Anda di halaman 1dari 17

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan

Khusus PSIK Universitas Jember

2015

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap individu merupakan makhluk sosial, sehingga setiap individu di tuntut
untuk dapat berpartisipasi aktif, kreatif dan berdaya guna dalam lingkungannya.
Sebagai makhluksosial, individu selalu memenuhi tuntutannya secara alamiah
yang diwujudkan dalam berkebutuhan khusus terutama sekali anak tunagrahita
secara hakiki mereka merupakan makhluk sosial, sejak dilahirkan ia
membutuhkan hubungan sosial dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
biologisnya seperti makan dan minum, salah satunya anak tunagrahita. Dalam
kehidupan sehari-hari anak dengan tuna grahita juga merupakan bagian dari
anggota masyarakat dan selalu dituntut dapat berprilaku sesuai dengan normanorma yang berlaku dilingkungannya.Pada kenyataannya anak tunagrahita sulit
berprilaku sosial yang baik dengan lingkungannya.Selain itu karena memiliki
tingkat kecerdasan di bawah kecerdasan anak normal, kecenderungan masyarakat
menganggap aneh dengan prilaku anak tunagrahita tersebut.
Hasil survey yang dilakukan oleh Hallahan pada tahun 1988, didapatkan
bahwa jumlah penyandang tunagrahita adalah 2,3%. Di Swedia diperkirakan 0,3%
anak yang berusia 5-16 tahun merupakan penyandang retardasi mental yang berat
dan 0,4% retardasi mental ringan. Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2006,
dari 222 juta penduduk Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2,8 juta jiwa adalah
penyandang cacat. Sedangkan populasi anak tunagrahita menempati angka paling
besar dibanding dengan jumlah anak dengan keterbatasan lainnya. Prevalensi
tunagrahita di Indonesia saat ini diperkirakan 1-3% dari penduduk Indonesia,
sekitar 6,6 juta jiwa. Anak tunagrahita ini memperoleh pendidikan formal di
Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri dan SLB swasta. Jumlah anak-anak tunagrahita
diperkirakan 2,5-3% dari jumlah populasi umumnya. Sesuai dengan
karakteristiknya, kira-kira 85% anak-anak yang termasuk tunagrahita ringan dari
populasi tunagrahita yang ada.Jumlah tunagrahita sedang (moderate mental
retardation) diperkirakan 10% dari jumlah populasi tunagrahita yang
ada.Selanjutnya tunagrahita berat (severe mental retardation) diperkirakan
berjumlah 3-4% dari populasi tunagrahita yang ada.Pada jenis tunagrahita sangat
berat (profound mental retardation) jumlahnya diperkirakan hanya 1-2% dari
populasi tunagrahita yang ada (Suharmini, 2007: 70).
Menurut Reiss dalam Suharmini (2007) anak tunagrahita adalah anak yang
mempunyai gangguan dalam intelektual sehingga menyebabkan kesulitan untuk
melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Perilaku yang diperlihatkan anak
tersebut, tentu akan berakibat tidak baik dalam lingkungan sosial anak dengan
tunagrahita. Hal ini perlu untuk diatasi, jika tidak anak dengan tuna grahita akan
mendapatkan perlakuan kurang wajar dari masyarakat dan teman-temannya.
Penyesuaian diri anak-anak tunagrahita di sekolah sangatlah kurang bahkan
hampir tidak dapat menempatkan diri ketika pelajaran berlangsung, yaitu ada anak
yang hanya duduk diam menyendiri menundukkan kepalanya sambil bermain
pensil ketika guru menerangkan, tidak tertarik pada pelajaran yang disampaikan,
ada pula anak yang asik bercanda sendiri dengan teman dan berbicara dengan

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

2015

suara yang keras. Anak tunagrahita tidak mengetahui bagaimana cara yang benar
bergaul dengan teman-temannya, misalnya melakukan aktivitas untuk menjahili
temannya, mereka merasa senang bila menggangu orang lain termasuk gurunya,
berbicara pada guru dengan bahasa yang tidak sopan, suka menggertak baik
ucapan maupun perbuatan, bersikap menyerang dan merusak fasilitas sekolah
dengan menendang kursi dan tidak menaati peraturan sekolah (Gadis,
2012).Sehingga, anak dengan tunagrahita perlu untuk melakukan penyesuaia diri
terhadap lingkungan disekitarnya.Penyesuaian diri merupakan variasi dalam
kegiatan organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhankebutuhan serta menegaskan hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik
dan sosial (Chaplin, 2006: 11).
Dalam hal ini hambatan-hambatan yang dialami oleh anak tunagrahita perlu
adanya penanganan pendidikan khusus, seperti contohnya Sekolah Luar Biasa
(SLB C) untuk melatih anak-anak yang memiliki keterbatasan seperti tunagrahita
ini.Sekolah Luar Biasa biasanya dalam pendidikan, metode yang diberikan dalam
pembelajaran lebih ditekankan pada perkembangan akademik anak.Untuk itu,
harus ada perubahan dalam sistem pengajaran pada Sekolah Luar Biasa yang lebih
ditekankan pada pengembangan aspek non akademis.Dalam hal ini adalah
kemampuan anak dalam menyesuaikan diri.Salah satunya adalah dengan melalui
permainan. Jenis permainan yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutan
tersebut adalah jenis permainan yang membuat anak senang dan dapat bekerja
sama dengan teman yang lainnya (permainan kooperatif) yang dilakukan dalam
luar ruangan atau alam terbuka (outbound). Outbound merupakan suatu program
pembelajaran (pelatihan) untuk anak-anak yang dilakukan di alam terbuka dengan
mendasarkan pada prinsip experimental learning (belajar melalui pengalaman
langsung) yang disajikan dalam bentuk permainan, simulasi, diskusi, dan
petualangan sebagai media penyampaian materi (Muksin, 2009:2).
1.2 Tujuan
Mengetahui aplikasi model konsep Community as Partnerpada klien dengan
tunagrahita

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

2015

BAB II. TINJAUAN KONSEP


2.1 Pendahuluan tentang Konsep Community as Partner Model
Model konseptual adalah sintesis seperangkat konsep dan pernyataan yang
mengintegrasikan
konsep-konsep
tersebut
menjadi
suatu
kesatuan.
Model keperawatan dapat didefinisikan sebagai kerangka pikir, sebagai satu cara
melihat keperawatan, atau satu gambaran tentang lingkup keperawatan. Model ini
sebagai panduan proses keperawatan dalam pengkajian komunitas; analisa dan
diagnosa; perencanaan; implementasi komunitas yang terdiri dari tiga tingkatan
pencegahan; primer, sekunder, dan tersier, dan program evaluasi (Hitchcock,
Schubert, Thomas, 1999).
Konsep Community as Partner diperkenalkan Anderson dan
McFarlane.Model ini merupakan pengembangan dari model Neuman yang
menggunakan pendekatan totalitas manusia untuk menggambarkan status
kesehatan klien.Neuman memandang klien sebagai sistem terbuka dimana klien
dan lingkungannya berada dalam interaksi yang dinamis. Menurut Neuman, untuk
melindungi klien dari berbagai stressor yang dapat mengganggu keseimbangan,
klien memiliki tiga garis pertahanan, yaitu fleksible line of defense, normal line of
defense, dan resistance defense.
Anderson dan McFarlane (2000) mengatakan bahwa dengan menggunakan
modelcommunity as partner terdapat dua komponen utama yaitu roda
pengkajiankomunitas dan proses keperawatan. Roda pengkajian komunitas terdiri
dari duabagian utama yaitu inti dan delapan subsistem yang mengelilingi inti
yangmerupakan bagian dari pengkajian keperawatan, sedangkan proses
keperawatanterdiri dari beberapa tahap mulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan,implementasi, dan evaluasi.
2.2 Kerangka Konsep Community as Partner Model

Gambar 2.1. Model Konseptual Community As Partner

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

2015

Agregat klien dalam model Community as Partner ini meliputi intrasistem


dan ekstrasistem. Intrasistem terkait adalah sekelompok orang-orang yang
memiliki satu atau lebih karakteristik (Stanhope & Lancaster, 2004).Agregat
ekstrasistem meliputi delapan subsistem yaitu komunikasi, transportasi dan
keselamatan, ekonomi, pendidikan, politik dan pemerintahan, layanan kesehatan
dan sosial, lingkungan fisik dan rekreasi (Helvie, 1998; Anderson & McFarlane,
2000; Ervin, 2002; Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999; Stanhope & Lancaster,
2004; Allender & Spradley, 2005).
Delapan subsistem dipisahkan dengan garis putus-putus artinya sistem satu
dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Di dalam komunitas ada lines of
resistance, merupakan mekanisme internal untuk bertahan dari stressor. Rasa
kebersamaan dalam komunitas untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan
contoh dari line of resistance. Anderson dan McFarlane (2000) mengatakan
bahwa dengan menggunakan model Community as Partner terdapat dua
komponen utama yaitu roda pengkajian komunitas dan proses keperawatan. Roda
pengkajian komunitas terdiri dari dua bagian utama yaitu inti dan delapan
subsistem yang mengelilingi inti yang merupakan bagian dari pengkajian
keperawatan, sedangkan proses keperawatan terdiri dari beberapa tahap mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.Komunitas
sebagai klien/partner berarti kelompok masyarakat tersebut turut berperan serta
secara aktif meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengatasi masalah
kesehatannya.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya pengumpulan data secara lengkap dan sistematis
terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan yang
dihadapi oleh masyarakat baik individu, keluarga atau kelompok yang
menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis dan sosial ekonomi maupun
spiritual dapat ditentukan.
Pengkajian keperawatan komunitas merupakan suatu proses tindakan untuk
mengenal komunitas. Mengidentifikasi faktor positif dan negatif yang
berbenturan dengan masalah kesehatan dari masyarakat hingga sumber daya yang
dimiliki komunitas dengan tujuan merancang strategi promosi kesehatan. Dalam
tahap pengkajian ini terdapat lima kegiatan, yaitu :
a. Pengumpulan data
Tujuan pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi
mengenai masalah kesehatan pada masyarakat sehingga dapat ditentukam
tindakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah tersebut yang
menyangkut aspek fisik, psikologis, sosial ekonomi dan spiritual serta faktor
lingkungan yang mempengaruhinya. Kegiatan pengkajian yang dilakukan
dalam pengumpulan data meliputi :
1) Data Inti
a) Riwayat atau Sejarah Perkembangan Komunitas
Riwayat terbentuknya sebuah komunitas (lama/baru).tanyakan pada
orang-orang yang kompeten atau yang mengetahui sejarah area atau
daerah itu.
b) Data Demografi

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

2015

Karakteristik orang-orang yang ada di area atau daerah tersebut,


distribusi (jenis kelamin, usia, status perkawinan, etnis), jumlah
penduduk,
c) Vital Statistik
Meliputi kelahiran, kematian, kesakitan dan penyebab utama
kematian atau kesakitan.
d) Nilai Dan Kepercayaan
Nilai yang dianut oleh masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan,
kepercayaan-kepercayaan yang diyakini yang berkaitan dengan
kesehatan, kegiatan keagamaan di masyarakat, kegiatan-kegiatan
masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai kesehatan.
2) Subsistem
a) Lingkungan Fisik
Catat lingkungan tentang mutu air, flora, perumahan, ruang, area
hijau, binatang, orang-orang, bangunan buatan manusia, keindahan
alam, air, dan iklim.
b) Pelayanan Kesehatan Dan Sosial
Catat apakah terdapat klinik, rumah sakit, profesi kesehatan yang
praktek, layanan kesehatan publik, pusat emergency, rumah
perawatan atau panti werda, fasilitas layanan sosial, layanan
kesehatan mental, dukun tradisional/pengobatan alternatif.
c) Ekonomi
Catat apakah perkembangan ekonomi di wilayah komunitas tersebut
maju dengan pesat, industri, toko, dan tempat-tempat untuk
pekerjaan, adakah pemberian bantuan sosial (makanan), seberapa
besar tingkat pengangguran, rata-rata pendapatan keluarga,
karakteristik pekerjaan.
d) Keamanan Dan Transportasi
Apa jenis transportasi publik dan pribadi yang tersedia di wilayah
komunitas, catat bagaimana orang-orang bepergian, apakah terdapat
trotoar atau jalur sepeda, apakah ada transportasi yang
memungkinkan untuk orang cacat. jenis layanan perlindungan apa
yang ada di komunitas (misalnya: pemadam kebakaran, polisi, dan
lain-lain), apakah mutu udara di monitor, apa saja jenis kegiatan
yang sering terjadi, apakah orang-orang merasa aman.
e) Politik Dan Pemerintahan
Catat apakah ada tanda aktivitas politik, apakah ada pengaruh partai
yang menonjol, bagaimana peraturan pemerintah terdapat komunitas
(misalnya: pemilihan kepala desa, walikota, dewan kota), apakah
orang-orang terlibat dalam pembuatan keputusan dalam unit
pemerintahan lokal mereka.
f) Komunikasi
Catat apakah oaring-orang memiliki tv dan radio, apa saja sarana
komunikasi formal dan informal yang terdapat di wilayah komunitas,
apakah terdapat surat kabar yang terlihat di stan atau kios, apakah
ada tempat yang biasanya digunakan untuk berkumpul.

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

b.

c.

d.

e.

f.

g.
h.

2015

g) Pendidikan
Catat apa saja sekolah-sekolah dalam area beserta kondisi,
pendidikan lokal, reputasi, tingkat drop-out, aktifitas-aktifitas
ekstrakurikuler, layanan kesehatan sekolah, dan tingkat pendidikan
masyarakat.
h) Rekreasi
Catat dimana anak-anak bermain, apa saja bentuk rekreasi utama,
siapa yang berpartisipasi, fasilitas untuk rekreasi dan kebiasaan
masyarakat menggunakan waktu senggang.
Jenis Data
Jenis data secara umum dapat diperoleh dari
1. Data subjektif
Data yang diperoleh dari keluhan atau masalah yang dirasakan oleh
individu, keluarga, kelompok dan komunitas, yang diungkapkan secara
langsung melalui lisan.
2. Data objektif
Data yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan, pengamatan dan
pengukuran.
Sumber Data
1. Data primer
Data yang dikumpulakn oleh pengkaji dalam hal ini mahasiswa atau
perawat kesehatan masyarakat dari individu, keluarga, kelompok dan
komunitas berdasarkan hasil pemeriksaan atau pengkajian.
2. Data sekunder
Data yang diperoleh dari sumber lain yang dapat dipercaya, misalnya :
kelurahan, catatan riwayat kesejatan pasien atau medical record. (wahit,
2005)
Cara Pengumpulan Data
1. Wawancara atatu anamnesa
2. Pengamatan
3. Pemeriksaan fisik
Pengolahan Data
1. Klasifikasi data atau kategorisasi data
2. Perhitungan presentase cakupan dengan menggunakan tally
3. Tabulasi data
Interpretasi Data Analisis Data
Tujuan analisis data :
1. Menetapkan kebutuhan komunitas;
2. Menetapkan kekuatan;
3. Mengidentifikasi pola respon komuniti;
4. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan.
Penentuan Masalah atau Perumusan Masalah Kesehatan
Prioritas Masalah
Prioritas masalah kesehatan masyarakat dan keperawatan perlu
mempertimbangkan berbagai faktor sebagai kriteria:
1. Perhatian masyarakat;

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

2015

2. Prevalensi kejadian;
3. Berat ringannya masalah;
4. Kemungkinan masalah untuk diatasi;
5. Tersedianya sumber daya masyarakat;
6. Aspek politis.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan baik
yang aktual maupun potensial.Masalah aktual adalah masalah yang diperoleh pada
saat pengkajian, sedangkan masalah potensial adalah masalah yang mungkin
timbul kemudian.American Nurses Of Association (ANA). Dengan demikian
diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas, padat dan pasti tentang
status dan masalah kesehatan pasien yang dapat diatasi dengan tindakan
keperawatan.
3. Perencanaan
a. Tahapan pengembangan masyarakat
Persiapan, penentuan prioritas daerah, pengorganisasian, pembentukan
pokjakes (kelompok kerja kesehatan)
b. Tahap diklat
c. Tahap kepemimpinan
Koordinasi intersektoral, akhir, supervisi atau kunjungan bertahap.
4. Pelaksanaan/Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Potter & Perry, 2005).Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan
kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki
kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori
dari implementasi keperawatan, antara lain:
a. Cognitive implementations
Meliputi pengajaran atau pendidikan, menghubungkan tingkat pengetahuan
klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi untuk klien
dengan disfungsi komunikasi, memberikan umpan balik, mengawasi tim
keperawatan, mengawasi penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan
lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain lain.
b. Interpersonal implementations
Meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan, meningkatkan pelayanan,
menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal personal,
pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual, bertindak sebagai
advokasi klien, role model, dan lain lain.
c. Technical implementations
Meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit, melakukan aktivitas rutin
keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar klien, mengorganisir
respon klien yang abnormal, melakukan tindakan keperawatan mandiri,
kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

2015

5.

Evaluasi atau penilaian


Menurut Ziegler, Voughan Wrobel, & Erlen (1986) dalam Craven & Hirnle
(2000), evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan
sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian
pelayanan.Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, rasio perawat-klien,
dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf
keperawatan dalam area yang diinginkan.
b. Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa
tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi
proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan
pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan
kemampuan tehnikal perawat.
c. Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku
klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat
pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

2015

BAB III. PEMBAHASAN


3.1 Aplikasi Konsep Community as Partner Model pada Kasus
3.1.1 ContohKasus

Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Sofinar (2012) dengan judul Perilaku
Sosial Anak Tunagrahita Sedang diketahui bahwa anak dengan tunagrahita
sedang di kelas D.III/C1 SLB YAPPAT Lubuk Sikaping.Pada penelitian
diketahui bahwa anak tunagrahita menunjukkan prilaku kurang baik dalam
pergaulannya terutama dengan teman sekelas. Salah satu contoh penulis
dapat mengemukakan sebagai berikut: anak suka mengambil peralatan
sekolah teman, suka meminta uang kepada orang lain yang tidak dikenalnya,
suka melarikan diri dari sekolah, dan sering mengganggu teman serta senang
berbuat sesuka hati, sehingga menimbulkan keributan di antara mereka.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan orangtuanya, ternyata
anak ini di rumah juga menunjukkan perilaku yang sama. Orang tua
sepertinya tidak begitu peduli terhadap perilaku anak, mereka hanya
beranggapan bahwa perilaku tersebut merupakan akibat dari kekurangan
(tunagrahita) dari anak.Ucapan teguran, larangan ada dilontarkan serta
pukulan pernah diberikan orangtua pada anak, tetapi hanya sekedar
menyakiti anak saja.Kaarena hasilnya anakpun tidak ada berubah.Anak
dalam kesehariannya selalu menimbulkan kegaduhan pada temantemannya.
Contoh Kasus 2
Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Wati (2012) yang berjudul Outbound
Management Training Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri
Anak Tunagrahita diketahui bahwa anak tunagrahita adalah anak yang
mempunyai gangguan dalam intelektual sehingga menyebabkan kesulitan
untuk melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Penyesuaian diri anak-ana
tunagrahita di SLB Negeri Rembang sangatlah kurang bahkan hampir tidak
dapat menempatkan diri ketika pelajaran berlangsung, yaitu ada anak yang
hanya duduk diam menyendiri meunundukkan kepalanya sambil bermain
pensil ketika guru menerangkan, tidak tertarik pada pelajaran yang
disampaikan, ada pula anak yang asik bercanda sendiri dengan teman dan
berbicara ngawur dengan suara yang keras. Anak tunagrahita tidak
mengetahui bagaimana cara yang benar bergaul dengan teman-temannya,
misalnya melakukan aktivitas untuk menjahili temannya, mereka merasa
senang bila mengganggu orang lain termasuk gurunya, berbicara tidak sopan
dengan bahasa yang tidak sopan, suka menggertak baik ucapan maupun
perbuatan, bersikap menyerang dan merusak fasilitas sekolah (dengan
menendang kursi dan tidak menaati peraturan sekolah).
3.1.2 Pengkajian
1) Data Inti (Core)
a. Data Demografi

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

2015

Anak tunagrahita sedang kelas D.III/C1 SLB YAPPAT Lubuk Sikaping


yang berjumlah 20 siswa, terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen, yang masing-maging kelompok berjumlah 10 siswa dan
SLB Negeri Rembang yang berjumlah 20 siswa, terdiri dari kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen, yang masing-masing kelompok
berjumlah 10 siswa.
b.
Vital Statistik
Hasil survey yang dilakukan oleh Hallahan pada tahun 1988, didapatkan
bahwa jumlah penyandang tunagrahita adalah 2,3%. Di Swedia
diperkirakan 0,3% anak yang berusia 5-16 tahun merupakan penyandang
retardasi mental yang berat dan 0,4% retardasi mental ringan. Data Biro
Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, dari 222 juta penduduk Indonesia,
sebanyak 0,7% atau 2,8 juta jiwa adalah penyandang cacat. Sedangkan
populasi anak tunagrahita menempati angka paling besar dibanding
dengan jumlah anak dengan keterbatasan lainnya. Prevalensi tunagrahita
di Indonesia saat ini diperkirakan 1-3% dari penduduk Indonesia, sekitar
6,6 juta jiwa. Anak tunagrahita ini memperoleh pendidikan formal di
Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri dan SLB swasta
c. Nilai dan Kepercayaan
Orang tua anak dengan tunagrahita kurang sekali mempedulikan anak
terutama saat di rumah.Mereka percaya bahwa perilaku anak tersebut
memang bawaan dari kekurangannya (tunagrahita). Ucapan teguran,
larangan ada dilontarkan serta pukulan pernah diberikan orangtua pada
anak, tetapi hanya sekedar menyakiti anak saja
d. Riwayat atau Sejarah Perkembangan Komunitas
2) Subsistem
a. Lingkungan Fisik
Penelitian dilakukan kepada anak tunagrahita sedang di sebuah SLB
Negeri Rembang yang berjumlah 20 siswa, terdiri dari kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen, yang masing-masing kelompok
berjumlah 10 siswa.Anak tunagrahita sedang kelas D.III/C1 SLB
YAPPAT Lubuk Sikaping yang berjumlah 20 siswa, terdiri dari
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, yang masing-maging
kelompok berjumlah 10 siswa
b. Pelayanan Sosial dan Kesehatan
SLB Negeri Rembang danSLB YAPPAT Lubuk Sikapingmerupakan
salah satu fasilitas pada pelayanan sosial untuk anak-anak
berkebutuhan khusus. Khususnya ada anak tunagrahita. Banyak
kegiatan yang diberikan kepada anak tunagrahita yang difasilitasi oleh
guru-guru. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan penyesuaian diri anak tunagrahita sedang. Penelitian yang
dilakukan di SLB Negeri Rembang, peneliti mengadakan kegiatan
bermain dalam bentuk Outbound Management Training (OMT).
Permainan model ini membuat anak-anak tunagrahita terlibat langsung
secara kognitif, afektif dan psikomotorik.

10

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

2015

c. Ekonomi
d. Transportasi dan Keamanan
Peniliti memberikan kegiatan untuk meningkatkan kemampuan
penyesuaian diri anak tunagrahita sedang dengan kegiatan bermain
dalam bentuk Outbound Management Trainin (OMT). Seluruh
kegiatan dilaksanakan di area SLB Negeri Rembang baik di dalam
ruang maupun dluar ruangan.
e. Politik dan Pemerintah
Pemerintah khususnya dinas pendidikan telah berupaya untuk
memfasilitasi pendidikan anak-anak tunagrahita dengan adanya
Sekolah Luar Biasa Rembang ini. Selain aspek akademik, aspek non
akademis juga perlu diperhatikan untuk anak-anak tunagrahita.
f. Komunikasi
Berdasarkan penelitian dalam jurnal menyebutkan bahwa anak
tunagrahita tidak mengetahui bagaimana cara yang benar bergaul
dengan teman-temannya, misalnya melakukan aktivitas untuk
menjahili teman-temanya, mereka merasa senang bila mengganggu
orang lain termasuk gurunya, berbicara pada guru dengan bahasa yang
tidak sopan, suka menggertak baik ucapan maupun perbuatan.
g. Pendidikan
Anak-anak dengan kebutuhan khusus mengalami hambatan-hambatan
dalam pendidikan. SLB Negeri Rembang merupakan salah satu
fasilitas pendidikan khusus yang didirikan oleh pemerintah. Metode
pendidikan di SLB dalam pembelajaran lebih ditekankan pada
perkembangan akademik anak. Perlu adanya perubahan dalam sistem
pengajaran pada SLB yang lebih ditekankan pada pengembangan
aspek non akademis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti, anak-anak tunagrahita sedang di SLB Negeri Rembang
mengalami kurangnya penyesuaian diri. Mereka kurang bahkan tidak
dapat menempatkan diri ketika pelajaran berlangsung, yaitu ada anak
yang hanya duduk diam menyendiri menundukkan kepalanya sambil
bermain pensil ketika guru menerangkan, tidak tertarik pada pelajaran
yang disampaikan. Hal yang sama dikemukakan dalam jurnal pertama
di SLB YAPPAT Lubuk Sikaping, anak tunagrahita menunjukkan
bahwa anak tunagrahita menunjukkan prilaku kurang baik dalam
pergaulannya terutama dengan teman sekelas. Salah satu contoh
penulis dapat mengemukakan sebagai berikut: anak suka mengambil
peralatan sekolah teman, suka meminta uang kepada orang lain yang
tidak dikenalnya, suka melarikan diri dari sekolah, dan sering
mengganggu teman serta senang berbuat sesuka hati, sehingga
menimbulkan keributan di antara mereka.
h. Rekreasi
Menurut peneliti pengembangan aspek non akademis dalam hal ini
adalah kemampuan anak dalam menyesuaikan diri dengan permainan
dapat membuat anak senang dan dapat bekerja sama dengan teman

11

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

2015

lainnya (permainan kooperatif) yang dilakukan dalam luar ruangan


atau alam terbuka (outbound). Kegiatan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan penyesuaian diri anak tunagrahita sedang.
Peneliti mengadakan kegiatan bermain dalam bentuk Outbound
Management Trainin (OMT). Permainan-permainan tersebut antara
lain, pena ajaib, jari keseimbangan, Akulah Si, Cermin Saya,
Memindah Bom, Memasukkan Pensil Kelompok, Gelas Bocor,
Gambar Kreasi, Berpindah Pulau, Truk Gandeng, Awas Ranjau dan
Film Akhlak.
3.1.3 Analisa Data
a. Jenis Data
1. Data subjektif, meliputi: sejarah perkembangan komunitas, ekonomi,
pendidikan, komunikasi dan transportasi serta rekreasi.
2. Data objektif, meliputi: demografi, vital statistic, pelayanan social,
lingkungan fisik, politik dan pemerintahan.
b. Sumber Data
1. Data primer: data primer tentang kondisi masyarakat yang tedapat
klien dengan tungrahita dapat diperoleh dari pernyataan masyarakat
langsung ataupun dari hasil pemeriksaan terhadap klien dengan
tunagrahita
2. Data sekunder: data sekunder tentang demografi dan vital statistic
dapat diperoleh dari kelurahan
c. cara pengumpulan data
1. wawancara atau anamnesa:
2. Pengamatan
3. pemeriksaan fisik
d. pengolahan data
1. klasifikasi data atau kategorisasi data
2. perhitungan presentase cakupan dengan menggunakan tally
3. tabulasi data
e. interpretasi data analisis data
Tujuan analisis data :
1. menetapkan kebutuhan komunitas tentang perawatan pasien tunadaksa
dan pencegahan resiko terjadinya tunadaksa;
2. menetapkan kekuatan masyarakat dalam menghadapi kejadian
tunadaksa;
3. mengidentifikasi pola respon komunitas terhadap kejadian tunadaksa.
f. Perumusan masalah kesehatan:
1. Kesiapan meningkatkan koping komunitas;
2. Koping komunitas inefektif
3.1.4 Diagnosa Keperawatan
1. Koping komunitas tidak efektif berhubungan dengan kurangnya
penyesuaian diri anak-anak tunagrahita di SLB Negeri Rembang yang

12

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

2015

ditandai dengan aktivitas menjahili teman, berbicara yang tidak sopan,


bersikap menyerang dan tidak menaati peraturan sekolah.
2. Kesiapan meningkatkan koping komunitas berhubungan dengan sudah
adanya pendidikan akademik untuk anak-anak tunagrahita.
3.1.5 Perencanaan
No.
1.

Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan
komunitas

Tujuan dan Kriteria Hasil

koping Setelah dilakukan asuhan


keperawatan
diharapkan
koping komunitas menjadi
efektif dengan kriteria
hasil:
1. Siswa tunagrahita
memiliki
kesopanan.
2. Siswa tunagrahita
mematuhi
peraturan sekolah
yang ada.
3. Sekolah luar biasa
memiliki
pendidikan
nonakademik
yang
membantu
siswa
dalam berperilaku.

1.

2.

3.

4.

5.

2.

Kesiapan meningkatkan Setelah dilakukan asuhan


koping komunitas
keperawatan
diharapkan
mampu
memperlihatkan
kompetensi
komunitas
dengan kriteria hasil:
1. Peningkatan
kualitas SLB dan
siswanya.
2. Keadekuatan SLB

1.

2.

Intervensi
Keperawatan
Kaji
faktor
penyebab
dan
faktor risiko yang
mempengaruhi
komunitas dalam
melakukan
koping efektif.
Tentukan
ketersediaan
sumber informasi
dan
tingkat
penggunaannya.
Lakukan
penyuluhan
kepada guru SLB
tentang
pentingnya
pendidikan nonakademik
bagi
siswa
tunagrahita.
Lakukan
kerjasama
dengan guru SLB
terkait pemberian
pendidikan nonakademik.
Anjurkan siswa
untuk
berpartisipasi
aktif
dalam
asuhan
keperawatan.
Kaji
sumber
internal
dan
eksternal
SLB
yang
dapat
digunakan.
Buat
program
penyuluhan
untuk siswa SLB
yang berisiko.
13

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

dan
siswanya
dalam
menyelesaikan
sebuah masalah.

2015

3. Dukung
dan
fasilitasi program
SLB
yang
berguna
untuk
peningkatan
kualitas sekolah
dan
siswa
tunagrahita.
4. Berikan
pendidikan nonakademik kepada
siswa
tunagrahita.
5. Kolaborasikan
dengan
tokoh
agama maupun
guru
untuk
memberikan
pendidikan nonakademik pada
siswa
tunagrahita.

14

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

2015

BAB III. PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Delapan subsistem dipisahkan dengan garis putus-putus artinya sistem satu
dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Di dalam komunitas ada lines of
resistance, merupakan mekanisme internal untuk bertahan dari stressor. Rasa
kebersamaan dalam komunitas untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan
contoh dari line of resistance. Anderson dan McFarlane (2000) mengatakan
bahwa dengan menggunakan model Community as Partner terdapat dua
komponen utama yaitu roda pengkajian komunitas dan proses keperawatan.
Roda pengkajian komunitas terdiri dari dua bagian utama yaitu inti dan
delapan subsistem yang mengelilingi inti yang merupakan bagian dari
pengkajian keperawatan, sedangkan proses keperawatan terdiri dari beberapa
tahap mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi. Komunitas sebagai klien/partner berarti kelompok masyarakat
tersebut turut berperan serta secara aktif meningkatkan kesehatan, mencegah
dan mengatasi masalah kesehatannya.
Pada penelitian diketahui bahwa anak tunagrahita menunjukkan prilaku
kurang baik dalam pergaulannya terutama dengan teman sekelas. Salah satu
contoh penulis dapat mengemukakan sebagai berikut: anak suka mengambil
peralatan sekolah teman, suka meminta uang kepada orang lain yang tidak
dikenalnya, suka melarikan diri dari sekolah, dan sering mengganggu teman
serta senang berbuat sesuka hati, sehingga menimbulkan keributan di antara
mereka.anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai gangguan dalam
intelektual sehingga menyebabkan kesulitan untuk melakukan adaptasi
dengan lingkungannya. Penyesuaian diri anak-ana tunagrahita di SLB Negeri
Rembang sangatlah kurang bahkan hampir tidak dapat menempatkan diri
ketika pelajaran berlangsung, yaitu ada anak yang hanya duduk diam
menyendiri meunundukkan kepalanya sambil bermain pensil ketika guru
menerangkan, tidak tertarik pada pelajaran yang disampaikan, ada pula anak
yang asik bercanda sendiri dengan teman dan berbicara ngawur dengan suara
yang keras.
3.2 Saran
3.2.1 Bagi Perawat
Sebagai tenaga kesehatan yang peduli, kita dapat menyadarkan masyarakat
sekitar tentang keberadaan dan kesamaan hak yang dimiliki oleh
penyandang tuna grahita.selain itu, sebagai tenaga kesehatan dapat
menerapkan aplikasi model Community as Pathner di masyarakat sekitar
terutama yang menyandang tuna grahita.
3.2.2 Bagi Pemerintah

15

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

2015

Untuk menjamin kesejahteraan dan hak-hak penyandang


tuna grahita diperlukan peran pemerintah daerah untuk
membuat kebijakan maupun program-program yang dapat
bermakna bagi penyandang disabilitas.Program tersebut
hendaknya dapat melibatkan masyarakat, ditunjang dengan
sarana dan prasarana yang perlu dibenahi lagi untuk
penyandang disabilitas.

16

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan


Khusus PSIK Universitas Jember

2015

DAFTAR PUSTAKA
Allender, J.A., and Spradley, B.W. 2001. Community health nursing : Concepts
and practice, 4th.ed, Philadelpia: Lippincott.
Anderson, E.T., and McFarlane, J. 2000. Community as partner: Theory and
practice in nursing, 3rd.ed. Philadelpia: Lippincott
Barid, Barrarah. et all. 2011. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.
Bulecheck, M. Gloria. Et all. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) 6th
edition. United State: Elsevier Mosby
Craven, R. F dan Hirnle, C. J. 2000.Fundamental of Nursing: Human, Health and
function. Edisi 3. Phiadelphia: lippincott
Memmott, Bott, Duke. 2000. Use of the Neuman System Model for
interdisciplinary teams. Journal of Rural Nursing and Health Care, 1(2),
35-43.
Moorhead, Su. Et all. Nursing Outcome Classification (NOC) 5th edition.United
State: Elsevier Mosby.
Sofinar. 2012. Perilaku Sosial Anak Tunagrahita Sedang. Junal Ilmiah Pendidikan
Khusus. Volume 1 Nomor 1 Januari 2012
Wati, Gadis Mulia. 2012. Outbound Management Training Untuk Meningkatkan
Kemampuan Penyesuaian Diri Anak Tunagrahita. Educational Psychology
Journal 1 (1) 2012

17

Anda mungkin juga menyukai