Anda di halaman 1dari 35

“ UPAYA MENGURANGI KEKERASAN TERHADAP

ANAK PENANAMAN DISIPLIN DAN REGULASI EMOSI ORANG TUA


DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERMAINAN PERAN
( Role PLAYING METHOND )“

Diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah Penelitian Tindakan Kelas

Dosen Pengampu:

Amelia Vinayastri, S. Psi, M. Pd

Disusun oleh :

Ahmad Buana Muslimin ( 1901039001 )

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dari kehidupan ini, muncullah keprihatinan terhadap kehidupan, khususnya kehidupam
generasi muda, sebagian tidak lagi memelihara nilai-nilai disiplin, khususnya di dalam kehidupam
keluarga, orangtua, anak-anak sering mengabaikan disiplin, sehingga terjadi pergeseran nilai,
misalnya dalam bidang pendidikan, kurang memperhatikan disiplin dan pembinaan pendidikan
generasi muda di dalam keluarga. Oleh karena itu, tulisan ini akan menguraikan upaya-upaya
keluarga dalam pembinaan disiplin, khususnya di era milenial Perkembangan teknologi tidak
hanya mempengaruhi kehidupan lahiriah, tetapi juga berpengaruh pada kehidupan batiniah seperti
pola pikir, pola pandang, hal berperilaku dalam kehidupan. Fenomena perubahan-perubahan akibat
adanya kecanggihan teknologi sangat jelas mempengaruhi sistem sosial masyarakat yang bisa
mendatangkan pengaruh buruk maupun positif.
Kehadiran teknologi bisa digunakan untuk membantu mempermudah kehidupan manusia.
Peristiwa pembunuhan, penipuan, perkelahian dan sebagainya juga sebagai efek negatif hadirnya
teknologi baru. Setiap orang dengan mudah mengakses informasi, termasuk anak-anak yang
mungkin belum saatnya untuk menerima atau melihat tontonan yang ada. Karakter-karakter
bangsa seperti gotong royong, mad-sinamadan, sepi ing pamrih rame ing gawe berubah menjadi
sebuah karakter yang egois. Kemunduran budi pekerti, hilangnya etika hidup yang sesuai dengan
karakter bangsa merupakan salah satu dampak dari kecanggihan teknologi.

Salah satu cara untuk membendung krisis moral tersebut adalah dengan menanamkan nilai-
nilai edukatif yang benar atau nut ing jaman kalakone ‘sesuai dengan perkembangan jaman’
kepada anak di era milenial ini. Anak adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses
perkembangan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya
(Sujono: 2009). Oleh karena itu dibutuhkan situasi kondisi yang kondusif pada saat
memberikan stimulasi dan upaya-upaya pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak
(individual differences).
Oleh karena itu, di masa ini adalah waktu yang tepat untuk mengenalkan dan menanamkan
sikap-sikap positif yang bisa berguna dikehidupannya kelak. Orang tua, guru, masyarakat
seharusnya memberikan penanaman sikap dan karakter yang baik bagi anak sehingga anak bisa
meraih kesuksesan dan keberhasilan dimasa mendatang. Anak yang berkualitas yaitu anak yang
tumbuh sesuai tahap perkembangan dan sesuai dengan umurnya.
Pendidikan karakter merupakan sebuah proses pembiasaan, yaitu pembiasaan untuk berbuat
baik; pembiasaan untuk berkata jujur; permbiasaan untuk malu berbuat curang; pembiasaan untuk
malu bersikap malas dan sebagainya. Pendidikan karakter tidak akan terbentuk secara instan, tetapi
harus dilatih secara serius dan sedini mungkin agar tercapai secara maksimal.
Untuk itu, pendidikan karakter perlu diberikan sejak usia dini karena pada periode ini
merupakan usia yang kritis dimana pertumbuhan dan perkembangan mereka sangat pesat dan
merupakan dasar untuk pembentukan karakter selanjutnya
Usia anak-anak merupakan masa-masa yang sangat penting ketika anak mulai tumbuh dan
berkembang. Otak anak mengalami perkembangan yang sangat pesat. Masa usia dini merupakan
masa keemasan (golden age) bagi tumbuh kembang anak. Menurut Wibowo (2017: 25) bahwa
masa ini merupakan masa yang sangat penting dimana semua stimulasi segenap aspek
perkembangan mengambil peran yang sangat penting bagi pertumbuhan anak selanjutnya. Orang
harus bisa memanfaatkan usia anak dengan seoptimal mungkin. Hal ini disebabkan bahwa
pendidikan anak yang dilakukan sejak dini para prinsipnya membantu anak mengembangkan otak
untuk menciptakan jejaring yang benar dan berkualitas.

Banyak sedikitnya pertumbuhan kecerdasan dipengaruhi oleh pengalaman terbaik yang


dialami anak. Oleh karena itu lingkungan dan orang tua agar buah hatinya cerdas adalah berusaha
menciptakan pengalaman-pengalaman dan kondisi dengan kualitas terbaik. Usia anak merupakan
momen yang penting bagi tumbuh kembang anak. Banyak pakar psikologi yang
merekomendasikan optimalisasi usia dini, karena hanya terjadi sekali dalam perkembangan
kehidupan anak. Sebab jika dalam usia ini anak kurang mendapat perhatian, pendidikan,
pengasuhan maupun layanan kesehatan.
Dalam rangka menciptakan pendidikan karakter anak di era milenial, pertama dimulai dari
usia dini karena usia inilah yang dianggap relatif paling mudah dibentuk. Ini berbeda dengan orang
dewasa yang sudah memiliki kebiasaan, pola pikir, maupun gaya hidup tersendiri sehingga relatif
susah untuk diubah walaupun tentu bukan sesuatu yang tidak mungkin. Kedua, membentuk
karakter harus dilakukan secara terus-menerus. Satu kali atau dua kali anak hanya akan
menganggap bahwa itu tidak penting. Namung jika diulang terus-menerus, hal itu akan menjadi
bagian dari hidupnya (Muslich, 2017: 158). Dalam tulisan ini juga akan diuraikan salah satu
alternatif pembelajaran anak di era milenial adalah kembali kepada pendidikan melalui dolanan
tradisional anak. Dolanan tradisional anak merupakan sebuah permainan yang mengandung ajaran
moral yang masih relevan dengan kehidupan jaman sekarang. Ketertarikan anak-anak pada seni
budaya lokal ini sebagai cara orang tua dalam memberikan implementasi pendidikan anak di
masyarakat dan sebagai sarana menanamkan berbagai pendidikan budi pekerti yang adiluhung
pada anak-anak.
Anak usia 4-6 tahun dalam tingkat pencapaian perkembangan kognitif antara lain sudah
“dapat menyebut bilangan satu sampai sepuluh, sudah dapat mengukur benda sederhana, mencipta
bentuk geometri, menyebut benda benda yang sesuai dengan bentuk geometri, mencontoh bentuk-
bentuk geometri, menyebut, menunjukan dan mengelompok lingkaran, segitiga, segiempat”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah : kemampuan Disiplin Anak sangat rendah.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan penelitian yaitu:
1. “Apakah penerapan permainan peran dapat meningkatkan kedidiplinan anak di
PAUD Linggabuana Tahun Pelajaran 2021/2022?”.
2. “Bagaimana penerapan permainan peran dapat meningkatkan kedidiplinan anak
di PAUD Linggabuana Tahun Pelajaran 2021/2022”.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang di harapkan dapat mencapai dalam kegiatan penelitian ini iyalah sebagai
berikut:

1. Untuk mengetahui sejauh mana Prilaku ke Dsiplinan yang di capai anak melalui
Metode Role Playing,
2. anak diajak praktek langsung memerankan tokoh yang anak sukai atau yang anak
idolakan yang ada disekitar anak dalam bentuk permainan.Sehingga metode
bermain peran yang jarang dilaksanakan atau diterapkan pada anak dapat
memberikan pengalaman yang nyata bagi anak,dan anak pun dapat menemukan
manfaat dari pembelajaran tersebut.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Anak
- Membantu anak untuk mengembangkan disiplin
- Di masa yang akan datang anak bisa memahami dan memiliki disiplin dengan baik
dalam kehidupannya
2. Bagi Guru
- Senantiasa mencari pendekatan dalam memecahkan masalah.
- Metode bermain peran dapat dijadikan salah satu solusi dalam meningkatkan disiplin
di Taman Kanak-Kanak
3. Lembaga Pendidikan/ PAUD
- Lembaga dapat mempasilitasi berbagai media yang akan digunakan dalam Kegiatan
Belajar Mengajar. Dengan meningkatkan daya serap dan hasil belajar anak untuk
meningkatkan Prilaku ke Disiplinan anak melalui Metode Role Playing yang lebih
baik,maka meningkatkan kualitas dan kuantitas sekolah.

BAB II
KAJIAN TEORITIS

A. Kajian Teoritik
1. Perkembangan Emosi
a. Pengertian Perkembangan Emosi
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses
diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang
berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.
Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1995). Perkembangan dapat diartikan
sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri
individu dari mulai lahir sampai mati”. Pengertian lain dari perkembangan adalah
perubahanperubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat
kedewasaannya atau kematangannya (maturtion) yang berlangsung secara sistematis,
progresif, dan berkesinambungan, baik menyamgkut fisik (jasmaniah) maupun psikis
(rohaniah) (Syamsu, 2008)
Anak adalah cerminan dari orangtuanya. Anak bisa merasakan serta menyerap
emosi yang dirasakan orangtua serta meniru perilaku orangtua. Kegiatan pengabdian
masyarakat ini dilakukan untuk memperkenalkan kemungkinan-kemungkinan
terjadinya kecemasan yang tersembunyi dari orangtua yang pada akhirnya akan
mempengaruhi bagaimana sikap dan perilaku orangtua kepada anak. Materi mengenai
regulasi emosi orangtua bertujuan untuk membangun kesadaran akan kondisi
psikologis yang dimiliki oleh orangtua, khususnya dalam masa pandemic Covid-19
serta pemahaman akan proses yang dapat dilakukan untuk melakukan strategi
regulasi emosi. . Kegiatan ini dilakukan dalam lingkup dosen dan tenaga pendidik
Kegiatan dilakukan dengan penjelasan materi lalu dilanjutkan dengan diskusi berupa
tanya jawab untuk menambah pemahaman dan keterlibatan dari peserta. Dari survei
yang dilakukan saat kegiatan pun terlihat bahwa peserta memiliki sudah cukup
menerapkan strategi regulasi emosi dalam menghadapi kecemasan mereka Sedangkan
dari pooling yang dilakukan, terlihat bahwa, sebagian besar dari peserta menilai
kegiatan ini sangat menarik (58.8%), sangat baik secara keseluruhan (47%), merasa
harapannya tercapai (67%), penyampaian materi sangat baik (47%), serta semua
peserta (100%) ingin mengikuti lagi kegiatan yang serupa.
Emosi dapat menyebabkan perubahan perilaku, mempengaruhi ketepatan dalam
pengambilan keputusan, mempengaruhi daya ingat terhadap suatu peristiwa penting
sekaligus dapat memfasilitasi interaksi sosial (Gross, 1998). Emosi dapat membantu
kehidupan individu namun juga dapat melukai apabila terjadi pada waktu dan
intensitas yang tidak tepat. Respon emosional yang tidak tepat akan membawa
implikasi pada kondisi pathologis, kesulitan dalam relasi sosial bahkan dapat
menyebabkan timbulnya penyakit fisik.
B. Tahap perkembangan anak
Tahap perkembangan anak berdasarkan usia adalah sebagai berikut:
2. Periode prenatal yaitu masa perkembangan yang terjadi dalam rahim ibu (mulai
dari pembuahan hingga kelahiran) ± 270 – 280/ 9 bulan.
3. Masa bayi, yang terbagi atas :
a. Masa neonatal (0 – 2 minggu ) 2) Masa bayi (2 minggu – 2 tahun )
b. Masa kanak – kanak 1) Masa prasekolah 2 - 6 tahun 2) Masa sekolah dasar 6
– 12 tahun 6 7 3.
c. Anak usia sekolah Pada tahap perkembangan ini anak lebih mampu
mengunakan otototot motoriknya. Anak mampu untuk berfikir logis dan
terarah anak mampu berhitung, anak mencari teman sebanyak-banyaknya
serta dapat mengatur emosinya.
C. Perkembangan emosi pada anak
1. Pengertian Emosi
Istilah emosi berasal dari kata emotus atau emovere atau mencerca (to stir up)
yang berarti sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, missal emosi gembira
mendorong untuk tertawa, atau dengan perkataan lain emosi didefinisikan sebagai
suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan
hamper keseluruhan diri individu (Sujiono, 2005). Menurut Sarlito Wirawan Sartono
berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang
disertai warna afekti. Yang dimaksud warna efektif ini adalah perasaan-perasaan
tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu
contohnya: gembira, bahagia, takut dan lain-lain.

2. Pengelompokan Emosi
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan
emosi kejiwaan (psikis).
a. Emosi Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar
terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar.
b. Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan – alasan kejiwaan. Yang
termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah :
1) Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang
lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk :
a) Rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah
b) Rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran
c) Rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan-persoalan ilmiah yang
harus dipecahkan
2) Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang
lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini seperti :
a) Rasa solidaritas
b) Persaudaraan (ukhuwah)
c) Simpati d) Kasih sayang, dan sebagainya
3) Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai – nilai baik
dan buruk atau etika (moral).
Contohnya:
a) Rasa tanggung jawab (responsibility)
b) Rasa bersalah apabila melanggar norma
c) Rasa tentram dalam mentaati normal

4) Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan


keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun kerohanian.
5) Perasaan Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai makluk
Tuhan, dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal
Tuhannya.. Karena memiliki fitrah ini, maka manusia di juluki sebagai “Homo
Divinans” dan “Homo Religius” atau makluk yang berke-Tuhan-an atau
makhluk beragama (Syamsu, 2008).

3. Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik Individu


Ada beberapa contoh pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya :
a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang
telah dicapai.
b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai
puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi).
c. Menghambat atau mengganggu konsentrsi belajar, apabila sedang mengalami
ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap
dalam berbicara.
d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati.
e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan
mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain
4. Mekanisme Emosi
Proses terjadinya emosi dalam diri seseorang menurut Lewis and Rose Blum
ada 5 tahapan yaitu :
a. Elicitors yaitu adanya dorongan peristiwa yang terjadi contoh : Peristiwa
banjir, gempa bumi maka timbullah perasaan emosi seseorang.
b. Receptors yaitu kegiatan yang berpusat pada sistem syaraf contoh : Akibat
peristiwa banjir tersebut maka berfungsi sebagai indera penerima.
c. State yaitu perubahan spesifik yang terjadi dalam aspek fisiologi contoh :
Gerakan reflex atau terkejut pada sesuatu yang terjadi.
d. Experission yaitu terjadinya perubahan pada rasiologis. Contoh : Tubuh tegang
pada saat tatap muka.

5. Perkembangan emosi pada anak usia sekolah


Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :
a. Pada bayi hingga 18 bulan
1) Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya
aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam
membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi
dengan orang lain. Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur memberikan
rasa aman pada bayi.
2) Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman
dan tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara
orang di sekitarnya.
3) Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi
seperti gembira, terkejut, marah dan takut. Pada bulan ke-12 sampai 15,
ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya akan semakin besar. Ia akan
gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum dikenalnya. Pada umur 18 bulan
bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi yang di tunjukan orangorang yang
berada di sekitar dalam merespon kejadian tertentu.
b. 18 bulan sampai 3 tahun
1) Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di
lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak
mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak
belajar membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannya.
2) Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk
mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah
dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak
mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan
mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
3) Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya
dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai
mengendalikan prilaku dan menguasai diri.

c. Usia antara 3 sampai 5 tahun


1) Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif
sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan
anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan
oleh orang lain.
2) Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa
bisa menimbulkan reaksi emosional yang berbeda 12 pada beberapa orang. Misalnya
suatu pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah
akan sedih.

d. Usia antara 5 sampai 12 tahun


1) Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak
mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini
adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan
informasiinformasi secara.
2) Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah
menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik
emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari
perasaan diri dan orang lain.
3) Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan
dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu
dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang
membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi
tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
4) Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-
norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan
juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai
memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung
dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga
makin beragam.

6. Fungsi emosi pada anak


Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak yang dimaksud adalah :
a. Merupakan bentuk komunikasi.
b. Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak
dengan lingkungan sosialnya.
c. Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan
d. Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu
kebiasaan.
e. Ketegangan emosi yang di miliki anak dapat menghambat aktivitas motorik
dan mental anak (Resa, 2010).

7. Ciri Khas Emosi Anak


Ciri khas emosi pada anak antara lain :
a. Emosi yang kuat Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik
terhadap situasi yang remeh maupun yang serius. Anak pra remaja bahkan
bereaksi dengan emosi yang kuat terhadap hal-hal yang tampaknya bagi orang
dewasa merupakan soal sepele.
b. Emosi seringkali tampak Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi yang
meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali
mengakibatkan hukuman, sehingga mereka belajar untuk menyesuaikan diri
dengan situasi yang membangkitkan emosi. Kemudian mereka akan berusaha
mengekang ledakan emosi mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih dapat
diterima.
c. Emosi bersifat sementara Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari
tertawa kemudian menangis, atau dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu ke
rasa sayang merupakan akibat dari 3 faktor, yaitu :
1) Membersihkan sistem emosi yang terpendam dengan ekspresi terus terang.
2) Kekurangsempurnaan pemahaman terhadap situasi karena ketidakmatangan
intelektual dan pengalaman yang terbatas.
3) Rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan.
Dengan meningkatnya usia anak, maka emosi mereka menjadi lebih menetap.
4) Emosi Berubah Kekuatannya. Dengan meningkatnya usia anak, pada usia
tertentu emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya, sedangkan emosi
lainnya yang tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi ini sebagian
disebabkan oleh perubahan dorongan, sebagian oleh perkembangan intelektual,
dan sebagian lagi oleh perubahan minat dan nilai.
5) Emosi Dapat Diketahui Melalui Gejala Perilaku . Anak-anak mungkin tidak
memperlihatkan reaksi emosional mereka secara langsung, tetapi mereka
memperlihatkannya secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun,
menangis, kesukaran berbicara, dan tingkah yang gugup, seperti menggigit
kuku dan mengisap jempol.

8. Tingkat perkembangan emosi


Tiga reaksi emosi yang paling kuat adalah rasa marah, kaku, dan takut, yang
terjadi akibat dari peristiwa – peristiwa eksternal maupun proses tak langsung.
Reaksi tersebut dapat tercermin dalam individu yang meningkatkan aktivitas kelenjar
tertentu dan mengubah temperature tubuh. Reaksi umumnya berkurang sesuai
proporsi kematangan individu. Tingkat perkembangan emosi tidak terlepas dari
tingkat kestabilan emosi seseorang yang meliputi :

a. Emosi stabil
Pada seseorang yang mempunyai emosi stabil mempunyai kecenderungan
percaya diri, cermat, kukuh. Mereka selaulu menjaga pikiran walaupun dalam
keadaan kritis, sedangkan orang-orang di sekitarnya kehilangan kendali.
b. Emosi stabil rata-rata
Seseorang yang mempunyai derajat rata-rata tingkat emosional mempunyai
kecenderungan emosi keseimbangan yang baik, sabar, tak memihak,
berkepala dingin. Mereka tidak kebal atas rasa khawatir dan terkadang
menunjukkan emosi yang aneh, namun ini adalah pengecualian daripada
kebiasaan.
c. Emosi labil
Seseorang yang mempunyai emosi yang labil, tergesa-gesa, bernafsu,
sentimental, mudah tergugah, khawatir dan bimbang. Mereka mungkin
agaknya tertekan oleh kehidupan, hal ini membuat mereka mudah terkena
hal-hal negatif dan positif, sekaligus kerap dipengaruhi oleh tragedi dan
kesenangan serta tiak ada upaya untuk bereaksi mengatasi peristiwa-peristiwa
tersebut dalam hidup.

9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi


a. Keadaan anak
Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan pada
diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan
berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah
tersinggung, atau menarik diri dari lingkunganya.
b. Faktor belajar
Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang
mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang
perkembangan emosi antara lain:
1) Belajar dengan coba-coba Anak belajar dengan coba-coba untuk
mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang memberi pemuasan
sedikit atau sama sekali tidak memberi kepuasan.
2) Belajar dengan meniru Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang
membangkitkan emosi orang lain, anak bereaksi dengan emosi dan metode
yang sama dengan orang-orang yang diamati.
3) Belajar dengan mempersamakan diri Anak meniru reaksi emosional orang
lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang
telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Disini anak hanya meniru
orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat
dengannya.
4) Belajar melalui pengondisian Dengan metode ini objek, situasi yang
mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian berhasil dengan cara
asosiasi. Pengondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada awalawal
kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal betapa tidak
rasionalnya reaksi mereka.
5) Belajar dengan bimbingan dan pengawasan. Anak diajarkan cara bereaksi
yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-
anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya
membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi
secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang
tidak menyenangkan (Fatimah, 2006).

10. Pola Emosi pada Anak menurut Syamsu (2008)


a. Rasa takut Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang
membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalui
tahapan. Mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat
kemungkinan yang terdapat pada objek
b. Timbulnya rasa takut setelah mengenal bahaya
c. Rasa takut bias hilang kembali setelah mengetahui cara-cara
menghindari bahaya.
d. Rasa malu. Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh
penarikan diri dari hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau
tidak sering berjumpa.
e. Rasa canggung. Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi
takut terhadap manusia, bukan ada obyek atau situasi. Rasa canggung
berbeda dengan rasa malu daam hal bahwa kecanggungan tidak
disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal atau orang yang sudah
dikenal yang memakaai pakaian tidak seperti biasanya, tetapi lebih
disebabkan oleh keraguan-raguan tentang penilaian orang lain terhadap
prilaku atau diri seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung merupakan
keadaan khawatir yang menyangkut kesadaran-diri (selfconscious
distress).
f. Rasa khawatir. Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai khayalan
ketakutan atau gelisah tanpa alasan. Tidak seperti ketakutan yang nyata,
rasa khawatir tidak langsung ditimbulkan oleh rangsangan dalam
lingkungan tetapi merupakan produk pikiran anak itu sendiri. Rasa
khawatir timbul karena karena membayangkan situasi berbahaya yang
mungkin akan meningkat. Kekhawatiran adalah normal pada masa
kanak-kanak, bahkan pada anak-anak yang penyesuaiannya paling baik
sekalipun.
g. Rasa cemas. Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak
berkenaan dengan sakit yang mengancam atau yang dibayangkan. Rasa
cemas ditandai oleh kekhwatiran, ketidakenakan, dan merasa yang tidak
baik yang tidak dapat dihindari oleh seseorang; disertai dengan perasaan
tidak berdaya karena merasa menemui jalan buntu; dan di sertai pula
dengan ketidakmampuan menemukan pemecahan masalah yang
dicapai.
h. Rasa marah. Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan
pada masa kanak-kanak jika dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya
ialah karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak,
dan pada usia yang dini anak-anak mengetahui bahwa kemarahan
merupakan cara yang efektif untuk memperoleh perhatian atau
memenuhi keinginan mereka.

i. Rasa cemburu Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan


kasih sayang yang nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih
sayang.

j. Duka cita Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan


emosional yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai.
i. Keingintahuan Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan anak-
anak sangat banyak. Anak-anak menaruh minat terhadap segala sesuatu
di lingkungan mereka, termasuk diri sendiri.

k. Kegembiraan Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang


juga dikenal dengan keriangan, kesenangan, atau kebahagian. Setiap
anak berbeda-beda intensitas kegembiraan dan jumlah kegembiraannya
serta cara mengepresikannya sampai batas-batas tertentu dapat
diramalkan. Sebagai contoh ada kecenderungan umur yang dapat
diramalkan, yaitu anak-anak yang lebih muda merasa gembira dalam
bentuk yang lebih menyolok dari pada anak-anak yang lebih tua.

D. Kekerasan Orang Tua pada Anak


1. Pengertian
Kekerasan Anita lie dalam Suyanto (2002) menyatakan bahwa kekerasan adalah
suatu perilaku yang disengaja oleh seorang individu pada individu lain dan
memungkinkan menyebabkan kerugian fisik dan psikologi. Kekerasan adalah
tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih
lemah, kekerasan dapat mengambil beragam bentuk yaitu kekerasan fisik, mental
dan seksual.
4. Pengertian Kekerasan Anak
Pengertian terhadap anak-anak atau child abuse pada mulanya berasal dari dunia
kedokteran sekitar tahun 1946. Caffey seorang radiologist melaporkan cedera yang
berupa gejala-gejala klinis seperti patah tulang panjang yang majemuk pada anak-
anak atau bayi yang disertai perdarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya, dalam
dunia kedokteran kasus ini dikenal dengan istilah caffey syndrome (Suyanto, 2002)
5. Pengertian kekerasan orang tua pada anak
Yetty Zem (2005) mendefinisikan kekerasan oleh orang tua sebagai setiap tindakan
yang bersifat menyakiti fisik maupun fisik dan psikis yang bersifat traumatik yang
dilakukan orang tua terhadap anaknya baik yang dapat dilihat dengan mata telanjang
atau dilihat dari akibat bagi kesejahteraan fisik maupun mental anak. Menurut teori
PAR, kekerasan terhadap anak merupakan segala tindakan agresif orang tua, baik
verbal maupun fisik yang dapat menimbulkan penderitaan bagi anak fisik maupun
psikis.
2. Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan pada anak
Faktor-faktor yang menyebabkan kekerasan pada anak yaitu:
A Persepsi masyarakat
Masyarakat menilai bahwa persoalan kekerasan terhadap anak yang
dilakukan keluarganya sendiri (orang tua) adalah urusan intern mereka
sendiri. Mereka melakukan itu dalam rangka mendidik anak-anaknya
yang bandel dan membangkang orang tua dan adanya anggapan bahwa
anak adalah milik orang tuanya sendiri.
B. Kondisi orang tua
Orang tua yang mengunakan alkohol, orang tua yang mengalami depresi
atau gangguan mental, dan orang tua yang dulu dibesarkan dengan
kekerasan cenderung meneruskan pendidikan tersebut kepada anaknya.
C. Faktor keluarga
Keluarga yang cenderung berada dalam keadaan yang kacau secara
ekonomi dan lingkungan seperti, perceraian, pengangguran dan keadaan
ekonomi kacau. Karena adanya tekanan ekonomi bagi orang tua yang
tidak kuat untuk menghadapi akan menjadikannya semakin sensitif
sehingga menjadi mudah marah, anak sebagai pihak yang terlemah dalam
keluarga menjadi sasaran kemarahan.
f. Persepsi orang tua
Munculnya anggapan yang salah terhadap anak (wrong perception).
Orang tua menganggap kehadiran anak sebagai hak paten yang dapat
digunakan sesukanya sehingga pada akhirnya orang tua akan merasa
bebas dalam memperlakukan anaknya sesuai dengan keinginannya,
apapun yang dilakukan orang tua terhadap anak adalah hak orang tua.
3. Bentuk kekerasan terhadap anak
Menurut Terry E, Lawson (2006), Psikiater Internasional kekerasan pada
anak di bagi menjadi 4 yaitu:
a. Kekerasan emosional (Emotional Abuse) Terjadi bila seseorang
pengasuh atau orang tua mengabaikan anak, permintaan perhatian orang
tuanya. Hal ini bila terjadi terus menerus akan berakibat anak akan
melakukan hal yang sama kelak di masa depannya.
b. Kekerasan verbal Terjadi saat seseorang anak yang meminta perhatian
orang tuanya, orang tua malah menyuruhnya diam, meliputi: membentak,
menghardik.
c. Kekerasan fisik (Phisik Abuse) Terjadi saat orang tua melakukan
pemukulan fisik, misalnya: memukul anak dengan menggunakan rotan,
menghukum anak dengan menggunakan setrika agar anak jera.
d. Kekerasan seksual (Sexual Abuse) Terjadi saat orang tua atau orang
yang dikenal anak melakukan rabaan atau sentuhan dengan tujuan
meliputi: perkosaan oleh saudara
4. Dampak kekerasan terhadap anak
a. Akibat pada fisik anak
1) Lecet, hematum, luka bekas gigitan, patah tulang, dan adanya
kerusakan organ dalam.
2) Sekuelec / cacat sebagai akibat trauma misalnya: jaringan paruh,
gangguan pendengaran , kerusakan mata, dan cacat lainya.
3) Kematian
b. Akibat pada tumbuh kembang anak.
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah
pada umumnya lambat dari anak yang normal. Yaitu:
1) Pertumbuhan fisik lebih lebih lambat dari anak normal yang
sebayanya.
2) Perkembangan kejiwaan yang mengalami gangguan yaitu:
a) Emosi Terdapat gangguan emosi pada perkembangan konsep diri
yang positif dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan
social dengan orang lain, maupun untuk percaya diri.
b) Konsep diri Anak korban kekerasan akan merasa dirinya tidak berguna
hidup, minder lebih suka menyendiri, dengan kondisi seperti ini terus
menerus anak akan mempunyai kecenderungan untuk melakukan bunuh
diri.
c) Agresif Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih
agresif terdapat teman sebayanya, yaitu meniru tindakan orang tuanya
atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil
negatifnya konsep diri
A. Seting penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di PAUD Linggsbusana
yang beralamat di Lorong Mesjid Bagan Deli Medan
Belawan.

2. Waktu penelitian
Waktu penelitian akan dilakukan pada semester
genap tahun pelajaran 2020/2021. Waktu yang dibutuhkan
selama 2 bulan sejak bulan maret-april 2021 dan akan
disesuaikan dengan kebutuhan proses belajar mengajara
yang efektif. adapun waktu yang dibutuhkan dalam
penelittian ini adalah:
Tabel 01.
Jadwal Penelitian Tindakan Kelas

Alokasi Waktu
January February
No. Kegiatan Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4

1 Perizinan
2 Penelitian siklus I
3 Penelitian siklus II
4 Penelitian siklus III
5 Analisis data
6 Pengolahan data
7 Penyusunan laporan

1. Siklus PTK
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah
penelitian tindakan kelas (PTK) yang akan dilakukan selama
3 siklus, pada dasarnya ada beragam penelitian yang dapat
digunakan oleh Guru (penelitian) arah dan tujuan peneliti
tindakan kelas yang dilakukan oleh guru (peneliti) sudah
jelas yaitu demi kepentingan anak dalam memperoleh hasil
belajar yang memuaskan. Penelitian ini dilakukan didalam
kelas guna memperbaiki pembelajaran dan peningkatan

55
proses balajar mengajar anak pada kelas tertentu yang akan dilakukan selama 3 siklus.
Menurut E Mulyasa penelitian tindakan kelas merupakan suatu upaya untuk
mencermati kegiatan belajar sekelompok siswa dengan memeberikan sebuah tindakan
yang sengaja di munculkan.13
Tindakan kelas tersebut dilakukan oleh Guru. Oleh Guru beserta Siswa, atau
Siswa di bawah bimbingan arahan Guru, dengan maksud untuk memperbaiki dan
meningkatakan kualitas pembelajaran.
Penelitian tindakan kelas diartikan suatu kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku
tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan rasional dan tindakan-tindakan
yang dilakukan itu, serta untuk memperbaiki kondisi- kondisi dimana praktek-praktek
pembelajaran tersebut dilakukan.
Definisi lain bahwa penelitian tindakan kelas adalah kajian sistemmatik dari
upaya perbaikan pelaksanaan peraktek pendidikan oleh sekelompok Guru dengan
melakukan tindakan-tindakan dalam pembejaran berdasarkan refleksi mereka mengenai
hasil dari tindaka-tindakan tersebut.14
Sebelum melaksanakan penelitian tindakan kelas, penelitian melaKukan
prapenelitian sebelum melakukan PTK dengan beberapa siklus untuk melihat peningkatan
kemampuan Disiplin anak melalui metode bermain role playing. Namun apa bila siklus
satu kemampuan anak dalam mengembangkan kemampuan Disiplin pada anak belum
berkembang sesuai dengan yang diharapkan,maka penelitian menambahkan siklus lagi
untuk meningkatkan kemampuan Disiplin anak sesuai dengan diharapkan.
Langkah-langkah penelitian tindakan kelas ini ada beberapa siklus tindakan
pembelajaran berdasarkan refleksi mengenai hasil dan tindakan tindakan pada siklus.

13
Prof Dr.H,Mahmud,M.Si,Metode penelitian pendidikan (Bandung pusat setia,2011)
14
Rochiati Wiratmadja,Model penelitian tindakan kelas (Bandung
remaja rosdakarya,2009)
Digram 1, Desain siklus I

PERENCANAN

Evaluasi dan refleksi Plaksanaan


SIKLUS I

\ Perencanaan dan observasi

PERENCANAAN

Evaluasi dan refleksi

Perencanaan dan observasi


SIKLUS II Plaksanaan

PERENCANAAN

Evaluasi dan refleksi SIKLUS III Plaksanaan

Perencanaan dan observasi


B. Persiapan Penelitian Tindakan Kelas
Persiapan yang dilakukan peneliti diawali dengan penyusunan rencana kegiatan
satu siklus, yang dilanjutkan dengan membuat rencana kegiatan harian (RPPH).
Penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan merupakan sebuah proses untuk
meningkatkan kedisiplinan anak melalui metode role pleying pada anak PAUD
Linggabuana. Semua rencana kegiatan yang disusun terlebih dahulu didiskusikan dengan
PAUD Linggabuana, beserta seluruh guru dan teman sejawat.

C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah peserta didik Kelompok B PAUD Linggabuana
dengan jumlah anak 20 orang, yang terdiri dari 10 anak laki-laki, dan 10 anak perempuan.

D. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah:
1. Anak
Data yang diproleh dari anak adalah data kegiatan untuk meningkatkan disiplin
anak, data ini diproleh melalui hasil observasi, adapun sumber data dari anak adalah:
Tabel 02
Data Anak

No Nama Anak L/P


1 AB P
2 DC P
3 GB P
4 MN L
5 YS L
6 LK L
7 RT L
8 YK L
9 KA P
10 SS L
11 NG L
12 CW L
13 KD P
14 WE P
15 TS L
16. DS p
17. ES L
18. AM p
19. AY p
20. FC p

2. Guru
Sumber data dari guru berupa lembaran observasi hasil kegiatan anak
meningkatkan disiplin anak melalui metode role playing selama proses kegiatan
penelitian berlangsung. Selain itu sumber guru juga berupa ungkapan anak dan guru
kepada temannya, serta ungkapan anak sama guru, salin itu wawancara guru dengan anak
selama kegiatan penelitian yang disesuikan dengan tingkat perkembangan anak. Adapun
data guru PAUD FITRI Bagan Deli Belawan.
Tabel 3.
Data Guru TA. 2017-2018

No Nama Setatus Kelas


1. ZS. S.Pd.I Kepala Sekolah B
2. DES. S. Pd.I Guru B
3. WETS Guru B
4. FDL. S.Pd.AUD Guru B

3. Teman Sejawat
Teman sejawat dalam penelitian ini adalah guru yang membantu dan mengamati
kegiatan penelitian, baik pengamatan kepada anak selama proses pembelajaran, dan
pengamatan kepada peneliti sebagai plaksanaan kegiatan . hasil penmgamatan teman
sejawat selanjutnya menjadi bahan untuk refleksi. Adapaun guru yang menjadi temanb
sejawat pada penelitian ini adalah.
Teman sejawat yang dijadikan pada plaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK)
ini adalah : MUHAMMAD FATWA,S.Pd. sedangkan kolabor adalah Kepala Yayasan
Sekolah Bapak SABARUDDIN,S.Pd.
4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Bagian penting dalam satu penelitian adalah pengumpulan data, pengumpulan
data adalah pencatatan pristiwa-pristiwa, hal-hal atau keterangan- keterangan sebagaian
atau keseluruhan elemen yang akan menunjang dan mendukung penelitian. Data yang
dikumpulkan dianalisis dan ahasilnya digunakan sebagai bahan penimbangan dalam
pengambilan satu simpulan. Setiap jenis peneliti mempunyai cara atau metode tersendiri
untuk pengumpulan data. Hal ini disesuaikan data dilakukan observasi, tes, angket, atau
wawancara. Pada penelitiann ini teknik pengumpulan data dan alat pengumpulan data
yang digunakan adalah:
1. Tehnik kumpulan data terdiri dari:
a. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara melihat secara
langsung terhadap obyek penelitian. Kemudian mencatat hasil pengamatan untuk
selanjutnya dianalisi. Peneliti melakukan penelitian tindakan kelas ini secara
langsung pada proses pembelajaran meningkatkan disiplin anak kelompok B
PAUD Linggabuana tahun pelajaran 2017/2018 semester kedua . Observasi
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian pembelajaran metode role playing.
Metode ini digunakan uintuk mendapatkan data tentang plaksanaan metode
pembelajaran role playing dan dampaknya pada kemampuan disiplin anak
Kelompok B PAUD Linggabuana.
b. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemmapuan motorik
kasar anak dengan senam fantasi menggunkan bukudaftar hadir dan foto
kegiatan.

2. Alat pengumpulan Data PTK


Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah panduan observasi instrument
observasi yang digunakan pada PTK ini iyalah check lish atau daftar cek. Check lish atau
daftar cek adalah pedoman observasi yang berisikan daftar
diri semua aspek yang akan di observasi, sehingga si observasi tinggal member tanda ada
atu tidak adanya dengan tanda cek, tentang aspek yang di observasi. Adapun alat
pengumpulan data pada penelitian ini adalah.

3. Lembar Observasi
Observasi dilakukan melalui untuk mengumpulkan data untuk memproleh sebuh
informasi dengan cara pengamatan langsung terhadap sikap dan prilaku anak,pengamatan
selama melakukan penelitian dicatat pada lembar pengamatan menggunakan beberapa
aspek penilaia
Tabel 4
Lembar Observasi
Instrumen penelitian Anak

No Nama Anak Anak datang Anak dapat Anak dapat Anak dapat
tepat waktu memelihara menyimpan membuang
lingkungan permainan sampah pada
kelas, contoh sendiri di tempatnya
nya tidak tempatnya
mencoret
meja
B M B B B M B B B M B B B M B B
B B S S B B S S B B S S B B S S
H B H B H B H B

1. AB
2. DC
3. GB
4. MN
5. YS
6. LK
7. RT
8. YK
9. KA
10. SS
11. NG
12. CW
13. KD
14. AB
15. DC
16. GB
17. MN
18. AM
19. AY
20. FC

Keterangan :
BSB = Berkembang sangat baik
BSH = Berkembang sesuai harapan
MB = Mulai berkembang
BB = Belum berkembang

F. Indikator kinerja
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini yaitu anak di kata gorikan brhasil
apabila hasil belajar anak mencapai 80%. Adapun indicator kinerjanya adalah
Tabel 05 Indikator
kinerja

Indikator kinerja anak Indikator kinerja guru


Indikator keberhasilan penelitian ini pada indikator kinerja Guru, apabila mampu
anak apabila anak meningkatkan melaksanakan semua rencana pembelajaran
kedisiplinan melalui motode role playing dengan baik, yang ditandai denagn
mencapai 80% dari seluruh anak dengan keberhasilan anak dalam penelitian
standart ketuntasan nilai minimal mencapai minimal 80% dengan predikat
berkembang sesuai harapan (BSH). Hasil minimal berkembang sesuai harapan (BSH)
analisis ini digunakan sebagai bahan
refleksi untuk melakukan perencanaan
lanjutan dlam siklus selanjutnya dan jugak
sebagai bahan refleksi dalam memperbaiki
rencana
pembelajaran.
G. Tehnik analisis data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua bentuk analisi yaitu :
1. Analisis data kualitatif, yaitu data yang berbentuk uraian mengenai aktifitas Guru
dana ank selama proses pembelajaran berlangsung.
2. Analisis data kuantitatif, yaitu penyaajian data dalam bentuk angka-angka yang
peneliti proleh dari hasil observasi yang diinterpretasikan dalam bentuk persen.
Analisis data kuantitatif selanjutnya adalah mencarai persentase keberhasilan
dengan rumus:
P=–P=fx 100%

Keterangan : P = Persentasi keberhasilan


F = Jumlah anak yang mendapatkan nila N
= Jumlah anak
Hasil analisis data tersebut selanjutnya diinterpretasikan dengan table
ketuntasan belajar berikut ini:
Table 06.
Ketuntasan belajar

Interval Kriteria

80%-100% Sangat baik


70%-79% Baik
65%-69% Cukup
50%-59% Kurang
<50% Kurang sekali

H. Prosudur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam satu siklus: dimulai dari prasiklus
setiap siklus meliputi, perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
1. Perencanaan Kegiatan
ini meliputi
a. Membuat scenario perbaikan
b. Membuat perencanaan pengajaran
c. Mempersiapkan alat peraga
d. Membuat lembar observasi
e. Mendesain alat observasi.
2. Pelaksanaan tindakan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah melaksanakan kegiatan
pembelajaran sebagaimana yang telah direncanakan.
3. Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan observasi langsung terhadap proses pembelajaran
dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan.
4. Refleksi
Pada tahap ini, data-data yang diproleh melalui obsevasi dikumpulkan dari
dianalisis guna mengetahu beberapa jauh tindakan telah membawa perubagan,
dan bagaimana perubahan terjadi. Secara rinci tahapan penelitian ini dapat
dijabarkan dalam gambar berikut ini.
a. Deskripsi pra siklus
Berdasasrkan hasil observasi awal atau prasiklus pada anak RA-AL Hidayah
medan belawa, bahwa kemampuan anak dalam mengenal gejala alan mesih
sangat rendah.
b. Penelitian siklus 1
1. Tahap perencanaan
pada tahap ini guru:
 Memebuat scenario perbaikan
 Membuat rencana kegiatan satu siklus
 Membuat rencana kegiatan harian (RPPH)
 Guru Menyiapkan media pembelajaran yang dibutuhkan
 Membuat lembar observasi.
2. Tahap plaksanaan
Pada tahap ini Guru:
 Kegiatan pembelajaran diawali dengan berdoa bersama dengan
absensis pada setiap anak
 Guru menyiapkan media pembelajaran metode role playing
 Guru membuat kaitan dengan menjelaskan bagaimana
pembelajran dilakukan.
 Guru membagi anak menjadi 3 kelompok yang terdiri dari 5 anak
setiap kelompok
 Guru memberikan contoh metode role playing
 Guru memberikan semangat dan mengamati anak saat
beraktifitas di kelas
3. Tahap pengamatan
Pada tahap ini guru:
 Memonitor kegiatan anak dalam melakukan metode role playing
 Membantu anak jika anak menemui kesulitan
 Memberikan tanda ceklish terhadap proses kegiatan anak
4. Tahap refleksi
Pada tahap ini guru :
 Membahas dan mengevaluasi hasil belajar dari kegiatan anak
 Sebagai dasar perlu atau tidak melaksanakan siklus kedua. Jika pada
siklus 3 belum menunjukkan adanya peningkat kedisiplinan anak
metode role playing, maka perlu dilanjut siklus selanjutnya, tapi
apabila pada siklus ini telah tercapai, maka penelitian ini selesai
hingga siklus 3.
c. Penelitian siklus II
1. Tahap perencanaan
Pada tahap ini guru:
 Memebuat scenario perbaikan II
 Membuat rencana kegiatan satu siklus untuk siklus III
 Membuat rencana kegiatan harian (RPPH)
 Guru Menyiapkan media pembelajaran yang dibutuhkan
 Membuat lembar observasi.
2. Tahap plaksanaan
Pada tahap ini Guru:
 Kegiatan pembelajaran diawali dengan berdoa bersama dengan
absensis pada setiap anak
 Guru menyiapkan media pembelajaran metode role playing
 Guru membuat kaitan dengan menjelaskan bagaimana
pembelajran dilakukan.
 Guru membagi anak menjadi 3 kelompok yang terdiri dari 5 anak
setiap kelompok
 Guru memberikan contoh metode role playing
 Guru memberikan semangat dan mengamati anak saat
beraktifitas di kelas
3. Tahap pengamatan
Pada tahap ini guru:
 Memonitor kegiatan anak dalam melakukan metode role playing
 Membantu anak jika anak menemui kesulitan
 Memberikan tanda ceklish terhadap proses kegiatan anak.
4. Tahap refleksi
Pada tahap ini guru :
 Membahas dan mengevaluasi hasil belajar dari kegiatan anak
 Sebagai dasar perlu atau tidak melaksanakan siklus kedua. Jika pada
siklus II belum menunjukkan adanya peningkat kedisiplinan anak
metode role playing, maka perlu dilanjut siklus selanjutnya, tapi
apabila pada siklus ini telah tercapai, maka penelitian ini selesai
hingga siklus III.
d. Penelitian siklus III
1. Tahap perencanaan
Pada tahap ini guru:
 Memebuat scenario perbaikan
 Membuat rencana kegiatan satu siklus
 Membuat rencana kegiatan harian (RPPH)
 Guru Menyiapkan media pembelajaran yang dibutuhkan
 Membuat lembar observasi.
2. Tahap plaksanaan
Pada tahap ini Guru:
 Kegiatan pembelajaran diawali dengan berdoa bersama dengan
absensis pada setiap anak
 Guru menyiapkan media pembelajaran metode role playing
 Guru membuat kaitan dengan menjelaskan bagaimana
pembelajran dilakukan.
 Guru membagi anak menjadi 3 kelompok yang terdiri dari 5 anak
setiap kelompok
 Guru memberikan contoh metode role playing
 Guru memberikan semangat dan mengamati anak saat
beraktifitas di kelas
3. Tahap pengamatan
Pada tahap ini guru:
 Memonitor kegiatan anak dalam melakukan metode role playing
 Membantu anak jika anak menemui kesulitan
 Memberikan tanda ceklish terhadap proses kegiatan anak.
4. Tahap refleksi
Pada tahap ini guru :
 Membahas dan mengevaluasi hasil belajar dari kegiatan anak
 Sebagai dasar perlu atau tidak melaksanakan siklus kedua. Jika pada
siklus III belum menunjukkan adanya peningkat kedisiplinan anak
metode role playing, maka perlu dilanjut siklus selanjutnya, tapi
apabila pada siklus ini telah tercapai, maka penelitian ini selesai
hingga siklus III

1. Personalita penelitian
Tim yang terlibat dalam penelitian kelas ini adalah :

No Nama Setatus Tugas Jam kerja


perminggu
1. Fitri Nilam Guru  Plaksanaan PTK
Mawaddah peneliti  Pengumpulan data
 Analisis data 24 jam
 Pengambil keputusan
hasil (PTK)
2. Sabaruddin,S.Pd Kepala Kolaborator 24 jam
yayasan (penilaian 2)
3. Muhammad Fatwa Guru Kolaborator 24 jam
,S.Pd (penilai 1)
DAFTAR PUSTAKA
Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (2009). Human Development. Perkembangan
Manusia (terjemahan Marwensdy, B). edisi 10, buku 2. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.

Rice, F.P. & Dolgin, K.G. (2008). The Adolescent. Development, Relationships, and Culture.
12th ed. New Jersey: Pearson Education, Inc. Robinson, L.R., Morris, A.S., Heller, S.S.,
Scheeringa, M.S., Boris, N.W., Smyke, A.T.
(2009). Relation between emotion regulation, parenting, and psychopathology in young
maltreated children in out of home care. Journal of Child Family Study. Vol. 18. p. 421-434.

Santrock, J.W. (2009). Psikologi Pendidikan. Educational Psychology. (terj. Diana Angelica).
Jakarta: Penerbit Salemba Humanika Schulz, M.S., Waldinger,

R.J., Hauser, S.T. & Allen, J.P. (2005). Adolescents’ behavior in the presence of
interparental hostility: Developmental and emotion regulatory influences. Journal of
Developmental and Psychopathology. Vol. 17, p. 498-507, DOI:
10.1017/S0954579405050236

Smetana, J.G. (2011). Adolescents, Families, and Sosial Development. How teens Construct
Their Worlds. West Sussex: John Willey & Sons, Ltd
Morris, A.S., Silk, J.S., Steinberg, L., Myers, S.S. & Robinson, L.R. (2007). The role of the
family context in the development of emotion regulation. Journal of Sosial Development.
Vol. 16 (2), p. 361-388. DOI: 10.1111/j.1467-9507.2007.00389.x

Õngen, D.E. (2010). Cognitive emotion regulation in the prediction of depression and
submissive behavior: gender and grade level differences in Turkish adolescents. Procedia
Sosial and Behavioral Sciences, 9, 1516-1523. DOI: 10.1016/j.sbspro.2010.12.358

Anda mungkin juga menyukai