Anda di halaman 1dari 5

Impresi Dukungan Sosial Terhadap Hopelessness Pelajar Milenial

Widiatul Fauziah
(20862081062)

Program Studi Pendidikan Agama Islam


Fakultas Ilmu Keislaman
Universitas Islam Raden Rahmat Malang
Widiatulfauziah28@Gmail.Com

Abstract:
In an ideal life, students are expected to have good physical and spiritual health, in order to
carry out their roles and obligations smoothly and successfully as well as productively and
usefully. However, sometimes, the reality is that many things get in the way of these
expectations. Guidance and counseling services are carried out by counselors or guidance
and counseling teachers in accordance with their main duties in an effort to help achieve
national education goals, and especially to help students / counsellors achieve optimal self-
development, independence, success, prosperity and happiness in their lives. To achieve this
goal, collaboration and synergy of work between counselors or guidance and counseling
teachers, subject teachers, school / madrasah leaders, administrative staff, parents, and other
parties are needed to help smooth the process and development of students / counsellors as a
whole and optimally in the personal, social, learning, and career fields.
Keywords: Counseling, support system, develop.

Abstrak:
Dalam kehidupan yang ideal, peserta didik diharapkan memiliki kesehatan jasmani dan
rohani yang baik, agar dapat menjalankan peran dan kewajibannya dengan lancar dan
berhasil serta produktif dan bermanfaat. Namun, terkadang, kenyataannya banyak hal yang
menghalangi ekspektasi tersebut. Layanan bimbingan dan konseling dilaksanakan oleh
konselor atau guru bimbingan dan konseling sesuai dengan tugas pokoknya dalam upaya
membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional, dan khususnya membantu peserta
didik/konseli mencapai perkembangan diri yang optimal, mandiri, sukses, sejahtera dan
bahagia dalam kehidupannya. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kolaborasi dan
sinergisitas kerja antara konselor atau guru bimbingan dan konseling, guru matapelajaran,
pimpinan sekolah/madrasah, staf administrasi, orang tua, dan pihak lain yang dapat
membantu kelancaran proses dan pengembangan peserta didik/konseli secara utuh dan
optimal dalam bidang pribadi, sosial, belajar, dan karir.
Kata Kunci: Konseling, sistem pendukung, berkembang.

1. Pendahuluan
Bimbingan dan konseling sebagai layanan profesional pada satuan pendidikan dilakukan
oleh tenaga pendidik profesional yaitu Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling.
Konselor adalah seseorang yang berkualifikasi akademik Sarjana Pendidikan S-1 dalam
bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan
Konseling/Konselor. Bimbingan dan konseling di sekolah diselenggarakan untuk
memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli agar mampu mengaktualisasikan potensi
dirinya atau mencapai perkembangan secara optimal. Fasilitasi dimaksudkan sebagai upaya
memperlancar proses perkembangan peserta didik/konseli, karena secara kodrati setiap
manusia berpotensi tumbuh dan berkembang untuk mencapai kemandirian secara optimal.
layanan bimbingan dan konseling ii ditujukan agar potensinya berkembang dan teraktualisasi
WIDIATUL FAUZIAH 1
secara positif. Meskipun demikian, paradigma perkembangan tidak mengabaikan layanan-
layanan yang berorientasi pada pencegahan timbulnya masalah (preventif) dan pengentasan
masalah (kuratif).
Setiap peserta didik/konseli memiliki potensi kecerdasan, bakat, minat, kepribadian,
kondisi fisik, latar belakang keluarga, serta pengalaman belajar yang berbeda-beda. Hal ini
menyebabkan peserta didik/konseli memerlukan layanan pengembangan yang berbeda-beda
pula. Perkembangan peserta didik/konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik,
psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang
terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup warga masyarakat, termasuk
peserta didik/konseli. Kondisi lingkungan yang kurang sehat, maraknya tayangan pornografi
dan pornoaksi di televisi dan Video Compact Disk (VCD) atau Digital Video Disk (DVD),
penyalahgunaan alat kontrasepsi dan obat-obat terlarang, ketidak harmonisan kehidupan
keluarga, dan dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya
hidup peserta didik/konseli. Perilaku bermasalah seperti: pelanggaran tata tertib sekolah,
tawuran antar peserta didik/konseli, tindak kekerasan (bullying), meminum minuman keras,
menjadi pecandu narkoba atau NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) dan
pergaulan bebas (free sex) merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan norma kehidupan
berbangsa yang beradab.1
Perilaku sebagian remaja seperti yang telah dipaparkan di atas sangat tidak diharapkan
karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia dalam mencapai Tujuan
Pendidikan Nasional, yaitu: beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, memiliki pengetahuan dan keterampilan, memiliki kesehatan jasmani dan rohani,
memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta memiliki rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Bab II, pasal 3).
Penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan efektif adalah mengintegrasikan tiga
komponen sistem pendidikan yang meliputi komponen manajemen dan kepemimpinan,
komponen pembelajaran yang mendidik, serta komponen bimbingan dan konseling yang
memandirikan.
Dalam perjalanan studi, siswa tidak selalu memenuhi harapan mereka. Santrock (2007)
mengemukakan bahwa setiap individu yang memasuki dunia perkuliahan akan mengalami
perubahan besar dalam hidupnya. Diantaranya terkait dengan tugas perkembangan yang
sedang mengalami masa transisi dari masa remaja menuju dewasa awal. Pada tahap
perkembangan ini, seorang individu mulai membangun kemandirian pribadi, kemandirian
ekonomi, kebebasan menentukan nasib sendiri, dan pandangan masa depan yang lebih
realistis (Hurlock,2006). Jika perasaan negatif dalam diri individu tidak teratasi, maka akan
menghambat perkembangan dalam hidupnya. Menurut WHO, 2019, sekitar 800.000 orang
meninggal akibat bunuh diri per tahun, di dunia. Angka bunuh diri lebih tinggi pada usia
muda. Di Asia Tenggara, angka bunuh diri tertinggi terdapat di Thailand yaitu 12.9 (per
100.000 populasi), Singapura (7,9), Vietnam (7.0), Malaysia (6.2), Indonesia  (3.7), dan
Filipina (3.7). Perilaku bunuh diri (ide bunuh diri, rencana bunuh diri, dan tindakan bunuh
diri) dikaitkan dengan berbagai gangguan jiwa, misalnya gangguan depresi. Gejala depresi,
misalnya merasa tidak berguna, tidak ada harapan atau putus asa merupakan faktor risiko
bunuh diri. Sebanyak 55% orang dengan depresi memiliki ide bunuh diri. Depresi ditandai
1
Sumarna S, Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan Dan Konseling Sekolah Menengah Atas,
(Jakarta: Dapodik, 2016), 2
WIDIATUL FAUZIAH 2
dengan adanya perasaan sedih, murung dan iritabilitas. Pasien mengalami distorsi kognitif
seperti mengkritik diri sendiri, timbul rasa menyalahkan diri sendiri, perasaan tidak berharga,
kepercayaan diri turun, pesimis dan putus asa. Terdapat pula rasa malas, tidak bertenaga,
retardasi psikomotor, dan menarik diri dari hubungan sosial.2 Menurut Whatley (1992) ada
hubungan negatif yang signifikan antara skor dari ide bunuh diri dan dukungan sosial yang
diukur menggunakan skala Interpersonal Support Evaluation List Semakin bertambahnya
dukungan sosial,pada mahasiswa maka semakin kecil kemungkinannya memiliki pemikiran
untuk bunuh diri. Menurut Rowe (2006) pola interaksi sosial yang rendah dan dukungan
sosial yang lebih rendah secara signifikan terkait dengan ide bunuh diri. Dukungan sosial
juga dapat mengurangi kemungkinan munculnya atau besarnya pikiran untuk bunuh diri.
(Beck et al.,1979).3
2. Pembahasan
Hopelessness, didefinisikan sebgai sistem skema kongnitif yang umumnya merupakan
harapan negative tentang masa depan. Ide bunuh diri berbeda dari kedua perilaku bunuh
diri dan kematian karena bunuh diri. Ide bunuh diri bisa menyakitkan dan sangat banyak
di dalam dan dari dirinya sendiri. Selain itu, ide bunuh diri merupakan indikator patologi
atau krisis pribadi, serta berhubungan dengan resiko kematian karena bunuh diri. Menurut
Menurut Cohen & Hoberman (1983) terdapat 4 bentuk dukungan sosial, yaitu:4
Appraisal Support
Yaitu adanya bantuan berupa nasehat yang berkaitan dengan pemecahan suatu masalah
untuk membantu mengurangi stressor. Jenis dukungan ini adalah dengan memberikan
nasehat, arahan, sugesti atau feedback mengenai bagaimana seseorang melakukan
sesuatu. Dukungan ini dapat dilakukan dengan memberi informasi yang dibutuhkan oleh
seseorang.
Tangible Assistance
Dalam hal ini fungsi dukungan sosial adalah adanya bantuan yang bersifat material,
finansial atau pelayanan. Dukungan ini merupakan bentuk dukungan yang terlihat dan
biasanya bersifat bantuan langsung.
Self-esteem Support
Yaitu dukungan yang diberikan oleh orang lain terhadap perasaan kompeten atau harga
diri individu atau perasaan seseorang sebagai bagian dari kelompok dimana para
anggotanya memiliki dukungan yang berkaitan dengan self esteem seseorang Jenis
dukungan ini melibatkan rasa empati, peduli terhadap seseorang sehingga memberikan
perasaan nyaman, perhatian, dan peneriman secara positif dan memberikan Semeno
kepidoping. Dukungan penghargaan (Esteem support) adalah dukungan yang terjadi
melalui ekspresi penghargaan, dorongan, atau persetujuan dengan perasaan pribadi dan
perbandingan positif dari orang lain. Jenis dukungan ini berfungsi untuk membangun rasa
nilai dan kesesuaian individu. Dukungan hadiah berguna saat berada di bawah tekanan.
Belonging Support
Yaitu menunjukkan perasaan diterima menjadi bagian dari suatu kelompok dan rasa
kebersamaan. Dukungan jenis ini merupakan kesediaan untuk meluangkan waktu dengan
orang lain dengan memberikan perasaan keanggotaan dalam suatu kelompok orang yang

2
Kementerian Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan.
3
Khansa Khairunnisa, Pengaruh hubungan sosial terhadap hopelessness terhadap ide bunuh diri, (Jakarta,
2018), 3
4
Ibid., hlm 21-23
WIDIATUL FAUZIAH 3
tertarik untuk saling berbagi dan kegiatan sosial. Hal ini dapat mengurangi stress dengan
terpenuhinya kebutuhan afiliasi dan berhubungan dengan orang lain, dengan menolong
seseorang yang terganggu dari kekhawatiran akan masalah yang ia miliki, atau
memfasilitasi perasaan yang positif. Dukungan dapat diberikan, seperti emosional atau
penghargaan, instrumental, informasi, dan persahabatan (Sarafino & Smith,2011).
Menurut House (2011), dukungan ini dapat berupa pemberian empati, perhatian, cinta,
kepercayaan, uang, dan tenaga. Artinya jika seseorang memiliki perasaan positif yang
berasal dari dukungan sosial.
Kesejahteraan psikologis terdiri dari enam dimensi, yaitu penerimaan diri, otonomi,
hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan
pertumbuhan pribadi. Menurut Keyes (2002), berkembang terkait dengan variabel
kesejahteraan dan kesehatan mental lainnya, yang ditandai dengan sindrom yang
merupakan kumpulan dari beberapa gejala perasaan positif dan fungsi positif dalam
kehidupan.
Keyes mengkaji kesehatan mental yang ditandai dengan fungsi positif yang terdiri dari
enam aspek kesejahteraan psikologis, kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi adalah
kesejahteraan sosial. Aspek kesejahteraan sosial meliputi koherensi sosial, aktualisasi
sosial, integrasi sosial, penerimaan sosial, dan kontribusi. Individu dengan tingkat
kesejahteraan sosial yang baik akan memandang masyarakat sebagai masyarakat yang
penuh makna dan pengertian, merasa diterima dan menjadi bagian dari masyarakat.
Kesehatan mental terdiri dari kondisi kesehatan mental yang lengkap dan tidak lengkap.
Seseorang yang berada dalam kondisi kesehatan mental yang lengkap disebut
berkembang dan telah mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi. Seseorang dikatakan
berkembang jika unsur emosinya positif. Keyes (2002) telah mempelajari berkembangnya
kesehatan mental dan kesejahteraan. Kajian dalam penelitian Keyes menjadi acuan bagi
peneliti selanjutnya untuk mengembangkan perkembangan dalam kesehatan mental.
Seperti yang dilakukan oleh Diehl et al. (2011), terdapat hubungan antara emosi positif,
usia, dan status mental pada individu dewasa. Individu dewasa yang dikategorikan
sebagai kucing berkembang memiliki emosi positif yang tinggi dibandingkan dengan
individu yang merana.
Witten dkk. (2019) menyatakan bahwa Psychological well-being pada remaja muncul
ketika mereka memiliki tujuan dan memiliki hubungan yang positif. Remaja yang
menunjukkan kemampuan pengendalian diri dapat meningkatkan kemungkinan untuk
berkembang. Sementara itu, remaja yang berada dalam kondisi lingkungan yang negatif,
seperti kemiskinan dan kriminalitas, serta terlibat dalam perilaku berisiko tinggi, akan
berkontribusi terhadap munculnya kelesuan. Menurut penelitian Rothmann (2013),
berkembang dalam konteks kerja adalah ketika individu puas dengan pekerjaannya dan
merasakan emosi positif di lingkungan kerja. Individu yang berkembang merasa mampu
berfungsi secara optimal melalui dedikasi dan keterlibatan penuh dalam pekerjaan dan
berfungsi dengan baik secara sosial melalui perasaan diterima, pertumbuhan sosial, dan
kontribusi.5
Kesimpulan
Terdapat pengaruh dukungan sosial terhadap hopelessness siswa, artinya Semakin
bertambahnya dukungan sosial,pada mahasiswa maka semakin kecil kemungkinannya
memiliki pemikiran untuk bunuh diri. Pola interaksi sosial yang rendah dan dukungan sosial
yang lebih rendah secara signifikan terkait dengan ide bunuh diri. Dukungan sosial juga dapat
mengurangi kemungkinan munculnya atau besarnya pikiran untuk bunuh diri. Dan akan

5
Rofiqoh, the effect of self-compassion and support systems
WIDIATUL FAUZIAH 4
mempengaruhi berkembangnya siswa. Siswa yang memiliki self-esteem support yang tinggi
akan memiliki banyak kebahagiaan dan kepuasan hidup, berbuat banyak kebaikan, serta
memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap lingkungan. Self-esteem support dapat
meningkatkan resiliensi dan meminimalkan stres yang dialami individu.

Daftar Pustaka
Kemenkes Direktorat jenderal pelayanan kesehatan. (2022, september selasa). Dipetik juni
20, 2023, dari https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1450/depresi-dan-bunuh-diri
khairunnisa, K. (2018). pengaruh hubungan sosial terhadap hopelessness terhadap ide bunuh
diri. repository.uinjkt, 3.
Rofiqoh. (2023). the effect of self-compassion and support systems. 6.
Sumarna, s. (2016). Panduan operasional penyelenggaraan bimbingan dan konseling
sekolah menengah atas. Jakarta: Dapodik.

WIDIATUL FAUZIAH 5

Anda mungkin juga menyukai