Anda di halaman 1dari 15

“ PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIMULASI TEKNIK

BERMAIN PERAN MAKRO UNTUK MENINGKATKAN


KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI”

Dosen Pengampu

“Prof. Dr. Darmiany, M.si”

Kelompok 3 :

1. Azalia Rizkina Pratiwi- I2T32310006


2. Kurniawati Astuti-I2T32310012

KONSENTRASI PGPAUD
PROGRAM STUDI PEDIDIKAN DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2024
Model Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Bermain Peran Untuk Meningkatkan
Keterampilan Sosial
Kurniawati Astuti, Azalia Rizkini Pratiwi
Email : niaikroman@gmail.com, azaliarizkini7@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan bimbingan kelompok,


mengetahui keterampilan anak usia dini dan menghasilkan model bimbingan kelompok
dengan Teknik bermain peran untuk meningkatkan keterampilan anak usia dini.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses
perkembangan dengan pesat bagi kehidupan selanjutnya. Pada masa ini proses
pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang
cepat dan tepat. Pendidikan anak usia dini merupakan hal yang paling mendasar dan
tidak dapat diabaikan karena merupakan dasar bagi keberhasilan Pendidikan
selanjutnya. Adapun menurut peraturan Menteri Pendidikan Dasar, dan Pendidikan
Menengah Peraturan ini mengatur mengenai standar kompetensi lulusan pada
berbagai jenjang Pendidikan, termasuk PAUD (Kemendiknud 2022).

Anak dilahirkan belum bersifat social. Dalam arti dia belum memiliki
kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan social,
anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain.
Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman
bergaul dengan orang-orang dilingkungannya, baik orangtua, suadara, teman sebaya
ataupun orang dewasa lainnya. ( Mubiar, 2008)

Sesuai dengan pendapat Frobel, menyatakan bahwa masa anak-anak


merupakan fase yang sangat penting dan berharga dan dapat dibentuk dalam periode
kehidupan manusia. Karena masa anak-anak dalam masa emas bagi penyelenggara
Pendidikan. Masa anak-anak merupakan fase yang sangan fundamental bagi
perkembangan individu karena pada fase inilah terjadinya pembentukan dan
pengembangan pribadi seseorang (Soelehudin, 2008).

Keterampilan social harus dikembangkan sejak dini, karena anak yang dapat
melakukan hubungan social secara baik dengan lingkungannya akan memiliki dasar
dan mempunya kemampuan untuk meraih keberhasilan di masa yang akan datang.
Keterampilan sosial dapat diperoleh anak melalui proses sosialisasi dengan
lingkungan sekitarnya. Perkembangan sosial merupakan salah satu aspek dalam ruang
lingkup perkembangan anak usia dini. Ketika perkembangan sosial terstimulus
dengan baik maka akan menunjang keterampilan sosial yang baik pula bagi anak.
Keterampilan sosial anak sangat diperlukan dalam kehidupan bersosial atau
bermasyarakat. Anak yang memiliki keterampilan sosial yang baik akan lebih efektif
dalam menjalin hubungan sosial dengan lingkungannya karena ia mampu memilih
dan melakukan perilaku yang tepat yang sesuai dengan tuntutan dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya dengan sangat mudah. Keterampilan
social merupakan strategi yang digunakan oleh seseorang untuk berusahan memulai
dan mempertahankan intekasi social. Menurut (Fatmawati,2010) menyatakan bahwa
keterampilan social adalah keterampilan anak untuk membina hubungan anatr pribadi
dalam berbagai lingkungan dan kelompok social.

Kemampuan keterampilan social anak sangat penting untuk anak, hal ini akan
menjadi bekal saat anak memasuki dunia pergaulan yang lebih luas, Dimana
pengaruh teman-teman dan lingkungan sosiaal akan mempengaruhi kehidupannya.
Anak harus diajarkan memiliki keterampilan social sejak dini yang bisa didapatkan
dari lingkungan keluarga, Masyarakat dan lingkungan sekolah, yaitu pertama kali
anak memasuki sekolah seperti Taman Kanak-Kanak (TK). Hal tersebut tercermin
dalam Capaian Pembelajaran untuk satuan PAUD (TK/RA/BAKB,SPS,TPA).
Kurikulum Merdeka pada salah satu komponen penting dari kesiapan bersekolah
yang dapat di dukung salah satunya dengan keterampilan social yang memadai untuk
berinteraksi sehat dengan teman sebaya. (Capaian Pembelajaran untuk satuan PAUD,
2022).

Ketika anak sudah menguasai keterampilan dalam konteks social, mereka


akan dapat mengatur emosi mereka dengan lebih efektif, dan akan lebih Tangguh
dalam menghadapi keadaan yang menyebabkan stress serta mampu mengembangkan
hubungan interpersonal yang pebih positif. (Santrock, 2007).

Sehubung dengan pentingnya keterampilan social bagi anak, maka penelitian


ini mengkhususkan untuk meningkatkan keterampilan sosil pada anak dengan cara
menemukan model penanganan yang tepat, peneliti akan menggunakan layanan
bimbingan kelompok dengan Teknik bermain peran sebagai model dalam penanganan
leterampilan social yang rendah, karena menurut pendapat (Romlan, 2006)
menyimpulkan bahwa bimbingan kelompok bertujuan “… agar individu dapat
memahami dirinya dan lingkuangannya, dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan
siri dengan lingkungannya. Dan dapat mengembangkan dirinya secara optimal untuk
kesejahteraan Masyarakat”.

Model pembelajaran dapat dikatakn sebagai suatu rencana atau pola yang
dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka
panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran dikelas atau yang lain. Model
pembelajaran dapat dijadikan pola fikir, artinya para guru boleh memilih model
pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Salah
satu model yang dapat digunakan agar anak dapat mengikuti pembelajaran dengan
baik dan dalam penerapannya lebih efektif adalah dengan menggunakan Teknik
bermain peran.

Teknik bermain peran adalah suatu proses pembelajaran, artinya anak dapat
berperan langsung denga napa yang telah dilihatnya. Bermain peran makro yaotu
anak secara langsung memerankan peran yang mereka inginkan dan menggunakan
alat bermain yang sesungguhnya. Dengan melaksanakan Teknik bermain peran anak
dapat menyelesaikan perasaan orang lain tanpa ikut larut didalamnya, menurut (Latif,
2014) bermain peran makro merupakan anak bermain menjadi tokoh menggunakan
alat berukuran seperti sesungguhnya yang digunakan anak untuk menciptakan dan
memainnkan peran. Ada bebrapa mecam bermain peran makro yang dapat dilakukan
pada anak yaitu mengenai profesi seperti dokter, perawat, guru, petani, penjual dan
pembeli. ((Zahwa, dkk. 2018).

Metode bermain peran makro bisa digunakan dalam pembelajaran di Lembaga


PAUD. Untuk melaksanakan Teknik bermain peran makro pendidik atau guru bisa
membuat rancangan pembelajaran dalam pembelajaran yang sesuai dengan
kurikulum. Salah satu keunggulan dari Teknik bermain peran adalah meilbatkan
pengalaman anak, hal ini membuat anak merasakan hal yang baru sehingga mampu
menciptakan ketertarikan anak dalam mengikuti kegiatan bermain peran. Selain itu
menurut (Setyawati, 2012) juga mengungkapkan bahwa bermain peran digunakan
untuk membantu individu mengembangkan pemahaman yang lebih baik terhadap diri
mereka sendiri, orang lain, atau untuk Latihan prilaku.

Berdasarkan permasalahan yang berkembang di atas, maka rumusan masalah


dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pelaksanaan bimbingan kelompok di
lembaga PAUD? (2) bagaimana Tingkat keterampilan social di Lembaga PAUD? (3)
Bagaimana model bimbingan kelompok dengan Teknik bermain peran untuk
meningkatkan peran untuk meningkatkan keterampilan social anak usia dini?.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui gambaran pelaksanaan bimbingan


kelompok (2) mengetahui keterampilan social anak (3) menghasilkan model
bimbingan kelompok dengan Teknik bermain peran untuk meningkatkan
keterampilan social anak usia dini.
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Tingkat Keterampilan Sosial
Keterampilan social merupak alat bagi anak unttuk berinterampilsn social
adalah bentuk perilaku, perbuatan,sikap yang ditampilkan ole individu Ketika
berinteraksi dengan orang lain. Menurut ( Ckurnia,Nia dkk, 2019) memberikan
pengertian keterampilan social sebagai perilaku spesipik, inisiatif, mengarahkan
pada hasil social yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang.
Secara umum, keterampilan social ini dapat dilihat dalam beberapa bentuk
perilaku: pertama, perilaky yang berhubungan dengan diri sendiri (bersifat
interpersonal) seperti mengontrol emosi, menyelesaikan permasalahan social,
perilaku yang berhubungan dengan orang lain (bersifat interpersonal) seperti
memulai interaksi dan komunikasi dengan orang lain dan ketiga perilaku yang
berhubungan dengan akademis, seperti mematuhi peraturan dan melakukan apa
yang diminta oleh guru.
Menurut pendapat (Budingningsih, 2004) kurangnya seseorang
menyebabkan kesulitas perilaku disekolah, kenakalan, tidak perhatian, penolaka
rekan, kesulitan emosional, bullying, kesulitan dalam berteman, agresivitas,
masalah dalam hubungan interpersonal, keterampilan dalam kaitan membina
hubungan dengan orang dewasa, membina hubungan dengan anak lain, membina
hubungan dengan kelompok dan membina diri sendiri sebagai individu.
Menurut Children Resources International/ CRI dalam (Susanto, 2011)
keterampilan social adalah sebagai berikut:
a. Memilih teman bermain
b. Memulai interaksi social dengan anak lain
c. Berbagi mainan atau makanan
d. Meminta izin untuk memaki benda orang lain
e. Mengekpresikan sejumlah emosi melalui tindakan dan kata-kata
ekspresi wajah
f. Menunggu atau menunda keinginan selama lima menit
g. Menunjukkan kebanggaan terhadap keberhasilannya.
h. Menunjukkan kebanggaan terhadap keberhasilannya
i. Dapat membuat sesuatu karena imajinasi dominan
j. Memecahkan masalah dengan teman sekelas melalui proses
penggantian persuasi dan negosiasi.

Jadi keterampilan social adalah kemampuan berkomunikasi, bekerja sama,


berbagi, berpartisipasi dan beradaptasi (bentuk simpati, empati, mampu
memecahkan masalah serta disiplin sesuai dengan peraturan dan norma
yang berlaku).

2. Pelaksanaan Model Pembelajaran Simulus


Pelaksanaan model bimbingan ini untuk mengembangkan keterampilan
anak usia dini. Salah satu jenis bimbingan yang dapat membantu meningkatkan
keterampilan social anak usia dini adalah bimbingan melalui permainan. Pada
adegan pra sekolah pada umumnya dan khususnya pada Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD), bimbingan melalui permainan ini masih belum menjadi prioritas
utama kegiatan bimbingan di lapangan. Padahal bimbingan melalui permainan ini
sangat berarti dalam membantu mengembangkan potensi di masa yang akan
dating pada saat ini ataupun di masa yang akan dating melalui pola perancanaan
yang matang, salah satunya Upaya meningkatkan keterampilan social anak usia
dini.
Tujuan secara umum model bimbingan kelompok untuk mengembangkan
keterampilan social anak usia dini melalui permainan ini adalah membantu anak
dalam meningkatkan keterampilan social mereka yang lebih positif..
Model pembelajaran simulasi merupakan salah satu model yang baik
diterampikan dalam pembelajaran di sekolah yang masuk pada usia anak-anak
karena dunia anak-anak merupakan dunia bermain. (Plummer,2008) mengatakan
bahwa bermain adalah suatu hal yang alami dari aktivitas masa anak-anak dan
imajinasi anak-anak adalah sumber nilai dalam dirinya Dimana dapat diguunakan
untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreatif, kepercayaan diri yang baik, dan
kemampuan untuk berinteraksi yang baik dengan orang lain.
Model simulasi merupakan model Dimana anak berperan dan bermain
seakan-akan memerankan seseorang atau sesuatu dalam pembelajaran yang dapat
meningkatkan keterampilan social karena dengan simulasi melatih keterampilan
berinteraksi dengan orang lain.
Adapun tahap-tahap dalam model pembelajaran simulasi menurut jyco dan
Weil ( dalam Riyan Rosal,2016) adalah sebagai berikut:
1. Sintakmatik
Prosedur/ Langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap I. Orientasi
a. Menyediakan berbagai topik simulasi dan konsep-konsep yang akan
diintegrasikan dalam proses simulasi.
b. Menjelaskan prinsip Simulasi dan permainan.
c. Memberikan gambaran teknis secara umum tentang proses simulasi.
Tahap II. Latihan bagi Peserta
a.Membuat skenario yang berisi aturan, peranan, langkah, pencatatan,
bentuk keputusan yang harus dibuat, dan tujuan yang akan dicapai.
b. Menugaskan para pemeran dalam simulasi
c. Mencoba secara singkat suatu episode
Tahap III. Proses simulasi
a. Melaksanakan aktivitas permainan dan pengaturan kegiatan
tersebut.
b. Memperoleh umpan balik dan evaluasi dari hasil pengamatan
terhadap performan si pemeran.
c. Menjernihkan hal-hal yang miskonsepsional
d. Melanjutkan permainan/simulasi
Tahap IV. Pemantapan dan debriefing.
a. Memberikan ringkasan mengenai kejadian dan persepsi yang
timbul selama simulasi.
b. Memberikan ringkasan mengenai kesulitan-kesulitan dan
wawasan para peserta.
c. Menganalisis proses
d. Membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata.
e. Menghubungkan proses simulasi dengan isi pelajaran.
f. Menilai dan merancang kembali simulasi

2. Penerapan Model Pembelajaran Simulasi

Ahli psikologi bidang sibernetik mengemukakan bahwa simulasi


Pendidikan memudahkan anak untuk mempelajari yang tersimulasi yang
dirancang dalam bentuk permainan dari dalam bentuk penjelasan-
penjelasan atay ceramah dari guru. Menurut (Joyce, 2009) dalam hal ini
ada empat peran guru dalam model simulasi yaitu:

a. Menjelaskan
Penerapan pembelajaran berdasarkan simulasi, para pemain harus
memahami aturan-aturan yang cukup memadai untuk bisa melaksanakan
aktivitas simulasi. Namun bukanlah hal yang penting untuk membuat
anak memiliki pemahaman penuh tentang simulasi pada waktu awal.
Sebagaimana dalam kehidupan nyata, beberapa aturan menjadi relevan
hanya pada saat aktivitas proses dan bukan pada tahap awal.
b. Mewasiti
Guru harus memandang simulasi sebagai keadaan yang menuntut
partisipasi aktif siswa dan sebab itulah, ada kebebasan untuk berubah,
dan siswa diberikan lebih banyak kesempatan untuk berbicara. Guru
harus bertindak sebagai wasit yang melihat apakah peraturan benar-
benar diikuti dan ditaati. namun guru, atau siapa pun yang melakukan
ini, seharusnya tidak terlalu ikut campur dalam aktivitas permainan.
c. Melatih
Guru harus betindak sebagai pelatih ketika dibutuhkan, memberikan
nasihat pada pemain untuk memudahkan mereka dalam bermain dengan
lebih baik, yakni untuk memaksimalkan kemungkinankemungkinan
simulasi secara penuh. Sebagai seorang pelatih, guru haruslah menjadi
penasihat yang sportif, bukan seorang pendakwah atau seorang ahli
suatu disiplin ilmu. Dalam simulasi, siswa berpotensi melakukan
kesalahan dan menerima konsekuensi dari segala hal yang dilakukannya,
terutama siswa bisa belajar banyak hal dari simulasi ini.
d. mendiskusikan
Setelah melewati beberapa sesi, diperlukan diskusi yang membahas hal-
hal berikut, seperti bagaimana eratnya kaitan simulasi tersebut dengan
dunia nyata, kesulitan dan pandangan apa yang dimiliki siswa, dan
hubungan apa yang bisa ditemukan antara simulasi dengan materi yang
dipelajari.

Model pembelajaran simulasi bermanfaat untuk :

1. Melatih keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi


kehidupan sehari- hari khususnya keterampilan social
2. Memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip keterampilan
social
3. Melatih memecahkan masalah social
4. Meningkatkan keaktifan belajar
5. Memberikan motivasi belajar kepada siswa
6. Melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok
sebagai salah satu keterampilan sosial
7. Menumbuhkan daya kreatif siswa
8. Melatih siswa untuk mengembangkan sikap toleransi sebagai salah satu
keterampilan sosia

Sanjaya (2007), menyatakan bahwa terdapat beberapa kelebihan dan


kelemahan dengan menggunakan simulasi sebagai metode mengajar.
Kelebihan Model Pembelajaran ini diantaranya adalah:

1. Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi


situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja.
2. Simulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena melalui
simulasi siswa diberi kesempatan. untuk memainkan peranan sesuai
dengan topik yang disimulasikan.
3. Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.
4. Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan
dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.
5. Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses permbelajaran.

Kelemahan model pembelajatan, diataranya adalah:

1. Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan


sesuai dengan kenyataan di lapangan.
2. Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat
hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.
3. Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering memengaruhi siswa
dalam melakukan simulasi.

3.Bermain Peran Makro


Bermain peran makro sering disebut dengan main simbolik, role play, pura-pura,
make believe, fantasi, imajinasi, atau main drama. Bermain peran makro adalah
mengalirkan materi/knowledge pada anak dengan menggunakan anak tersebut sebagai
pemerannya dan menggunakan alat-alat bermain peran yang sesungguhnya. Jadi Maksud
dari makro disini yaitu anak secara langsung memerankan peran yang mereka mainkan
dengan alat permainan yang besar/sesungguhnya, bukan dengan alat permainan miniatur
yang berukulan kecil.
Kegiatan bermain peran makro yang bisa dimainkan anak adalah peran-peran
yang ada dimuka bumi yang dekat dengan anak, seperti: peran ibu, peran ayah, peran
dokter, peran binatang-binatang dan lain sebagainya. Ada juga perlengkapan yang bisa
digunakan ketika bermain peran makro yaitu alat/media dengan ukuran yang
sesungguhnya. Artinya, alat tersebut bisa dipakai anak saat bermain. Pelengkapan
bermain peran makro dibagi menjadi 3, yaitu: 1) Alat dan bahan main kerumah tanggaan,
2) Alat dan bahan main keprofesian, 3) Alat dan bahan main yang mendukung
keaksaraan.
Aktivitas bermain peran dalam kalangan anak-anak sangat populer. Anakanak
cenderung senang melakuakan permainan bermain peran. Ada beberapa aturan dalam
bermain peran makro yaitu:
a. Anak harus fokus terhadap peran yang dimainkannya dan memainkan sesuai dengan
peran.
b. Anak memiliki kontrol diri dalam berinteraksi dengan pemeran lain, juga memiliki
kontrol diri dalam menggunakan alat main bermain beran.
c. Setelah selesai bermain hendaknya anak membereskan alat-alat bermain peran makro
ke tempat semula.

Tujuan dari bermain peran makro menurut (Latif dkk, 2013) adalah:
a. Mengembangkan interaksi sosial dan bahasa anak. Bermainperan ini bisa
meningkatkan keterampilan sosial dikarenakan dalam bermain anak secara
langsung memerankan peran-peran yang sering mereka temui di lingkungannya
bersama dengan teman yang lainnya. Anak cenderung menyukai permainan ini
karena pada hakikatnya anak itu suka meniru dan peniru yang ulung.
b. Membangun rasa empati, mengambil sudut pandang spasial, afeksi. Anak dapat
mengasah rasa empati nya melalui bermain peran dikarenakan dalam bermain peran
anak bermain bersama teman lainnya dengan alat bermain yang sesungguhnya dan
mengharuskan anak untuk menggunakan alat bermain peran secara bergantian
Bermain peran makro sangat banyak manfaatnya bagi anak usia dini, semua
manfaat dari bermain peran makro akan mendukung anak dalam memiliki
kemampuan untuk memisahkan pikiran dari kegiatan dan benda, kemampuan
menahan dorongan hati dan menyusun tindakan yang di arahkan sendiri dengan
sengaja dan fleksibel, dan kemampuan membedakan imajinasi dan realitas.
Bermain peran makro ini baik untuk meningkatkan keterampilan sosial anak
karena anak secara langsung berinteraksi dengan teman ketika bermain peran.
Bermain peran ini juga sangat disukai dikalangan anak karena hendaknya anak itu
adalah peniru yang ulung. Anak suka memerankan peran peran yang mereka jumpai
dan menirukan peran-peran yang ada di sekitar mereka.

KESIMPULAN
DAFTAR PUSKATA

Anda mungkin juga menyukai