PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
Alan Auliyah M
110111409587
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Perumusan
D. Hipotesis Penelitian
E. Kegunaan Penelitian
G. Definisi Operasional
Pengertian Media
2.
3.
10
B. Film
1.
Pengertian Film
11
2.
Kelebihan Film
11
3.
Keterbatasan Film
12
C. Empati
1.
Pengertian Empati
12
2.
Komponen-Komponen Empati
14
3.
17
4.
Proses Empati
18
20
22
B. Sampel
24
C. Instrumen Penelitian
24
D. Rancangan Penelitian
24
E. Pengumpulan Data
26
26
Dafar Rujukan
28
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
seseorang. Melalui pendidikan seseorang bisa meningkatkan kualitas hidupnya.
Sebuah negara bisa dikatakan maju jika mempunyai kualitas pendidikan yang
baik. Kualitas pendidikan dikatakan baik jika bisa mengembangkan potensi
sumber daya manusia yang ada. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3
menyatakan bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Memasuki era globalisasi dan modernisasi banyak sekali dijumpai hambatan
dalam mewujudkan tujuan pendidikan seperti diatas. Kemajuan teknologi yang
canggih sudah membuat para remaja lupa diri dan menjadi lebih individualis.
Kebanyakan remaja sekarang cenderung lebih suka berhubungan lewat internet
daripada bertemu secara langsung (face to face). Di lingkungan sekitar peneliti
banyak dijumpai orang-orang yang dalam berinterasi lebih suka memakai gadget
mereka daripada berbicara langsung. Hal tersebut membuat mereka lebih terfokus
dengan gadget mereka daripada dengan lingkungan sekitarnya. Mereka tidak
perduli dengan apa yang terjadi disekitar mereka. Selain membuat individu
1
remaja itu bisa berdampak buruk pada kehidupan sosial para remaja. Beberapa
perilaku remaja yang menunjukkan sudah berkurangnya rasa kepedulian
sosialnya antara lain adalah maraknya kekerasan di sekolah, tidak peduli dengan
orang lain, dan banyak masih banyak lagi. Jika semua itu dibiarkan saja maka
akan membuat perkembangan moral dan soisal remaja akan mengahadapi
permasalahan.
Masa remaja merupakan periode transisi antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa. Masa remaja tidak hanya ditandai dengan perubahan-perubahan fisik
tetapi juga dengan timbulnya perubahan-perubahan psikis. Menurut WHO (dalam
Sarwono, 2011) definisi remaja adalah individu yang mengalami perkembangan
psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Para remaja
kebanyakan masih sangat labil dan masih dalam taraf pencarian identitas atau jati
diri. Remaja adalah pewaris bangsa dimasa depan. Oleh karena itu, sudah
selayaknya mereka mendapatkan perhatian lebih, terutama di dalam bidang
pendidikan formal. Sekolah adalah salah satu lembaga pendidikan formal sebagai
tempat untuk membimbing, mendidik, dan mengembangkan potensi peserta didik
dalam mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan yang diberikan kepada remaja
tidak cukup hanya terfokus pada aspek kognitif saja. Disisi lain aspek non
kognitif juga tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
Perilaku sosial adalah salah satu aspek non kognitif yang sering dilupakan
peranannya. Indikasi perilaku sosial yang baik adalah seperti sopan santun, saling
tolong-menolong, memberi sedekah, suka bekerjasama, menghormati orang tua,
memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakannya. Pemahaman ini akan
menjadi tali perekat dalam hubungan sosial, dan meningkatkan kualitas
hubungan.
Menurut Eisenberg (dalam Taufik, 2012) dalam proses individu berempati
melibatkan aspek afektif dan kognitif. Aspek afekif merupakan kecenderungan
seseorang untuk mengalami perasaan emosional orang lain yaitu ikut merasakan
ketika orang lain merasa sedih, menangis, terluka, menderita bahkan disakiti
sedangkan aspek kognitif dalam empati difokuskan pada proses intelektual untuk
memahami perspektif orang lain dengan tepat dan menerima pandangan mereka,
misalnya membayangkan perasaan orang lain ketika marah, kecewa, senang,
memahami keadaan orang lain dari cara berbicara, dari raut wajah dan cara
pandang dalam berpendapat.
Berdasarkan pengamatan peneliti akhir-akhir ini, banyak dijumpai tindakantindakan kekerasan yang dilakukan oleh para pelajar. Misalnya saja kasus
kekerasan (bullying) yang dilakukan oleh para senior terhadap junior saat
kegiatan masa orientasi di ITN. Selain itu aksi tawuran yang sering dilakukan
oleh para pelajar di Jakarta dan masih banyak lagi. Kasus-kasus kekerasan yang
dilakukan oleh remaja atau pelajar saat ini, salah satu faktor penyebabnya adalah
tingkat empati remaja atau remaja yang rendah. Empati mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan perilaku pro-sosial. Remaja dapat berbagi perasaan
dengan orang lain dalam suasana suka maupun duka, kesediaan memberikan
bantuan kepada orang lain baik materiil maupun moril dan juga kesediaan untuk
bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya suatu tujuan.
Dalam hal ini bimbingan dan konseling mempunyai peran yang sangat penting
untuk mengembalikan rasa peka terhadap sesama. Menurut Hamrin dan Clifford
(dalam Prayitno, 2008) tujuan BK di sekolah adalah untuk membantu individu
membuat pilihan-pilihan dan
pengalaman hidup.film bisa menyajikan hal-hal yang baru dan berguna. Melalui
film, orang bisa memperlajari tatanan kehidupan serta perilaku baru.
Berdasarkan permasalah diatas, maka media film dianggap mampu untuk
meningkatkan empati sosial remaja karena film merupakan salah satu media
bimbingan yang mampu menginspirasi siswa yang pada akhirnya mampu
meningkatkan empati sosial remaja. Atas dasar pemikiran tersebut maka peneliti
mencoba melakukan penelitian tentang efektivitas penggunaan media film dalam
meningkatkan empati siswa SMP.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat ditentukan bahwa rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah penggunaan media film dapat meningkatkan
empati siswa?.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan media
film dalam meningkatkan empati siswa.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah penggunaan media film
efektif dalam meningkatkan empati remaja
E. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat berguna untuk mengetahui apakah penggunaan media
film efektif dalam meningkatkan empati remaja. Selain itu, penelitian ini
2. Media Film
Media film adalah alat pemberi dan penyalur sebuah informasi tertentu
melalui film untuk memberikan efek positif yang dapat merangsang
pikiran, perasaan, dan perhatian remaja. Dalam hal ini, film yang
digunakan adalah film yang memuat nilai-nilai empati. Penggunaan
media akan semakin besar manfaatnya jika digunakan secara kreatif dan
inovatif.
BAB 1I
KAJIAN PUSTAKA
A. Media
1. Pengertian Media
Kata media berasal dari kata latin, merupakan bentuk jamak dari kata
medium. Secara harfiah kata tersebut mempunyai arti perantara atau pengantar.
Miarso (dalam Nursalim, M., & Mustaji. 2010) menyatakan media adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar. Menurut Heinich
(dalam Nursalim, M., & Mustaji. 2010) media merupakan alat saluran
komunikasi. Heinich mencontohkan media ini seperti film, televisi, diagram,
bahan tercetak (printed materials), komputer, dan instruktur. Contoh media
tersebut bisa dipertimbangkan sebagai media bimbingan dan konseling jika
membawa pesan-pesan (messages) dalam rangka mencapai tujuan bimbingan dan
konseling.
Media bimbingan dan konseling adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan bimbingan dan konseling yang dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa/konseli untuk
memahami diri, mengarahkan diri, mengambil keputusan serta memecahkan
masalah yang dihadapi. Media bimbingan dan konseling selalu terdiri atas dua
unsur penting, yaitu unsur peralatan (hardware) dan unsur pesan yang dibawanya
(message/software). Hardware adalah sarana/peralatan yang digunakan untuk
menyajikan pesan/bahan bimbingan dan konseling tersebut. Sedangkan software
9
10
lambang kata
lambang visual
rekaman dan radio
gambar hidup
televisi
pameran museum
darmawisata
percontohan
pengalaman dramatis
pengalaman tiruan
pengalaman langsung
11
12
13
menyajikan pesan audiovisual dan gerak. Oleh karenanya, film memberikan kesan
yang impresif bagi pemirsanya.
Ada beberapa jenis film, diantaranya film bisu, film bersuara, dan film
gelang yang ujungnya saling bersambungan dan proyeksinya tak memerlukan
penggelapan ruangan.
2. Kelebihan
Kemampuan film dalam memanipulasi waktu dan ruang sangat penting
dalam proses pembelajaran. Beberapa keuntungan film dalam pembelajaran antara
lain :
1. Sangat bagus untuk menerangkan suatu proses
2. Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.
3. Memberikan kesan yang mendalam, yang dapat mempengaruhi sikap
siswa.
4. Kemampuan film dalam melakukan hal mengadakan close-up,
timelapse, dan lain-lain. Karakteristik yang dimilikinya sangat
menarik perhatian siswa untuk mengamati secara teliti suatu bagian
tertentu dari materi pembelajaran.
5. Film adalah media pembelajaran yang cocok untuk kelompok
heterogen, kelompok kecil maupun besar, dan individual.
3. Keterbatasan
Sebagaimana halnya dengan media yang lain, maka film pun tidak luput
dari kekurangan tersebut, yakni :
14
15
mereka adalah Kohut. Kohut melihat empati sebagai suatu proses di mana
seseorang berpikir mengenai kondisi orang lain yang seakan-akan dia berada pada
posisi orang lain itu. Selanjutnya, Kohut melakukan penguatan atas definisinya itu
dengan mengatakan bahwa empati adalah kemampuan berpikir objektif tentang
kehidupan terdalam dari orang lain.
Sementara itu, Carl Rogers yang sangat aktif menggeluti dunia terapi
menawarkan dua konsepsi.pertama, dia menulis empati adalah melihat kerangka
berpikir internal orang lain secara akurat. Kedua, dalam memahami orang lain
tersebut individu seolah-olah masuk dalam diri orang lain sehingga bisa
merasakan dan mengalami sebagaimana yang dirasakan dan dialami oleh orang
lain itu, tetapi tanpa kehilangan identitas dirinya sendiri. Definisi Rogers ini
sangat penting terutama pada kalimat tanpa kehilangan identitas dirinya sendiri.
Kalimat itu mengandung pengertian meskipun individu menempatkan dirinya
pada posisi orang lain, namun dia tetap melakukan kontrol diri atas situasi yang
ada, tidak sibuat-buat, dan tidak hanya dalam situasi orang lain itu.
Selanjutnya pada tahun 1975, dalam artikelnya yang berjudul Emphatic:
An Unappreciated Way of Being. Rogers menuliskan pengertian empati sebagai
sebuah proses, yaitu :
Entering the private perceptual world of the other and becoming
thoroughly at home in it. It involves being sensitive, to the changing felt
meanings which flow in this other person. It means temporarily living on
his or her life, moving about in it delicately whitout making judgement,
sensing meanings of which he or she is scarcely aware. It includes
16
communicationing your sensing of his or her world as you look with fresh
and unfrightened eyes at element of which the individual is fearful. To be
with another in this way means that for the time being you lay aside the
views and values you hold for yourself in order to enter another world
without prejudice.
Definisi yang ditawarkan oleh Rogers tersebut lebih lengkap dibandingkan
dengan definisi yang dibuat oleh Allport maupun Kohut. Tetapi dalam definisi
tersebut Rogers belum menjelaskan tentang bagaimana memasuki situasi orang
lain tanpa ia terhanyut di dalamnya, apakah itu melibatkan komponen kognitif
atau afektif, amupu kedua-duanya. Namun demikian, tawaran pengertian Rogers
tersebut telah memberikan gambaran bahwa empati harus disampaikan secara
tulus kepada orang lain. Dia pun membedakan antara empati yang sebenarnya dan
empati yang dilakukan dengan prasangka.
Pada periode berikutnya, Parson (dalam Taufik. 2012) menjelaskan konsep
empati sebagai social insight, interpersonal judgement, social cognition,
judgement of emotions, person perception, judge of personality, and interpersonal
sensitivity. Selain itu, para peneliti juga telah mendefinisikan empati sebagai skill
dan bagian dari kepribadian. Empati disebut pula sebagai salah satu trait yang
fundamental yang meliputi one of human basic attributes supportive of social life.
Ilmuan lainnya mendefinisikan empati sebagai karakter afektif yang
mempengaruhi pengalaman terhadap emosi orang lain. Sebagai konsep kognitif,
Hogan mendeskripsikan empati dalam istilah global sebagai kemampuan
intelektual atau imajinatif terhadap kondisi pikiran dan perasaan orang lain.
17
18
19
20
c. Komponen Komunikatif.
Beberapa teoritikus menambahkan komponen ketiga dari empati yaitu
komunikatif. Munculnya komponen ini didasarkan pada asumsi awal
bahwa komponen afektif dan kognitif akan tetap terpisah bila
keduanya tidak terjadi komunikasi. Teoritikus lainnya mengatakan
yang dimaksud dengan komunikatif adalah perilaku yang
mengekspresikan perasaan-perasaan empatik. Menurut Wang, dkk
(dalam Taufik. 2012) komponen empati komunikatif adalah ekspresi
dari pikiran-pikiran empatik (intellectual empathy) dan perasaanperasaan (empathic emotions) terhadap orang lain yang dapat
diekspresikan melalui kata-kata dan perbuatan.
3. Faktor-faaktor yang Mempengaruhi Empati
Beberapa faktor baik psikologis maupun sosiologis yang mempengaruhi
proses empati adalah sebagai berikut, antara lain :
a.
Sosialisasi
Perkembangan Kognitif
21
Komunikasi
22
untuk memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain,
atau kemampuan untuk memahami apa yang terjadi pada orang lain.
Juga dipengatuhi oleh riwayat pembelajaran individu sebelumnya
termasuk sosialisasi terhadap nilai-nilai yang terkait dengan empati.
Namun, karakteristik yang paling penting adalah perbedaan individual
di mana ada individu-individu yang secara natural cenderung untuk
berempati terhadap situasi yang dihadapi.
b. Processes.
Terdapat tiga jenis proses empati, yaitu non-cognitive processes,
simple cognitive processes, dan advance cognitive processes. Pertama,
non cognitive processes. Pada proses ini terjadinya empati disebabkan
oleh proses-proses non kognitif, artiya tanpa memerlukan pemahaman
terhadap situasi yang terjadi.
Kedua, simple cognitive processes. Pada jenis empati hanya
membutuhkan sedikit proses kognitif. Misalnya bila seseorang melihat
tanda-tanda kurang nyaman pada orang lain atau pada saat itu antara
observer dan target keduanya sama-sama berada pada situasi yang
kurang nyaman akan membuat observer mudah berempati.
Ketiga, advance cognitive processes. Berbeda halnya dengan proses
yang pertama dan kedua, pada proses ini kita dituntut untuk
mengerahkan kemampuan kognitif kita. Hoffman (dalam Taufik.
2012) menyebutkan dengan language mediated association, di mana
munculnya empati merupakan akibat dari ucapan atau bahasa yang
disampaikan oleh target.
23
c. Intrapersonal Outcomes.
Hasil dari proses berempati salah satunya adalah hasil intrapersonal,
terdiri atas dua macam: affective outcomes dan non affective
outcomes. Affective outcomes dibagi lagi ke dalam dua benruk, yaitu
parallel dan reactive outcomes. Parallel outcomes atau emotion
matching, yaitu adanya keselarasan antara yang kita rasakan dengan
yang dirasakan atau dialami oleh orang lain. Misalnya kita dapat
memahami masalah sesungguhnya yang dialami oleh target. Kita
melakukan protes atau marah ketika melihat target diperlakukan
secara tidak adil.
Reactive outcomes didefinisikan sebagai reaksi-reaksi terhadap
pengalaman-pengalaman orang lain yang berbeda. Dalam banyak
kasus reactive outcomes cenderung mengarah kepada cognitive
process dibandingkan dengan parallel outcomes. Menurut Davis
(dalam Taufik. 2012) parallel outcomes dapat terjadi dari
pengalaman-pengalaman primitif atau pengalaman-pengalaman
sebelumnya, sedangkan reactive outcomes target melakukan diskusi
untuk mencerna kondisi orang lain.
d. Interpersonal Outcomes.
Bila intrapersonal outcomes itu berefek pada diri observer, maka
interpersonal outcomes berdampak kepada hubungan antara observer
dengan target. Salah satu bentuk dari interpersonal outcomes adalah
munculnya helping behavior (perilaku menolong). Interpersonal
outcomes tidak sekadar mendiskusikan apa yang dialami oleh orang
24
lain, sebagaimana pada parallel dan reactive outcomes, lebih jauh dari
itu interpersonal outcomes dapat menimbulkan perilaku menolong.
Selain perilaku menolong, empati juga dihubungkan dengan perilaku
agresif. Menurut Davis empati berhubungan negatif dengan perilaku
agresif. Semakin baik akurasi empati maka akan semakin kecil
terjadinya perilaku agresif.
D. Efektifitas Penggunaan Media Film dalam Meningkatkan Empati Siswa.
Empati adalah bagaimana seorang individu melihat dan memahami
kerangka berpikir internal orang lain secara mendalam dan akurat, dan dalam
memahami pemikiran orang lain tersebut individu itu seolah-olah masuk ke dalam
diri orang lain tersebut sehingga bisa merasakan dan mengalami sebagaimana
yang dirasakan dan dialami oleh orang lain, tapi tanpa kehilangan identitas dirinya
sendiri. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menerapkan penggunaan media
film dalam meningkatkan empati siswa SMP.
Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media
komunikasi massa pandang dan dengar yang dibuat berdasarkan asas
sinematografi. Peneliti menggunakan media film ini karena film mempunyai
kelebihan yakni pada perumpamaan dan pemodelan yang ada pada cerita,
sehingga mampu menginspirasi penikmat film tanpa disadari olehnya. Baik untuk
menyelesaikan suatu masalah ataupun saat memperlajari sesuatu yang baru.
Dalam teori yang dijelaskan oleh bandura, proses mengamati dan meniru
perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Dalam
melakukan pengamatan tersebut, terdapat aspek kognitif yang menjadi dasar
25
timbulnya tingkah laku yang sesuai dengan apa yang telah diamati. Pada modeling
ini, kita tidak sepenuhnya meniru dan mencontoh perilaku dari orang orang
tersebut, namun kita juga memperhatikan hal hal apa saja yang baik semestinya
untuk ditiru atau dicontoh dengan cara melihat bagaimana reinforcement atau
punishmentnya yang akan ditiru.
Menurut Bandura terdapat empat proses yang terlibat di dalam
pembelajaran melalui pendekatan modeling, yaitu perhatian (attention),
pengendapan (retention), reproduksi motorik (reproduction), dan penguatan
(motivasi).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian.
Penelitian eksperimen adaah salah satu metode yang memerlukan
persyaratan paling ketat, guna memperoleh tujuan penelitian khususnya untuk
menentukan hubungan sebab akibat atau causal-effect relationship. Penelitian
eksperimen bertujuan untuk mengetahui efek suatu variabel melalui manipulasi
atau pengendalian terhadap suatu kelompok subjek. Rancangan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest-posttest Group Design. Dalam
desain ini efek suatu perlakuan terhadap variabel akan diuji dengan cara
membandingkan keadaan variabel pada kelompok eksperimen sebelum dan
setelah dikenai perlakuan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan cinema
education untuk meningkatkan empati siswa. Rancangan penelitian dapat dilihat
pada Tabel 1.1.
Tabel 3.1 Pretest-posttest Group Design
Group
Pretest
eksperimen
Ge
O1
Pemeberian
perlakuan
X
Posttest
O2
Keterangan :
Ge : subjek yang diteliti
O1 : pengukuran pertama sebelum subjek diberikan perlakuan
26
27
posttest
28
29
Perlakuan
Rincian kegiatan
waktu
n
1.
Membina
1. Salam pembuka
hubungan
2. Berdoa
baik
3. Memperkenalkan
30 menit
diri
4. Menjelaskan secara
rinci
tentang
Penayanga
1. Pembukaan
50 menit
n film
2. Penayangan film
3. Setelah
selesai,
peneliti
mengajak
siswa
untuk
30
merefleksikan nilainilai
terkandung
yang
dalam
film
4. Ucapan terima kasih
dan salam penutup
6.
Posttest
1. Pembukaan
30 menit
2. Pembuatan
kesimpulan
3. Pemberian posttest
4. Ucapan terima kasih
dan salam penutup
E. Pengumpulan Data.
Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitiaan ini adalah sebagai
berikut :
1. Persiapan.
Tahap persiapan ini melipuri aktivitas penyusunan instrumen. Selain itu,
pada tahap persiapan juga di gunakan untuk menyiapkan film yang akan
digunakan dalam pelaksanaan terapi.
2. Pelaksanaan.
Tahap pelaksanaan eksperimen dilakukan sesuai dengan pedoman
eksperimen yang telah dibuat sebelumnya. Kegiatan awal sebelum
31
32
Daftar Rujukan
Admin. 2014. Psikologi UI: Pembunuhan Ade Bukti Hilangnya Empati Pada
Anak Muda. (Online), (http://m.aktual.co/hukum/171703pembunuhan-adepsikologi-ui-bukti-hilang-, empati-pada-anak-muda, diakses 10 Maret
2014).
Arsyad, A. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta. RajaGrafindo Persada
Azwar, S. 2005. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Latuheru, J.D. 1998. Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar-Mengajar Masa
Kini. Jakarta: Depdikbud
Nursalim, M., & Mustaji. 2010. Media Bimbingan dan Konseling. Surabaya:
Unesa University Press
Prayitno & Amti, E. 2008. Dasar-dasar Bimbingan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta
Robiah, F. 2012. Efektivitas Penggunaan Cinema Therapy untuk Meningkatkan
Motivasi Berprestasi Siswa MTS. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIP
UM
Sarwono, S.W. 2011. Psikologi Remaja. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta