2015
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap individu merupakan makhluk sosial, sehingga setiap individu di tuntut
untuk dapat berpartisipasi aktif, kreatif dan berdaya guna dalam lingkungannya.
Sebagai makhluksosial, individu selalu memenuhi tuntutannya secara alamiah
yang diwujudkan dalam berkebutuhan khusus terutama sekali anak tunagrahita
secara hakiki mereka merupakan makhluk sosial, sejak dilahirkan ia
membutuhkan hubungan sosial dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
biologisnya seperti makan dan minum, salah satunya anak tunagrahita. Dalam
kehidupan sehari-hari anak dengan tuna grahita juga merupakan bagian dari
anggota masyarakat dan selalu dituntut dapat berprilaku sesuai dengan normanorma yang berlaku dilingkungannya.Pada kenyataannya anak tunagrahita sulit
berprilaku sosial yang baik dengan lingkungannya.Selain itu karena memiliki
tingkat kecerdasan di bawah kecerdasan anak normal, kecenderungan masyarakat
menganggap aneh dengan prilaku anak tunagrahita tersebut.
Hasil survey yang dilakukan oleh Hallahan pada tahun 1988, didapatkan
bahwa jumlah penyandang tunagrahita adalah 2,3%. Di Swedia diperkirakan 0,3%
anak yang berusia 5-16 tahun merupakan penyandang retardasi mental yang berat
dan 0,4% retardasi mental ringan. Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2006,
dari 222 juta penduduk Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2,8 juta jiwa adalah
penyandang cacat. Sedangkan populasi anak tunagrahita menempati angka paling
besar dibanding dengan jumlah anak dengan keterbatasan lainnya. Prevalensi
tunagrahita di Indonesia saat ini diperkirakan 1-3% dari penduduk Indonesia,
sekitar 6,6 juta jiwa. Anak tunagrahita ini memperoleh pendidikan formal di
Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri dan SLB swasta. Jumlah anak-anak tunagrahita
diperkirakan 2,5-3% dari jumlah populasi umumnya. Sesuai dengan
karakteristiknya, kira-kira 85% anak-anak yang termasuk tunagrahita ringan dari
populasi tunagrahita yang ada.Jumlah tunagrahita sedang (moderate mental
retardation) diperkirakan 10% dari jumlah populasi tunagrahita yang
ada.Selanjutnya tunagrahita berat (severe mental retardation) diperkirakan
berjumlah 3-4% dari populasi tunagrahita yang ada.Pada jenis tunagrahita sangat
berat (profound mental retardation) jumlahnya diperkirakan hanya 1-2% dari
populasi tunagrahita yang ada (Suharmini, 2007: 70).
Menurut Reiss dalam Suharmini (2007) anak tunagrahita adalah anak yang
mempunyai gangguan dalam intelektual sehingga menyebabkan kesulitan untuk
melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Perilaku yang diperlihatkan anak
tersebut, tentu akan berakibat tidak baik dalam lingkungan sosial anak dengan
tunagrahita. Hal ini perlu untuk diatasi, jika tidak anak dengan tuna grahita akan
mendapatkan perlakuan kurang wajar dari masyarakat dan teman-temannya.
Penyesuaian diri anak-anak tunagrahita di sekolah sangatlah kurang bahkan
hampir tidak dapat menempatkan diri ketika pelajaran berlangsung, yaitu ada anak
yang hanya duduk diam menyendiri menundukkan kepalanya sambil bermain
pensil ketika guru menerangkan, tidak tertarik pada pelajaran yang disampaikan,
ada pula anak yang asik bercanda sendiri dengan teman dan berbicara dengan
2015
suara yang keras. Anak tunagrahita tidak mengetahui bagaimana cara yang benar
bergaul dengan teman-temannya, misalnya melakukan aktivitas untuk menjahili
temannya, mereka merasa senang bila menggangu orang lain termasuk gurunya,
berbicara pada guru dengan bahasa yang tidak sopan, suka menggertak baik
ucapan maupun perbuatan, bersikap menyerang dan merusak fasilitas sekolah
dengan menendang kursi dan tidak menaati peraturan sekolah (Gadis,
2012).Sehingga, anak dengan tunagrahita perlu untuk melakukan penyesuaia diri
terhadap lingkungan disekitarnya.Penyesuaian diri merupakan variasi dalam
kegiatan organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhankebutuhan serta menegaskan hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik
dan sosial (Chaplin, 2006: 11).
Dalam hal ini hambatan-hambatan yang dialami oleh anak tunagrahita perlu
adanya penanganan pendidikan khusus, seperti contohnya Sekolah Luar Biasa
(SLB C) untuk melatih anak-anak yang memiliki keterbatasan seperti tunagrahita
ini.Sekolah Luar Biasa biasanya dalam pendidikan, metode yang diberikan dalam
pembelajaran lebih ditekankan pada perkembangan akademik anak.Untuk itu,
harus ada perubahan dalam sistem pengajaran pada Sekolah Luar Biasa yang lebih
ditekankan pada pengembangan aspek non akademis.Dalam hal ini adalah
kemampuan anak dalam menyesuaikan diri.Salah satunya adalah dengan melalui
permainan. Jenis permainan yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutan
tersebut adalah jenis permainan yang membuat anak senang dan dapat bekerja
sama dengan teman yang lainnya (permainan kooperatif) yang dilakukan dalam
luar ruangan atau alam terbuka (outbound). Outbound merupakan suatu program
pembelajaran (pelatihan) untuk anak-anak yang dilakukan di alam terbuka dengan
mendasarkan pada prinsip experimental learning (belajar melalui pengalaman
langsung) yang disajikan dalam bentuk permainan, simulasi, diskusi, dan
petualangan sebagai media penyampaian materi (Muksin, 2009:2).
1.2 Tujuan
Mengetahui aplikasi model konsep Community as Partnerpada klien dengan
tunagrahita
2015
2015
2015
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
2015
g) Pendidikan
Catat apa saja sekolah-sekolah dalam area beserta kondisi,
pendidikan lokal, reputasi, tingkat drop-out, aktifitas-aktifitas
ekstrakurikuler, layanan kesehatan sekolah, dan tingkat pendidikan
masyarakat.
h) Rekreasi
Catat dimana anak-anak bermain, apa saja bentuk rekreasi utama,
siapa yang berpartisipasi, fasilitas untuk rekreasi dan kebiasaan
masyarakat menggunakan waktu senggang.
Jenis Data
Jenis data secara umum dapat diperoleh dari
1. Data subjektif
Data yang diperoleh dari keluhan atau masalah yang dirasakan oleh
individu, keluarga, kelompok dan komunitas, yang diungkapkan secara
langsung melalui lisan.
2. Data objektif
Data yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan, pengamatan dan
pengukuran.
Sumber Data
1. Data primer
Data yang dikumpulakn oleh pengkaji dalam hal ini mahasiswa atau
perawat kesehatan masyarakat dari individu, keluarga, kelompok dan
komunitas berdasarkan hasil pemeriksaan atau pengkajian.
2. Data sekunder
Data yang diperoleh dari sumber lain yang dapat dipercaya, misalnya :
kelurahan, catatan riwayat kesejatan pasien atau medical record. (wahit,
2005)
Cara Pengumpulan Data
1. Wawancara atatu anamnesa
2. Pengamatan
3. Pemeriksaan fisik
Pengolahan Data
1. Klasifikasi data atau kategorisasi data
2. Perhitungan presentase cakupan dengan menggunakan tally
3. Tabulasi data
Interpretasi Data Analisis Data
Tujuan analisis data :
1. Menetapkan kebutuhan komunitas;
2. Menetapkan kekuatan;
3. Mengidentifikasi pola respon komuniti;
4. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan.
Penentuan Masalah atau Perumusan Masalah Kesehatan
Prioritas Masalah
Prioritas masalah kesehatan masyarakat dan keperawatan perlu
mempertimbangkan berbagai faktor sebagai kriteria:
1. Perhatian masyarakat;
2015
2. Prevalensi kejadian;
3. Berat ringannya masalah;
4. Kemungkinan masalah untuk diatasi;
5. Tersedianya sumber daya masyarakat;
6. Aspek politis.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan baik
yang aktual maupun potensial.Masalah aktual adalah masalah yang diperoleh pada
saat pengkajian, sedangkan masalah potensial adalah masalah yang mungkin
timbul kemudian.American Nurses Of Association (ANA). Dengan demikian
diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas, padat dan pasti tentang
status dan masalah kesehatan pasien yang dapat diatasi dengan tindakan
keperawatan.
3. Perencanaan
a. Tahapan pengembangan masyarakat
Persiapan, penentuan prioritas daerah, pengorganisasian, pembentukan
pokjakes (kelompok kerja kesehatan)
b. Tahap diklat
c. Tahap kepemimpinan
Koordinasi intersektoral, akhir, supervisi atau kunjungan bertahap.
4. Pelaksanaan/Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Potter & Perry, 2005).Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan
kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki
kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori
dari implementasi keperawatan, antara lain:
a. Cognitive implementations
Meliputi pengajaran atau pendidikan, menghubungkan tingkat pengetahuan
klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi untuk klien
dengan disfungsi komunikasi, memberikan umpan balik, mengawasi tim
keperawatan, mengawasi penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan
lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain lain.
b. Interpersonal implementations
Meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan, meningkatkan pelayanan,
menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal personal,
pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual, bertindak sebagai
advokasi klien, role model, dan lain lain.
c. Technical implementations
Meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit, melakukan aktivitas rutin
keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar klien, mengorganisir
respon klien yang abnormal, melakukan tindakan keperawatan mandiri,
kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.
2015
5.
2015
Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Sofinar (2012) dengan judul Perilaku
Sosial Anak Tunagrahita Sedang diketahui bahwa anak dengan tunagrahita
sedang di kelas D.III/C1 SLB YAPPAT Lubuk Sikaping.Pada penelitian
diketahui bahwa anak tunagrahita menunjukkan prilaku kurang baik dalam
pergaulannya terutama dengan teman sekelas. Salah satu contoh penulis
dapat mengemukakan sebagai berikut: anak suka mengambil peralatan
sekolah teman, suka meminta uang kepada orang lain yang tidak dikenalnya,
suka melarikan diri dari sekolah, dan sering mengganggu teman serta senang
berbuat sesuka hati, sehingga menimbulkan keributan di antara mereka.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan orangtuanya, ternyata
anak ini di rumah juga menunjukkan perilaku yang sama. Orang tua
sepertinya tidak begitu peduli terhadap perilaku anak, mereka hanya
beranggapan bahwa perilaku tersebut merupakan akibat dari kekurangan
(tunagrahita) dari anak.Ucapan teguran, larangan ada dilontarkan serta
pukulan pernah diberikan orangtua pada anak, tetapi hanya sekedar
menyakiti anak saja.Kaarena hasilnya anakpun tidak ada berubah.Anak
dalam kesehariannya selalu menimbulkan kegaduhan pada temantemannya.
Contoh Kasus 2
Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Wati (2012) yang berjudul Outbound
Management Training Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri
Anak Tunagrahita diketahui bahwa anak tunagrahita adalah anak yang
mempunyai gangguan dalam intelektual sehingga menyebabkan kesulitan
untuk melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Penyesuaian diri anak-ana
tunagrahita di SLB Negeri Rembang sangatlah kurang bahkan hampir tidak
dapat menempatkan diri ketika pelajaran berlangsung, yaitu ada anak yang
hanya duduk diam menyendiri meunundukkan kepalanya sambil bermain
pensil ketika guru menerangkan, tidak tertarik pada pelajaran yang
disampaikan, ada pula anak yang asik bercanda sendiri dengan teman dan
berbicara ngawur dengan suara yang keras. Anak tunagrahita tidak
mengetahui bagaimana cara yang benar bergaul dengan teman-temannya,
misalnya melakukan aktivitas untuk menjahili temannya, mereka merasa
senang bila mengganggu orang lain termasuk gurunya, berbicara tidak sopan
dengan bahasa yang tidak sopan, suka menggertak baik ucapan maupun
perbuatan, bersikap menyerang dan merusak fasilitas sekolah (dengan
menendang kursi dan tidak menaati peraturan sekolah).
3.1.2 Pengkajian
1) Data Inti (Core)
a. Data Demografi
2015
10
2015
c. Ekonomi
d. Transportasi dan Keamanan
Peniliti memberikan kegiatan untuk meningkatkan kemampuan
penyesuaian diri anak tunagrahita sedang dengan kegiatan bermain
dalam bentuk Outbound Management Trainin (OMT). Seluruh
kegiatan dilaksanakan di area SLB Negeri Rembang baik di dalam
ruang maupun dluar ruangan.
e. Politik dan Pemerintah
Pemerintah khususnya dinas pendidikan telah berupaya untuk
memfasilitasi pendidikan anak-anak tunagrahita dengan adanya
Sekolah Luar Biasa Rembang ini. Selain aspek akademik, aspek non
akademis juga perlu diperhatikan untuk anak-anak tunagrahita.
f. Komunikasi
Berdasarkan penelitian dalam jurnal menyebutkan bahwa anak
tunagrahita tidak mengetahui bagaimana cara yang benar bergaul
dengan teman-temannya, misalnya melakukan aktivitas untuk
menjahili teman-temanya, mereka merasa senang bila mengganggu
orang lain termasuk gurunya, berbicara pada guru dengan bahasa yang
tidak sopan, suka menggertak baik ucapan maupun perbuatan.
g. Pendidikan
Anak-anak dengan kebutuhan khusus mengalami hambatan-hambatan
dalam pendidikan. SLB Negeri Rembang merupakan salah satu
fasilitas pendidikan khusus yang didirikan oleh pemerintah. Metode
pendidikan di SLB dalam pembelajaran lebih ditekankan pada
perkembangan akademik anak. Perlu adanya perubahan dalam sistem
pengajaran pada SLB yang lebih ditekankan pada pengembangan
aspek non akademis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti, anak-anak tunagrahita sedang di SLB Negeri Rembang
mengalami kurangnya penyesuaian diri. Mereka kurang bahkan tidak
dapat menempatkan diri ketika pelajaran berlangsung, yaitu ada anak
yang hanya duduk diam menyendiri menundukkan kepalanya sambil
bermain pensil ketika guru menerangkan, tidak tertarik pada pelajaran
yang disampaikan. Hal yang sama dikemukakan dalam jurnal pertama
di SLB YAPPAT Lubuk Sikaping, anak tunagrahita menunjukkan
bahwa anak tunagrahita menunjukkan prilaku kurang baik dalam
pergaulannya terutama dengan teman sekelas. Salah satu contoh
penulis dapat mengemukakan sebagai berikut: anak suka mengambil
peralatan sekolah teman, suka meminta uang kepada orang lain yang
tidak dikenalnya, suka melarikan diri dari sekolah, dan sering
mengganggu teman serta senang berbuat sesuka hati, sehingga
menimbulkan keributan di antara mereka.
h. Rekreasi
Menurut peneliti pengembangan aspek non akademis dalam hal ini
adalah kemampuan anak dalam menyesuaikan diri dengan permainan
dapat membuat anak senang dan dapat bekerja sama dengan teman
11
2015
12
2015
Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan
komunitas
1.
2.
3.
4.
5.
2.
1.
2.
Intervensi
Keperawatan
Kaji
faktor
penyebab
dan
faktor risiko yang
mempengaruhi
komunitas dalam
melakukan
koping efektif.
Tentukan
ketersediaan
sumber informasi
dan
tingkat
penggunaannya.
Lakukan
penyuluhan
kepada guru SLB
tentang
pentingnya
pendidikan nonakademik
bagi
siswa
tunagrahita.
Lakukan
kerjasama
dengan guru SLB
terkait pemberian
pendidikan nonakademik.
Anjurkan siswa
untuk
berpartisipasi
aktif
dalam
asuhan
keperawatan.
Kaji
sumber
internal
dan
eksternal
SLB
yang
dapat
digunakan.
Buat
program
penyuluhan
untuk siswa SLB
yang berisiko.
13
dan
siswanya
dalam
menyelesaikan
sebuah masalah.
2015
3. Dukung
dan
fasilitasi program
SLB
yang
berguna
untuk
peningkatan
kualitas sekolah
dan
siswa
tunagrahita.
4. Berikan
pendidikan nonakademik kepada
siswa
tunagrahita.
5. Kolaborasikan
dengan
tokoh
agama maupun
guru
untuk
memberikan
pendidikan nonakademik pada
siswa
tunagrahita.
14
2015
15
2015
16
2015
DAFTAR PUSTAKA
Allender, J.A., and Spradley, B.W. 2001. Community health nursing : Concepts
and practice, 4th.ed, Philadelpia: Lippincott.
Anderson, E.T., and McFarlane, J. 2000. Community as partner: Theory and
practice in nursing, 3rd.ed. Philadelpia: Lippincott
Barid, Barrarah. et all. 2011. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.
Bulecheck, M. Gloria. Et all. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) 6th
edition. United State: Elsevier Mosby
Craven, R. F dan Hirnle, C. J. 2000.Fundamental of Nursing: Human, Health and
function. Edisi 3. Phiadelphia: lippincott
Memmott, Bott, Duke. 2000. Use of the Neuman System Model for
interdisciplinary teams. Journal of Rural Nursing and Health Care, 1(2),
35-43.
Moorhead, Su. Et all. Nursing Outcome Classification (NOC) 5th edition.United
State: Elsevier Mosby.
Sofinar. 2012. Perilaku Sosial Anak Tunagrahita Sedang. Junal Ilmiah Pendidikan
Khusus. Volume 1 Nomor 1 Januari 2012
Wati, Gadis Mulia. 2012. Outbound Management Training Untuk Meningkatkan
Kemampuan Penyesuaian Diri Anak Tunagrahita. Educational Psychology
Journal 1 (1) 2012
17