Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

URGENSI & KARAKTERISTIK BIMBINGAN KONSELING BAGI PENDIDIKAN

Di Susun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu : Dr. Ani, M.Pd.I

Oleh :
MUHAMMAD ALI KHAFIDZIN (3121030)

MUHAMMAD NAJMI KHAFIDHIL FIKRI (3121022)

RAFLI MAULANA ISHAQ (3121041)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN & TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB & DAKWAH

UIN KH. ABDURRAHMAN WAHID

2024
 PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah


Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita,
mengingat bahwa bimbingan dan konseling merupakan suatu kegiatan bantuan serta
tuntunan yang di berikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada
khususnya di sekolah dalam rangka meningkatkan mutunya. Hal ini sangat relevan
jika dilihat dari perumusan bahwa pendidikan itu adalah merupakan usaha sadar
yang bertujuan unuk mengembangkan kepribadian dan potensi-potensinya (bakat,
minat, dan kemampuannya).
Dalam realita nya, selama proses pembelajaran sering kali ditemukan siswa
yang mempunyai probelmatika kehidupannya. Hal itu tidak dapat dihindar,
mengingat setiap orang pasti mempunyai masalahnya sendiri. Oleh karena itu
bimbingan dan konseling hadir di tengah pembelajaran guna merespon terhadap
problematika tersebut. Dalam Makalah ini akan dijelaskan bagaimana urgensi serta
karakteristik bimbingan dan konseling terhadap pendidikan saat ini.

b. Rumusan Masalah
1. Apa urgensi bimbingan dan konseling bagi pendidikan saat ini ?
2. Bagaimana karakteristik bimbingan dan konseling terhadap dunia pendidikan ?
3. Seperti apa konsep bimbingan dan konseling dalam ranah IAT ?

c. Tujuan Penelitian
1. Supaya mengetahui urgensi bimbingan konseling bagi pendidikan
2. Untuk memahami karakteristik bimbingan dan konseling bagi pendidikan
3. Dapat melihat konsep bimbingan dan konseling dalam ranah IAT
 PEMBAHASAN
A. Urgensi Bimbingan dan Konseling
Berbagai pelayanan di adakan untuk memperlancar dan memberikan dampak
positif di setiap perkembangan dan kelangsungan hidup manusia. Konseling
membantu individu untuk bisa menghadapi masalah sekaligus membantu
mengembangkan segi-segi positif yang dimiliki individu. Secara ringkas konseling
mempunyai tujuan yaitu membantu konseli atau klien agar memiliki pengetahuan
tentang posisi dirinya dan memiliki keberanian untuk mengambil kepuutusan,
melakukan hal-hal yang dianggap baik, benar dan bermanfaat untuk kehidupannya
secara optimal.
Bimbingan dan konseling adalah sebuah kegiatan yang bersumber pada
kehidupan manusia. Pada kenyataanya menunjukan bahwa persoalan-persoalan
kehidupan silih berganti dihadapi oleh manusia. Satu persoalan selesai dihadapi
namun persoalan lainnya akan muncul tetelahnya, begitupun seterusnya. Manusia
tidak sama antara satu dengan lainnya, baik dalam sifat maupun kemampuannya.
Ada beberapa manusia dapat dengan mudah mengatasi persoalannya secara mandiri
atau sendiri namun banyak juga yang tidak mampu mengatasi persoalannya sendiri
dengan kata lain memerlukan bantuan orang lain untuk menyelesaikan persoalan
yang dihadapi, maka dengan begitu bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan.
Bimbingan dan konseling sebagai salah satu upaya profesional adalah
berdimensi banyak. Jika dilihat dari latarbelakangnya munculnya bimbingan dan
konseling ini dikarenakan ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab individu dan
untuk itu perlu bantuan profesional. Jika dilihat eksistensinya, bimbingan dan
konseling bisa disejajarkan dengan bantuan profesional seperti psikiatris,
psikoterapi, kedokteran, dan penyuluhan sosial. Dilihat kedudukannya dalam proses
keseluruhan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral, atau teknik
andalan bimbingan dan konseling.
Pada umumnya klien datang kepada profesional atau konselor dengan
membawa kondisi kecemasan dan tekanan jiwa, namun tak jarang individu
langsung mau menemui konselor saat mengalami masalah. Hal ini disebabkan pada
pandangan jika mereka mengakui bahwa mencari konselor maka orang lain akan
berfikir bahwa mereka lemah dan tidak mampu mengemban tanggungjawabnya.
Sehingga kadang individu akan berusaha untuk memulihkan persoalannya sendiri
terlebih dahulu sampai pada titik dimana kondisi emosional individu sangat
terganggu sehingga kemampuan untuk menengani tanggungjawab sehari-hari
sangat terhambat dan individu tidak bisa lagi menyembunyikan penderitaan dan
tekanan emosi dari orang-orang di sekitar mereka.
Dengan adanya kemungkinan yang terburuk sudah tentu bimbingan dan
konseling ini tidak hanya mempunyai tujuan untuk membawa individu pada
keadaan yang lebih baik dengan jangka pendek saja karena jika sudah dikondisi
yang baik namun individu dapat kembali kekondisi semula itu sama saja. Maka dari
itu tujuan untamanya adalah untuk membantu klien atau konseli untuk dapat
berubah. (Zaeni, 2013)
Tujuan bimbingan dan konseling menurut Achmad Mubarok adalah sebagai
berikut:
1. Membantu konseli agar tidak menghadapi masalah
2. Membantu konseli agar bisa mengatasi masalah yang dihadapi
3. Membantu konseli memelihara dan mengambangkan situasi dan kondisi
yang baik atau yang sudah baik agar tetap baik, sehingga tidak akan menjadi
sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
Sementara tujuan bimbingan dan konseling yang menyangkut aspek akademik
(belajar) adalah memiliki memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek
belajar dan memahami hambatan-hambatan yang kemungkinan muncul dalam
proses pembelajarannya, mempunyai sikap dan kebiasaan belajar yang positif
seperti membaca buku, selalu aktif serta mengikuti seluruh program pembelajaran,
dan mempunyai motif yang tinggi untuk belajar didalam hidupnya.
Selain yang terlah disebutkan diatas, dalam Islam bimbingan dan konseling juga
mempunyai tujuannya sendiri yaitu:
1. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan
jiwa dan mental sehingga jiwa akan menjadi tenang, jinak dan damai.
2. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan sehingga
tingkah laku yang berada dalam diri dapat menuai manfaat bagi dirinya
sendiri, lingkungan keluarga, kerja maupun lingkungan sosial dan alam
sekitarnya.
3. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) kepada individu sehingga rasa
toleransi, setiakawanan, tolong menolong dan rasa kasih sayang muncul
dalam dirinya.
4. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual sehingga rasa keinginan untuk
berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi apa yang diperintahkan-
Nya serta ketabahan dalam menerima ujian-Nya akan muncul dalam diri
individu.
5. Untuk menghasilkan potensi Illahiah, sehingga diri individu bisa
melaksanakan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, dapat
dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat
memberikan kebermanfaatan bagi lingkungannya di berbagai aspek
kehidupan.
Dan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan, individu harus
mendapatkan kesempatan untuk mengenal dan memahami potensi, kekuatan dan
tugas-tugas perkembangannya, potensi dan peluang yang ada dilingkungannya,
mementukan tujuan dan rencana hidupnya, mengatasi kesulitannya, menyesuaikan
diri dengan lingkungannya untuk bisa menggunakan kemampuannya. (Sartika,
2020)

B. Karakteristik Bimbingan dan Konseling di Bidang Pendidikan


Gambaran yang jelas karakteristik bimbingan dan konseling dalam setting
pendidikan sebagaimana diungkapkan oleh Robert terdapat sepuluh karakteristik, yaitu
sebagai berikut (Robert, 2002):

1. Kebanyakan orang berasumsi bahwa penanganan yang dihadapi oleh konselor


Sekolah maupun Universitas hanya berkenaan dengan permasalahan belajar dan
peminatan karier, padahal penanganan konselor sangat kompleks dan beragam.
Yang mana bisa saja tidak berkaitan dengan permasalahan belajar dan peminatan
karier, di antaranya adalah masalah persahabatan, bullying, dinamika keluarga,
penyakit fisik, kematian orang yang dicintai, kehidupan seks, relasi orientasi
seksual, anoreksia, penyalahgunaan obat-obatan dan tekanan tuntutan penddidikan.
Hal itu hanya beberapa di antara sekian permasalahan yang terlihat.
2. Masalah tersebut juga berimplikasi dimensi luas yang mencakup hubungan antara
para peserta didik dengan anggota keluarga, serta bagi peserta didik yang lain.
Sehingga, seorang konselor sekolah tidak dapat memandang peserta didik sebagai
konseli.
3. Definisi keluarga memiliki makna yang lebih luas, karena tidak hanya diartikan
sebagai suatu relasi yang berkenaan dengan hubungan darah. Akan tetapi, terdapat
makna yang lebih luas yaitu hubungan sosial. Yang terakhir, tentu saja
direpresentatifkan institusi pendidikan dan dinamika pergaulan sosial di dalamnya.
4. Konselor sekolah menjalankan perannya dalam prosedur pelayanan bimbingan
lebih dituntut untuk memperhatikan konteks sosial peserta didik dengan memberi
makna masalah psikologis peserta didik.
5. Secara normatif, institusi pendidikan memiliki sejumlah peraturan dan ketentuan
yang bisa jadi berbeda dengan mekanisme pelaksanaan bimbingan dan konseling.
Maka, menjadi penting bagi konselor sekolah untuk dapat beradaptasi dan
menghormati segala ketentuan pengaturan dari institusi pendidikan.
6. Seorang konselor sekolah perlu mempertimbangkan segala prosedur pelayanan
bimbingan dan prosedur proses konseling dengan penuh pertimbangan dan kehati-
hatian.
7. Pelaksanaan bimbingan dan konseling dalam setting pendidikan hendaknya
memiliki tujuan yang jelas, dan tujuan tersebut selaras dengan peraturan dan
kebijakan pendidikan institusi. Tentu hal tersebut merupakan bukan hal yang
mudah.
8. Tugas konselor adalah membantu peserta didik mengidentifikasi sesuatu yang di
anggap berarti dan berpotensi menjadi masalah bagi mereka, serta konsekuensi
yang ditimbulkannya untuk membantu peserta didik menghindarkan situasi dimana
dapat menimbulkan corak pandang "destruktif". Baik hal tersebut di sengaja
maupun tidak di sengaja.
9. Dalam beberapa kondisi, konselor sekolah dituntut untuk dapat mempertanggung-
jawabkan segala kegiatan dengan cara profesionalisme serta tetap mempertahankan
hak para peserta didik. Oleh karena itu, menjadi kepentingan strategis
mendokumentasikan proses bimbingan dan konseling sebagai hasil penelitian utuh.
10. Peserta didik di dorong berkolaborasi dalam proses konseling secara
profesionalisme utuh. Kondisi ini perlu dibangun dari awal pembelajaran dengan
peserta didik. Hubungan yang profesional ini menempatkan peserta didik sebagai
konseli. Kenyataan ini akan menjadi dilematis, karena relasi yang biasanya
terbangun serta terbina di institusi pendidikan.
C. Konsep Bimbingan dan Konseling dalam Ranah IAT
Jika meninjau terhadap karakteristik diatas, hal tersebut merupakan karakteristik
utama dalam setting pendidikan yang bisa jadi dapat melemahkan atau memperkuat
keberadaan bimbingan dan konseling itu sendiri. Oleh karena itu, akan berbeda apabila
dirumuskan melalui ranah Tafsir yang berbasis Al-Quran. Hemat penulis perlu
menempatkan dua karakteristik yang khas, yakni sebagai berikut :
Pertama, setting pendidikan adalah kolaborasi utuh dengan proses pendidikan,
dalam rangka menjamin pewarisa nilai dan ajaran Islam. Sehingga, setiap peserta didik
memiliki gambaran yang utuh dan kesadaran akan kebenaran ajaran Islam sebagai
pedoman sekaligus solusi utuh menjalani kehidupan duniawi. Serta bukan dipandang
sebagai aturan kaku yang rumit. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman :
"Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tidak
mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa
yang dikerjakannya." (QS. Ath-Thuur [52] : 21)
Dalam ayat ini menurut penafsiran Kementerian Agama RI (Agama, 2010), bahwa
orang-orang beriman yang diikuti oleh anak cucu dalam keimanan, akan dipertemukan
oleh Allah dalam suatu tingkatan dan kedudukan yang sama sebagai karunia Allah
kepada mereka. Meskipun para keturunan itu ternyata belum mencapai derajat tersebut
dalam amal mereka. Sehingga, orang tua mereka menjadi senang. Maka, sempurna lah
kegembiraan mereka karena mereka berkumpul bersama.
Ayat tersebut pada dasarnya menggambarkan proses pewarisan nilai-nilai keimanan
dan ketakwaan. Tentu saja, kita akan menyadari nilai-nilai keimanan dan ketakwaan
hanya bisa diwariskan melalui proses pendidikan. Apabila proses pendidikan tidak
berjalan, maka dapat diantisipasi melalui berbagai fungsi pelayanan bimbingan dan
konseling.
Kedua, bimbingan dan konseling dalam setting pendidikan merupakan pencerminan
pendidikan peserta didik secara utuh dari konseptualisasi dengan implementasi. Karena
mereka di didik untuk melaksanakan ajaran Islam, namun di sisi yang lain mereka di
bimbing dan di konseling agar dapat memahami keseluruhan ajaran Islam serta di
implementasikan dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Kenyataan tentang
ini dapat kita lihat pada surah Ali Imran ayat 37, tentang bagaimana Nabi Zakaria As
dilukiskan sebagai pendidik dan pemelihara Siti Maryam, yaitu Ibunda Nabi Isa As.
Pada penjelasan ini, kita akhirnya mulai menyadari pentingnya menempatkan dua
karakteristik khas bimbingan dan konseling terhadap setting pendidikan dalam
menempatkan proposisi ajaran Islam sebagai bentuk pengamalan implementasi
pendekatan Al-Quran. secara utuh, pemaknaan bimbingan dan konseling dengan
perspektif Islami ataupun Qur'ani yang apabila di renungi berdasarkan pada
karakteristik dua ayat di atas, pada kenyataannya bermuara kepada keimanan dan
ketakwaan. Sehingga, mukmin yang sejati adalah selalu meningkatkan keimanan dan
ketakwaannya.
Mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari di dunia ini memiliki ciri atau
penanda yang bersifat khusus untuk menyebut mereka beriman. Adapun ciri atau
penanda dalam Al-Quran seperti diuraikan utuh baik nama surah hingga substansi ayat
pada surah Al-Mu'minun ayat 57 sampai 61, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Mengembangkan kepribadian, sikap, dan perilaku penuh dengan kehati-hatian


dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Ta'ala :
"Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan
mereka." (QS. Al-Mu'minun [23] : 57)
2. Beriman kepada Allah SWT secara menyeluruh dengan sepenuhnya menyerahkan
dirinya kepada bimbingan dan petunjuk Allah, hal ini sesuai dengan Firman-Nya :
"Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka." (QS. Al-
Mu'minun [23] : 58)

3. Mengembangkan diri menjadi individu yang terbebas dari segala bentuk dan jenis
kemusyrikan kepada Allah. Seperti dalam Firman-Nya :
"Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu
apapun)." (QS. Al-Mu'minun [23] : 59)

4. Membentuk konseli menjadi pribadi yang memiliki semangat rela berkorban, penuh
dengan keikhlasan, dan memiliki keyakinan teguh bahwa setiap diri akan
dipertanggung-jawabkan. Pernyataan ini sesuai dengan surah Al-Mu'minun ayat 60-
61 :
"Dan orang-orang yang memberika apa yang telah mereka berikan, dengan hati
yang takut (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali
kepada Tuhan mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapatkan kebaikan-
kebaikan, dan mereka lah orang-orang yang segera memperolehnya." (QS. Al-
Mu'minun [23] : 60-61)

 KESIMPULAN
Bimbingan dan konseling adalah satu kesatuan yang tak dapat terpisahkan yang
sudah muncul pada awal abad ke-20. Keduanya merupakan bagian yang integral antara
satu sama lain dan terus mengalami perkembangan sampai sekarang. Pada kehidupan
manusia, bimbingan dan konseling bisa dikatakan sangat penting karena setiap individu
mempunyai kemampuan yang berbeda-beda khususnya daalam memahami dirinya
sendiri. Untuk mengatasi perihal permasalahan yang dihadapi individu tentunya
memerlukan metodologi yang sistematis dan sesuai sehingga seluruh persoalan yang
dihadapi individu dapat diselesaikan. Dengan itu bimbingan dan konseling dapat
membuat individu keluar dari zona tidak menyenangkannya dan memulai kembali
kehidupan yang lebih baik lagi bagi individu dan lingkungan sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Rachman, Ali. 2017. Karakteristik Bimbingan dan Konseling pada Setting Pendidikan dalam
Tinjauan Al-Qur’an Surah Al-Mu’minuun Ayat 57-61. Banjarmasin: UPT Publikasi

Sartika, Enik. 2020. Urgensi Bimbingan dan Konseling (Penyuluhan) Islam dalam Pendidikan.
Sambas: Syi’ar

Zaini, Ahmad. 2013. Urgensi Bimbingan dan Konseling Bagi Remaja (Upaya Pencegahan
Terhadap Perilaku Menyimpang). Kudus: Konseling Religi

Anda mungkin juga menyukai