Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah dengan struktur dan fungsi yang

sangat sempurna bila dibandingkan dengan makhluk tuhan lainnya, manusia juga

diciptakan sebagai makhluk yang diberi akal pikiran dan kemampuan berinteraksi

secara personal maupun sosial, karena manusia adalah makhluk sosial, maka

manusia pada dasarnya tidak mampu hidup sendiri didalm dunia ini baik sendiri

dalam konteks sosial budaya. Karena fungsi fingsi sosial diciptakan oleh manusia

untuk saling berkaloborasi dengan kata lain.

Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna.

Diantara makhluk lainnya manusialah yang memiliki bentuk dan struktur yang

paling sempurna. Maka dari itu sebagai manusia yang bersyukur kita wajib

menggunakan pemberian itu dengan sebaik baiknya dengan cara merawat serta

mengembangkan potensinya semaksimal mungkin pada kenyataaanyaa masih

banyak manusia yang memiliki keterbatasan dalam hal fisik maupun mental, salah

satunya penyandang tunadaksa disekitar kita. Tunadaksa (cacat tubuh) adalah

salah satu bentuk keterbatasaan manusia yang terjadi pada fisiknya, seperti system

otot, tulang, dan persendian akibat dari adanya penyakit dari kecelakaan, bawaan

sejak lahir atau kerusakan di otak. Kelainan atau kecacatan yang disandang oleh

seseorang memiliki dampak langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder) baik

terhadap diri anak yang memiliki kecacatan itu sendiri maupun terhadap keluarga

1
2

dan masyarakat. Karena itu masalah tersebut perlu memperoleh penangan sesuai

dengan kebutuhan. Pada dasarnya penyandang tunadaksa dapat diklarifikasikan

menjadi 3 yaitu, kebutuhan untuk memperoleh pelayanan medis guna mengurangi

permasalahan yang dialami anak dibidang medis. Kebutuhan untuk memperoleh

pelayanan rehabilitas dan habilitas dan guna mengurangi gangguang fungsi

sebagai dampak dari adanya kecacatan tundaksa dan kebutuhan untuk

memperoleh pendidikan khusus.

Interaksi sosial dibutuhkan oleh setiap manusia, karena adanya dorongan

rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu yang ada di dunia di sekitarnya, Seseorang

tidak akan bisa hidup tanpa berhubungan dengan orang lain. Dalam kehidupan

sehari hari interaksi sosial baik tingkat kualitas maupun kuantitas. Para

siswa/siswi melakukan interaksi sosial karena setiap orang perlu bersosialisasi

dengan orang baik itu mudan maupun tua sehingga sosialisasi sangat dibutuhkan

dalam kehidupan.

Interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamis berupa hubungan

antara individu satu dengan yang lainnya, antara kelompok yang satu dengan

kelompok lainnya. Menurut Soekanto (dalam Tri Dayaksini 2009:109) ada empat

pola interaksi sosial yaitu kerjasama (cooperation), persaingan (competition),

pertentangan (conflict) dan akomodasi (accommodation).

Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal. Banyak diantara

mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan,

kelambatan atau memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai

perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus atau sering


3

disebut dengan anak berkebutuhan khusus. Menurut Asep Karyana (2019:8)

istilah anak berkebutuhan khusus memiliki cakupan yang sangat luas. Dalam

paradigma pendidikan khusus yang menganut konsep model sosial, keberagaman

anak sangat dihargai. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anak

berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan

dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.

Jadi dalam menangani hal ini memerlukan layanan yang bersifat khusus dalam

pendidikan agar kebutuhannya dapat terpenuhi.

Anak tunadaksa sering disebut dengan istilah anak cacat tubuh dan fisik.

Menurut Asep Karyana (2019:32) tunadaksa yaitu seseorang yang mengalami

kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka,

penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk

melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan.

Bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh

sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok yaitu adanya

interaksi saling mengeluarkan suatu pendapat, memberikan tanggapan, saran dan

sebagainya, dimana pemimpin kelompok menyediakan informasi- informasi yang

bermanfaat agar dapat membantu individu mencapai perkembangan yang optimal.

Menurut Dra. HJ.Sitti Hartinah DS., MM (2009:12) bimbingan kelompok

adalah merupakan salah satu bentuk usaha pemberian bantuan kepada orang orang

yang mengalami masalah. Suasana kelompok, yaitu antara hubungan dari semua

orang yang terlibat dalam kelompok, dapat menjadi wahana dimana masing

masing anggota kelompok tersebut secara perseorangan dapat memanfaatkan


4

semua informasi, tanggapan kepentingan dirinya yang bersangkutan dengan

masalahnya tersebut. Dari segi lain, kesempatan mengemukakan pendapat,

tanggapan, dan berbagai reaksi juga dapat menjadi peluang yang sangat berharga

bagi perorangan yan bersangkutan. Kesempatam timbal balik inilah yang

merupakan dinamika dari kehidupan kelompok yang akan membawa kemanfaatan

bagi para anggotanya. Apabila disebut kemanfaatan, tidaklah berarti bahwa

suasana bersifat menguntungkan bagi setiap kelompok. Suasana kelompok justru

terkadang terasa mencekam, merisaukan, ataupun merugikan orang lain tertentu

dari anggota kelompok tersebut. Akan tetapi, betapa pun suasana kelompok

tersebut dirasakan sebagai suasana positif ataupun negatif, diharapkan dapat

menjadi umpan balik bagi pengembangan pribadi masing masing anggota

kelompok.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan suatu

penelitian dengan judul “Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok Terhadap

Interaksi Sosial pada Anak Tunadaksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat

(YPAC) Medan Sumatera Utara”.

I.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat

mengidentifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam perkembangan anak tunadaksa sering kali memiliki masalah kondisi

fisik atau kesehatan mengganggu kemampuan anak untuk berperan aktif

dalam kegiatan sehari hari.


5

2. Klasifikasi anak tunadaksa

3. Karakteristik anak tunadaksa

4. Penyebab terjadinya anak tunadaksa

5. Kurangnya pelaksanaan layanan bimbingkan kelompok di Yayasan

Pembinaan Anak Cacat Medan Sumatera Utara bagi anak tunadaksa

6. Penyampaian sosial melalui layanan bimbingkan kelompok pada anak

tunadaksa.

I.3 Batasan Masalah

Dalam batasan masalah perlu dijelaskan faktor atau wilayah yang

diikutkan dalam penelitian. bila ada beberapa masalah yang teridentifikasi

sebelumnya, jelaskanlah bagian mana yang akan diteliti dan bagian mana pula

yang tidak. Penjelasakan hendaknya disertai argumentasi ilmiah yang gis dan

rasional. Uraian batasan masalah idealnya tidak lagi menimbulkan keraguan

pembaca tentang fokus masalah yang diteliti.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis membatasi masalah

“penggunaan layanan bimbingan kelompok terhadap interaksi sosial anak

tunadaksa”.

I.4 Rumusan Masalah

Menurut Arikunto (2018”:63) Agar penelitian dapat dilaksanakan sebaik

baiknya, maka peneliti harus merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana

harus mulai, kemana harus pergi dengan apa.


6

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah ini adalah: Apakah ada

pengaruh layanan bimbingan kelompok terhadap interaksi sosial pada anak

tunadaksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan Sumatera Utara T.A

2019/2020?

I.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan pernyataan tentang sasaran langsung yang

ingin dicapai setelah dilaksanakan penelitian. Isi dan rumusannya mengacu pada

rumusan masalah serta menggambarkan hipotesis dan alat analisis yang akan

digunakan. Tujuan penelitian merupakan acuan dalam menuliskan simpulan

penelitian (sistematika UMN 2019).

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh layanan

bimbingan kelompok terhadap interaksi sosial anak tunadaksa

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus adalah mengandung uraian secara rinci untuk mencapai tujuan

umum, tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk :

a. Mengetahui apakah bimbingan kelompok berpengaruh pada interaksi

sosial pada anak tunadaksa

b. Mendeskripsikan pengaruh layanan bimbingan kelompok terhadap

interaksi sosial pada anak tunadaksa


7

I.6 Manfaat Penelitian

Menurut Arikunto (2010:36) manfaat hasil penelitian adalah sesuatu yang

dapat digunakan oleh pihak pihak lain untuk meningkatkan apa yang telah ada.

Secara operasional, manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah

manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat teoritis

Manfaat Teoritis dalam penelitian adalah dapat menambah ilmu

pengetahuan tentang cara membina hubungan sosial yang baik melalui salah satu

layanan bimbingan konseling yang sangat efekif digunakan dalam pemberian

informasi khususnya dalam fungsi preventif atau pencegahan.

2 Manfaat praktis

a. Manfaat bagi sekolah

Dengan adanya suatu penelitian tersebut, sekolah mampu memberikan dan

mengembangkan layanan bimbingan kelompok terkait permasalahan yang

sama dirasakan anak Tunadaksa yang berhubungan dengan masalah sosial.

Sehingga pemberian layanan kepada peserta didik dapat berjalan dengan baik.

b. Manfaat bagi siswa

Memberikan pengaruh perubahan kepada siswa siswi Tunadaksa mengenai

interaksi sosial yang baik dengan lingkungan disekolahnya sehingga dapat

menjalin hubungan yang baik dan harmonis dalam lingkungan sekolahnya.

c. Manfaat bagi para guru


8

Guru akan memahami cara bersosialisasi yang baik pada siswa siswi

Tunadaksa serta dapat meningkatkan pengembangan interaksi sosialnya siswa

siswi Tunadaksa.

Menurut Jemmy Rumengan (2013: 23) Manfaat penelitian menjelaskan

kegunaan dari penelitian, kegunaan penelitian mengandung 2 hal yaitu

mengembangkan ilmu serta membantu memecahkan serta mengantisipasi

masalah pada objek yang diteliti.

I.7 Anggapan Dasar

Menurut Surakhmad dalam Arikunto (2010:104) anggapan dasar atau

postulat sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh

penyelidik.Dikaitkannya selanjutnya bahwa setiap penyelidik dapat merumuskan

postalt yang berbeda. Seorang penyelidik mungkin meragu-ragukan sesuatu

anggapan dasar yang oleh orang lain diterima sebagai kebenarannya.

Anggapan dasar atau asumsi adalah anggapan-anggapan yang

mendasarkan yang kebenarannya berlaku secara makro. Anggapan dasar menjadi

dasar dalam melakukan penelitian dan dalam merumuskan hipotesis karena ketiga

unsur ini saling terkait. (sistematika UMN 2019 : 43 ).

Berdasarkan pengertian diatas maka peneliti mengemukakan anggapan

dasar dalam penelitian ini adalah :

a. layanan bimbingan kelompok memiliki pengaruh terhadap interaksi sosial

pada anak tunadaksa


9

b. layanan bimbingan kelompok sangat berpengaruh positif terhadap interaksi

sosial anak tunadaksa.

I.8 Hipotesis

Menurut Arikunto (2010:110) mengatakan bahwa “hipotesis” dapat

diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan

penelitian, sampel terbukti melalui data yang dikumpulkan.Sedangakn menurut

Sugiyono (2008:64) Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat pertanyaan.Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan

baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta

empiris yang diproleh melalui pengumpulan data. Hipotesis merupakan jawaban

sementara dari rumusan masalah,sedangkan dirumuskan berdasarkan asumsi.

(Sistematika UMN 2019:43).

Berdasarkan pengertian atau penjelasan diatas adalah peneliti

mengemukakan bahwa hipotesis dari penelitian ini adalah Adanya Pengaruh

layanan bimbingan kelompok terhadap interaksi pada anak tunadaksa di

YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT ( YPAC ) Medan. TA. 2019/ 2020.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I.9 Kerangka Teoritis

I.9.1 Layanan Bimbingan Kelompok

A. Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok

Menurut Siti Hartinah (2009: 12) Bimbingan kelompok merupakan salah

satu bentuk usaha pemberian bantuan kepada orang orang yang mengalami

masalah. Suasana kelompok, yaitu antarhubungan dari semua orang yang terlibat

dalam kelompok, dapat menjadi wahana dimana masing masing anggota

kelompok tersebut secara perseorangan dapat memanfaatkan semua informasi,

tanggapan kepentingan dirinya yang bersangkutan dengan masalahnya tersebut.

Dari segi lain, kesempatan mengemukakan pendapat, tanggapan, dan berbagai

reaksi juga dapat menjadi peluang yang sangat berharga bagi perorangan yang

bersangkutan. Kesempatan timbal balik inilah yang merupakan dinamika dari

kehidupan kelompok yang akan membawa kemanfaatan bagi para anggotanya.

Apabila diesbut kemanfaatan, tidaklah berarti bahwa suasana bersifat

menguntungkan bagi setiap peserta kelompok. Suasana kelompok justru

terkadang mencekam, merisaukan, ataupun merugikan orang tertentu dari anggota

kelompok tersebut. Akan tetapi, betapapun suasana kelompok tersebut dirasakan

sebagai suasana yang positif ataupun negative, diharapkan dapat menjadi umpan

balik bagi pengembangan pribadi masing masing anggota kelompok.

Melalui dinamika kehidupan kelompok tersebut, hendaknya setiap anggota

kelompok mampu tegak sebagai perseorangan yang sedang mengembangkan

10
11

kediriannya dalam hubungan dengan orang lain. Akan tetapi, hal teresebut tidak

berarti kedirian secara umum. Menurut alur dan peraturan yang berlaku

dimasyarakat merusak kehidupan pribadi pribadi orang lain. Sebaliknya,

keperluan kehidupan orang lain atau kehidupan kelompok pada umumnya jangan

sampai mematikan perekmbangan pribadi kedirian perorangan.

Dalam rangka bimbingan kelompok, terdapat dua jenis kelompok yang

dapat dikembangkan, yaitu kelompok bebas dan kelompok tugas. Anggota

anggota kelompok bebas memasuki kelompok tanpa persiapan tertentu dan

kehidupan kelompok tersebut memang sama sekali tidak disiapkan sebelumnya.

Kelompok bebas memberikan kesempatan seluas luasnya kepada seluruh

anggota kelompok untuk menentukan arah dan isi kegiatan kelompok sudah

ditetapkan sebelumnya. Sesuai dengan namanya, kelompok tugas pada dasarnya

diberi tugas untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, baik pekerjaan tersebut

ditugaskan oleh pihak diluar kelompok tersebut maupun tumbuh didalam

kelompok itu sendiri sebagai hasil dari kegiatan kegiatan kelompok tersebut

sebelumnya. Dalam hal ini, tampak kelompok tugas, yaitu jika kelompok tersebut

mengingkatkan diri untuk sesuatu tugas yang ingin diselesaikan. Dalam kelompok

tugas, perhatian diarahkan kepada satu titik pusat, yaitu penyelesaian tugas.

Semua anggota kelompok hendaknya mencurahkan perhatian untuk tugas

tersebut. Semua pendapat, tanggapan, reaksi, dan saling hubungan antara semua

anggota hendaknya menjurus kepada menyelesaikan tugas tersebut setuntas

mungkin. Meskipun dalam tugas tersebut masing masing anggota terkait,

pengembangan kedirinnya yang bertenggang rasa pada setiap anggota kelompok


12

itu sendiri, yaitu pengembangan sikap, keteranpilan, dan keberanian sosial yang

bertenggang rasa. Tugas yang ditetapkan untuk digarap oleh suatu kelompok

tugas sebenarnya adalah anggunan semata untuk mengarahkan kegiatan

kelompok. Penyelesaian tugas tersebut bukanlah merupakan tujuan kegiatan

kelompok, melainkan alat yang merupakan arah dan titik tumpu kehiudpan

kelompok yang dinamis (Prayitno, 1999).

Menurut Prayitno (2016: 309) Bimbingan kelompok adalah layayanan

bimbingan yang diberikan dalam suasana kelompok. Gazda (1978)

mengemukakan bahwa bimbingan kelompok disekolah merupakan kegiatan

informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun rencana

dan keputusan yang tepat. Gazda menyebutkan bahwa bimbingan kelompok

diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat personal, vokasional,

dan sosial.

B. Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok

Menurut Prayitno (2017: 134) Tujuan Umum dan Tujuan Khusus Tujuan

Umum layanan BKP adalah berkembangnya kemampuan bersosialisasi,

khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Dalam kaitan ini, sering

menjadi kenyataan bahwa kemampuan bersosialisasi/ berkomunikasi seseorang

terganggu oleh perasaan, pikiran,presepsi,wawasan dan sikap yang tidak objektif,

sempit dan terkungkung serta tidak efektif. Melalui layanan BKp hal hal yang

menganggu atau menghimpit perasaan dapat diungkapkan, dilonggarakan,

diringankan melalui berbagai cara. Tujuan khusus Bkp yaitu bermaksud

membahas topik-topik tertentu yang mengandung permasalahan aktual (hangat)


13

dan menjadi perhatian peserta. Melalui dinamika kelompok yang intensif,

pembahasan topik topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran,

presepsi, wawasan dan sikap yang menunjang diwujudkannya PERPOSTUR yang

lebih efektif dan bertanggung jawab. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi

verbal maupun non verbal ditingkatkan.

BAB IIKomponen Layanan Bimbingan Kelompok

BAB IIIPemimpin Kelompok


Pemimpin kelompok (PK) Adalah konselor yang terlatih dan berwenang

menyelenggarakan praktik konseling professional. Sebagimana untuk jenis

layanan konseling lainnya, Konselor memiliki keterampilan khusus

menyelenggarakan BKp. Dalam BKp tugas PK adalah memipin kelompok yang

bernuansa layanan konseling melalui “bahasa” konselimg untuk mencapai tujuan

tujuan konseling. Secara khusus, PK diwajibkan menghidupkan dinamika

kelompok ber BMB3 diantara semua peserta seintensif mungkin yang mengarah

kepada pencapaian tujuan tujuan umum dan khusus BKp.

1. Karakteristik PK

Untuk menjalankan tugas dan kewajiban profesionalnya, PK adalah

seorang yang :

1) Mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya sehingga terjadi

dinamika kelompok dalam suasana interaksi antara anggota kelompok yang

bebas, terbuka dan demokratik, konstruktif, saling mendukung dan

meringankan beban, menjelaskan, memberikan pencerahan, memberikan rasa


14

nyaman, menggembirakan, dan membahagiakan, serta mencapai tujuan

bersama kelompok. Dalam suasana demikian objektifitas dan ketajaman

analisis serta evaluasi yang berorientasi nilai nilai kebenaran dan moral

(karakter- cerdas) dikembangkan melalui sikap dan cara cara berkomunikasi

yang jelas dan lugas (dalam dinamika BMB3) yang santun dan bertata karma,

dengan bahasa yang baik dan benar.

2) Memiliki WPKNS yang luas dan tajam sehingga mampu mengisi,

menjembatani,meningkatkan, memperluas dan menyinergikan materi bahasan

yang tumbuh dalam aktivitas kelompok.

3) Memiliki kemampuan hubungan antar personal berdasarkan kewibawaan yang

hangat dan nyaman, sabar dan memberi kesempatan, demokratik dan

kompromistik (tidak antagonistik) dalam mengambil kesimpulan dan

keputusan tanpa memaksakan dalam ketegasan dan kelembutan, jujur dan

tidak berpura pura displin dan kerja keras.

Keseluruhan karakteristik diatas membentuk PK yang berwibawa

dihadapan ditengah tengah kelompoknya. Kewibawaan PK menjadi tali ikatan

kelompok, menjadi panutan bertingkah laku dalam kelompok, menjadi

pengembang dan pensinergian materi bahasan, serta berkualitas yang semuanya

itu mendorong pengembangan kemampuan dan pemecahan masalah yang dialami

para peserta kelompok.

2. Peran PK

Dalam mengarahkan suasana kelompok, PK berperan dalam:


15

1) Pembentukan kelompok dari sekumpulan (calon) peserta (terdiri atas 8-10

orang), sehingga terpenuhi syarat syarat kelompok yang mampu secara aktif

mengembangkan dinamika kelompok yang bersuasana:

a) Terjadinya hubungan antara anggota kelompok, menuju keakraban

diantara mereka;

b) Tumbuhan tujuan bersama diantara anggota kelompok dalam suasana

kebersamaan;

c) Berkembangnya itikad dan tujuan bersama untuk mencapai tujuan

kelompok;

d) Diikatnya aturan bersama kelompok dan moral serta etika kehidupan yang

berlaku dan

e) Terbinanya kemandirian pada diri setiap anggota kelompok, sehingga

mereka masing masing mampu berbicara dan tidak menjadi yes-man,

sehingga mampu tampil beda.

2) Penstrukturan, yaitu membahas bersama anggota kelompok tentang apa,

mengapa dan bagaimana layanan BKP dilaksanakan;

3) Penapahan kegiatan BKp;

4) Penilaian hasil layanan BKp:

5) Tindak lanjut layanan.

Berbagai jenis keterampilan, pengakraban dan rileaksasi, termasuk

penangungan permainan kelompik, perlu diterapkan PK dari pembentukan

kelompok sampai dengan diakhirinya kegiatan kelompok. Dalam suasana seperti


16

itu kegiatan kelompok diwarnai oleh kondisi yang ramah, meriah, bergairah dan

menantang, tetapi tidak ada tindakan yang gegabah.

3. Anggota Kelompok

Tidak semua kumpulan orang atau individu dapat dijadikan anggota BKP.

Untuk terselenggarakannya BKp seorang konselor perlu membentuk kumpulan

individu menjadi sebuah kelompok yang memiliki persyaratan sebagaimana di

atas. Besarnya kelompok (jumlah anggota kelompok) dan homogenitas/

heterogenitas anggota kelompok dapat memengaruhi kinerja kelompok.

4. Besarnya Kelompok

Kelompok yang terlalu kecil, mislanya 2-3 orang akan mengurangi

efektifitas BKp. Kedalaman dan variasi pembahasan menjadi terbatas, karena

sumbernya (yaitu para anggota kelompok) memang terbatas. Di samping itu

dampak layanan juga terbatas, karena hanya didapat oleh 2-3 orang saja. Kondisi

seperti itu mengurangi makna keuntungan ekonimis BKp. Hal ini tidak berarti

bahwa BKp tidak dapat dilakukan terhadap kelompok yang beranggotakan 2-3

orang saja, dapat tetapi kurang efektif.

Sebaliknya, kelompok yang terlalu besar juga kurang efektif . karena

jumlah peserta yang terlalu banyak, maka partisipasi aktif individual dalam

dinamika kelompok menjadi kurang intensif, kesempatan berbicara dan

memberikan/menerima “sentuhan” dalam kelompok kurang, padahal melalui

“sentuhan sentuhan” dengan frekuensi tinggi (high touch) itulah individu (anggota

kelompok) memperoleh manfaat langsung dalam layanan BKp. Kekurangan


17

efektifan kelompok akan mulai terasa jika jumlah anggota kelompok melebihi 10

orang.

5. Homogenitas / Heterogenitas Kelompok

Perubahan yang intensif dan mendalam memerlukan sumber sumber yang

bervariasi untuk membahas suatu topik atau memecahkan masalah tertentu.

Dalam hal ini anggota kelompok yang homogeny kurang efektif dalam BKp.

Sebaliknya, anggota kelompok yang heterogen akan menjadi sumber yang lebih

kaya untuk pencapaian tujuan layanan. Pembahasan dapat ditinjau dari berbagai

sesi, tidak menoton, dan terbuka. Heterogenitas dapat mendobrak dan

memecahkan kebekuan yang terjadi akibat homogenitas anggota kelompok.

Heterogenitas yang dimaksudkan tentu bukan asal beda. Untuk tingkat

perkembangan atau pendidikan, hendaklah jangan dicampur siswa SD dan SLTP

atau SLTA dalam satu kelompok. Demikian juga orang dewasa dengan anak anak

dalam satu kelompok. Dalam kedua aspek ini diperlukan kondisi yang justru

relative homogeny untuk menghindari kesenjangan yang terlalu besar dalam

kinerja kelompok.

Setelah homogenitas relative terpenuhi, maka kondisi heterogen

diupayakan, terutama terkait dengan permasalahan yang hendak dibahas dalam

kelompok. Apabila yang hendak dibahas adalah permasalahan”tinggal kelas”

misalnya, maka peserta kelompok hendaklah campuran dari mereka yang pernah

tinggal kelas dan tidak tinggal kelas. Dengan kondisi seperti itu, mereka yang

tinggal kelas akan mendapat bahasan dan masukan dari mereka yang tidak tinggal

kelas, Sedangkan mereka yang tinggal kelas dapat bersimpati kepada sejawat yang
18

tinggal kelas di satu sisi, sedangkan di sisi lain dapat mengantisipasi serta

meneguhkan diri untuk tidak tiggal kelas.

Demikian juga untuk berbagai permasalahan, memerlukan kondisi

heterogenitas anggota kelompok dalam layanan BKp. Dengan demikian,

pembentukan kelompok sejak awalnya khususnya bervariasi dalam wawasan,

pengalaman dan orientasi.

6. Peranan Anggota Kelompok

A. Aktifitas Mandiri

Peran anggota kelompok (AK) dalam layanan BKp dilihat dari ketiga

sisinya, yaitu dari, oleh dan untuk para AK itu sendiri. Dalam dinamika BMB3

masing masing AK beraktivitas langsung dan mandiri dalam bentuk:

a) Mendengar, memahami dan merespons dengan tepat dan positif (3-M);

b) Berpikir dan berpendapat;

c) Menganalisis, mengkritis, dan berargumentasi;

d) Merasa, berempati, dan bersikap;

e) Berpartisipasi dalam kegiatan bersama; dan

f) Bertanggung jawab dalam menerapan eran sebagai AK dan pribadi yang

mandiri.

Aktifitas mandiri masing masing AK itu diorentasikan pada kehidupan

bersama dalam kelompok. Kebersamaan ini diwujudkan melalui:

a) Pembinaan kekaraban dan keterlibatan secara emosional antar AK;

b) Kepatuahan terhadap aturan kegiatan dalam kelompok;

c) Komunikasi jelas dan lugas dengan lembut dan bertatakrama;


19

d) Saling memahami, memberi kesempatan, dan membantu; dan

e) Kesadaran bersama untuk menyukseskan kegiatan kelompok.

B. Materi Layanan

Layanan BKp membahas materi yang terkandung dalam topik- topik

tertentu atau masalah masalah pribadi yang dialami masing masing anggota

kelompok. Uraiannya Sebagai berikut.

1. Topik Umum

BKp membahas materi topic topic umum, baik “topik tugas” maupun

“topik bebas” Topik tugas adalah topik atau pokok bahasannya yang datangnya

dari PK dan “ditugaskan” kepada kelompok utuk membahasnya, sedangkan “topik

bebas” adalah topik atau pokok bahasan yang datangnya atau dikemukakan secara

bebas oleh para anggota kelompok. Satu – persatu anggota kelompok

mengemukakan topik secara bebas, kemudian dipilih mana yang akan dibahas

pertama, kedua, dan seterusnya.

2. Asas Layanan Bimbingan Kelompok

a) Asas Kegiatan

Tiga etika dasar konseling (Munro,Manthei & Small, 1979), yaitu

kerahasian, kesukarelaan dan keputusan diambil oleh klien sendiri. Asas-

asas mendasari seluruh kegiatan layanan BKp.

b) Kesukarelaan

Kesukarelaan AK dimulai sejak awal rencana pembentukan kelompok

oleh konselor (PK). Kesukarelaan terus menerus dibina melalui upaya PK

mengembangkan syarat syarat kelompok yang efektif dan penstrukturan


20

tentang layanan BKp. Dengan kesukarelaan itu AK akan apat mewujudkan

peran aktif diri mereka masing masing untuk mencapai tujuan layanan.

c) Asas Asas Lain

Dinamika kelompok dalam BKp semakin intensif dan efektif apabila

semua AK secara penuh menerapkan asas kegiatan dan keterbukaan

mereka secara aktif dan terbuka menampilkan diri tanpa rasa takut, malu

ataupun ragu. Dinamika kelompok semakin tinggi, berisi dan bervariasi.

Masukan dan sentuhan semakin kaya dan terasa. Para peserta layanan BKp

semakin dimungkinkan memperoleh hal hal yang berharga dari layanan

ini.

Asas kekinian memberikan isi aktual dalam pembahasan yang

dilakukan AK diminta mengemukakan hal hal yang terjadi dan berlaku

sekarang ini. Hal hal atau pengalaman yang telah lalui dianalisis dan

disangkut – pautkan dalam kaitannya dengan kepentingan pembahasan hal

hal yang terjadi dan berlaku sekarang. Hal hal yang akan datang

direncanakan sesuai dengan kondisi yang ada sekarang.

Asas kenoramtifan dipraktikkan berkenaan dengan cara cara

berkomunikasi dan bertatakrama dalam kegiatan kelompok dan dalam

mengemaskan isi bahasan. Sedangkan asas keahlian diperlihatkan oleh PK

dalam mengelolah kegiatan kelompok dalam mengembangkan proses da

nisi pembahasaan secara keseluruhan.


21

C. Dinamika Kegiatan

Sebagai “ibunya kehidupan” dinamika BMB3 dibina dan diaktifkan dalam

setiap gerak kehidupan manusia, termasuk kehiudpan kelompok. Layanan BKp

merupakan medan yang sangat baik untuk dikembangkannya kemampuan BMB3

melalui aktualisasi dinamika kelompok yang dapat terjadi secara intensif dan

efektif pada layanan BKp. Konselor secara piawai mengembangkan kemampuan

ber BMB3 diantara setiap anggota kelompok.

1. Metode Layanan Bimbingan Kelompok

a. Data dan Permasalahannya

Kondisi yang paling awal sadari konselor yang berkendak untuk

menjalankan layanan BKp terlebih dahulu mengakses data tertentu.

Selanjutnya mengundang diaktifannya dinamika BMB3 pada diri konselor

terkait dengan sasaran layanan tertentu pula. Data yang dimaksudkan dapat

berupa informasi aktual/ factual yang diperoleh melalui observasi kondisi

nyata, jaringan media sosial ataupun sumber bacaan, surat, dokumen, laporan

atau berita/ omongan baik langsung maupun tidak langsung, hasil penggunaan

instrument (seperti instrument AUM: Alat Ungkap Masalah). Angket ataupun

wawancara, sesuatu yang dikemukakan secara langsung atau tidak langsung

oleh (calon) sasaran layanan kepada konselor. Data tersebut dikaitkan

terhadap satu atau beberapa bidang layanan konseling berkenaan dengan

kondisi KES dan atau KES-T (calon) peserta layanan. Khusus untuk layanan

BKp data yang dimaksudkan tersebut dapat dikaitankan atau diproyeksikan


22

terhadap hal hal baru yang akan/ sedang / harus atau perlu dihadapi oleh

(calon) sasaran pelayanan.

Dengan demikian data awal yang menjadi titik tolak konselor dalam

mempersiapkan kinerja untuk setiap kali layanan BKp ada dua jenis yaitu:

a) Data untuk layanan BKp

substansi tertentu yang dapat dikemas dalam bentuk topik yang

menarik untuk dibahas dalam layanan BKp, sebagaimana dapat dilihat

pada lampiran I.F tentang materi layanan bimbingan kelompok (BKp).

b) Diagnosis dan Prognosis

Masalah layanan diatat merupakan objek praktik spesifik (OPS)

layanan yang secara langsung dan segera akan konselor wujudkan menjadi

kegiatan nyata dalam bentuk layanan BKp agar kegiatan layanan nyata

tersebut mendapatkan landasan dan arah yang lebih tepat dan akurat,

konselor diharapkan melaksanakan dua aktifitas berikut:

a) Untuk layanan BKp

Kajiam diagnosis, yaitu analisisi tentang latar belakang dan sebab

sebab terjadinya/ timbulnya masalah atau hal hal yang dipermasalahkan

sehingga menjadi masalah layayan perlu ditangani mengacu kepada

substansi yang dikemas dalam topik yang akan dibahas. Sedangkan kajian

prognoisis, yaitu analisisi tentang (perkiraan) apa yang dapat terjadi kalau

masalah yang ada didalam topik yang (akan) dibahas itu tidak

mendapatkan pembahasan/ penanganan melalui pelayanan (dalam hal ini

layanan BKp) yang tepat. Hasil kajian diagnosis dan prognosis tersebut
23

merupakan landasan dan sekaligus pertimbangan mendasar mengapa

layanan BKp yang dimaksudkan itu perlu atau bahkan harus dilaksanakan.

Inilah titik tola yang aktual dan objektif sebagai arah kegiatan professional

konselor.

b) Penahapan

Layanan BKp diselenggarakan melalui format kelompok. Tahapan

5an/ 5in sepenuhnya diselenggarakan dalam layanan BKp. Namun

demikian karena kedua layanan tersebut terlaksana dalam format dan

interaksi yang terbentuk secara khusus, maka tahapan 5-an/ 5in itu

tewadahi dalam segenap rangkaian proses pelaksanaan BKp dengan istilah

tahapan yang agak berbeda, yaitu tahap pembentukan, peralihan,

kegiatan,penyimpulan dan penutupan.

1. Tahapan Pembentukan, yaitu tahapan untuk membentuk kerumunan

sejumlah individu menjadi satu kelompok yang siap mengembangkan

dinamika kelompok dalam mencapai tujuan bersama. Disini tahp

pengantaran secara kental tersampaikan oleh konselor.

2. Tahapan Peralihan, yaitu tahapan untuk mengalihkan kegiatan awal

kelompok kegiatan berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan

kelompok. Tahap ini berisi tahapan penjajakan dan penafsiran.

3. Tahap Kegiatan, yaitu tahapan “kegiatan inti” untuk membahas topik-

topik tertentu (pada BKp). Tahap kegiatan ini sepebuhnya berisi

pembinaan terhadap seluruh peserta layanan.


24

4. Tahapan Penyimpulan, yaitu tahapan kegiatan untuk melihat kembali apa

yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok. Peserta kelompok

diminta melakukan refleksi berkenaan dengan kegitan BMB3 dari masing

masing anggota kelompok diminta, terkait dengan PERPOSTUR dengan

AKURS- nya. Tahapan penyimpulan itu merupakan puncak dari

pembinaan terhadap anggota kelompok, yang selanjutnya disambung

dengan penilaian.

5. Tahapan Penutup, yaitu tahap akhir dari keseluruhan kegiatan, diawali

dengan laiseg. Kelompok merencanakan kegiatan BKp selanjutnya dan

salam hangat perpisahan.

III.1.1 Interaksi Sosial

A. Pengertian Interaksi Sosial

Menurut Soerjono Soekanto (2015:50) Interaksi sosial merupakan dasar

proses sosial yang terjadi karena adanya hubungan sosial yang dinamis

mencakupkan hubungan antara individu, antarkelompok, atau antara individu dan

kelompok ( dalam buku H.Adang Hambali).

Astrid S. Susanto (2015:50) Mendefiniskan interaksi sosial sebagai

hubungan antarmanusia yang menghasilkan hubungan tetap yang memungkinkan

pembentukan struktur sosial. Hasil interaksi sangat ditentukan oleh nilai dan arti

serta intreprestasi yang diberikan oleh pihak –pihak yang terlibat dalam interaksi

ini.
25

Muridiyatmoko dan Handayani (2004) mendefiniskan bahwa interaksi

sosial adalah hubungan antarmansuia yang menghasilkan proses saling

memengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya

memungkinkan pembentukan struktur sosial.

Menurut Bambang Syamsul Arifin (2015:50) Interaksi sosial adalah

kontak atau hubungan timbal balik atau interstimuasi dan respons antarindividu,

antarkelompok, atau antara individu dan kelompok.

B. Batasan Interaksi Sosial dan Proses Sosial

Dalam memahami, mendalami, dan melengkapi istilah proses sosial dan

interaksi sosial, Abdulsyani (2010:23) menyebutkan beberapa pendapat para ahli

sosiologi mengenai pengertian proses sosail dan interaksi sosial.

Adham Nasution mengungkapkan bahwa proses sosial adalah proses

kelompok dan individu daling berhubungan yang merupakan bentuk antara aksi

sosial, yaitu bentuk bentuk yang tampak jika kelompok manusia atau per orang

mengadakan hubungan satu sama lian. Ditegaskan lagi bahwa proses sosial adalah

rangkaian sikap/ tindakan manusia (humas actions) yang merupakan aksi dan

reaski atau challenge dan respons dalam hubungan satu sama lain.

Abdu Ahmadi menjelaskan bahwa proses sosial adalah cara cara interaksi

(aksi dan reaksi) yang dapat diamati apabila perubahan perubahan menganggu

cara hidup yang telah ada. Dengan konsep interaksi sosial, ia memberikan batasan

proses sosial sebagai pengaruh timbal balik antara individu dan golongan dalam

usaha untuk memecahkan persoalan yang dihadapi dan untuk mencapai tujuannya.
26

Gillin menyebutkan proses sosial sebagai cara berhubungan yang dapat

dilihat apabila orang per seorangan dan kelompok manusia saling bertemu dan

menentukan sistem serta bentuk –bentuk hubungan tersebutbatau apa yang akan

terjadi apabila ada perubahan perubahan yang menyebabkan goyahnya cara cara

hidup yang telah ada.

Soerdjo Dirdjosiworo (2010:56) mengartkan proses sosial sebagi pengaruh

timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama. Ia memerinci pengertian

rumusan ini sebagai berikut:

1. Pengaruh timbal balik sebagai akibat hubungan timbal balik anatar indidvidu

dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok mengenai berbagai aspek

kehidupan manusia seperti politik,ekonomi,sosial budaya, dan keamanan

2. Berbagai segi kehidupan tersebut merupakan penerapan aspek aspek utama

dalam kehiudpan sosial yang mewarnai, bahkan menentukan perkembangan

dalam kehiudupan bersama.

Sedangkan menurut Roucek dan Warren berpendapat bahwa interaksi

adalah proses tindak balas tiap tiap kelompok bertutut tutut menjadi unsur

penggerak bagi tindak balas dari kelompok lain. Interaksi adalah suatu proses

timbal balik, yang satu kelompok dipengaruhi tingkah laku reaktif pihak lain dan

ia pun memengaruhi tingkah laku orang lain.

C. Tujuan Interaksi Sosial

Ada beberapa tujuan yag hendak dicapai dari interaksi sosial yaitu:

a. Terciptanya hubungan yang harmonis


27

b. Tercapainya tujuan hubungan dan kepentingan

c. Sarana dalam mewujudkan keteraturan hidup (kehidupan sosial masyarakat).

Menurut Soekanto, interaksi sosial sangat berguna untuk menelaah dan

mempelajari banyak masalah dalam masyarakat sebagai contoh di Indonesia,

dapat dibahas bentuk bentuk interaksi sosial yang berlangsung antara berbagai

suku bangsa, golongan, yang disebut mayoritas dan minoritas, anatara golongan

terpelajar dengan golongan agama, dan seterusnya. Interaksi sosial merupakan

kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interkasi sosial, tidak akan

mungkin ada kehidupan bersama.

D. Pola Interaksi Sosial

1. Konsep Pola Interaksi Sosial

Pengetahuan tentang proses sosial memungkinkan seseorang memperolah

pengertian mengenai segi segi yang dinamis dari masyarakat. Pada awalnya,

sarnaja sosiologi menyamakan proses sosial dengan perubahan sosial karena ingin

melepaskan diri dari titik berat pandangan para sarjana sosiologi klasik, yang

lebih menitikberatkan pada struktur daripada masyarakat.

Pola dalam sosiologi merupakan gambaran atau corak hunbungan sosial

yang tetap dalam interaksi sosial. Contoh pola, antara lain:

a. Seseorang, anak harus menhormati orangtuanya;

b. Bawahan harus menghormati atasannya;

c. Siswa harus mengormati gurunya;

Terbentuknya pola dalam interaksi sosial melalui proses cukup lama dan

berulang – ulang hingga menemukan model yang tetap untuk dicontoh dan ditiru
28

oleh anggota masyarakat. Pola sistem norma pada masyarakat lainnya karena pola

interaksi dalam masyarakat diterapkan berbeda- beda. Adanya pola interaksi

dalam masyarakat akan menghasilkan keajekan. Keajekan merupakan gambaran

kondisi keteraturan sosial yang tetap dan relative tidak berubah sebagai hasil

hubungan yang selaras anatara tindakan, norma, dan nilai dalam interaksi sosial.

E. Esensi Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang

menyangkut hubungan antara orang perseorangan, antarkelompok manusia, dan

antara orang dengan kelompok masyarakat, Interaksi terjadi apabila dua orang

atau kelompok saling bertemu dan terjadi diantara kedua belah pihak.

Interaksi sosial dapat dikatakan kunci dari semua kehidupan sosial. Oleh

karena itu, tampa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.

Interaksi sosial dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antara individu

dengan golongan didalam usaha untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya

dan mencapai tujuannya.

F. Ciri Ciri Interaksi Sosial

Menurut Charles P. Loomis (2014:54) Suatu hubungan dapat dikatakan

interaksi sosial jika memiliki ciri ciri hubungannya berikut:

a. Jumlah pelakunya dua orang atau lebih;

b. Komunikasi antarpelaku dengan menggunakan symbol atau lambing-

lambing;

c. Dimensi waktu yang meliputi masa lalu, masa kini, dan masa yang akan

datang;
29

d. Tujuan yang hendak dicapai.

G. Faktor Faktor Yang Mendasari Dan Syaraf Terbentuknya Interaksi

Sosial

1. Faktor Faktor Yang Mendasar Terbentuknya Interkasi Sosial.

a. Faktor Internal adalah faktor yang menjadi dorongan dari dalam diri

seorang untuk berinteraksi sosial. Faktor internal meliputi hal hal berikut:

1. dorongan untuk meneruskan keturunan;

2. dorongan untuk memenuhi kebutuhan;

3. dorongan untuk mempertahankan kehidupan;

4. dorongan untuk berkomunikasi.

b. Faktor Eksternal. Komponen faktor eksternal dalam interaksi sosial,

sebagaimana disebutkan Soerjono Soekanto adalah interaksi sosial sebagai

proses. Dengan demikian, berlangsungnya proses interaksi didasarkan

pada berbagai faktor berikut.

1. Faktor Imitasi, yaitu proses sosial atau tindakan seseorang untk meniru

orang lain, baik sikap, penampilan, gaya hidup, maupun yang

dimilikinya. Imitasi pertama kali muncul dilingkungan tetangga dan

lingkungan masyarakat.

2. Faktor Sugesti, yaitu rangangan, pengaruh,stimulus yang diberikan

seorang induvidu kepada individu lain sehingga orang yang diberi

sugesti menuruti atau melaksanakan tanpa berpikir kritis dan rasional.


30

3. Faktor identifikasi, yaitu upaya yang dilakukan oleh seorang individu

untuk menjadi sama (sama identik) dengan individu lain yang

diturunnya. Proses identifikasi tidak hanya terjadi melalui serangkaian

proses peniruan pola perilaku, tetapi juga melalui proses kejiwaan

yang sangat mendalam.

4. Faktor Simpati, yaitu proses kejiwaan yang mendorong seroang

individu merasa tertarik kepada seseorang atau kelompok karena sikap

dan penampilan, wibawa, atau perbuatannya yang sedemikian rupa.

5. Faktor Motivasi, yaitu rangsangan, pengaruh, stimulus yang diberikan

seorang individu kepada individu lain sehingga orang yang diberi

motivasi menuruti atau melaksanakan apa yang dimotivasikan secara

kritis, rasional, dam penuh rasa tanggung jawab.

6. Motivasi biasanya diberikan oleh orang yang memiliki status yang

lebih tinggi dan berwibawa. Contohnya, motivasi dari seorang ayah

kepada anaknya dan dari seorang guru kepada siswa.

7. Faktor empati mirip dengan simpati, tetapi tidak hanya perasaan

kejiwaan. Empati disetai dengan perasaan organisme tubuh yang

sangat dalam (intens).

Subjek interaksi dotentukan bberdasarkan jumlah pelakunya, yang

terdiri ats beberapa komponen berikut.

a) Interaksi antaraindividu. Individu yang satu memberikan pengaruh,

rangsangan, dan stimulus kepada individu lainnya, wujud interaksi


31

dapat dalam bentuk berjabat tangan, saling menegur, bercakap cakap

atau mungkin bertengkar.

b) Interaksi antara individu dan kelompok. Misalnya, seorang ustaz

sedangkan berpidato didepan orang banyak. Hal ini menunjukkan

bahwa kepentingan individu berhadapan dengan kepentingan

kelompok.

2. Syarat Syarat terjadinya interaksi sosial

Terjadinya interaksi sosial dikarenakan saling mengerti tentang maksud

dan tujuan masing masing pihak dalam hubungan sosial. Dalam proses sosial

dapat dikatakan terjadi interaksi sosial apabila memenuhi persyaratan sebagai

aspek kehidupan bersama, yaitu sebagai berikut.

a. Kontak Sosial (sosial contact)

Kontak sosial berasal dari bahasa latin, yaitu con atau cum (yang artinya

bersama sama) dan tango (yang artinya menyentuh). Kontak sosial merupakan

tahap pertama ketika seseorang hendak melakukan interaksi. Dalam konsep

kontak sosial terdapat dua jenis kontak sosial, yaitu kontak sosial primer dan

kontak sosial sekunder. Kontak primer adalah kontak sosial yang

dikembangkan secara intim dan mendalam yang berupa pergaulan tatap muka

ketika hubungan secara visual dan perasaan yang berakaitan dengan

pendengar senantiasa diperdengarkan . Adapun kontak sekunder adalah kontak

yang ditandai oleh pengaruh keadaan luar dan jarak yang lebih besar. Kontak

sekunder merupakan kontak sosial yang memerlukan pihak perantara,


32

misalnya pihak ketiga. Hubungan sekunder dapat dilakukan melalui alat alat

misalnya telepon, telegraf, radio, internet dan seterusnya.

b. Komunikasi

Syarat syarat terjadinya interaksi juga melibatkan komunikasi, bahwa

seseorang memberikan tafsiran kepada perilaku orang lain (yang berwujud

pembicaraan, gerak badaniah, atau sikap), perasaan yang ingin

disampaikan kepada orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian

memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang

lain. Komunikasi sosial juga memiliki cara dalam penyampaiannya. Dalam

sosiologi dikenal dua cara dalam menyampaikan komunikasi sebagai

berikut :

1) Komunikasi secara langsung pihak komunikator menyampaikan

pesannya secara lansgung kepada pihak komunikan.

2) Komunikasi tidak langsung ( simbolis) pihak komunikator

menyampaikan pesannya kepada pihak komunikan melalui perantara

pihak ketiga. Interaksi ini dilakukan dengan menggunakan media

bantu untuk memperlancar dalam berinteraksi, misalnya internet,

telepon, dan sebagainya.

Menurut tri dayakisni (2009 : 110) Bentuk bentuk dasar interaksi sosial

terdapat beberapa bentuk interaksi sosial yang terjadi seperti dikemukakan oleh

beberapa tokoh dan dirangkum sebagai berikut :

a. Imitasi
33

Gabriel Tarde menyatakan bahwa seluruh kehidupan sosial manusia didasari

oleh faktor faktor imitasi. Imitasi dapat mendorong individu atau kelompok

untuk melaksanakan perbuatan perbuatan yang baik. Dalam lapangan

pendidikan dan perkembangan kepribadian individu, imitasi mempunyai

peranan yang sangat penting karena dengan mengikuti suatu contoh yang baik

akan merangsang seseorang telah di didik untuk mengikuti suatu tradisi

tertentu yang melingkupi segala situasi sosial maka orang tersebut akan

memiliki suatu kerangka tingkah laku dan sikap moral yang dapat menjadi

pokok pangkal guna memperluas perkembangan perilaku yang positif

(Gerungan,1996).

b. Sugesti

Sugesti dan Imitasi dalam hubungannya dengan interksi sosial mempunyai arti

hampir sama. Keduanya merupakan suatu proses saling pengaruh antara

individu atau kelompok yang satu dengan lainnya. Perbedaannya; imitasi

merupakan suatu proses peniruan terhadap sesuatu yang berasal dari luar

dirinya, sedangkan sugesti merupakan suatu proses pemberian pandangan atau

sikap dari diri seseorang kepada orang lain diluar dirinya (Gerungan,1988).

Arinya sugesti dapat dilakukan dan diterima oleh individu lain tanpa adanya

kritik terlebih dahulu. Hal ini didukung oleh soekanto (1990) yang

menyatakan bahwa proses sugesti dapat terjadi apabila individu yang

memberikan pandangan tersebut adalah orang yang beribawa atau karena

sifatnya yang otoriter.

c. Identifikasi
34

Identifikasi didalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama)

dengan orang lain., baik secara lahiriah maupun batiniah (Ahmad, 1990).

Proses identifikasi pertama tama berlangsung secara tidak sadar, dan

selanjutnya irrasional. Artinya, identifikasi dilakukan berdasarkan perasaan

perasaan atau kecenderungan dirinya yang tidak diperhitunga kan secara

rasional dimana identifikasi akan berguna untuk melengkapi sistem norma,

cita cita dan pedoman bagi yang lebih mendalam daripada proses imitasi dan

sugesti walaupun ada kemungkinan bahwa pada mulanya identifikasi diawali

oleh adanya imitasi maupun sugesti.

d. Simpati

Simpati merupakan suatu bentuk interaksi yang melibatkan adanya

ketertarikan individu terhadap induvidu lainnya. Simpati timbul tidak

berdasarkan pada pertimbangan yang logis dan rasional, melainnkan

berdasarkan penilaian perasaan. Soekanto (1990) menyampaikan bahwa

dorongan utama pada simpati adalah adanya keinginan untuk memahami

pihak lain dan bekerja sama. Smith (1996) membedakan dua bentuk dasar

simpati, yaitu :

1. Simpat yang menimbulkan respon secara cepat (hampir seperti refleks)

2. Simpati yang sifatnya lebih intelektuil, artinya seseorang dapat bersimpati

pada orang lain sekalipun dia tidak dapat merasakan apa yang dia rasakan.
35

III.1.2 Tuna Daksa

BAB IVPengertian Tuna Daksa


Menurut Asep Karyana (2019:08) Tuna Daksa adalah anak yang

mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi, otot)

sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Secara etimologis, gambaran seseorang yang mengalami kesulitan

mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit,

pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan

gerakan gerakan tubuh tentu mengalami penurunan. Secara definitive pengertian

kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah ketidakmampuan anggota tubuh

untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan

anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal, akibat luka, penyakit,

atau pertumbuhan tidak sempurna (suroyono, 1977) Sehingga untuk kepentingan

pembelajaraannya perlu layanan khusus. (Kneedler, 1984)

Anak tunadaksa dapat didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan

atau kecacatan pada sistem otot, tulang dan persendian yang dapat mengakibatkan

gangguang koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilitasi, dan gangguan

perkembangan keutuhan pribadi. Salah satu definisi megenai anak tunadaksa

menyatakan bahwa anak tunadaksa adalah anak penyandang cacat jasmani yang

terlihat pada kelainan bentuk tulang, otot, sendi, maupun saraf sarafnya.

Istilah tunadaksa maksudnya sama dengan istilah yag berkembang, seperti

cacat tubuh, tuna tubuh, tuna raga, cacat anggota badan, cacat orthopedic,

crippled, dan orthopedically handicapped (Depdikbud, 1986 :6) Selanjutnya,


36

Samuel A krikrk (1986) yang dialih bahasakan oleh moh. Amin dan Ina Yusuf

Kusumah (1991 :3 ) mengemukakan bahwa seseorang dikatakan anak tunadaksa

jika kondisi fisik atau kesehatan menganggu kemampuan anak untuk berperan

aktif dalam kegiatan sehari hari, sekolah atau rumah.

BAB VKlarifikasi Anak Tunadaksa


Agar lebih muda memberikan layanan terhadap anak tunadaksa, perlu

adanya sistem penggolongan (klarifikasi), Penggolongan anak tunadaksa

bermacam macam. Salah satu diantaranya dilihat dari sistem kelainannya yang

terdiri dari :

1. Kelainan pada sistem cerebral (cerebral system)

2. Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system)

Penyandang kelainan pada sistem cerebral, kelainannya terletak pada

sistem saraf pusat, seperti cerebral palys (CP) atau kelumpuhan otak. Cerebral

palys ditandai oleh adanya kelainan gerak, sikap atau bentuk tubuh, gangguan

koordinasi, kadang kadang disertai gangguan psikologis dan sensoris yang

disebabkan oleh adanya kerusakan atau kecacatan pada masa perkembangan otak.

Soeharso (1982). Medefiniskan cacat cerebral palys sebagai suatu cacat yang

terdapat pada fungsi otot dan urat saraf dan penyebabnya terletak dalam otak.

Kadang kadang juga terdapat gangguan pada pancaindra, ingatan, dan psikologis

(perasaan).

Menurut derajat kecacatannya, cerebral palys diklarifikasikan menjadi:


37

1. Ringan, dengan ciri ciri, yaitu dapat berjalan tanpa alat bantu, bicara jelas, dan

dapat menolong diri;

2. Sedang, dengan ciri ciri: membutuhkan bantuan untuk latihan berbicara,

berjalan, mengurus diri, dan alat alat khusus, seperti brace; dan

3. Berat, dengan ciri cirir yaitu membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi,

bicara, dan menolong diri.

Sedangkan menurut letak kelainan diotak dan fungsi geraknya cerebral

palys dibedakan atas:

1. Spastik, dengan ciri seperti terdapat kekauan pada sebagian atau seluruh

ototnya; anak yang mengalami spastic ini menunjukkan kekejangan pada otot

ototnya, yang disebabkan oleh gerakan gerakan kaku dan akan hilang dalam

keadaan diam misalnya waktu tidur. Pada umumnya kekejangan ini akan

menjadi hebat jika anak dalam keadaan marah arau dalam keadaan tenang

2. Dysjebusa, athetoid yang meliputi athetosis (penderitaa memperlihatkan gerak

yang tidak terkontrol),

3. Rigid (kekakuan pada seluruh tubuh sehingga sulit dibengkokan), anak

cerebral palys jenis ini mengalami kekakuan otot otot. Gerakan gerakannya

sangat lambat dan kasar. Kondisi kondisi anak seperti itu jelas memberi

dampak pada aktifitas dikehidupannya.

4. Tremor getaran kecil yang terus menerus pada mata, tangan atau pada kepala.

5. Athetoid, tidak mengalami kekejangan atau kekakuan. Otot ototnya dapat

bergerak dengan mudah, malah sering terjadi gerakan gerakan yang tidak

terkendali yang timbul diluar kemampuannya. Hal ini sangat menganggu dan
38

merepotkan anak itu sendiri. Gerankan ini terdapat pada tangan, kaki, lidah,

bibir, dan mata.

6. Ataxia (adanya gangguan keseimbangan, jalannya gontai, koordinasi mata dan

tangan tidak berfungsi;

7. Tremor anak sering melakukan gerakan gerakan kecil yang berulang ulang.

Seiring dijumpai anak yang salah satu anggota tubuhnya selalu bergerak.

8. Jenis campuran (seseorang anak mempunyai kelainan dua atau lebih dari tipe

tipe diatas).

BAB VIPoliomyelitis
Ini merupakan suatu infeksi pada sumsum tulang beakang yang

disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan sifatnya

menetap. Dilihat dari sel sel motoric yang rusak, kelumpuhan anak polio dapat

dibedakan menjadi:

1. Tipe spinal, yaitu kelumpuhan atau kelumpuhan pada otot otot leher, sekat

dada, tangan dan kaki;

2. Tipe bulbair, yaitu kelumpuhan fungsi motoric pada satu atau lebih saraf tepi

dengan ditandai adanya gangguan pernapsan; dan

3. Tipe bulbispinalis, yaitu gabungan antara tipe spinal dam bulbair;

4. Encephalitis yang biasanya disertai dengan demam kesadaran meurun, tremor

dan kadang kadang kejang, kelumpuhan pada polio sifatnya layu dan biasanya

tidak menyebabkan gangguan kecerdasan atau alat alat indra, akibat penyakit

polomyelitis adalah otot menjadi (atropi) karena kerusakan sel saraf, adanya
39

kekakuan sendi (kontraktur) pemendekatan anggota gerak, tulang belakang

melengkung kesalah satu sisi, seperti huruf S (Scolososi), kelainan telapak

kaki yang membengkok keluar atau kedalam, diskolasi (sendi yang keluar dari

dudukannya), lutut melenting kebelakang (genu recorvatum).

5. Muscle Dystropy Jenis penyakit yang mengakibatkan otot tidak berkembang

karena mengalami kelumpuhan yang sifatnya progresif dan simetri. Penyakit

ini ada hubungannya dengan ketururan.

6. Spina Bifida Merupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai

dengan terbukanya satu atau 3 ruas tulang belakang dan tidak tertutupnya

kembali selama proses perkembangan. Akibatnya, fungsi jaringan saraf

terganggu dan dapat mengakibatkan kelumphan, hydrocephalus, yaitu

pembesaran pada kepala karena produksi cairan yang berlebihan. Biasanya

kakus ii disertai dengan ketunadaksaan.

BAB VIIKarakteristik Anak Tunadaksa


Secara umum karakteristik kelianan anak yang dikategorikan sebagai

penyandang tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi anak tunadaksa ortopedi

(orthopedically handicapped) dan anak tunadaksa syaraf (neurogically

handicapped) (hallahan dan Kauffman, 1991).

Menyimak keadaan yang terdapat pada tunadaksa ortopedi dan tunadaksa

syaraf tidak terdapat perbedaan yang mencolok, sebab secara fisik kedua jenis

anak tunadaksa memiliki kesamaan terutama pada fungsi analogi tubuh untuk

melakukan mobilitas. Namun apabila dicermati secara seksama sumber


40

ketidakmampuan untuk memanfaatkan fugsi tubuhnya untuk beraktifitas atau

mobilitas akan Nampak perbedaannya.

1. Karakteristik Akademik

Pada umumnya tingkat kecerdasaan anak tunadaksa yang mengalami

kelainan pada sistem otot dan rangka adalah normal sehingga dapat mengikutin

pelajaran sama dengan anak normal, sedangkan anak tunadaksa yang mengalami

kelainan pada sistem cerebral, tingkat kecerdasannya berentang mulai dari tingkat

idiocy sampai dengan gifted hardman (1990) mengemukakan bahwa 45% anak

cerebral palys mengalami keterbelakangan mental (tunadaksa) 35% mempunyai

tingkat kecerdasaan normal dn diatas normal sisanya berkecerdasaan sedikit

dibawah rata rata. Selanjutnya, P. Seibel (1984 : 138) mengemukakan bahwa tidak

ditemukan hubungan secara langsung antara tingkatnya kelainan fiik dengan

kecerdasaan anak. Artinya anak cerebral palys yang kelainanya berat, tidak berarti

kecerdasaanya rendah.

2. Karakteristik Sosial /Emosional

Karakteristik sosial/emosional anak tunadaksa bermula dari konsep diri

anak yang merasa dirinya cacat, tidk berguna, dan menjadi beban orang lain yang

mengakibatkan mereka malas belajar, bermain dan perilaku salah satu lainnya.

Kehadiran anak cacat yang tidak terima oleh orang tua dan disingkirkan dari

masyarakat akan merusak perkembangan pribadi anak. Kegiatan jasmani yang

tidak dapat dilakukan oleh anak tunadaksa dapat mengakibatkan timbulnya

problem emosi, seperti mudah tersinggung, mudah marah, rendah diri kurang

dapat bergaul, pemalu, menyendiri, dan frustasi. Problem emosi seperti itu,
41

banyak ditemukan pada anak tunadaksa dengan gangguan sistem cerebral. Oleh

sebab itu, tidak jarang dari mereka tidak memiliki rasa sebab itu, tidak jarang dari

mereka tidak memiliki rasa percaya diri dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan sosialnya.

3. Karakteristik Fisik / Kesehatan

Karakteristik fisik / kesehatan anak tunadaksa biasanya selain mengalami

cacat tubuh adalah kecenderungan mengalami gangguan lainnya, seperti sakit

gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara dan lain lain.

Kelainan tambahan itu banyak ditemukan pada anak tunadaksa sistem cerebral.

Gangguan bicara disebabkan oleh kelainan motoric alat bicara (kaku atau

lumpuh), seperti lidah,bibir, dan rahang sehingga mengganggu pembentukan

artikulasi yang benar. Akibatnya, bicaranya tidak dapat dipahami orang lain dan

diucapkan dengan susah payah. Mereka juga mengalami aphasia motorik, yaitu

mampu menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya melaui indra

pendengaran, tetapi tidak dapat mengemukakannya lagi secara lisan.

Anak cerebral palys mengalami kerusakan pada pyramidal tract dan

extrapyramidal yang berfungsi mengatur sistem motoric. Tidak heran mereka

mengalami kekakuan, gangguan keseimbangan, gerakan tidak dapat dikendalikan,

dan susah berpindah tempat. Dilihat dari aktivitas motoric, intensitas

gangguannya dikelompokkan atas hiperaktif yang menunjukkan tidak mau diam,

gelisah; hipoaktif yang menunjukkan sikap pendiam, gerakan lamban, dan kurang

merespons rangsangan yang diberikan dan tidak ada koordinasi, seperti waktu
42

berjalan kaku, sulit melakukan kegiatan yang membutuhkan integrasi gerak yang

lebih halus seperti menulis, menggambar dan menari.

BAB VIIIFaktor Penyebab Ketunadaksa


Penyebab tunadaksa ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan

kerusakan pada anak hingga menjadi tunadaksa. Kerusakan tersebut ada terletak

dijaringan otak, jaringan sumsum tulang belakang, pada sistem musculus skeletal.

Adanya keragaman jenis tunadaksa dan masing masing kerusakan

timbulnya berbeda beda. Dilihat dari saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi

pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir.

1. Sebelum lahir (Fase Prenatal), kerusakan terjadi pada saat bayi masih dalam

kandungan, kerusakan disebabkan oleh:

a. Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga

menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya, misalnya infeksi,

syphilis, rubella, dan thypus abdominolis.

b. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusat

tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf syaraf didalam otak.

c. Bayi dalam kandungan yang terkena radiasi radiasi langsung

mempengaruhi sistem syarat pusat sehingga struktur maupun fungsinya

terganggu.

d. Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma (kecelakaan) yang dapat

mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem saraf pusat. Misalnya


43

ibu jatuh dan perutnya membentur yang cukup keras dan secara kebetulan

mengganggu kepala bayi maka dapat merusak sistem syaraf pusat.

2. Sebab sebab pada saat kelahiran (fase natal, peri natal), hal hal yang dapat

menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan antara lain:

a. Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu kecil

sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen

menyebabkan terganggunya metabolism dalam otak bayi, akibatnya

jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan.

b. Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami

kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi.

c. Pemakaian anestasi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena

operasi dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat

mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi, sehingga otak mengalami

kelainan struktur ataupun fungsinya.

3. Sebab sebab setelah proses kelahiran (fase post natal). Fase setelah kelahiran

adalah masa mulai bayi dilahirkan sampai masa perkembangan otak dianggap

selesai, yaitu pada usia 5 tahun. Hal hal yang dapat menyebabkan kecacatan

setelah bayi lahir adalah:

a. Faktor penyakit, seperti meningitis (radang selaput otak) encephalis

(radang otak), influenza, diphtheria, partusis dan lain lain.

b. Faktor kecelakaan, misalnya kecelakaan lalu lintas, terkena benturan

benda keras, terjatuh dari tempat yang berbahaya bagi tubuhnya,

khususnya bagian kepala yang melindungi otak.


44

c. Pertumbuhan tubuh / tulang yang tidak sempurna.

A. Dampak Ketunadaksan

Karakteristik anak tunadaksa, memepengaruhi kemampuan penyesuaian

diri dengan lingkungan, kecenderungan untuk bersifat pasif. Demikianlah pada

halnya dengan tingkah laku anak tunadaksa sangat dipengaruhi oleh jenis dan

derajat keturuannya.

Jenis kecacatan itu akan dapat menimbulkan perubahan tingkah laku

sebagai kompensasi akan kekrurangan atau kecacatan. Ditinjau dari aspek

psikologis, anak tunadaksa cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitive,

memisahkan diri dari lingkungan.

Disamping karakteristik tersebut terdapat beberapa prosblema penyerta

bagi anak tunadaksa antara lain:

1. Kelainan perkembangan / intelektual.

2. Gangguan pendengaran

3. Gangguang penglihatan.

4. Gangguan taktik dan kinsetik.

5. Gangguan presepsi

6. Gangguan emosi.

Menurut sutjihati somantri (2006: 121) tuadaksa adalah suatu keadaan

rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang,

otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh

penyakit, kecelakaan, atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir

(white house conference, 1931). Tunadaksa sering juga diartikan sebagai suatu
45

kondisi yang menghambat kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau

gangguan pda tulang dan otot, sehingga mengurangi kapasita normal individu

untuk mengikuti pendidikan dan untuk berdiri sendiri.

BAB IXKlasifikasi Tunadaksa


Menurut Frances G. Koening, tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

1. Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau kerusakan yang merupakan

keturunan, meliputi:

a) Club- foot (kaki seperti tongkat).

b) Club-hand (tangan seperti tongkat)

c) Polydctylism (jari yang lebih dari lima pada masing masing tangan atau

kaki).

d) Syndactylism (jari jari yang berelaput atau menempel satu dengan yang

lainnya)

e) Torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai ke muka)

f) Spina-bifida (sebagian dari sumsum tulang belakang tidak tertutup).

g) Cretinism (kerdil/ katai).

h) Mycrocephalus (kepala yang kecil, tidak normal).

i) Hydrocephalus (kepala yang besar karena berisi cairan).

j) Clefpalast (langit langit mulut yang berlubang).

k) Herelip (gangguan pada bibir dan mulut).

l) Congenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha).


46

m) Congenital amputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh

tertentu).

n) Fredreisch ataxia (gangguan pada sumsum tulang belakang).

o) Coxa valga (gangguan pada sendi paha, terlalu besar).

p) Syphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis).

2. Kerusakan pada waktu kelahiran:

a) Erb’s palys (kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan atau tertarik

waktu kelahiran).

b) Fragilitas osium (tulang yang rapuh dan mudah patah).

c) Kondisi traumatic atau kerusakan traumatik

d) Amputasi (anggota tubuh dibuang akibat kecelakaan).

e) Kecelakaan akibat luka bakar.

f) Patah tulang.

B. Penyebab Tuna Daksa

Ketunadaksaan dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

1. Sebab sebab timbul sebelum kelahiran

2. Faktor keturunan

3. Trauma dan infeksi pada waktu kehamilan

4. Usia ibu yang sudah lanjut pada waktu melahirkan anak.

5. Pendarahan pada waktu kehamilan.

6. Keguguran yang dialami ibu.


47

IX.1 Kerangka Konseptual dan Penelitian yang Relevan

IX.1.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual suatu interaksi sosial pada anak tunadaksa dimana

seorang anak tunadaksa dapat berinteraksi sosial kepada masyarakat, lingkungan

maupun kleuarga disekitarnya. Kehidupan bermasyarakat merupakan proses

kehiudpan seseorang dalam bersosialisasi, berinteraksi sesuai dengan nilai nilai

dan norma yang berlaku dalam kelompok masyarakatnya. Interaksi sosial adalah

bentuk tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam berinteraksi.

Dalam konteks sosiologi, interaksi merupakan kebutuhan hidup

bermasyarakat. Interaksi sosial merupakan bentuk dari dinamika kelompok sosial

budaya masyarakat karena interaksi sosial alan memungkinkan perubahan

perubahan sosial dalam masyarakat. Perubahan tersebut juga mengalami

perubahan dan kontruksi dari generasi kegenerasi berikutnya.

Interaksi sosial bersifat dinamis. Ada juga cakupan interaksi, yaitu intraksi

antarinduvidu, induvidu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.

Menurut bambang syamsul (2015:50) interaksi sosial adalah merupakan dasar

proses sosial yang terjadi karena adanya hubungan sosial, yang dinamsi mencakup

hubungan antarinduvidu, anatarkelompok, atau antara individu dan kelompok.

Menurut Gillin & Gillin (dalam seoekanti, 1997) ada dua macam proses

sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu proses asosiatif

dan proses disosiatif. Proses asosiatif terdiri dari akomodasi, asimilasi, sedangkan

proses disosiatif meliputi persaingan dan pertentangan atau pertakaian yang

mencakup kontroversi dan konflik.


48

Anak tunadaksa (cacat tubuh) termasuk salah satu jenis anak berkebutuhan

khusus yang memiliki kelainan atau kecacatan pada fisiknya, yaitu pada sistem

otot, tulang dan persendian akibat dari adanya penyakit, kecelakaan, bawaan sejak

lahir, dan atau kerusakan diotak. Kelainan atau kecacatan yang disandang oleh

seseorang memiliki dampak lansgung (primer) dan tidak langsung (sekunder),

baik terhadap diri anak yang memiliki kecacatan itu sendiri maupun terhadap

keluarga dan masyarakat.

Presepsi masyarakat awam tentang anak berkelaianan fungsi anggota

tubuh (anak tunadaksa) sebagai salah satu jenis anak berkelaianan dalam konteks

pendidikan luar biasa (pendidikann khusus) masih dipermasalahkan. Munculnya

permasalahan tersebut terkait dengan ansumsi bahwa anak tunadaksa (kehilangan

salah satu atau lebih fungsi anggota tubuh) pada kenyataannya banyak yang tidak

mengalami kesulitan untuk meniti tugas perkembangannya, tanpa harus masuk

sekolah khusus untuk anak tunadaksa (khususnya tunadaksa ringan).

Secara umum dikenal dua macam anak tunadaksa. Pertama anak tunadaksa

disebabkan karena penyakit polio, yang mengakibatkan terganggunya salah satu

fungsi anggota badan. Anak tunadaksa kelompok ini sering disebut orthopedically

handicapped, tidak mengalami hambatan perkembangan kecerdasaanya. Oleh

karena itu mereka dapat belajar mengikuti program sekolah biasa. Dalam

penelitian ini yang dilakukan oleh prayitno analisis langkah langkah dalam

layanan bimbingan kelompok. Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok

Terhadap Pengelompokan Sosial Pada Siswa Smp Pab 2 Helvetia Pada

hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak mampu hidup


49

sendiri.Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk melakukan suatu

hubungan sosial dengan manusia lainnya. Disamping itu, manusia sebagai

makhluk sosial menuntut adanya kehidupan berkelompok seperti halnya pada

penduduk dalam suatu pedesaan, suatu suku bangsa dan lain sebagainya yang

masing-masing kelompok memiliki ciri-ciri yang berbeda satu dengan

lainnya.Kehidupan berkelompok ini bukan ditentukan oleh adanya interest atau

kepentingan, tetapi karena adanya the basic condition of common life atau syarat-

syarat dasar adanya kehidupan bersama. Harold Bethel menjelaskan bahwa the

basic condition of common life merupakan unsur pengikat kehidupan dapat

tercermin pada faktor-faktor berikut ini, yang pertama adanya Grouping of

peopleyang berarti adanya kumpulan orang-orang.

Yang kedua Definite placeyang berarti adanya wilayahatau tempat tinggal

tertentu. Selanjutnya Mode of livingyang berarti adanya pemilihan cara-cara

hidup. (Slamet Santosa, 2009).Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa setiap

individu dalam kehidupan harus menjalin interaksi sosial antar individu yang lain

yang hidup bersama dalam suatu kelompok. Interaksi sosial adalah suatu

hubungan antara dua atau lebih individu yang berkelakuan saling mempengaruhi,

mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain dan sebaliknya (H.

Bonner dalam Slamet Santosa,2009)Suatu hubungan sosialisasi individu terbagi

menjadi tiga lingkungan utama, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah

dan lingkungan masyarakat.

(Mohammad Asrori, 2011). Dalam lingkungan sekolah, interaksi sosial

siswa meliputi interaksi siswa dengan guru, interaksi siswa dengan siswa lainnya,
50

serta interaksi siswa dengan warga sekolah lainnya.Secara umum kemampuan

interaksi sosial siswa dapat dikelompokan kedalam dua kelompok, yaitu siswa

yang bisa berinteraksi sosial dengan baik dan siswa yangtidak bisa berinteraksi

sosial dengan baik.Siswa yang dapat berinteraksi sosial dengan baik atau siswa

yang pandai bergaul biasanya dapat mengatasi berbagai persoalan dalam

pergaulannya. Mereka tidak mengalami kesulitan untuk menjalani hubungan

dengan teman baru, berkomunikasi secara efektif dengan orang lain, terlibat

dalam pembicaraan yang menyenangkan, yaitu siswa yang bisa berinteraksi sosial

dengan baik dan siswa yang tidak bisa berinteraksi sosial dengan baik.Siswa yang

dapat berinteraksi sosial dengan baik atau siswa yang pandai bergaul biasanya

dapat mengatasi berbagai persoalan dalam pergaulannya.

Mereka tidak mengalami kesulitan untuk menjalani hubungan dengan

teman baru, berkomunikasi secara efektif dengan orang lain, terlibat dalam

pembicaraan yang menyenangkan, dan dapat mengakhiri pembicaraan tanpa

mengecewakan atau menyakiti orang lain. Sebaliknya bagi siswa yang tidak dapat

berinteraksi sosial dengan baik akan mengalami kesulitan bergaul. Mereka merasa

kesulitan untuk memulai berbicara, terutama dengan orang-orang yang baru

dikenal, mereka merasa canggung dan tidak dapat terlibat dalam pembicaraan

yang menyenangkan.Interaksi sosial siswa yang tidak baik, ditandai dengan

hubungan antar siswa diliputi rasa kebencian, dan kurangnya kerjasama diantara

siswa. Bentuk-bentuk interaksi sosial yang tidak baik dapat kita lihat dan siswa

saling membenci, saling menjatuhkan, dan terbentuknya kelompok teman sebaya

yang masing-masing kelompok saling menyerang atau saling menjatuhkan


51

sehingga akan menciptakan hubungan yang kurang harmonis diantara siswa.

Interaksi sosial yang tidak baik di lingkungan sekolah juga akan menciptakan

suasana belajar yang kurang nyaman atau kondusif.

Hal semacam ini akan menghambat kemajuan siswa dalam proses

pembelajaran karena kurangnya kerjasama, komunikasi, dan siswa kurang

menghargai siswa lain sehingga sering menimbulkan suasana belajar yang selalu

tegang, sering ribut, timbulnya pertengkaran, perkelahian, dan sebagainya.

IX.2 Kerangka Pemikiran atau Alur Pemikiran

Apakah dengan interaksi sosial pada anak tunadaksa dapat meningkatkan

interaksi atau komunikasi dengan c anak normal yang lainnya yang dapat

bekerja sama dengan baik maupun dilingkungannya.

Gambar bagan kerangka pikir :

Lingkungan

Interaksi Tuna
Sosial Daksa

“Dalam lingkungan anak tunadaksa memerlukan interaksi sosial untuk

meningkatkan rasa kepercayaan diri agar ia tidak merasa terkucilkan dengan

kondisi kekurangan yang ia miliki.”.


52
BAB XI

METODE PENELITIAN

X.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitan eksperimen. Penelitian eksperimen

adalah suatu penelitian yang didalamnya ditemukan minimal satu variabel yang

dimanipulasi untuk mempelajari hubungan sebab akibat. Oleh karena itu,

penelitian eksperimen erat kaitannya dalam menguji suatu hipotesis dalam rangka

mencari pengaruh,hubungan, maupun perbedaan perubahan terhadap kelompok

yang digunakan perlakuan.

Menurut Arikunto (2010:90) Desain penelitian adalah rencana atau

rancangan yang dibuat oleh peneliti, sebagai ancang-ancang kegiatan yang akan

dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan desain pre test dan post test , karena

dalam penelitian ini pengukuran dilakukan sebanyak dua kali , yaitu pertama

digunakan untuk mengetahui interaksi sosial anak tunadaksa sebelum diberi

layanan bimbingan kelompok ( pre-test ) dengan kode O1, sedangkan pengukuran

yang kedua dilakukan untuk mengetahui interaksi sosial setelah diberi layanan

bimbingan kelompok ( post-test ) dengan kode O2. Perbedaan antara O1 dan O2

diasumsikan sebagai efek dari treatmen atau eksperimen yang telah dilakukan.

Desain gambar pre test dan past test sebagai berikut :

Gambar 3.1

O1 X O2

53
54

Keterangan :

O1 : pre-test diberikan sebelum memberikan layanan bimbingan kelompok

X : Perlakuan/treatment ( pemberian layanan bimbingan kelompok

O2 : Post-test diberikan setelah memberikan layanan bimbingan kelompok

Pre test : pre test dilakukan dengan memberikan angket dengan sejumlah

pertanyaan untuk mengukur seberapa besar anak tunadaksa membentuk

interaksi sosial sebelum akhirnya diberikan treatment atau perlakuan

berupa layanan bimbingan kelompok untuk memasuki bagaimana

berinteraksi sosial dengan baik.

A. Treatmen/ perlakuan

Perlakuan diberikan setelah pre test dan mengetahui hasil yang didapatkan

melalui proses perhitungan data dan evaluasi. Dalam hal ini perlakuan dilakukan

dengan menggunakan layanan bimbingan kelompok mengenai interaksi sosial

anak anak tunadaksa Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan.

B. Post test

Post test dilakukan setelah pemberian treatmen/perlakuan , selain itu post

test juga sebagai salah satu pengukuran terakhir yang akan menunjukkan apakah

perlakuan yang diberikan mencapai tujuan untuk interaksi sosial anak tunadaksa

di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan.

X.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Yayasan pembinaan anak cacat (YPAC) Jl.Adi

Negoro No. 02 Medan kota sumatera utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan
55

febuari, maret, april. Alasan waktu tersebut dipilih karena peneliti ingin

mendapatkan data-data siswa.

X.1.2 Waktu Penelitian

Tabel I

Waktu Penelitian Yayasan Pembinaan Anak Cacat ( YPAC) Medan

NO KEGIATAN BULAN BULAN BULAN BULAN BULAN


12 1 2 3 4
DESEMBER JANUAR PEBRUAR MARE APRIL
I I T
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 PRA
PENELITIA
N
a. penyusuna
n
proposal
dan
bimbingan
b. Seminar
proposal
c. Revisi
proposal
d. Acc
penelitian
2 Pelaksanaan
Penelitian
a. Penyebara
n angket
b. Analisis
angket
3 Penyusunan
Laporan
a. Penulisan
konsep
b. Editing
c. Finishing
56

X.2 Populasi dan sampel

X.2.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2017: 117) Populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas : obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. . Sedangkan menurut Yusuf (2016:145) populasi merupakan

salah satu hal yang esensial dan perlu mendapat perhatian dengan seksama

apabila peneliti ingin menyimpulkan suatu hasil yang dapat dipercaya dan tepat

guna untuk daerah (area) atau objek penelitiannya.

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas Yayasan

pembinaan anak cacat (YPAC) Medan Tahun Ajaran 2019/2020 yang berjumlah

40 orang siswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

TABEL II

Populasi Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC)

No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah


1 20 20 40
Jumlah 20 20 40

X.2.2 Sampel

Menurut Sudjana (2006:6) sampel adalah sebagian dari populasi dan

terpilih dan mewakili populasi tersebut. Sedangkan menurut Sugiyono

(2015:118) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi, tersebut.
57

Sampel merupakan bagian dari populasi yang digunakan untuk mewakili

penelitian. Menurut Nazir (2005:273) yang mengatakan bahwa sampel adalah

subjek dari populasi yang ditarik dari sebuah populasi. Teknik penarikan sampel

dalam penelitian ini dilakukan dengan tekhnik random sampling yang mana

disini adalah system acak.

Dari pendapat di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sampel

adalah sebagian individu dalam populasi yang diteliti.Arikunto menjelaskan

bahwa apabila jumlah populasi kurang dari 100, maka seluruh populasi dijadikan

sampel. Selanjutnya jika populasi lebih dari 100, maka populasi dapat diambil

antara 10-15% atau 20-25% atau lebih.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode random sampling.

Random sampling adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga

tiap unit penelitian atau satuan elemen dari populasi mempunyai kesempatan

yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Jadi sampel yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu sebesar 20% dari populasi yang terdiri dari satu kelas yaitu

yang berjumlah 40 siswa. Sampel yang diperoleh dalam penelitian ini Dengan

random sample atau acak sampel.

X.3 Desain / Prosedur Penelitian

X.3.1 Teknik pengambilan sampel

Melihat jumlah populasi penelitian ini besar maka peneliti dalam

menetapkan jumlah sampel mengacu pada pendapat Arikunto (2006) yang

menyatakan bahwa: “Untuk sekedar ancang-ancang maka apabila subjeknya

kurang dari 100, lebih baik dari semua, sehingga penelitiannya merupakan
58

penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil

antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung dari kemampuan peneliti

dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana serta sempit luasnya wilayah,

pengamatan dari setiap subjek dan besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh

peneliti.” Karena jumlah populasi kurang dari 100 maka penulis menggunakan

random sampling atau sampel acak yaitu diambil 20% dari total populasi, 20%

dari 40 siswa adalah 8 siswa yang menjadi sampel dalam penelitian ini.

20% x 40 : 8

X.4 Variabel dan Indikator

Variabel merupakan suatu yang sangat penting dalam penelitian, karena

dengan variabel kita dapat lebih fokus pada apa yang menjadi objek penelitian

kita akan sehingga akan lebih mempermudah cara kerja. Menurut Arikunto

(2010:118) variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian

suatu penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang terdiri dari:

X.4.1 Variabel

Variabel bebas atau X adalah variabel yang memiliki peran untuk

memberikan pengaruh terhadap lainnya. Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah layanan bimbingan kelompok menurut prayitno (2017:133).

Variabel terikat atau Y adalah variabel yang memiliki peran untuk

menerima pengaruh dari variabel lainnya.Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah interaksi sosial menurut bambang syamsul (2015:49).

Maka dapat digambarkan pengaruh antara variabel X dan Variabel Y

adalah sebagai berikut:


59

Variabel bebas X Variabel bebas Y


(layanan bimbingan (interaksi sosial)
kelompok)

X.4.2 Indikator dan Penelitian

Indikator adalah sesuatu yang menjelaskan tentang variabel sehingga

dapat diobservasi (observable) atau dapat diukur (measureable), dan tidak terjadi

perbedaan persepsi mengenai variabel tersebut. (Sistematika UMN 2019: 48)

Sesuai dengan variabel penelitian ini, maka yang menjadi indikator adalah

sebagai berikut :

A. Variabel X dalam penelitian ini adalah layanan bimbingan kelompok menurut

prayitno ( 2017:133). Adapun langkah langkah dalam melaksanakan

bimbingan kelompok yaitu :

1. Tahap pembentukan

2. Tahap peralihan

3. Tahap kegiatan

4. Tahap penyimpulan

5. Tahap penutupan

B. Variabel Y dalam penelitian ini adalah interaksi sosial menurut bambang

samul (2015:54). Adapun yang menjadi indikator dari interaksi sosial yaitu:

kerja sama, persaingan, konflik.

X.5 Teknik pengumpulan data

Adapun pengertian tekhnik pengumpulan data menurut Sugiyono

(2016:308) merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena


60

tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui tekhnik

pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi

standar data yang diterapkan. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini yakni angket atau kuisioner. Uraian lengkapnya sebagai berikut :

X.5.1 Angket dan Kuisioner

Menurut Sugiyono (2016:199) angket atau kuisioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan

satu pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket merupakan

tekhnik pengumpulan data yang efisisen apabila peneliti tahu dengan pasti

variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.

Angket yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk skala likert.Skala

Likert menurut Sugiyono (2016:134) digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,

dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.Untuk

mengetahui interaksi sosial siswa, responden diminta untuk memilih kategori

jawaban yang diatur oleh peneliti dengan memberikan tanda chek list (√) pada

kolom yang tersedia.Angket ini digunakan untuk mengetahui interaksi sosial

terhadap anak tunadaksa yang berada disekitarnya. Berdasarkan pada pengalaman

magang disekolah, ada kecenderungan seseorang atau responden memberikan

pilihan jawaban pada kategori tengah karena alasan kemanusiaan.Tetapi jika

semua responden memilih pada kategori tengah, maka peneliti tidak memperoleh

informasi pasti.Untuk mengatasi hal ini, peneliti dianjurkan membuat tes skala

likert dengan kategori pilihan genap. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti
61

menggunakan skala likert dengan empat (4) alternatif pilihan jawaban yaitu

sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.

X.5.2 Instrumen penelitian

Pengambilan data dilalui melalui angket yang dibagikan kepada siswa.

Menurut Arikunto (2010:194) mengatakan bahwa “angket adalah sejumlah

pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden

dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hak yang ia ketahui angket

interaksi sosial dibuat dengan menggunakan mengajukan pilihan jawaban bagi

siswa’.

Pada prinsipnya, meneliti adalah melakukan pengukuran sehingga

melakukan alat ukur yang baik. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini

adalah skala interaksi sosial dan skala anak autis tersebut. Dalam pembuatan

skala perlu melihat kisi-kisi skala tersebut terlebuh dahulu. Oleh karena itu

berikut disajikan kisi-kisi skala interaksi sosial dan skala anak autis dalam

bentuk tabel. Dalam memberikan jawaban siswa hanya memberikan tanda chek

list (√) pada kolom atau tempat yang sudah disediakan. Untuk menilai jawaban

siswa digunakan skala likert sebagai brtikut. Oleh karena itu peneliti ini

menggunakan skala psikologis dengan 4 alternatif jawaban yaitu Sangat Setuju

(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS) karena orang

cenderung untuk melihat alternative tersebut dan tidak akan menjawab setuju

atau tidak setuju pernyataan dalam skala.

1. Skala interaksi sosial

a. Instrument penelitian

Skala ini digunakan untuk mengetahui tingkat interaksi sosial, skala

disusun berdasarkan bentuk-bentuk proses interaksi sosial yang dikemukakan

Arifin (2015:58) yang terdiri dari kerja sama, persaingan dan pertentangan.
62

TABEL II

Kisi-kisi Angket Interakasi Sosial Menurut bambang syamsul (2015:58)

Variabel Indikator Diskriptor Butiran angket


Positif Negatif
Pengaruh Kerjasama Saling 1,2,3,4,6,10,11 5,7,8,9
interaksi membantu ,12,13, 14,15,
sosial 16

Persaingan Menjadi yang 18,19,21,22,23 17,20,25,


terbaik ,24,28,29 26,27,30,
31,32
Konflik Mengalami 36 33,34,35,
permasalahan 37,38,39,
terhadap teman 40
dilingkungan
sekolah
21 19
b. Penetapan skor

Interaksi sosial secara oprasional terdiri dari pernyataan bentuk-bentuk

proses interaksi sosial secara positif dan dan pernyataan bentuk-bentuk interaksi

sosial secara negatif yang terbagi menjadi empat alternatif jawaban tentang

kesesuaiaan kemampuan yang dimiliki subjek. Skala interaksi sosial memiliki

empat alternatif jawaban yaitu, Sangat Setuju (SS) dengan skor empat (4) untuk

untuk pernyataan positif dan skor satu (1) untuk pernyataan negatif, Setuju (S)

dengan skor tiga (3) untuk pernyataan positif dan skor dua (2) untuk skor negatif,

Tidak Setuju (TS) dengan skor dua (2) untuk pernyataan positif dan skor tiga (3)

untuk pernyataan negatif, Sangat Tidak Setuju (STS) dengan skor satu (1) untuk

pernyataan positif dan skor empat (4) untuk pernyataan negatif.


63

Berdasarkan uraian diatas, maka pemberian skor pada masing-masing

alternatif jawaban pada skala interaksi sosial sebagai berikut:

TABEL III

Pemberian Skor Angket

No Pernyataan positif Pernyataan negatif


Skor Keterangan Sekor Keterangan
1 4 Sangat Setuju (SS) 1 Sangat Setuju (SS)
2 3 Setuju (S) 2 Setuju (S)
3 2 Tidak Setuju (TS) 3 Tidak Setuju (TS)
4 1 Sangat Tidak Setuju 4 Sangat Tidak Setuju
(STS) (STS)

X.6 Teknik analisis data

Menurut Yusuf (2016:255) analisis data merupakan salah satu langkah

dalam kegiatan penelitian yang sangat menentukan ketetapan dan kesahihan hasil

penelitian. Sedangkan menurut Sugiyono (2015:207) analisis data merupakan

kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain

terkumpul.Teknik analisis data berarti cara-cara yang dilakukan terhadap data,

baik itu yang bersifat penyajian (tabulasi, diagram), manipulasi

(pengolahan/perhitungan) dengan menggunakan rumus uji persyaratan untuk

penggunaan rumus statistik dalam pengujian hipotesis maupun penafsiran

(Sistematika UMN,2018:27). Adapun teknik analisis data yang digunakan

peneliti adalah:

X.6.1 Uji Validitas

Menurut Arikunto (2010:211) Validitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan tingkatan-tingkatan kevalidan atau kesahihan suatu instrument.


64

Untuk mengukur keberhasilan yang telah dicapai dalam mengurangi perilaku

egpsentris dalam belajar pada siswa dapat dianalisa tingkat validitasnya dengan

menggunakan rumus korelasi product moment, sebagai berikut:

Arikunto, (2010:213)

Keterangan:

: Koefisien korelasi

: Jumlah responden

: Jumlah skor variabel x

: Skor total seluruh siswa

: Jumlah perkalian skor x dan y

: Jumlah kuadrat skor distribusi x

: Jumlah kuadrat skor total

X.6.2 Uji reabilitas instrument

Menurut Sugiyono (2016:364) reliabilitas instrumen merupakan

reliabilitas yang berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau

temuan. Dalam pandangan positivistik (kuantitatif), suatu data dinyatakan

reliabel apabila dua atau lebih peneliti dalam objek yang sama menghasilkan data

yang sama, atau peneliti sama dalam waktu yang berbeda menghasilkan data
65

yang sama, atau sekelompok data apabila dipecah menjadi dua menunjukkan data

yang berbeda.

Adapun keseluruhan instrumen skala penelitian pola ashu orang tua dan

pernikahan dini menggunakan rumus Alpha Cronbach karena instrumen

penelitian ini berbentuk angket dan skala bertingkat. Rumus Alpha Cronbach

sebagai berikut :

R11 =

Keterangan:

: Reliabilitas instrument

: Banyaknya butir soal

: Jumlah varians butir

: Varians total

Untuk mencari varians butir digunakan rumus:

Sedangkan untuk varians total dapat dicari dengan rumus:

Bila rhitung >rtabel pada taraf signifikan 95% dan = 0,05 maka dapat
dikatakan reliabel.
Untuk menganalisis hasil eksperimen yang menggunakan tes awal dan tes

akhir. Berikut adalah rumus uji-t yang digunakan.


66

Md
t
2
x d
 (   1)

Keterangan:

Md : Mean dari defiasi (d) antara post-test dan pre-test.


Xd : Perbedaan devisi dengan mean deviasi.
N : Banyaknya subjek.
df : Atau db adalah N – 1.
Arikunto, (2010:125)

X.6.3 Uji Normalitas

Uji normalitas berguna untuk menentukan data yang telah dikumpulkan

berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal. Uji statistic normalitas

yang digunakan ialah uji Kolmogorov smirnov. Adapun rumus yang digunakan

adalah sebagai berikut :

KD

Keterangan n1 : Jumlah responden

n2 : Jumlah responden yang diharapkan

Anda mungkin juga menyukai