Dosen Pengampu :
190811636896
PENDAHULUAN
Dalam membangun hubungan dalam masa dewasa awal, individu dituntut untuk dapat
berinteraksi kepada sesama dengan baik. Dalam kehidupan, mahasiswa adalah manusia
makhluk sosial yang memerlukan interaksi kepada sesama. Interaksi pada manusia dimulai
sejak dini sampai hidupnya berakhir. Mulai dari keluarga, ibu, ayah, sampai pada tahapan
lingkungan besar seperti pertemanan sosialnya. Dalam berinteraksi sosial, manusia harus
dapat menjaga hubungan baik dalam lingkungan keluarga ataupun masyarakat. Salah satu
faktor penting dalam menjaga hubungan baik yakni empati.
Mahasiswa diharapkan memiliki empati yang baik dalam menjalin hubungan sosial.
Hubungan yang harmonis, rasa peduli dan saling membantu, serta rasa memahami satu sama
lain akan muncul apabila mahasiswa memiliki sikap empati yang baik. Kemampuan empati
sangat penting untuk dimiliki dalam menjalin hubungan sosial dengan tujuan menerima sudut
pandang orang lain, memahami perasaan orang lain, menghargai orang lain, serta menjadi
pendengar yang baik (Ernie Ulviatun, 2016).
Apabila mahasiswa memiliki rasa empati yang baik, maka akan banyak dampak positif yang
dirasakan seperti mudah membentuk hubungan dengan orang lain karena memiliki
kecakapan sosial yang tinggi.Selain itu, membina kedekatan, memahami orang lain,
meyakinkan orang lain, membuat nyaman orang lain juga dapat dirasakan apabila memiliki
rasa empati yang baik. Kemudian, apabila mahsiswa kurang dalam memiliki rasa empati,
maka mereka akan cenderung dijauhi oleh orang disekitarnya, hanya mementingkan diri
sendiri, solidaritas yang rendah yang akan berdampak terhadap interaksinya kepada orang di
lingkungan sekitarnya (Yulia Citra, 2020).
Pada fenomena sosial saat ini terlihat bahwa mahasiswa di Indonesia mengalami penurunan
dalam empatinya. Mahasiswa terlihat cenderung bersikap individualis, berkurangnya nilai
kemanusiaan dan kemasyarakatan seperti kekeluargaan, kerjasama, tolong menolong, dan
kepedulian terhadap orang lain. Selain itu, terlihat cenderung memikirkan kepentingan diri
sendiri dan kurang memikirkan kepentingan bersama dalam bermasyarakat. Apabila kondisi
ini terus berlanjut, maka akan memperbesar kemungkinan terjadinya kesenjangan sosial dan
konflik dalam masyarakat. Kemudian, norma kehidupan sosial dan agama juga dapat
dilanggar apabila manusia hanya mementinglan diri sendiri dan kurangnya empati sesama
makhluk hidup (Neng Gustini, 2017).
Intervensi cinema therapy dapat digunakan dalam penanganan perilaku pada individu.
Dengan memberikan tontonan berupa film atua video dapat meningkatkan kesadaran,
mengidentifikasi situasi dan karakter pada film yang dapat meningkatkan hubungan
eksplorasi pemikiran pribadi. Cinema therapy merupakan salah satu intervensi kuat yang
dapat menyembuhkan bagi siapa saja yang bersedia belajar bagaimana film dapat
memengaruhi individu (Wolz, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Aebedin memperlihatkan bahwa cinema therapy merupakan
teknik efektif terhadap proses kognitif, emosi, dan perilaku modeling. Kemudian, pada
penelitian yang dilakukan oleh Molaie, dkk menyatakan bahwa group cinematherapy juga
merupakan teknik yang efektif bagi remaja (Auliyah dkk, 2016). Penjelasannya karena
melalui film, individu dapat mempelajari bagaimana perilaku yang diinginkan dan tidak
diinginkan. Film dapat membawa pengaruh besar karena adanya dampak dari dialog, musik,
dan pengambilan gambar. Apabila hal tersebut dilakukan dengan sesuai, maka individu akan
merasa hanyut pada tiap adegan yang dialami oleh karakter di sebuah film.
Film merupakan hasil dari adanya perkembangan teknologi dan apabila digunakan dengan
tepat maka dapat menjadi salah satu media intervensi dalam meningkatkan empati pada
mahasiswa saat ini. Menggunakan media film akan membuat mahasiswa mengidentifikasi
bermacam pengalaman yang dialami oleh tokoh dan diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan empati pada tokoh tersebut yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Insan Suwanto dan Athia Tamyizatun
Nisa (2017) berjudul “Cinematherapy Sebagai Intervensi Dalam Konseling Kelompok”
menghasilkan bahwa cinematherapy memiliki potensi dalam solusi sejumlah kesulitan dan
memberi manfaat dalam terapeutik. Selain itu, cinematherapy merupakan cara aman bagi
individu dalam berdiskusi mengenai perasaan dan pikirannya.
Kesamaan penelitian yang dilakukan oleh Yulia Citra dan peneliti yakni sama-sama
membahas mengenai cinematherapy atau terapi film sebagai variabel bebas dan peningkatan
empati sebagai variabel terikat. Kemudian, kesamaan penelitian oleh Insan Suwanto dan
Athia dengan peneliti adalah sama-sama membahas cinematherapy atai terapi film sebagai
variabel bebas. Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa meskipun terdapat penelitian
serupa terkait terapi film terhadap peningkatan empati namun tetap terdapat pebedaan pada
penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Maka, topik penelitian yang dilakukan mutlak asli.
BAB II
LANDASAN TEORI
Wolz, 2002 mengungkapkan banyak individu merasa lebih lega setelah menonton
film psikoterapi. Ia menunjukkan penelitian mengenai tertawa dan menangis yang
memiliki dampak positif terhadap tubuh dan psikolgis individu. Menurutnya,
terdapat beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, yakni :
1. Memulai dengan film yang sudah pernah ditonton oleh klien yang
mendukung tujuan terapi
2. Jelaskan maksud dan alasan memberikan film agar klien tidak mengalami
kesalahan saat mengidentifikasi peran
3. Diskusi bersama mengenai respond pada film yang positif maupun negatif
dengan memberikan beberapa pertanyaan seperti apa pengaruh film untuk
Anda, respond positif dan negatif terhadap film, pesan moral yang terdapat
dalam film, pandangan baru seperti apa yang didapatkan setelah menonton
film, apakah memiliki pengalaman yang serupa dengan film, apakah terdapat
film lain yang dapat didiskusikan pada tahapan selanjutnya. Pemilihan film
yang sesuai dengan tema terapi sangatlah penting dalam proses dan
kesuksesan cinema therapy.
2.2. Empati
2.2.1. Pengertian Empati
Dalam bahasa Yunani, empati berasal dari kata pathos yang memilki arti perasaan
yang mendalam. Empati bermaksud lebih terpusat pada perasaan orang lain (Asri,
2004). Carl Rogers merupakan tokoh psikologi humanustik yang pertama kali
menggunakan istilah empati. Dalam teorinya, istilah seperti warmth, compassion,
respect, unconditional positive regard, genuineness, dan understanding kerap
digunakan untuk menjelaskan pemahaman mengenai pikiran, perasaan, dan motif
pada orang lain.
Terdapat perbedaan antara simpati dan empati, empati adalah kemampuan untuk
dapat merasakan emosi dan perasaan orang lain yang disertai tindakan dari
perasaan yang dirasakan. Sedangkan simpati adalah bagaimana individu
merasakan apa yang dirasakan orang lain tanpa melakukan tindakan (Nailul,
2014).
2.4. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian Pengaruh Cinema Therapy Terhadap Peningkatan Empati pada
Mahasiswa di Kota Malang di jelaskan sebagai berikut:
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan yakni pretest-posttest control group design. Pada
desain penelitian eksperimen kali ini, terdapat dua kelompok yang akan dipilih secara
acak kemudian akan diberikan pretest guna mengetahui kondisi awal perbedaan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang ada. Hasil pretest dikatakan baik
apabila nilai dalam kelompok eksperimen tidak mengalami perbedaan signifikan.
Sebelumnya, akan dilakukan uji validitas terlebih dahulu yang bertujuan untuk
menunjukkan sejauh mana tingkat validasi pada instumen. Pada instrumen penelitian
eksperimen nantinya dengan melakukan beberapa kali uji coba pada sasaran penelitian
eksperimen. Kemudian, validitas akan diuji menggunakan teknik korelasi product
momen Pearson dengan menggunakan aplikasi SPSS program IBM SPSS Version 25 for
Windows. Setelah itu, akan dilakukan uji reliabilitas untuk menguji sejauh mana sebuah
instrumen dapat dipercaya. Pengujian reliabilitas instrumen nantinya akan dilakukan
dengan menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach dengan menggunakan aplikasi
SPSS program IBM SPSS Version 25 for Windows.
Alan, Auliyah, Flurentin, Elia. 2016. Efektifitas Penggunaan Media Film Untuk meningkatkan
Empati Siswa Kelas VII SMP. Jurnal Kajian Bimbingan dan Konseling. Vol 1, No. 1.
Ali, Mohammad, Asrori Mohammad. 2004. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Citra, Yulia. 2020. Efektivitas Teknik Cinema Therapy Untuk Meningkatkan Empati Remaja di
Desa Malela Kecamatan Suli. Skripsi : Institut Agama Islam Negeri Palopo.
Ernie, Ulviatun. 2016. Upaya Peningkatan Sikap Empati Melalui Teknik Photovoicepada Siswa
Kelas X Jurusankriya Kulit Di Smk Negeri 1 Kalasan. Skripsi :Universitas Negeri Yogyakarta.
Fauziah, Nailul. 2014. Empati, Persahabatan, dan Kecerdasan Adversitaspada Mahasiswa Yang
Sedang Skripsi. Jurnal Psikologi Undip. Vol.13(1).
Indriasari, Emi. 2016. Meningkatkan Rasa Empati Siswa Melalui Layanan Konseling Kelompok
Dengan Teknik Sosiodrama Pada Siswa Kelas Xi Ips 3 Sma 2 Kudus. Jurnal Konseling
GUSJIGANG Vol.2 No.2.
Irma,Rosalinda, dkk. 2016. Efektifitas Film dengan Tema Pertemanan dalam Peningkatan
Kualitas Hubungan Pertemanan Di SMAN 1 Kota Serang. Skripsi Universitas Negeri Jakarta.
Jasmine, A.S. 2016. Pengaruh Terapi Film (Cinema therapy) Terhadap Peningkatan Swakelola
Belajar Pada Siswa Kelas 8 SMPN 2 Berbah, Sleman, Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta :
Universitas Negeri Yogyakarta.
Suwanto, Insan, Tamyizatun Nisa, Athia. 2017. Cinema therapy sebagai intervensi dalam
konseling kelompok,” jurnal Proceedings Jambore Konselor No. 3.