Anda di halaman 1dari 6

Kurangnya Bimbingan dan Konseling yang Berpengaruh pada

Kesehatan Mental Remaja

Agustin
Universitas Islam Raden Rahmat (UNIRA) Malang, Indonesia
e-mail: tinagus0801@gmail.com

ABSTRAK

Dalam kehidupan yang ideal, remaja berharap dapat memiliki kesehatan fisik dan psikologis
yang baik untuk melaksanakan peran dan kewajiban mereka dengan lancar dan berhasil dan
produktif dan berguna. Namun, terkadang kenyataannya adalah banyak hal menghalangi harapan
ini. Beberapa faktor dapat mengatasi hambatan yang dialami, termasuk sistem pendukung, dan
berkembang. Kesehatan dan kesejahteraan yang baik adalah salah satu tujuan ketiga dari 17
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan untuk tahun 2030. Tujuan penelitian ini tidak hanya
berfokus pada kesehatan fisik tetapi juga kesehatan mental. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kurangnya bimbingan koseling pada remaja dengan menggunakan studi
kepustakaan (Library Reseacrh). Akibatnya, ada pengaruh diri terhadap diri dan wajar hati untuk
diri sendiri; Semakin tinggi dukungan sosial remaja, semakin tinggi pengaruh terhadap remaja
berkembang sehingga mereka memiliki banyak kebahagiaan dan kepuasan hidup, pengaruh
negatif rendah dan pengalaman lebih sedikit gejala kesusahan psikologis.

Kata Kunci: Faktor, Pengaruh, Bimbingan dan Koseling

1. Pendahuluan
“Masa remaja adalah periode transisi yang penting di daam perkembangan berpikir
kritis” (Keating dalam Santrock, 2011b). Dalam sebuah penelitian dengan partisipannya
adalah anak –anak kelas 5, 8, dan 11 ditemukan bahwa berpikir kristis berkembang seiring
dengan bertambahnya usia walaupun jumlahnya hanya mencapai 43% pada kelas 11.
Perkembangan kognitif yang dapat membuat peningkatan berpikir kritis di fase remaja dapat
mencakup (Santrock, 2011c): Perkembangan dalam kecepatan, otomitasasi dan kapasitas
dalam memproses informasi untuk tujuan tertentu, konten pengetahuan yang lebh banyak
dalam bidang, berkembangnya kemampuan dalam membentuk kombinasi baru dari
pengetahuan, dan pemakian strategi dan prosedur yang lebih luas dan otomatis dalam
mempraktikkan atau mendapatkan pengetahuan dalam berbagai hal.1
Terkait dengan tugas perkembangan yang menjalani masa transisi dari masa remaja
sampai awal dewasa. Pada tahap perkembangan ini, seseorang mulai membangun
kemerdekaan pribadi, kemandirian ekonomi, kebebasan mandiri, dan pandangan yang lebih
realistis tentang masa depan (Hurlock, 2006). Misalkan tugas perkembangan ini tidak sesuai
dengan kenyataan yang dialami siswa. Dalam hal ini, tentunya akan menyebabkan masalah
yang mengalami yang dapat mengganggu kenyamanan dalam kehidupan mereka, dan
perasaan negatif akan timbul.
Jika perasaan negatif pada individu tidak terselesaikan, itu akan menghambat
pengembangan dalam hidupnya. Perasaan negatif yang ada pada individu dapat diatasi
dengan warga kulit, yang biasa disebut warga belas kasihan. Karinda (2020) menjelaskan
bahwa seseorang yang memiliki belas kasihan untuk diri sendiri adalah langkah pertama
dalam mengatasi perasaan negatif. Allen dan Leary (2010) menyatakan bahwa warga bela
diri dapat menjadi penguatan untuk mengatasi perasaan atau pengalaman negatif.

2. Metode
Metode penelitian ini menggunakan metode riset kepustakaan (Library Research),
yaitu metode pendekatan perpustakaan yang dipelajari secara kritis dan mendalam
berdasarkan bahan perpustakaan dari berbagai literatur yang relevan. Pengertian lain dari
penelitian Library Research adalah sebuah penelitian yang menggunakan fasilitas
kepustakaan seperti buku, koran, majalah, dokumen, dan catatan-catatan lainnya untuk
mendapatkan informasi dan data.

3. Pembahasan
3.1 Pengertian Remaja

1
Rahmah Hastuti, Remaja Sejahtera Remaja Nasionalis, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2020), hlm. 268
Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2014), “remaja adalah sebuah trasnsisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang melibatkan perubahan fisik,
kognitif, emosional, sosial, dan mengambil berbagai bentuk dalam pengaturan sosial,
budaya, dan ekonomi yang berbeda.”
Santrock (2011a) menyatakan beberapa hal mengenai masa remaja, yaitu (1) masa
remaja adalah masa yang diwarnai oleh interaksi antar faktor-faktor genetic, biologis,
lingkungan, dan sosial; (2) masa remaja adalah masa dimana remaja diperhadapkan
dengan perubahan biologis yang dramatis, hal-hal baru, dan tugas perkembangan baru;
(3) hubungan dengan teman-teman menjadi lebih dekat; (4) cara berpikir di masa remaja
lebih abstrak dan idelistis; (5) memandang dirinya mampu mengontrol dirinya sendiri;
(6) menghargai kerja dan sekolah; (7) merasa mampu mengatasi tekanan hidup; dan (8)
eremaja sekarang ini diperhadapkan dengan berbagai pilihan gaya hidup yang
ditawarkan melalui media.2
3.2 Pengertian Bimbingan dan Koseling
Bimbingan dan konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling (face to face) oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada
individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada
teratasinya suatu masalah yang dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan berbagai
potensi yang dimiliki dan sarana yang ada, sehingga individu atau kelompok individu
itu dapat memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal,
mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai
kesejahteraan hidup.
Jones, memandang konseling sebagai salah satu teknik dari bimbingan, demikian
bimbingan memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan pengertian konseling,
konseling merupakan sebagian dari bimbingan.
Menurut Mohammad Surya, ada 3 pandangan mengenai hubungan antara
bimbingan dan konseling. Pandangan yang pertama berpendapat bahwa bimbingan
sama dengan konseling. Kedua istilah tidak mempunyai perbedaan yang mendasar.
Pandangan yang kedua berpendapat bahwa bimbinagn berbeda dengan konseling
baik dasar maupun cara kerjanya. Menurut pandangan kedua, bimbingan merupakan

2
Rahmah Hastuti, Remaja Sejahtera Remaja Nasionalis, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2020), hlm. 268
pendidikan sedangkan konseling merupakan psikoterapi yaitu usaha untuk menolong
individu yang mangalami masalah serius.
Pandangann yang ketiga berpendapat bahwa bimbingan dan konseling
meruppakan kegiatan yang terpadu, yang keduanya tidak saling tepisah.
Jadi, bimbingan dan konseling adalah suatu proses usaha dalam pemberian
bantuan kepada peserta didik atau suatu interaksi anatara konselor (yang memberi
bantuan) kepada konseli (yang dibantu) secara perorangan maupun sekelompok orang
untuk menentukan dirinya, serta dapat berkembang secara optimal dalam pembelajaran,
kesosialisasian dan karier.3
3.3 Kesehatan Mental
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC),
mental kesehatan mencakup kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial kita. Ini
mempengaruhi cara kita berpikir, merasakan, dan bertindak. Ini juga membantu
menentukan bagaimana kita menangani stres, berhubungan dengan orang lain, dan
membuat pilihan yang sehat. Kesehatan mental penting di setiap tahap kehidupan, sejak
masa kanak-kanak dan masa remaja hingga dewasa.
Meskipun istilah tersebut sering digunakan secara bergantian, kesehatan mental
yang buruk dan penyakit mental tidak sama. Seseorang dapat mengalami kesehatan
mental yang buruk dan tidak didiagnosis dengan penyakit kejiwaan. Begitu juga dengan
seseorang yang didiagnosa mental. Kesehatan mental dan fisik adalah komponen yang
sama pentingnya dari kesehatan secara keseluruhan. Penyakit dapat menyebabkan
periode fisik, gangguan mental, dan kesejahteraan sosial.4
3.4 Tindak Pencegahan
Seperti halnya tentang viralnya kasus bunuh diri terutama di Kota Malang
kemarin, kita dapat menggunakan enam kata kunci (6P) yang sangat relevan untuk
memahami sekaligus merancang tindak pencegahan, yaitu meliputi:
a) Ketangguhan pribadi (P1, Peronal Resilience)
Dalam hal ini, perbaikan kesehatan mental dan kesejahteraan psikologis
individu harus menjadi bagian dari semua strategi pencegahan bunuh diri.

3
Agus Totok Suryanto, Memahami Bimbingan dan Konseling Belajar. (Indramayu: Penerbit Adab, 2021), hlm. 3-5
4
Smriti G Solomon, 2023. Approach to health-Illness continuum in mental health care, Int J Adv Psychiatiatric Nurs
5 (1): 97-99.
b) Orang-orang (P2, People)
Dapat disimpulkan bahwa niat dan tindakan bunuh diri, terbukti bisa
berlangsung sepanjang hidup manusia, serta secara lintas budaya.
Berbagai faktor berkontribusi terhadap tingkat resiko bunuh diri. Salah satu
faktor terpenting adalah komordibitas dengan gangguan somatik dan faktor
psikologis serta sosial.
Penting diperhatikan, misalnya, bahwa siapa pun orang yang terus-menerus
terlibat dalam pertikaian antar pribadi, termasuk pertengkaran tiada henti dalam
keluarga, lebih rentan terhadap niat dan usaha bunuh diri.
c) Tempat (P3, Place)
Ada beberapa lokasi dengan angka kejadian bunuh diri lebih tinggi
dibandingkan kawasan lain salah satunya yaitu jembatan Soekarno Hatta atau yang
biasa disebut “Jembatan Suhat Malang”, dikarenakan kawasan tersebut sudah
terkenal dengan kawasan rawan bunuh diri (suicide hotspots), serta kemudahan
mengkases jalan tersebut.
d) Pencegahan (P4, Prevention)
Dari pihak pemerintah dapat melakukan pencegahan tindakan bunuh diri
dengan cara memasangkan kawat berduri di daerah jembatan. Dengan pemasangan
tersebut orang yang akan melakukan bunuh diri di daerah tersebut akan merasa
kesulitan dalam melaksanakan aksinya, diakarenakan terkendala mengaksesnya.
e) Peningkatan Kerjasama (P5, Promoting Collaboration)
Pada setiap tanggal 10 September setiap tahunnya diperingati sebagai Hari
Pencegahan Bunuh Diri Sedunia (World Suicide Prevention day) agar menjadi
kesempatan untuk kita semua untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap upaya
bunuh diri dan mengurangi stigma terkait tindakan bunuh diri, karena hal ini bisa
dicegah. Peringatan ini dicanangkan oleh Internasional Association for Suicide
Prevention (IASP) dan WHO, dikarenakan setiap tahun ada 300 upaya percobaan
bunuh diri di sekitar 70 negara.
f) Peningkatan Kajian (P6, Promoting Research)
Agar kita terhindar dari berpfikir secara pendek, apabila kita sedang
mempunyai masalah, kita harus sering-sering datang ke dalam suatu
pengajian/kajian, dengan hal tersebut dapat membuat fikiran kita menjadi tenang dan
terhindar dari pemikiran yang tidak baik (tidak jelas) seperti halnya bunuh diri,
dikarenakan kita akan sibuk bermunajat kepada Allah SWT.5

4. Kesimpulan
Bimbingan dan konseling adalah suatu proses usaha dalam pemberian bantuan kepada
peserta didik atau suatu interaksi anatara konselor (yang memberi bantuan) kepada konseli
(yang dibantu) secara perorangan maupun sekelompok orang untuk menentukan dirinya,
serta dapat berkembang secara optimal dalam pembelajaran, kesosialisasian dan karier.
Dalam jurnal ini dapat disimpulkan apabila remaja yang tidak mendapatkan layanan
bimbingan dan konseling ketika mengalami gangguan kesehatan mental tersebut, mereka
tidak dapat mengatasi permasalahannya sendiri sehingga bisa menimbulkan sikap berfikir
akan mengakhiri hidup atau bunuh diri. Sehingga dibutuhkannya layanan Bimbingan dan
Konseling sebagai salah satu tindakan pencegahan tindakan bunuh diri dan untuk menjaga
kesehatan mental para remaja.

Daftar Rujukan

Hastuti, Rahmah. 2020. Remaja Sejahtera Remaja Nasionalis. Yogyakarta: Penerbit ANDI

Suryanto, Agus Totok. 2021. Memahami Bimbingan dan Konseling Belajar. Indramayu:
Penerbit Adab.

Solomon, Smriti G. 2023. Approach to health-Illness continuum in mental health care. Int J Adv
Psychiatiatric Nurs 5 (1): 97-99.

https://bacamalang.com/viral-kasus-bunuh-diri-dr-sakban-paparkan-pencegahan-jembatan-suhat-
sebagai-suicide-hotspot/. Diakses tgl 18 Juni 2023 pukul 23.17

5
https://bacamalang.com/viral-kasus-bunuh-diri-dr-sakban-paparkan-pencegahan-jembatan-suhat-sebagai-
suicide-hotspot/. Diakses tgl 18 Juni 2023 pukul 23.17

Anda mungkin juga menyukai