Anda di halaman 1dari 16

Pengaruh Lingkup Pertemanan Terhadap

Konsep Diri Siswa Angkatan


ECSAHOVIA Di MAN Insan Cendekia
Bengkulu tengah.

Oleh : Radhina Azqia


BAB I
1.Latar belakang

Salah satu penentu keberhasilan dalam perkembangan adalah Konsep


diri. Konsep diri merupakan suatu bagian yang terpenting dalam setiap
pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri adalah pandangan dan
sikap individu terhadap diri sendiri. Pandangan diri terkait dengan dimensi fisik,
karakteristik individual, dan motivasi diri. Pandangan diri tidak hanya meliputi
kekuatan-kekuatan individual, tetapi juga kelemahan bahkan juga kegagalan
dirinya. Setiap fase kehidupan memiliki tugas perkembangan yang berbeda-
beda, mulai dari fase anak-anak, dewasa dan tua. Konsep diri seseorang (juga
disebut konstruksi diri, identitas diri, perspektif diri atau struktur diri) adalah
kumpulan keyakinan tentang diri sendiri. Umumnya, konsep diri mewujudkan
jawaban atas pertanyaan "Siapa saya?" (Myers, 2009: 102).
ni tetaplah lanjutkan) 1 halaman ini ditambahkan lagi alasan apa yang membelatar belakangi milih judul pengaruh lingkup pertemanan
terhadap pembentukan konsep diri contoh apo karno zaman la maju pergaulan pertemanan lah berubah baco be jurnal banyak2
Konsep diri berperan penting untuk mencapai identitas diri yang baik
bagi remaja. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan,
menumbuhkan rasa percaya diri dan perasaan dihargai oleh orang lain
merupakan karakter yang dapat berkembang melalui konsep diri yang baik
(Agustiani, 2006:139). Dengan konsep diri yang baik, individu dapat
mengembangkan berbagai karakter yang dapat memberikan dampak positif bagi
individu.
1 Menurut Desmita konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang
mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya
sendiri.
2 Menurut Mohamad Hamdi konsep diri dapat diartikan sebagai persepsi,
keyakinan, prasaan atau sikap seseorang tentang dirinya.
Konsep diri adalah bagaimana seseorang menilai dirinya sendiri secara utuh
baik secara biologis, psikologis, sosial, kognitif, maupun spiritual. Persepsi
individu terkait dengan karakter, minat dan bakat yang dimiliki, interaksi
dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya, beserta tujuan, angan-angan,
dan ambisi (Rahmat, 2006:99).
Interaksi individu dengan lingkungan tanpa disadari akan membentuk
perilaku serta mempengaruhi konsep diri siswa. Agar tidak terjadi kesalahan
dalam membentuk konsep diri, perlu adanya bimbingan dan konseling. Konsep
diri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal.
Lingkungan juga memiliki andil besar dalam proses pembentukan konsep diri
pada individu dan lingkungan pertama yang dikenal oleh individu adalah
keluarga. Secara teoritis konsep diri terbentuk melalui interaksi individu dengan
lingkungan sosialnya secara bertahap dan akan terus menerus berkembang yang
artinya konsep diri bukan bawaan genetik manusia (Saraswatia et al., 2016: 36).
Selaras dengan pendapat di atas Fitts (1971) memaparkan bahwa konsep diri
pada dasarnya merupakan persepsi individu tentang dirinya, namun akhirnya
lingkungan menjadi faktor utama dalam pembentukan konsep diri individu
(1971: 3). Kita bisa melihat konsep diri dari empat sudut pandang yaitu: konsep
diri positif dan konsep diri negatif, konsep diri fisik dan konsep diri sosial,
konsep diri emosional dan konsep diri akademis serta konsep diri riil dan
konsep diri ideal. Salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri siswa
adalah teman sebaya dan lingkup pertemanan karena pada prinsipnya lingkup
pertemanan sangat berpengaruh pada konsep diri siswa. Masih banyak dari
siswa yang belum memiliki perubahan konsep diri walaupun mereka sudah
memiliki teman dekat yang akan membantu mereka dalam proses perubahan
konsep diri. Pada umumnya, remaja masih mengalami kebingungan dalam
menemukan konsep dirinya, karena remaja belum menemukan status dirinya
secara utuh. Di satu sisi, remaja merasa bahwa dirinya sudah besar, sudah
dewasa, kuat menghadapi permasalahan. Namun, di sisi lain remaja tetap
memiliki perasaan ketidakpastian dan kecemasan terhadap dirinya sendiri
sehingga tetap membutuhkan perlindungan dan bantuan dari orang tua.Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa orang tua, significant others, dan teman sebaya
berperan penting dalam perkembangan konsep diri remaja (Bosacki, Bialecka-
pikul, and Szpak 2016). Orang tua merupakan lingkungan pertama dan utama
dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Salah satu peranan orang tua dalam
membentuk konsep diri adalah bagaimana cara orang tua dalam memenuhi
kebutuhan fisik dan psikologis anak. (Pudjijogyanti 1993). Sedangkan
significant others menurut Mead (Rakhmat 2003) adalah orang lain yang
memiliki ikatan emosional dengan individu. Dalam perkembangannya,
significant others berpengaruh terhadap pembentukan perilaku, pikiran, dan
perasaan seseorang.
Remaja (adolescence) berasal dari kata adolescere (Latin) yang berarti
tumbuh ke arah kematangan (Muss, dalam Sarwono, 2011). Sedangkan WHO
memberikan definisi konseptual tentang remaja mencakup kriteria biologis,
psikologis, dan sosial ekonomi. Masa remaja dimulai saat terjadinya pubertas
dan berakhir dengan komitmen untuk berperan sebagai individu dewasa
(Damon, dalam Sebastian, Burnett, and Blakemore n.d.). Fase remaja adalah
fase peralihan dari fase kanak-kanak menuju fase dewasa yang biasanya dimulai
sejak umur 12 tahun atau 13 tahun dan berakhir pada umur 18 atau 19 tahun
(Jahja, 2011:220). Maka Madrasah Aliyah Negri (MAN) termasuk dalam
kategori remaja. Setiap fase kehidupan memiliki tugas perkembangan yang
berbeda-beda, mulai dari fase anak-anak, dewasa dan tua. Fase remaja identik
dengan kelabilan dan pencarian jati diri terutama pada remaja awal yang sedang
dalam tahap peralihan dari fase kanak-kanak. Pada fase ini remaja mulai
merasakan perubahan-perubahan baik secara biologis maupun psikologis.
Seperti yang dipaparkan oleh Erikson tentang tugas perkembangan remaja
“identitas vs krisis identitas” menegaskan bahwa pada fase ini individu harus
mampu mengenali siapa dirinya dan bagaimana caranya untuk berbaur dengan
masyarakat secara umum, tidak hanya lingkungan keluarga dan sekolah
(Santrock, 2011:27). Menurut Erikson (dalam Hurlock 2009) masa remaja
adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian jati diri.
Dalam perkembangan remaja, hal yang penting untuk dilakukan adalah
membentuk identitas diri yang diperoleh melalui pemahaman tentang konsep
diri yang dimilikinya. Konsep diri merupakan hal yang penting dalam
kehidupan remaja karena konsep diri menentukan bagaimana seseorang
berperilaku. Konsep diri bukan bersifat genetik, namun mulai berkembang sejak
bayi dan terus berkembang sejalan dengan perkembangan manusia yang
dipelajari melalui pengalaman yang diperoleh ketika berinteraksi dengan
lingkungan sosial.

Pertemanan adalah suatu tingkah laku yang dihasilkan dari dua orang atau
lebih yang saling mendukung. Pertemanan dapat diartikan pula sebagai
hubungan antara dua orang atau lebih yang memiliki unsur-unsur seperti
kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain,
simpati, empati, kejujuran dalam bersikap, dan saling pengertian (Kawi, 2010).
Lingkup pertemanan adalah keberadaan kelompok teman sebaya yang saling
berinteraksi yang mempunyai sifat berbeda-beda dan saling melengkapi antara
satu dengan yang lainnya serta menginginkan yang terbaik bagi satu sama lain.
Relasi dengan teman sebaya memiliki arti yang sangat penting bagi
perkembangan pribadi anak. Teman sebaya memiliki beberapa fungsi yaitu,
teman sebaya sebagai sarana mengenal dunia luar keluarga, teman sebaya
sebagai sarana untuk mengenal gambaran diri, teman sebaya sebagai pemberi
dukungan sosial dan emosional bagi anak dan teman sebaya sebagai sarana
latihan intimasi orang dewasa (Jahja, 2011:200). Sejalan dengan pendapat
tersebut, Yusuf (2002) mengungkapkan bahwa teman sebaya dapat berperan
sebagai kontrol perilaku sosial, wadah untuk bersosialisasi dengan orang lain,
pengembangan minat dan bakat sesuai dengan umur, dan tempat berdiskusi
terkait permasalahan dan fenomena yang terjadi di sekitar mereka (2002:60).
Masa remaja merupakan masa bagi seseorang untuk mencari dan
menemukan identitas dirinya. Berdasarkan pencarian identitas itu, remaja
melihat bahwa interaksi teman sebaya itu berperan penting dalam proses
perkembangan sosial mereka dan sesuai dengan keadaan serta perkembangan
psikologis mereka.
Banyak siswa yang mengakui belum bisa membedakan lingkup pertemanan
yang baik. Jika siswa salah bergaul lingkup pertemanan maka akan sulit baginya
untuk membuat konsep diri yang baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Ristianti (2008) menunjukkan bahwa
terdapat korelasi positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial teman
sebaya dengan identitas pada remaja. Hasil dari penelitian Mahendra (2010)
menyatakan bahwa pergaulan peer group dan identitas diri Siswa memiliki
korelasi positif secara signifikan.
Penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak membahas tentang konsep
diri yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, misalnya faktor keluarga, dan
dukungan sosial. Penelitian ini akan berfokus pada siswa Angkatan
ECSAHOVIA karena penelitian sebelumnya lebih banyak meneliti siswa SMA
maupun siswa SMP secara umum, sementara itu fakta lapangan menunjukkan
bahwa di siswa Angkatan ECSAHOVIA telah muncul fenomena yang
mendukung meski intensitas interaksi yang dilakukan dengan teman sebaya
tidak sebanyak siswa Angkatan EVOCTOTERA Dan SINCOSCA. Berdasarkan
yang saya lihat di Man Insan Cendekia Bengkulu tengah banyak ditemukan
bahwa belum terlihat perubahan konsep diri siswa karena mereka masih
memandang diri mereka negatif walaupun teman sebayanya sudah memberikan
saran dan contoh yang baik.

Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengeksplorasi lebih dalam


mengenai dua variabel tersebut dengan judul “Pengaruh Lingkup Pertemanan
Terhadap Konsep Diri Siswa Angkatan ECSAHOVIA Di MAN Insan Cendekia
Bengkulu tengah.”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat di simpulkan bahwa
1. Apa saja pengaruh baik dan buruknya lingkup pertemanan dalam
pembentukan konsep diri siswa Angkatan ecsahovia MAN Insan Cendekia
Bengkulu Tengah?
2. Bagaimana cara siswa dapat membentuk konsep diri yang efektif dengan
lingkup pertemanan?

1.3 Tujuan penelitian


Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan membedakan antara lingkup pertemanan yang
baik dan yang buruk bagi Siswa/I MAN InsanCendekia Bengkulu
Tengah.
2. Agar dapat membentuk konsep diri yang efektif bagi siswa/I MAN
Insan Cendekia Bengkulu Tengah.
1.4 Manfaat penelitian (maktek rubah)
Manfaat dari penelitian ini adalah :
Dengan adanya penelitian ini, siswa/I diharapkan mampu memilih
lingkup pertemanan yang berdampak positif, sehingga terbentuknya konsep diri
yang efektif bagi siswa/I MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah.
BAB II
Kajian teori
1.1 Konsep diri
1. Pengertian konsep diri.
Konsep diri dikembangkan oleh Charles Horton Cooley (1864-1929),
George Herbert Mead (1863-1931) dan memuncak pada aliran interaksi
simbolis yang tokoh terkemuka-nya adalah Herbert Blummer.
Chaplin (2004:451) mengatakan bahwa “konsep diri (Self Concept)
adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri; penilaian atau penaksiran
mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan”. sedangkan menurut
Kartono (2003: 440) dalam kamus psikologi-nya menjelaskan bahwa konsep
diri adalah keseluruhan yang diyakini dan dirasa benar oleh individu
mengenai dirinya sendiri sebagai individu; ego dan segala hal dilibatkan di
dalamnya.
Konsep diri menurut Rahmat (2006: 99) Konsep adalah bagaimana
seseorang menilai dirinya sendiri secara utuh baik secara biologis,
psikologis, sosial, kognitif, maupun spiritual. Persepsi individu terkait
dengan karakter, minat dan bakat yang dimiliki, interaksi dengan orang lain
maupun lingkungan sekitarnya, beserta tujuan, angan-angan, dan ambisi.

2. Perkembangan Konsep Diri Remaja.


Sejak dini individu sudah dipengaruhi dan dibentuk oleh pengalaman
yang dilalui dalam interaksinya dengan orang lain, terutama dengan orang-
orang terdekat, maupun yang didapatkan dalam peristiwa-peristiwa
kehidupan. Pengalaman-pengalaman yang dilalui individu dapat membuat
individu melihat dirinya lebih baik ataupun lebih buruk dari realita yang
sebenarnya. Hurlock (1999) menyatakan bahwa konsep diri perlahan mulai
stabil pada fase remaja. Konsep diri yang baik sangat penting bagi remaja
karena hal tersebut merupakan salah satu pembuktian atas usaha remaja
dalam memperbaiki kepribadiannya. Dalam kehidupan remaja terdapat
banyak hal yang ikut serta membentuk pola kepribadian melalui
pengaruhnya pada konsep diri (Hurlock, 1999: 58).

Menurut Hurlock (1999:58-59), terdapat berapa situasi yang mempengaruhi


konsep diri remaja, yakni:
a. Usia kematangan
b. Self Appearance
c. Kepatutan Seks
d. Nama dan Julukan
e. Hubungan Keluarga
f. Lingkup pertemanan
g. Kreativitas
h. Harapan

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri


Menurut Fitts (1971: 11) konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Pengalaman, terkait dengan pengalaman yang mempengaruhi perasaan
berharga.
b. Kompetensi berharga yang diperjuangkan oleh individu dan diapresiasi
oleh orang lain.
c. Aktualisasi diri, implementasi dan eksekusi dari potensi dan kemampuan
yang dimiliki individu.

1.2 Lingkup pertemanan

1. Pengertian lingkup pertemanan


Lingkup memiliki 2 arti. Lingkup memiliki arti dalam kelas verba atau kata
kerja sehingga lingkup dapat menyatakan suatu tindakan, keberadaan,
pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya. Lingkup memiliki arti dalam
kelas adjektiva atau kata sifat sehingga lingkup dapat mengubah kata benda atau
kata ganti, biasanya dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih
spesifik. Sedangkan dalam penelitian yang akan saya teliti menggunakan
lingkup dalam kata kerja yang menyatakan keberadaan, tindakan dan
sebagainya. Berdasarkan istilah sosiolog, kelompok bermain atau teman sebaya
dikenal dengan sebutan peer group. Teman sebaya ialah anak-anak atau remaja
yang memiliki usia atau tingkat kematangan hampir sama yang saling
berinteraksi dan memiliki peran yang unik dalam budaya atau kebiasaannya
(Santrock, 2003:55). Pertemanan adalah suatu tingkah laku yang dihasilkan dari
dua orang atau lebih yang saling mendukung. Pertemanan dapat diartikan pula
sebagai hubungan antara dua orang atau lebih yang memiliki unsur-unsur
seperti kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama
lain, simpati, empati, kejujuran dalam bersikap, dan saling pengertian (Kawi,
2010).
Masa remaja merupakan masa bagi seseorang untuk mencari dan
menemukan identitas dirinya. Berdasarkan pencarian identitas itu, remaja
melihat bahwa interaksi teman sebaya itu berperan penting dalam proses
perkembangan sosial mereka dan sesuai dengan keadaan serta perkembangan
psikologis mereka. Perkembangan psikologis disini mencakup perkembangan
kognitif, afektif, dan psikomotorik individu.
1) Perkembangan Kognit
Santrock menyampaikan pandangan Jean Piaget (2003: 105-107) yang
mengatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang diklasifikasikan
menjadi 4 tahap, yaitu:
a) Tahap sensori-motor (0-2 tahun)
b) Tahap praoperasional (2-7 tahun)
c) Tahap operasional konkret (7-11 tahun)
d) Tahap operasional formal (11 tahun - dewasa)
Pada tahap operasional formal ini remaja sudah punya pola fikir
sendiri. Remaja mulai memiliki pemikiran yang abstrak dan logis. Pemikiran
yang abstrak tersebut dapat dilihat dari remaja yang mulai mampu menyusun
berbagai rencana dalam mengatasi berbagai macam permasalahan yang
dihadapi. Remaja juga mulai bekerja secara lebih efektif dan efisien. Pada
tahap ini keingintahuan remaja akan hal-hal baru semakin tinggi.
2) Perkembangan Afektif
Perkembangan Afektif merupakan proses yang berkaitan dengan perasaan,
baik itu rasa takut, cinta, emosi dan sebagainya. Santrock menyampaikan
pandangan dari Erikson (2003: 46-47) yang mengatakan bahwa ada 8
tahap perkembangan psikososial seseorang, yaitu:
a) Trust and mistrust (0-18 bulan);
b) Otonomi VS malu dan ragu-ragu (18 bulan – 3 tahun);
c) Inisiatif vs rasa bersalah (3-5 tahun);
d) Tekun vs rasa rendah diri (6-10 tahun);
e) Identitas vs kebingungan identitas (10-20 tahun);
f) Keintiman vs keterkucilan (20-30 tahun);
g) Bangkit vs stagnan (40-50 tahun); dan
h) Integritas vs putus asa (60an tahun).
3) Perkembangan Moral
Santrock menyampaikan pandangan Kohlberg (2003: 441) yang mengatakan
bahwa ada 3 tahapan dalam perkembangan moral seseorang yaitu:
a) Tahap pra-konvensional
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral pada umumnya ada
pada anak-anak. Walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan
penalaran dalam tahap ini. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan
internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral dikendalikan oleh
hadiah dan hukuman ekternal. Dengan kata lain aturan dikontrol oleh
orang lain (eksternal) dan tingkah laku yang baik akan mendapat hadiah
dan tingkah laku yang buruk mendapatkan hukuman.
b) Tahap konvensional
Tahap ini umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Pada
tahap ini remaja sangat aktif dalam berbagai hal dan berusaha ikut
mengambil peran dalam kehidupan sosialnya. Remaja menilai
moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan
pandangan dan harapan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa baik
tidaknya suatu tindakan tergantung pada pandangan dan penilaian
masyarakat. Artinya remaja masih sangat tergantung pada pandangan
masyarakat yang dianggap lebih kuat pengaruhnya.
c) Tahap pasca konvensional
Pada tahap ini moralitas tidak sepenuhnya lagi didasarkan pada standar
orang lain melainkan diri sendiri. Remaja membentuk pemikiran moral
mereka sendiri seiring dengan perkembangan mereka dari tahap satu ke
tahap berikutnya.

2. Fungsi dan Peran dalam Pertemanan

Hubungan sosial dengan teman sebaya mempunyai arti yang penting


bagi perkembangan pribadi remaja karena sebagian waktu mereka dihabiskan
untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Melalui hubungan dengan teman
sebaya, anak dan remaja belajar tentang hubungan timbal balik yang simetris.
Anak mempelajari prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan melalui peristiwa
perselisihan dengan teman sebaya. Mereka juga secara aktif mempelajari
kepentingan-kepentingan dalam kelompok dalam rangka memuluskan
integrase dirinya dalam aktivitas kelompok teman sebaya (Desmita, 2009: 230).
Desmita menyampaikan pandangan Kelly dan Hansen (2009: 230)
tentang 6 fungsi positif teman sebaya, yaitu:
1) Mengontrol rangsangan agresif
2) Memperoleh dorongan emosional dan sosial
3) Meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial
4) Mengembangkan sikap dan tingkah laku
5) Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai
6) Meningkatkan harga diri

3. Faktor yang Mempengaruhi Lingkup Pertemanan

Teman sebaya ketika berinteraksi, ada beberapa faktor yang


mempengaruhi hubungan pertemanan mereka. Desmita (2009: 47-48)
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan teman
sebaya adalah sebagai berikut:
1. Kesamaan Usia
Anak yang cenderung sama usianya biasanya mempunyai topik pembicaraan
yang sama pula. Hal ini memungkinkan remaja untuk menjalin hubungan
yang erat dengan teman yang memiliki tingkat usia yang hampir sama.
2. Situasi atau Keadaan Remaja
Teman sebaya dalam hubungannya, situasi atau keadaan mempunyai
pengaruh dalam setiap kegiatan yang dilakukan kelompok teman sebaya
itu.

3. Kebutuhan akan Keakraban


Keakraban juga mempengaruhi interaksi dengan teman sebaya. Keakraban
akan menciptakan suasana suasana yang kondusif dalam hubungan sosial.
Kolaborasi dalam pemecahan masalah lebih baik dan efisien bila dilakukan
oleh anak di antara teman sebaya yang akrab sehingga tidak ada rasa
canggung antar anggota.
4. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif juga sangat berperan dalam hubungan teman
sebaya. Anak yang kemampuan kognitifnya meningkat, hubungan dengan
teman sebaya juga meningkat. Ciri ciri berkembangnya kognitif anak dengan
baik seperti: mudah memaafkan, adanya rasa empati, terdorong untuk saling
membantu, dan dapat menahan emosi. Apabila anak yang mempunyai ciri
tersebut biasanya hubungan dengan teman sebayanya akan berjalan dengan
baik.

4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban atau kesimpulan sementara atas pertanyaan


yang telah diajukan oleh peneliti dalam rumusan masalah. Penelitian ini
dilaksanakan untuk membuktikan hipotesis ini. Berdasarkan pemaparan yang
telah di lakukan di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah;

1. Adanya Pengaruh Lingkup Pertemanan Terhadap Konsep Diri Siswa


Angkatan ECSAHOVIA Di MAN Insan Cendekia Bengkulu tengah.
2. Adanya lingkup pertemanan yang berpengaruh buruk untuk
perkembangan konsep diri dari siswa/i Angkatan ECSAHOVIA di MAN
Insan Cendekia Bengkulu Tengah.
1.3 Kerangka berfikir (maktek rubah)
Variabel X Variabel Y
Lingkup Pertemanan Konsep Diri

Defenisi Defenisi
Pertemanan adalah hubungan Konsep diri merupakan
antara dua orang atau lebih bagaimana individu melihat
yang memiliki unsur-unsur dirinya sendiri dan bagaimana
seperti kecenderungan untuk perasaan individu terhadap
menginginkan apa yang dirinya sendiri
terbaik bagi satu sama
lain,simpati, empati, kejujuran
dalam bersikap, dan saling
pengertian
Faktor Pengaruh

Faktor Pengaruh 1.Internal

1. Kesamaan Umur 2.Eksternal


2. Keadaan
3. Kedekatan
4. Ukuran Kelompok
Faktor Pengaruh
5. Perkembangan
Kognitif 1. Fisiologi
2. Psikologis
3. Psiko-sosiologis
4. Psiko-spiritual
Aspek Pengukuran

1. Pihak yang terlibat


2. Jenis kegiatan yang
dilakukan
3. Intensitas
BAB III
Metode penelitian

A. Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif.
Penelitian kuantitatif adalah metode pendekatan yang menitikberatkan proses
analisis data menggunakan data-data numerik dengan metode statistika (Azwar,
2007:5). Berdasarkan jenis masalah yang ingin dikaji, penelitian ini merupakan
penelitian korelasi (correlation) yaitu metode untuk mengetahui pengaruh antara
variabel bebas dan variabel terikat. penelitian korelasi adalah penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan maupun pengaruh
antara dua variabel atau lebih (Arikunto, 2010:4).
B. Identifikasi Variabel
1. Variabel penelitian merupakan sifat atau atribut yang melekat pada
diri individu, objek, ataupun perilaku yang memiliki nilai variasi tertentu
yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk ditarik kesimpulan (Sugiyono,
2012:61). Berdasarkan kerangka konseptual dan hipotesis yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka variabel-variabel pada penelitian yang
berjudul “Pengaruh Relasi Teman Sebaya terhadap Konsep Diri Siswa/i
di Angkatan ECSAHOVIA di MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah.”
adalah:
1. Variabel Independen (X)
Variabel yang mempengaruhi atau variabel yang menjadi sebab
terjadinya perubahan pada variabel dependen. Maka pada penelitian ini,
variabel independen (X) ditunjukkan dengan Relasi Teman Sebaya.
2. Variabel Dependen (Y)
Variabel yang nilainya dipengaruhi atau menjadi hasil dari variabel
independen. Pada penelitian ini, variabel dependen ditunjukkan oleh konsep
diri.
C. Definisi Operasional
1. Konsep Diri
Konsep diri merupakan bagaimana individu melihat dirinya sendiri dan
bagaimana perasaan individu terhadap dirinya sendiri. Menurut Rahmat
(2006:100) Konsep diri merupakan pencitraan seseorang atas dirinya
melingkupi 4 aspek yaitu fisiologis, psikologis, sosiologis dan spiritual individu
pada siswa angkatan ECSAHOVIA di MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah.
2. Pertemanan
Pertemanan adalah suatu tingkah laku yang dihasilkan dari dua orang
atau lebih yang saling mendukung. Pertemanan dapat diartikan pula sebagai
hubungan antara dua orang atau lebih yang memiliki unsur-unsur seperti
kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain,
simpati, empati, kejujuran dalam bersikap, dan saling pengertian (Kawi, 2010).
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Arikunto (2010:173) mengungkapkan bahwa populasi adalah keseluruhan
subjek penelitian. jika seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam
wilayah penelitian, maka penelitiannya adalah penelitian populasi. Adapun
populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa Angkatan
ECSAHOVIA MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti, Arikunto (2010:175)
menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diteliti dan
dapat mewakili gambaran populasi. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
menentukan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Purposive
sampling adalah metode pemilihan sampel dengan pertimbangan dan syarat-
syarat tertentu (Sugiyono, 2012: 96). Sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah siswa Angkatan ECSAHOVIA MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah
yang berjumlah 114 orang. Pemilihan siswa Angkatan ECSAHOVIA Di
karenakan ini adalah Angkatan saya di sekolah man insan cendekia, yang
dimana supaya Angkatan kami menjadi lebih baik dengan lingkup pertemanan
yang baik pula. Jadi sampel yang di pakai berjumlah 30 siswa/i.
E. Metode Pengambilan Data
Pada penelitian ini peneliti menggunakan skala psikologi sebagai teknik
pengumpulan data dimana dalam skala ini terdapat pernyataan yang harus
dijawab oleh sampel. Seperti yang diungkapkan Azwar (2007: 34) bahwa skala
psikologi adalah alat ukur dimensi atau atribut afektif. Metode skala ini
digunakan karena responden penelitian merupakan orang yang paling mengerti
dirinya sendiri. Maka, segala sesuatu yang diungkapkan oleh sampel adalah
benar dan dapat dipercaya, sehingga dalam pengisian pernyataan dalam skala
berdasarkan pengetahuan dan keyakinan masing-masing responden tanpa
justifikasi dari siapapun. Skala yang digunakan merupakan skala terpakai, yang
telah teruji validitas dan reliabilitas nya sehingga layak untuk dijadikan skala
penelitian dan skala yang digunakan telah dimodifikasi sesuai dengan
kebutuhan penelitian. kemudian penelitian ini menggunakan model skala Likert.
Pada penelitian ini, sampel diminta untuk memberi tanda silang pada jawaban
yang dinilai cenderung sesuai dengan dirinya.
Dalam penelitian ini terdapat dua skala, yaitu skala lingkup pertemanan dan
skala konsep diri. Bentuk skala dalam penelitian ini berupa pernyataan-
pernyataan sikap (attitude statement), yaitu suatu pernyataan mengenai objek
sikap yang memiliki pilihan dengan alternatif empat jawaban yang harus dipilih
oleh . Dalam penelitian ini, pernyataan sikap terdiri dari dua macam yaitu
favourable dan unfavourable.
Responden memberi respon dengan empat kategori kesetujuan, yaitu:
Kategori Respon Subyek
Tabel 3.1

Sangat Setuju (SS)

Setuju (S)

Tidak Setuju (TS)

Sangat Tidak Setuju (STS)

Penentuan skor ini yang disebut sebagai prosedur penskalaan (scaling).

F. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan langkah yang dilakukan setelah data terkumpul,


dimana dalam analisis data peneliti melakukan pengolahan dan interpretasi data
untuk menguji kebenaran atas hipotesis untuk mendapat kesimpulan. setelah
data diolah secara statistik dan mendapatkan hasil selanjutnya akan dipaparkan
dan disimpulkan berbentuk informasi, sehingga dapat dipahami dan bermanfaat
dalam menjawab permasalahan penelitian (Sugiyono, 2012).

LANJUTKAN BE LAGI PAS BAGIAN F. UJI VALIDITAS DAN


REABILITAS DAK USAH DIMASUKKAN GEK RIBET NIAN
NGOLAH DATANYO LANGSUNG BE KE TEKNIK ANALISIS DATA

Anda mungkin juga menyukai