Oleh:
Nurul Risqiyah Hasbansyah Putri
17112144028
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018
ABSTRAK
Era globalisasi ini media komunikasi yang paling berkembang pesat
seolah tidak ada batas lagi untuk berhubungan dengan seseorang di belahan bumi
yang lain. Hal ini bisa menjadi baik tetapi juga bisa menjadi buruk untuk kita.
Kejahatan serta kebaikan bisa tersebar dengan cepat, tergantung kita akan
menyebarkan yang mana. Ada baiknya bila teknologi ini digunakan untuk
menyebarkan hal yang positif, seperti perilaku menolong sesama manusia.
PENDAHULUAN
Prososial di Indonesia
Mahasiswa adalah penerus bangsa di masa yang akan datang,
sehingga jika sejak kuliah mereka terbiasa dengan perilaku yang tidak
prososial atau bahkan antisosial, tidak mengherankan bila setelah lulus
mereka cenderung akan dengan mudah mengutamakan sikap
individualistik, melakukan pengabaian terhadap sesama, atau bahkan
melakukan tindakan kekerasan, kriminalitas, dan perilaku antisosial yang
lainnya. Pada tingkatan pribadi, perilaku antisosial dapat terwujud dengan
tindakan bunuh diri, yaitu suatu cara mengakhiri hidup dengan membunuh
diri sendiri akibat depresi, atau setidaknya mencoba bunuh diri. Selain
bunuh diri, ada juga perbuatan tidak senonoh kepada lawan jenis, mencuri
kecil-kecilan, minum-minuman keras, sikap agresif dan penuh kekerasan,
penggunaan narkoba, perusakan fasilitas umum atau pembunuhan terhadap
orang lain.
Kenyataan yang ada di era globalisasi seperti sekarang, mahasiswa
dihadapkan pada persoalan interaksi sosial. Salah satunya kasus
mahasiswa adalah tawuran yang melibatkan bentrokan di antara kelompok
mahasiswa yang bertikai. Tawuran menjadi salah satu indikasi adanya
perilaku agresif baik sebagai individu maupun kelompok, yang tidak lagi
mencerminkan perilaku prososial seperti adanya perilaku berbagi dalam
kesedihan dan bekerja sama.
PEMBAHASAN
A. Definisi Prososial
Perilaku prososial sering dikenal dengan perilaku menolong.
Menurut KBBI arti dari kata menolong adalah membantu meringankan
beban untuk dapat melakukan sesuatu. Baron (2014) menuliskan dalam
bukunya Social Psychology: Thirteenth Edition bahwa perilaku prososial
tidak bisa lepas dari adanya rasa empati. Empati yang dimaksud adalah
seperti merasakan perasaan yang sama seperti orang lain.
Baron (2014) juga menuliskan hipotesis tentang empati-altruisme
yang merujuk pada tindakan menolong dimotivasikan semata-mata karena
keinginan untuk membantu seseorang yang membutuhkan dengan segala
risiko yang akan diterima penolong. Dalam penelitian yang dilakukannya
mengenai empati, menunjukkan hasil bahwa orang yang mempunyai rasa
empati tinggi akan memiliki rasa menolong yang tinggi. David G Myers
(2013) dalam bukunya Social Psychology menunuliskan bahwa altruisme
dapat diartikan sebagai motif untuk menolong kesejahteraan orang lain
tanpa memperhatkan diri sendiri.
B. Peran Media
GLM (dan pendahulunya, model umum agresi) adalah sebuah
model perilaku sosial yang telah diterapkan untuk memperhitungkan
Kapan dan mengapa eksposur media memunculkan respon perilaku
(Buckley & Anderson, 2006; Bangsa et al., 2009; Greitemeyer, 2011).
Menurut model ini, variable orang (seperti seks) dan variable situasi
(seperti eksposur media) mungkin secara independen dan beberapa kali
interaktif mempengaruhi keadaan internal seseorang, terdiri dari kognisi,
persuasi, dan gairah yang terkait dengan media konten. Keadaan internal
ini mempengaruhi bagaimana peristiwa yang dirasakan dan ditafsirkan,
yang pada gilirannya mempengaruhi respon perilaku. Menurut GLM,
tergantung pada isi media terkait, negatif atau positif efek eksposur media
sosial perilaku yang diharapkan.
Efek dari bermain video game dengan konten prososial (di mana
tujuan utama adalah untuk mendapatkan keuntungan lain) pada hasil
prososial dan antisosial telah tercatat dalam serangkaian penyelidikan
empiris. Gentile dan rekan (2009) dalam Greitermeyer (2011)
menyediakan tes korelasional, longitudinal, dan eksperimental dari
hipotesis bahwa bermain video game prososial berhubungan dengan
perilaku prososial. Dalam sebuah penelitian korelasional pertama, Gentile
dan rekan (2009) menemukan bahwa paparan video game prososial secara
bermakna dikaitkan dengan perilaku menolong, kerjasama dan berbagi,
dan empati. Dua sampel memanjang lebih lanjut mengungkapkan bahwa
paparan prososial video game secara signifikan mempengaruhi perilaku
prososial 3 sampai 4 bulan kemudian. Akhirnya, studi eksperimental
menunjukkan bahwa prososial (relatif terhadap netral) paparan video
game, perilaku menolong meningkat dan cenderung menurunkan agresi.
Namun, karena menolong dan agresi memiliki skor yang bergantung, tidak
sepenuhnya jelas apakah penelitian ini menunjukkan efek paparan video
game terhadap perilaku prososial dan atau agresif. Selain itu, Gentile dan
rekan tidak langsung menguji mekanisme psikologis video game prososial
mana yang meningkatkan perilaku prososial.
DAFTAR PUSTAKA