Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 12

KESEHATAN MENTAL
“PENGEMBANGAN PELUANG KERJA
UNTUK KONSELOR MENTAL KESEHATAN
PROFESIONAL”

DOSEN PEMBIMBING
Dr. Marjohan, M.Pd.,Kons

DISUSUN OLEH :

ELTRY PRATAMI ALMEZANDA


( 20006137 )

BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
RESUME
1. SETTING PELAYANAN KONSELOR KESEHATAN MENTAL
a. Setting sekolah
Bimbingan konseling di Amerika merupakan inovasi pendidikan yang
khas. Dalam banyak hal, keyakinan dasar dari konseling adalah hubungan
dengan doktrin tentang penempatan perbedaan individual sebagai pusat
perencanaan program pendidikan. Namun konseling di sekolah juga memiliki
tantangan untuk mendapatkan tempat yang unik dan dihargai dalam organisasi
sekolah. Salah satu adalah usaha untuk memisahkan konseling dari profesi
mengajar.
Menurunnya gerakan pendidikan yang progresif dan munculnya ide dari
psikologi humanistik telah mempengaruhi profesi konseling pada tahun 1950-
an.Pada masa ini konseling dan mengajar seakan merupakan dua hal yang
berlawanan. Pada akhir 1950-an jumlah konselor di sekolah bertambah, konflik
tentang fungsi dan peranan juga meningkat. Konselor berusaha untuk lepas dari
tugas-tugas administrasi. Konflik peranan yang dihadapi konselor disebabkan
karena belum jelasnya konsepsi terhadap peranannya , karena ide dan sikap yang
diajarkan dalam program koselor lebihcocok untuk seting privat dari pada seting
sekolah.
Dan pada akhir tahun 1950-an itu juga konselor ditugaskan untuk
meningkatkan persentase siswa mengambil pelajaran matematika dan sains.
Namun satu dekade kemudian konselor dikritik, karena dianggap tidak
memperingatkan para siswa tentangkelebihan insinyur dan dokter.
Lingkungan sekolah adalah tempat dimana seorang anak dihadapkan
kepada sosialisasi terhadap guru dan teman sebayanya faktor inilah yang bisa
menunjang siapatau tidaknya mental seorang anak di segala aspek sosialnya.
Adapun gangguan yang mungkin terjadi di lingkungan sekolah ialah gangguan
dalam masa pembelajarannya di sekolah, gangguan dalam pola belajar,masalah
kenakalan remaja,masalah disiplin dan gangguan mental. Beberapa masalah
seperti diatas cepat atau lambat akan ditemuidalam berbagai tingkat kerumitan
masalah, tergantung dari seberapa komplekmasalah yang ditimbulkan serta
2
lingkungan yang ada. Dalam masa perkembangan peserta didik pada jenjang
sekolah menengah (SLIP & SLTA) sebagaimana kita ketahui merupakan masa
yang labil dan membutuhkan pendampingan guna mengarahkan pada hal-hal
yang bersifat positif tanpa mengabaikan sisi aktualisasi peserta didik dan
sekolah sebagai pihak yang mendapatkan amanah dari orang tua sedapat
mungkin mampu mengakomodasi hal tersebut. Pada masa ini peserta didik yang
pada umumnya remaja sedang mengalami fase trasinsisi (peralihan) antara sikap
bergantung (dependent) menuju sikap bebas (independent) pada usia dewasa.
Ketidaksiapan dalam menghadapi ujian, ketidakpercayaandiri, kehamilan di luar
nikah, bahkan perilaku bunuh diri karena tidak lulus UN merupakan beberapa
indikasi adanyaketidakmampuan pada pribadi siswa dalam menangani masalah
pada dirinya yang jugamerupakan tanda adanya gangguan kesehatan mental,
mengingat remaja merupakan fase yang rawan, labil, dan dinamis.
Jadi, didalam ruang lingkup pendidikan sangatlah penting sarana dan
prasarana yang sangat menunjang bagi kesehatan mental anak didik, dan perlu
diketahui pula peran serta orang tua, masyarakat, tenaga pengajar serta anak itu
sendiri untuk dapat mencapai kekuatan mental. Disamping kesehatan mental,
aspek perilaku menyimpang juga menjadi masalah serius dalam hal kesehatan
mental
Upaya untuk menjaga kesehatan mental di sekolah .
Secara umum kita harus mampu memahami kesehatan mental siswa di
lingkungan sekolah Maka beberapa hal yang dapat diupayakan untuk
menerapkan prinsip kesehatan mental di lingkungan sekolah. Dr. Muh Surya,
1985 (Edukasi.Kompasiana.Com: 2010) mengungkapkan beberapa saran
diantaranya:
1. Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa betah (at home)
bagi anak didik, baik secara sosial, fisik, maupun akademis
2. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi anak.
3. Usaha pemahaman anak didik secara menyeluruh baik prestasi belajar,
sosial,maupun seluruh aspek pribadinya.
4. Menggunakan metode dan alat belajar yang dapat memotivasi belajar.
5. Ruangan kelas yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
6. Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat membesarkan motivasi belajar.
7. Menciptakan situasi sosial yang baik dan membantu perkembangan pribadi
anak. 3
8. Peraturan/tata tertib yang jelas dan difahami oleh murid.
9. Penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan pribadi anak.
10. Teladan dari para guru dalam segala segi pendidikan.
11. Kerjasama dan saling pengertian dari para guru dalam
melaksanakankegiatanpendidikan di sekolah.
12. Pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan (konseling) yang
sebaikbaiknya.
13. Situasi kepemimpinan yang penuh saling pengertian dan tanggung
jawab baikpada murid maupun pada guru.
14. Hubungan yang erat dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang
tua muriddan masyarakat.
15. Kerjasama yang baik dengan berbagai instansi yang berhubungan dengan
Inggris.

b. Setting Dunia Kesehatan (medis)


Perkembangan terbaru dari profesional konseling adalah pemanfatan
konselor di dalam perawatan kesehatan. Konseling perawatan kesehatan
dibangun berdasarkan beberapa asumsi dasar: Pertama, karena sakit yang
dederita akan dapat menimbulkan stress dan dapat mempengaruhi emosional.
Kedua, respon manusia terhadap sakit sebagai organisme yang utuh, bukan
hanya emosi atau fisik saja. Ketiga, sakit yang berkepanjangan akan
menimbulkan masalah baik bagi diri pasien maupun keluarganya.Aspek paling
penting dan berkembang dari konseling perawatan kesehtan adalah pencegahan
penyakit melaui kebiasaan hidup sehat, seperti menghentikan kebiasaan
merokok, mengurangi berat badan, dan kebiasaan berolah raga.
c. Setting Komunitas/Masyarakat
Pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam mengembangkan kesehatan
mentalmasyarakat adalah pemerintah, para pimpinan organisasi sosial politik,
para pimpinanorganisasi keagamaan, para pengusaha, pimpinan informal, dan
warga masyarakat itu sendiri. Semua pihak tersebut hendaknya menjalin
kerjasama dan memiliki visi yang sama dalam upaya-upaya untuk
mengembangkan kesehatan mentalmasyarakat.
Upaya-upaya yang seyogyanya dilakukan (khususnya oleh pemerintah
sebagaipengambil kebijakan) untuk mengembangkan kesehatan mental warga
4
masyarakat adalah sebagai berikut.
1. Menciptakan iklim kehidupan sosial - politik - ekonomi yang kondusif,
yang stabil, yang dapat memberdayakan kehidupan warga masyarakat
yang sejahtera.
2. Menciptakan iklim kehidupan beragama yang kondusif bagi masing-
masing pemeluknya.
3. Mengembangkan sikap saling menghormati, dan toleransi antar umat
beragama, suku, dan ras.
4. Menghilangkan atau memberantas berbagai faktor yang memicu
merebaknya dekadensi moral, seperti : menutup pabrik-pabrik minuman
keras dan hiburan- hiburan malam, memberantas perjudian dan
menghukum para bandarnya, menghukum mati para pengedar atau
pengguna narkoba/naza, menghukum seberat-beratnya para produser dan
pengedar film-film atau majalah-majalahporno, menghentikan tayangan-
tayangan televisi yang merusak moral atau keyakinan beragama
masyarakat, menghukum seberat-beratnya kepada para koruptor atau
penjahat yang merampas hak rakyat, dan mengontrol secara ketat
penggunaan obat atau alat - alat kontrasepsi.
5. Para pemimpin atau pejabat memberikan uswah hasanah, contoh tauladan
yang baik kepada masyarakat dalam melaksanakan nilai-nilai moral,
seperti : hidup sederhana, bersikap jujur, amanah atau bertanggung jawab
dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Selanjutnya, upaya pengembangan kesehatan mental di lingkungan


masyarakat amatlah penting, karena perkembangan kesehatan mental
seseorang dipengaruhi juga oleh iklim atau suasana kehidupan masyarakat
dimana dia bertempat tinggal. Kondisi masyarakat yang dapat memberikan
dampak negative bagi perkembangan kesmen warga, diantaranya:

1. Harga kebutuhan pokok tinggi


2. Lingkungan yang tidak aman
3. Sering terjadi kemacetan lalu lintas
4. Sering dilanda bencana alam
5. Minimnya lapangan kerja
6. Kurang tersedianya air bersih
5 dan film
7. Maraknya peredaran majalah, buku
8. Maraknya perjudian

d. Dunia usaha dan industry


Konselor dinilai mampu mengendalikan manajemen baik organisasi publik
maupun organisasi swasta. Seorang konselor perlu memiliki kemampuan
manajerial yang terkait dengan profesinya, karena beberapa alasan diantaranya:
agar konselor mampu bekerja secara efektif dan efisien, untuk pemberdayaan dan
profesionalisme konselor, dan akuntabilitas kinerja konselor. Untuk mencapai
tujuan dari manajemen kinerja seorang konselor harus mampu membentuk atau
merumuskan manajemen bimbingan dan konseling. Karena dengan merumuskan
manajemen bimbingan dan konseling konselor akan mampu melakukan
planning, organizing, directing, actuating, controlling dan evaluating yang
diarahkan kepada proses pencapaian tujuan-tujuan pelayanan bimbingan dan
konseling. Adapun pengertian dari manajemen bimbingan dankonseling adalah
segala upaya pengelolaan yang digunakan konselor dalam mendayagunakan
secara optimal semua komponen atau sumber-sumber daya (tenaga, personil,
dana, sarana dan prasarana, serta sistem informasi), hal itu ditujukan untuk
membantu konseli agar dapat berkembang secara optimal dan mencapai
kebahagiaan dalam kehidupannya dan bermanfaat bagi orang lain.

2. KONSELOR KESEHATAN MENTAL PADA PRAKTIK PRIVAT


Walaupun praktek privat merupakan lahan yang relatif baru bagi profesi
konseling,namun jumlah konselor yang bergerak dalam bidang ini semakin banyak.
Layanan diberikan kepada kelompok/lembaga berdasarkan kontak, seperti layanan
kepadalembaga bisnis untuk program bantuan bagi pekerja, atau program seleksi
pegawai.Persoalan besar di dalam konseling praktek privat menyangkut tentang
kepercayaanprofesional. Konselor sekaligusssebagai psikolog mungkin
memperoleh lisensi demikian.Namun di beberapa

negara bagian lisensi juga diberikan kepada dokter dan pekerjasosial.

Psikiater, konselor, pekerja sosial klinis yang membuka praktek pribadi


menawarkan beragam layanan bagi anak, remaja, dan keluarga untuk membantu
perkembangan pendidikan, psikologis, dan sosial. Dengan mengidentifikasi para
praktisi pribadi dalam masyarakat, konselor sekolah memperluas daftar sumber
yang tersedia bagi siswa, orang tua, dan
6 guru. Lebih panjang daftar tersebut, lebih
banyak pilihan dan alternatif yang tersedia. Ketika konselor sekolah menyarankan
sumber masyarakat untuk membantu siswadan orang tua dengan masalah tertentu,
lebih baik memiliki daftar yang dimana orang tua dan siswa dapat memilih. Dengan
cara ini, maka konselor menyerahkan pemilihan akhir kepada klien mereka,
sehingga kesannya menunjukkan penghargaan kepada kemampuan mereka untuk
membuat keputusan yang bertanggung jawab. Biasanya orang tua dan siswa
mempertimbangkan biaya, kecenderungan pribadi, dan faktor lain ketika memilih
agen dan ahli sebagai layanan tambahan. Konselor lebih baik menyediakan
informasi sebanyak mungkin, menawarkan daftar dengan dua pilihan atau lebih,
dan membiarkan individu membuat keputusan mengenai bantuan lebih lanjut.
Dalam semua hubungan kolaboratif dengan orang tua, guru, pihak administrasi,
para ahli, agen masyarakat, dan praktisi pribadi, konselor sekolah melatih
komunikasi dan keterampilan konsultasi mereka untuk mengembangkan hubungan
yang berhasil. Dalam banyak aspek, keterampilan konsultasi ini serupa dengan
kompetensi yang digunakan konselor dalam hubungan-hubungan konseling
kelompok dan individu (Schmidt & Osborne, 1981). Sementara ini, peran
konsultatif yang dimainkan oleh konselor sekolah ketika bekerja dengan orang tua
dan paraprofesional lain, memiliki perbedaan tujuan dan membuat kontribusi yang
unik kepada perkembangan dan implementasi program konseling sekolah yang
komprehensif.

7
DAFTAR PUSTAKA
Arifin M. 1976. Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah
Manusia. Jakarta: BulanBintang.
Dadang Hawari. 1997. Al-Quran, Ilmu Kedokteran Jiwa, dan Kesehatan
Jiwa. Yogyakarta:Dana Bhakti Prima Yasa.
Havighurst. 1961. Human Development dan Education. New York: David
Mckay Co.

Hunainah, Ujang Saprudin. 2015. Manajemen Bimbingan Dan Konseling,


Bandung : Rizki Press.
Jalaluddin Rahmat & Muhtar (Ed). Keluarga Muslim dalam Masyarakat
Modern. Bandung:Remaja Rosda Karya
Kompasiana.(2010).Kesehatan Mental Di Lingkungan Sekolah. Jakarta:
PT. Raja GrafindoPersada.
Sanjaya Duradit.(1985). Kesehatan Mental Psikologi l.
Jakarta: Gunung Agung.Syamsu Yusuf L.N. 2009. Mental
Hygiene . Bandung : Maestro.

Anda mungkin juga menyukai