekerja, termasuk polisi,
kejaksaan, dan sistem peradilan pidana, adalah unsur penting dalam kriminologi.
7. Hukuman dan Rehabilitasi
Kriminologi juga mencakup pemahaman tentang hukuman dan upaya rehabilitasi
narapidana. Ini termasuk analisis tentang jenis hukuman, sistem penjara, dan alternatif
hukuman.
8. Pencegahan Kejahatan
Kriminologi mencoba untuk mengidentifikasi strategi pencegahan kejahatan yang
efektif, termasuk program-program sosial, pendidikan, dan intervensi.
9. Kebijakan Kriminal
Kriminologi juga mencakup evaluasi dan pengembangan kebijakan kriminal. Ini
melibatkan peran pemerintah dalam mengatur hukum, kebijakan, dan pendanaan
untuk mengatasi kejahatan.
10. Statistik Kriminal
Pengumpulan dan analisis data statistik kriminal adalah unsur penting dalam
kriminologi. Ini membantu dalam pemahaman tren kejahatan dan perbandingan
antar-negara.
11. Penelitian Kriminologi
Penelitian adalah unsur integral dalam pengembangan pengetahuan kriminologi. Ini
mencakup metode penelitian untuk memahami lebih baik kejahatan dan perilaku
kriminal.
Kriminologi menggunakan pendekatan ilmiah dan multidisiplin untuk
memahami, menjelaskan, dan mengatasi berbagai aspek kejahatan. Unsur-unsur di
atas membantu para kriminolog dalam analisis dan penanganan masalah kejahatan
dalam masyarakat.
12
Suharso dan Ana Retnoningsih, 2011, “Kamus Besar Bahasa Indonesia” Cv. Widya Karya, Semarang,
hlm.196
dengan sanksi oleh Negara sebagai kejahatan maupun pelanggaran, menurutnya ciri-ciri
kejahatan adalah sebagai berikut:
1) Kejahatan adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja, dalam pengertian ini
seseorang tidak dapat dihukum hanya karena pikirannya, melainkan harus ada suatu
tindakan atau kealpaan dalam bertindak. Kegagalan untuk bertindak dapat juga
merupakan kejahatan, jika terdapat suatu kewajiban hukum untuk bertindak dalam
keadaan tertentu, disamping itu juga harus ada niat jahat;
2) Merupakan pelanggaran hukum pidana;
3) Dilakukan tanpa adanya suatu pembelaan atau pembenaran yang diakui secara
hukum;
4) Diberi sanksi oleh Negara sebagai suatu kejahatan atau pelanggaran.13
13
M.Ali Zaidan, 2016, “Kebijakan Kriminal”, Sinar Grafika, Jakarta, 11-12.
14
Muladi dan Barda Nawawi. Op.cit. hlm 4.
2.2.3 Unsur - Unsur Kejahatan
Ada beberapa unsur yang biasanya terkait dengan kejahatan, dan unsur-unsur ini
dapat berbeda berdasarkan jenis kejahatan dan yurisdiksi hukum, tetapi unsur-unsur umum
yang biasanya terkait dengan kejahatan adalah:
1. Perilaku Melanggar Hukum
Unsur paling mendasar dalam kejahatan adalah bahwa seseorang melakukan tindakan
yang melanggar hukum yang berlaku di yurisdiksi tertentu. Ini bisa berupa perbuatan,
tindakan, atau kelalaian yang dilarang oleh hukum.
2. Mens Rea (Niat Jahat)
Sebagian besar jenis kejahatan memerlukan unsur niat jahat (mens rea), yang
menunjukkan bahwa pelaku memiliki niat atau kesengajaan untuk melakukan
tindakan yang melanggar hukum. Niat ini bisa berupa niat untuk mencuri, melukai,
menipu, atau melakukan tindakan ilegal lainnya.
3. Actus Reus (Perbuatan Ilegal)
Ini merujuk pada perbuatan fisik yang merupakan pelanggaran hukum. Actus reus
dapat berupa tindakan konkret, seperti mencuri barang, menyebabkan cedera fisik
pada orang lain, atau perbuatan ilegal lainnya.
4. Kausalitas
Dalam banyak kasus, harus ada hubungan sebab-akibat antara perbuatan ilegal (actus
reus) dan akibatnya. Ini berarti perbuatan ilegal tersebut harus menjadi penyebab
langsung atau faktor yang berkontribusi pada akibat yang merugikan.
5. Legalitas
Unsur ini mengacu pada prinsip bahwa kejahatan harus diatur oleh hukum yang telah
ditetapkan dan diumumkan sebelumnya. Tidak boleh ada hukum yang bersifat
retroaktif (berlaku surut) yang menyatakan tindakan yang sebelumnya sah sebagai
kejahatan.
6. Subjektivitas Penentuan Kejahatan
Unsur ini menunjukkan bahwa hanya individu yang dapat dianggap sebagai pelaku
kejahatan. Biasanya, entitas bisnis atau organisasi dapat dianggap bersalah melalui
agen atau perwakilan individu yang bertindak atas nama mereka.
7. Korban atau Kerugian
Banyak jenis kejahatan melibatkan adanya korban atau kerugian. Kejahatan seringkali
merugikan individu, kelompok, atau masyarakat, dan pelaku mungkin bertanggung
jawab untuk mengganti kerugian tersebut.
8. Pelecehan Hukum (Menyalahkan)
Pelaku kejahatan harus dinyatakan bersalah atas tindakan mereka dalam pengadilan
atau proses hukum yang sesuai. Ini melibatkan proses pengadilan yang adil dan
pengakuan bersalah.
9. Penyimpangan dari Norma Sosial
Kejahatan seringkali melibatkan tindakan yang dianggap sebagai penyimpangan dari
norma sosial yang diterima. Ini berarti bahwa perilaku tersebut melanggar norma-nilai
sosial yang berlaku di masyarakat.
Unsur-unsur ini dapat bervariasi berdasarkan yurisdiksi hukum, jenis
kejahatan, dan sistem hukum tertentu. Namun, unsur-unsur tersebut umumnya
digunakan sebagai kerangka kerja untuk menentukan apakah suatu tindakan dapat
dianggap sebagai kejahatan atau tidak.
15
Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit, Hlm. 123
Penganiayaan dalam Pasal 351 KUHPidana dan merusak barang
dalam Pasal 406 KUHPidana dan sebagainya.
b. Bersama-sama
Bersama-sama berarti tindakan kekerasan tersebut harus dilakukan
oleh sedikitnya dua orang atau lebih. Orang-orang yang hanya
mengikuti dan tidak benar-benar turut melakukan kekerasan tidak
dapat dikenakan Pasal ini.
Rumusan pada tiap pasal ketentuan hukum pidana orang
berkesimpulan bahwa dalam tindak pidana hanya ada seorang pelaku
yang akan dikenakan hukum pidana. Sering terjadi dalam praktek lebih
dari satu orang terlibat dalam peristiwa tindak pidana.Disamping
pelaku ada seorang atau lebih yang turut serta.
c. Terhadap Orang
Kekerasan itu harus ditujukan kepada orang, meskipun tidak akan
terjadi orang melakukan kekerasan terhadap diri atau barangnya sendiri
sebagai tujuan, kalau sebagai alat upaya-upaya untuk mencapai suatu
hal, mungkin bisa terjadi.
3.1 Faktor yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan kekerasan di ruang publik
pada tragedi Kanjuruhan
1. Kronologi Terjadinya Tragedi Kanjuruhan
Dalam menyambut acara Piala Presiden 2022, Pemerintah Malang telah
mempercantik Stadion Kanjuruhan, namun nahas justru telah terjadinya kerusuhan
setelah pertandingan Arema melawan Persebaya yang terjadi pada 1 Oktober 2022.
Kerusuhan itu terjadi karena suporter Arema merasa kecewa akan kekalahan dari klub
bola favorit mereka, yakni Persebaya berhasil mengalahkan Arema dengan skor 3-2.
Kemenangan tersebut merupakan kemenangan pertama Persebaya saat bertanding
dengan Arema, akibat hal tersebut suporter dari Klub Arema masuk kedalam lapangan
dan berusaha untuk mencari para pemain Arema untuk mengungkapkan kekecewaan
mereka karena menuntut klarifikasi akan kekalahan tersebut sejak 23 tahun tidak
pernah terkalahkan dengan lawan rivalnya yakni Persebaya.
Petugas keamanan dan polisi telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah
aksi kerusuhan tersebut, namun gagal akibat jumlah suporter Aremania lebih banyak
yang membuat para petugas keamanan dan polisi kewalahan. Setelah gagal
melakukan upaya pencegahan, suporter Arema mulai melemparkan berbagai benda
yang ada di lokasi, menghancurkan fasilitas pada stadion dan menghidupkan api di
area stadion yang mana sudah jelas ini perbuatan yang salah. Selanjutnya tindak lanjut
dari pihak kepolisian atas kerusuhan tersebut adalah menembakan gas air mata ke
beberapa titik tribun dan hal tersebut membuat para suporter Arema yang saat itu di
dalam lapangan maupun tribun melakukan evakuasi ke arah pintu keluar untuk
menghindari hal hal yang tidak diinginkan tersebut. Semua akses portal yang menjadi
pintu keluar justru dikunci sehingga menyebabkan penumpukan hingga penyempitan
dan asfiksia.
Sesaat setelah kerusuhan, segala akses yang bisa menjadi tempat evakuasi
darurat, akhirnya para pemain dari Arema membantu untuk mengevakuasi korban
yang berjatuhan di dalam stadion. Korban yang terdampak dari kerusuhan tersebut
dilarikan ke rumah sakit terdekat dengan kendaraan ambulans dan truk TNI, tak hanya
itu kerusuhan ini juga menyebabkan banyak korban jiwa. Tragedi ini pun sampai
menjadi perhatian dunia karena menjadi salah satu insiden terburuk dalam sejarah
sepak bola dunia. 16 Adapun penyebab terjadinya tragedi Kanjuruhan yakni :
1. Suporter Bola
Tragedi awal yang memicu kerusuhan ini dimulai ketika sekelompok
pendukung Arema memasuki lapangan pertandingan sebagai bentuk protes
dan ekspresi kekecewaan mereka terhadap tim favorit mereka yang mengalami
kekalahan pertama di kandang sendiri selama 23 tahun dalam kejuaraan Piala
Presiden 2022. Awalnya, jumlah suporter Arema yang ingin mengungkapkan
kritik masih dapat dikelola, tetapi situasinya berubah ketika semakin banyak
suporter masuk ke lapangan, yang akhirnya menciptakan ketegangan dan
suasana yang tidak kondusif.17 Hal tersebutlah yang menyebabkan pihak
keamanan dan kepolisian menjadi kewalahan dan keadaan tersebut menjadi
semakin rusuh dan menjadi salah satu penyebab awal mulanya tragedi
kanjuruhan itu terjadi.
2. Aparat Kepolisian
Meskipun pihak keamanan dan polisi berusaha keras untuk meredakan
kerusuhan, situasi menjadi semakin rumit karena jumlah personel keamanan
dan polisi yang hanya berjumlah 2.034 orang bentrok dengan massa yang
mencapai 42.588 orang selama pertandingan Arema vs. Persebaya.
Ketidakseimbangan ini membuat polisi kesulitan mengendalikan situasi dan
akhirnya menggunakan gas air mata sebagai respons terhadap tindakan anarkis
sebagian suporter Arema.
Upaya pemantik untuk menghentikan kerusuhan tersebut justru
menjadi pemantik kobaran api dan membuat kondisi menjadi semakin tidak
terkendali. Jika dilihat dari saksi mata suporter menyebut bn liga internasional,
dan parahnya adalah keanggotaan FIFA Indonesia akan dicabut secara
permanen.18 bahwa salah satu penyebab tragedi itu semakin memanas adalah
tindakan represif dari aparat kepolisian yang memukuli penonton. Respon dari
penembakan gas air mata tersebut juga menimbulkan gesekan yang memicu
para penonton berlarian untuk menghindari gas air mata tersebut. Hal tersebut
16
Pia Khoirotun Nisa, dkk. Aksi Komunikasi Dalam Teori Dan Praktik. (Jakarta : PT Mahakarya Citra Utama
Group, 2023) hlm. 148
17
https://www.solopos.com/penyebab-tragedi-kanjuruhan-dari-2-sisi-suporter-dan-polisi-1437996
18
https://www.antaranews.com/berita/3156441/menelaah-penerapan-aturan-fifa-dalam-tragedi-kanjuruhan
juga mengakibatkan penghimpitan kerumunan yang terjadi di pintu keluar
stadion sebagai jalur akses evakuasi para penonton laga tersebut. Di dalam
proses penumpukan itulah terjadi banyaknya penonton yang kehabisan
oksigen, sesak nafas, hingga memakan korban jiwa.19 Tindakan aparat
kepolisian ini sendiri terhadap para penonton yang ricuh sangat
membahayakan para penonton lainnya. Hal ini dianggap telah mengurangi
jaminan Hak Asasi Manusia berupa penjaminan rasa aman yang seharusnya
didapatkan oleh para penonton yang tidak bersalah.
Sumber: Detik.com
19
https://theconversation.com/pakar-jabarkan-3-penyebab-tragedi-kanjuruhan-kekerasan-polisi-komunikasi-buru
k-dan-pengaturan-stadion-yang-tidak-memadai-191779
Sumber: Portalbangkabelitung.com
Sumber: Merdeka.com
Sumber: Jakarta, CNN Indonesia
Tragedi yang terjadi di Kanjuruhan ini menurut para ahli dan analis
disebabkan oleh berbagai faktor. Berikut beberapa faktor yang diyakini berkontribusi
terhadap terjadinya kekerasan di ruang publik saat tragedi tersebut:
1. Langkah-langkah keamanan yang tidak memadai
Langkah-langkah keamanan yang diambil oleh pihak berwenang dianggap
tidak cukup untuk menangani kerumunan besar pendukung. Polisi tidak
siap menangani situasi ini, dan tidak ada cukup personel untuk
mengendalikan massa.20
2. Kurangnya pemahaman tentang psikologi kerumunan
Pihak berwenang tidak berpengalaman dalam psikologi kerumunan, yang
sangat penting dalam mengelola kerumunan besar. Memahami perilaku
orang banyak dapat membantu petugas keamanan mengambil tindakan
yang kompeten dan efektif ketika menghadapi mereka.21
20
Alison Hutton,”Pakar Jabarkan Tiga Penyebab Tragedi Kanjuruhan, Suporter Dinilai Bukan Faktor Utama”,
https://www.vice.com/id/article/xgy4j3/tiga-penyebab-tragedi-kanjuruhan-karena-panpel-dan-respons-aparat-me
nurut-guru-besar-keselamatan-inggris (diakses pada 17 Oktober 2023, pukul 15.20)
21
Alison Hutton,”Pakar Jabarkan Tiga Penyebab Tragedi Kanjuruhan, Suporter Dinilai Bukan Faktor Utama”,
https://www.vice.com/id/article/xgy4j3/tiga-penyebab-tragedi-kanjuruhan-karena-panpel-dan-respons-aparat-me
nurut-guru-besar-keselamatan-inggris (diakses pada 17 Oktober 2023, pukul 15.20)
3. Budaya kekerasan
Kekerasan adalah kejadian umum dalam pertandingan sepak bola di
Indonesia, dengan banyak laporan mengenai suporter yang menyerang
suporter tim lawan. Budaya kekerasan ini perlu diatasi oleh para
pemangku kepentingan, yang harus fokus pada pengembangan strategi
pencegahan yang dapat mengurangi dan mengantisipasi dampak negatif
dari peristiwa tersebut.22
4. Tindakan Represif oleh Aparat Kepolisian
Menurut beberapa laporan, polisi menggunakan kekuatan berlebihan
selama tragedi tersebut, yang mengakibatkan kematian lebih dari 100
pendukung. Hal ini digambarkan sebagai tindakan kekerasan yang
sistematis dan disengaja oleh pihak berwenang.23 salah satu pemicu
tragedi itu semakin memanas adalah tindakan represif dari aparat
kepolisian yang memukuli penonton. Respon dari penembakan gas air
mata tersebut juga menimbulkan gesekan yang memicu para penonton
berlarian untuk menghindari gas air mata tersebut. Hal tersebut juga
mengakibatkan penghimpitan kerumunan yang terjadi di pintu keluar
stadion sebagai jalur akses evakuasi para penonton laga tersebut. Di dalam
proses penumpukan itulah terjadi banyaknya penonton yang kehabisan
oksigen, sesak nafas, hingga memakan korban jiwa.
Maka dari itu, yang terjadi di Kanjuruhan disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain pengamanan yang tidak memadai, kurangnya pemahaman psikologi massa,
budaya kekerasan, dan kebrutalan polisi. Mengatasi faktor-faktor ini sangat penting
untuk mencegah kejadian serupa terjadi di masa depan.
Segala perbuatan atau tingkah laku manusia atau masyarakat itu pada dasarnya
selalu diatur dan dibatasi oleh regulasi yang ada atau disebut hukum positif. Hal ini
22
Budi Setiawan, “Tragedi Kanjuruhan, Budaya Pembiaran, dan Tantangan ke Depan”,
https://sport.detik.com/aboutthegame/umpan-silang/d-6549083/tragedi-kanjuruhan-budaya-pembiaran-dan-tanta
ngan-ke-depan (diakses pada tanggal 17 Oktober 2023, pukul 16.10)
23
Isnaya Helmi, “Tragedi Kanjuruhan, Kontras: Aparat Lakukan Kekerasan secara Sengaja dan Sistematis”,
https://www.kompas.tv/nasional/336452/tragedi-kanjuruhan-kontras-aparat-lakukan-kekerasan-secara-sengaja-d
an-sistematis?page=all (diakses pada tanggal 17 Oktober 2023, pukul 17.05)
karena hukum dan masyarakat memiliki keterkaitan yang satu sama lainnya tidak
pisah dipisahkan sedikitpun. hadirnya masyarakat, membuat hadirnya juga hukum
untuk pengaturan dalam berperilakunya. Hal tersebut dimaksudkan demi kedisiplinan
perilaku, sehingga hadirnya hukum dalam masyarakat ini membuat masyarakat
menjadi sadar dan paham mengenai batas batas pedoman norma yang mana yang
dapat dilakukan dan yang mana yang menyimpang dengan hal yang seharusnya.
Situasi pecinta sepak bola di Indonesia berdasarkan analisa berbagai peristiwa kelam
yang terungkap di berbagai media, menunjukkan bahwa para pemainnya sangat antusias
dengan klub kebanggaannya. Dari sekian banyak penelitian dan makalah relevan yang
dibahas di atas, hasilnya menunjukkan ketertarikan terhadap jenis kekerasan dan agresi
berdasarkan fenomenologi, banyak alasan yaitu pihak yang mendukung masih belum yakin.
Tidak bisa menerima kekalahan, mudah terprovokasi, menyimpan dendam, mengikuti pola
dan mempertahankan wilayah.
Pada pembahasan ini ada dua faktor yang akan dibahas yaitu tentang provokasi dan
kekerasan sehingga menimbulkan dinamika ke arah negatif. Provokasi yang dianggap
menyimpang dan mempengaruhi stereotip dari suporter tersebut. Provokatif sendiri umumnya
masyarakat memandang aktivitas suporter sepakbola akan memicu timbulnya agresivitas
yang merugikan banyak pihak, dan terkesan abai terhadap kohesivitas yang bersifat positif
dari kehadiran suporter sepakbola, Perilaku tersebut umumnya dipengaruhi dari fanatisme
yang berlebihan, namu penting untuk digaris bawahi bahwa fanatisme belum tentu
berdampak positif bagi tim yang didukung, loyalitas supporter terbukti memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap 125 fanatisme, sedangkan fanatisme tidak mampu menjadi faktor
yang dapat menguatkan loyalitas supporter. Penting juga untuk lebih diperhatikan adalah
adanya pendukung dan atau penonton dari kalangan anak-anak, wanita dan orang tua
sehingga semua pihak harus sadar dan memberikan rasa aman dan nyaman selama menonton
pertandingan sepakbola, Kebutuhan akan adanya rasa aman termasuk dalam faktor yang
memotivasi perempuan untuk bergabung dalam kelompok suporter. Adapun reaksi berlebihan
yang saat ini hangat diperbincangkan di seluruh dunia adalah rasisme, upaya perjuangan
melawan bentuk-bentuk diskriminasi ras dianggap sebagai upaya dalam menciptakan
keadilan di dunia mengalami banyak tantangan,
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang pada tanggal 1 Oktober 2022
telah menjadi subjek dari beberapa investigasi dan penelitian. Tragedi Kanjuruhan tergolong
dalam kategori kejahatan terhadap kemanusiaan, dimana pengaturannya telah ada jelas pada
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, berdasarkan tinjauan dari bentuk serangan
yang terjadi di Stadion Kanjuruhan yaitu adanya sebuah tindakan pembunuhan dan
penyiksaan. Tragedi terjadi karena jumlah suporter yang masuk kedalam lapangan semakin
bertambah jumlahnya dan mengakibatkan suasana menjadi tidak kondusif, sehingga pihak
keamanan dan kepolisian menjadi kewalahan. Meskipun pihak keamanan dan polisi berusaha
keras untuk meredakan kerusuhan, situasi menjadi semakin rumit karena jumlah personel
keamanan dan polisi yang hanya berjumlah 2.034 orang bentrok dengan massa yang
mencapai 42.588 orang selama pertandingan Arema vs. Persebaya. Ketidakseimbangan ini
membuat polisi kesulitan mengendalikan situasi dan akhirnya menggunakan gas air mata
sebagai respons terhadap tindakan anarkis sebagian suporter Arema. Menurut beberapa
laporan, polisi menggunakan kekuatan berlebihan selama tragedi tersebut, yang
mengakibatkan kematian lebih dari 100 pendukung. Hal ini digambarkan sebagai tindakan
kekerasan yang sistematis dan disengaja oleh pihak berwenang. Salah satu pemicu tragedi itu
semakin memanas adalah tindakan represif dari aparat kepolisian yang memukuli penonton.
Respon dari penembakan gas air mata tersebut juga menimbulkan gesekan yang memicu para
penonton berlarian untuk menghindari gas air mata tersebut. Hal tersebut juga mengakibatkan
penghimpitan kerumunan yang terjadi di pintu keluar stadion sebagai jalur akses evakuasi
para penonton laga tersebut. Di dalam proses penumpukan itulah terjadi banyaknya penonton
yang kehabisan oksigen, sesak nafas, hingga memakan korban jiwa.
Tragedi Kanjuruhan merupakan pelanggaran HAM yang terjadi akibat tata kelola
yang diselenggarakan dengan cara tidak menjalankan, menghormati dan memastikan prinsip
dan norma keselamatan dan keamanan. Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF
menyatakan bahwa tragedi terjadi karena ketidakprofesionalan penyelenggara liga sepak bola
nasional, yang tidak memahami tugas dan peran masing-masing, cenderung mengabaikan
berbagai peraturan dan standar yang sudah dibuat sebelumnya, serta saling melempar
tanggung jawab pada pihak lain. Langkah pimpinan Polri yang telah melakukan proses
pidana dan tindakan administrasi dengan melakukan demosi sejumlah pejabat, sudah
menjawab sebagian harapan masyarakat dan patut diakui
4.2 SARAN
Adriani, G. A. (2011). Kajian Kriminologis Aksi Kekerasan Suporter Sepakbola (Studi Kasus
Kerusuhan 12 Februari 2010 Di Stadion Mandala Krida Yogyakarta).
Al Manfaluti, B. (2012). Representasi Identitas Suporter Dalam Logo Viking Persib. Jurnal
Urban Vol. 1, No. 1, Juli-Desember 2017: 1-114.
Altungul, O., & Karahüseyinoğlu, M. F. (2017). Determining the Level of Fanaticism and
Football Fanship to University Athletes. 5(11), 171–176.
https://doi.org/10.11114/jets.v5i11.2742
Brooks, J. G., Equitable, M., Brooks, B. J. G., & Carolina, N. (2011). Discomfort as a
Necessary Bearing the Weight : 43–62.
Darmawan, T. A. (2018). Perilaku Agresif Pada Suporter Sepak Bola Di Kabupaten Sleman.
Muhammadiyah, A., & Tri, Y. (2022). Hubungan antara Fanatisme dengan Perilaku Agresi
pada Suporter Sepak Bola
PSM Makassar. Prosiding Seminar Nasional Dan Call for Paper Psikologi Dan Ilmu
Humaniora
(SENAPIH 2022) Malang, 21 Mei 2022 Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Malang,
Senapih, 165–177. Nur Halimah, Suryanto, D. E. S. (2019). Perilaku Agresi Penonton
Sepak Bola Ditinjau Dari Harga Diri dengan Kiu Agresi Sebagai Variabel Antara. 45.
Prasetyo, Dhimas Suryo. (2013). Anak Di Bawah Umur Dilihat Dari Segi Kriminologis (
Studi kasus kerusuhan suporter antara PASOEPATI vs BCS di Stadion Maguwoharjo ,
Sleman ). Recidive Vol. 2 No. 1 Januari - April 2013, 2(1), 29–38.
Prasetyo, Dimas Suryo. (2013). Tinjauan Kriminologis Aksi Kekerasan Antar Suporter
Dalam Pertandingan Sepakbola Yang Dilakukan Oleh Suporter Anak. Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Prasetyo, P. D. (2011). Interaksi Sosial Dalam Komunitas Suporter Sepak Bola Pasoepati
Solo. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Sandra, A. U., Hidayat, E. R., & Unhan, U. P. (2019). Resolusi Konflik antara Suporter
Persib dan Persija dari Perspektif Sosiokultural. Jurnal Al-Adyan Volume 6 Nomor 2
2019.
Setyaji, F. (2013). Konflik Suporter PSIS Semarang antara Kelompok Suporter Panser Biru
dengan Snex. Wijanako, A. S., Wahyudi, I., & Harahap, D. H. (2021). Peran
Koordinator dalam Menekan Agresivitas Suporter. Jurnal Psikologi, Vol. 17, No 2,
2021, 17-29 P-ISSN: 1858-3970, E-ISSN: 2557-4694, 17(2), 17–29.