Anda di halaman 1dari 9

KETERAMPILAN SOSIAL DAN UPAYA PENGEMBANGANNYA

Sutardin
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam AL-AMIN DOMPU
laskartulisan93@gmail.com

Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan tentang keterampilan sosial anak dan
upaya pengembangannya. Perkembangan anak usia sekolah dasar saat ini menjadi fokus
penting bagi para pengamat di bidang pendidikan. Keterampilan sosial adalah kemampuan
untuk berinteraksi dengan sesama dalam konteks sosial dalam suatu cara tertentu yang
saling menguntungkan satu sama lain Pendidikan mempunyai peranan yang sangat
menentukan bagi pengembangan dan perwujudan diri individu dengan menyediakan
lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan potensi dan
bakatnya secara optimal.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak diantaranya: a). keluarga, b).
lingkungan, c). rekreasi, d). Pergaulan dengan lawan jenis, e). Kepribadian, f).
Kemampuan menyesuaikan diri. Pentingnya penguasaan dan pengembangan keterampilan
sosial pada anak menjadi kunci penting keberhasilan anak tersebut di kehidupan yang akan
datang. Maka untuk menjawab semua permasalahan tersebut perlunya penulis
memaparkan melalui tulisan yang berjudul keterampilan sosial dan upaya
pengembangannya.

Keywords : Perkembangan anak, faktor keterampilan sosial anak.

A. PENDAHULUAN
Perkembangan anak usia sekolah dasar saat ini menjadi fokus penting bagi para
pengamat di bidang pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan
bagi pengembangan dan perwujudan diri individu dengan menyediakan lingkungan yang
memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan potensi dan bakatnya secara optimal.
Pada tahap perkembangan tertentu anak dituntut untuk mampu menguasai keterampilan
sosial yang berguna untuk pengembangan dirinya. Manusia sebagai makhluk sosial
dituntut untuk mampu menguasai keterampilan sosial dari tingkat perkembangan awal
hingga dewasa. Pada saat ini, sistem pendidikan di Indonesia sedang digerakkan untuk
mengembangkan keterampilan sosial pada siswa, sehingga penilaian yang dilakukan di
sekolah tidak hanya menilai prestasi belajar yang merupakan kemampuan kognitif saja
tapi juga pada afeksi dan psikomotornya. Pentingnya penguasaan dan pengembangan
keterampilan sosial pada anak menjadi kunci penting keberhasilan anak tersebut di
kehidupan yang akan datang.
Keterampilan sosial merupakan pra syarat untuk dapat berkembang secara efektif
pada penyesuaiannya di lingkungan sosial. Dengan memiliki keterampilan sosial, anak
akan mampu berinteraksi dengan baik dengan teman sebaya, keluarga dan lingkungan
sosialnya. Keterampilan sosial juga berhubungan perkembangan kognitif anak, karena
keluaran atau hasil dari kognitif anak kaitannya dengan keterampilan sosial akan terlihat
dari perilaku yang dilakukan anak di lingkungan sosial. Pada makalah ini akan disajikan
pembahasan tentang keterampilan sosial yang sangat bermanfaat bagi para praktisi
pendidikan. Pembahasan tentang keterampilan sosial sendiri meliputi beberapa faktor,
kriteria dalam pemilihan keterampilan sosial dan pembelajaran atau hasil keluaran dari
keterampilan sosial yang dapat diamati.

B. DEFINISI KETERAMPILAN SOSIAL

Keterampilan sosial adalah istilah dari para ahli psikologi yang merujuk pada
penguasaan keterampilan berperilaku tertentu pada anak sesuai tingkat perkembangannya.
Keterampilan sosial berasal dari kata terampil dan sosial. Kata keterampilan berasal dari
'terampil' digunakan di sini karena di dalamnya terkandung suatu proses belajar, dari tidak
terampil menjadi terampil. Kata sosial digunakan karena pelatihan ini bertujuan untuk
mengajarkan satu kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian pelatihan
ketrampilan sosial maksudnya adalah pelatihan yang bertujuan untuk mengajarkan
kemampuan berinteraksi dengan orang lain kepada individu-individu yang tidak trampil
menjadi trampil berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya, baik dalam hubungan
formal maupun informal.
Keterampilan sosial merupakan pra syarat untuk dapat berkembang secara efektif
pada penyesuaiannya di lingkungan sosial. Dengan memiliki keterampilan sosial, anak
akan mampu berinteraksi dengan baik dengan teman sebaya, keluarga dan lingkungan
sosialnya. Keterampilan sosial juga berhubungan perkembangan kognitif anak, karena
keluaran atau hasil dari kognitif anak kaitannya dengan keterampilan sosial akan terlihat
dari perilaku yang dilakukan anak di lingkungan sosial. Pada makalah ini akan disajikan
pembahasan tentang keterampilan sosial yang sangat bermanfaat bagi para praktisi
pendidikan. Pembahasan tentang keterampilan sosial sendiri meliputi beberapa faktor,
kriteria dalam pemilihan keterampilan sosial dan pembelajaran atau hasil keluaran dari
keterampilan sosial yang dapat diamati.
Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengalasi segala
permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan
mampu menampilkan diri sesuai dengan uluran atau norma yang berlaku. Oleh
karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai keterampilan-keterampilan sosial
dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Keterampilan
sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting ketika anak sudah
menginjak masa remaja karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia
pergaulan yang lebih luas di mana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan
sangat menentukan.
Definisi secara umum tentang keterampilan sosial Seperti yang dikemukakan oleh
Libert dan Lewinsohn pada tahun 1977 yang menjelaskan keterampilan sosial sebagai
kemampuan kompleks baik yang digunakan untuk menghasilkan dan memperkuat
perilaku positif atau untuk mengeluarkan dan mematikan perilaku negatif dengan
hukuman. Definisi lainnya dikemukakan oleh Combs dan Slaby (1977) yang menjelaskan
jika keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan sesama dalam
konteks sosial dalam suatu cara tertentu yang saling menguntungkan satu sama lain.
Hersen dan Bellack (1977) menambahkan jika keterampilan sosial adalah keefektifan
perilaku dalam interaksi sosial yang bergantung pada konteks dan parameter situasi.
Keterampilan perilaku adalah kemampuan individu untuk mempresepsikan secara sadar
pada serangkaian kondisi perilaku tertentu yang akan berdampak positif.
Trower (1977) membagi keterampilan sosial ke dalam perilaku dan dimensi
kognitif (komponen keterampilan dan keterampilan proses). Komponen keterampilan
adalah elemen tunggal, yang dapat terlihat seperti anggukan atau urutan perilaku yang
digunakan dalam interaksi sosial seperti salam pembuka atau salam perpisahan. Sementara
untuk proses sosial dapat diartikan dengan kemampuan individu untuk menggenerasikan
keterampilan perilakunya menurut peraturan dan tujuan dalam memonitor feedback sosial.
Eisler dan Frederiksen (1980) juga menjelaskan jika keterampilan sosial mempunyai
aspek yang dapat diamati dan unsur kognitif yang tidak dapat diamati. Unsur kognitif
tersebut seperti dugaan, pemikiran dan keputusan tentang apa yang seharusnya dikatakan
atau dilakukan selama atau setelah proses interaksi berlangsung. Kemampuan lainnya
seperti mempresepsikan secara akurat tentang harapan, niat atau wawasan orang lain
dimana respon atau tanggapan tersebut yang akan paling mungkin untuk mempengaruhi
pendapat dari temannya.
Morgan (1980) menunjukkan bahwa keterampilan sosial tidak hanya melakukan
sesuatu seperti kemampuan untuk memulai dan mempertahankan interaksi positif dengan
orang lain, tetapi juga mampu mencapai kemampuan tertentu dari hasil interaksinya
dengan orang lain. Tingkatan frekuensi interaksi dapat dijadikan pedoman untuk menilai
seberapa baik seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Gresham dan Elliot (1984)
memberikan definisi yang lebih valid tentang keterampilan sosial, sebagai berikut:
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
keterampilan sosial adalah kemampuan kompleks (meliputi berinteraksi,
mempertahankan, atau menghilangkan perilaku sosial) yang memiliki dimensi kognitif
dengan hasil keluaran sosial yang penting dalam situasi tertentu. Keterampilan sosial juga
sebuah alat yang terdiri dari kemampuan berinteraksi, berkomunikasi secara efektif baik
secara verbal maupun nonverbal, kemampuan untuk dapat menunjukkan perilaku yang
baik, serta kemampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain digunakan seseorang
untuk dapat berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sosial.
Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan-keterampilan sosial akan
menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga
dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung
berperilaku yang kurang normatif, misalnya, perilaku asosial ataupun antisosial.
Bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrem bisa menyebabkan terjadinya
gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dan
perilaku negatif lainnya. Keterampilan- keterampilan sosial tersebut meliputi
kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri
sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain,
memberi atau menerima umpan balik (feedback), memberi atau menerima kritik,
bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dan sebagainya. Apabila
keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja, maka remaja akan mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

C. UPAYA MEWUJUDKAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA ANAK

Dalam upaya membantu tumbuhnya kemampuan penyesuaian diri, maka sejak


dini anak diajarkan untuk lebih memahami dirinya sendiri (kelebihan dan
kekurangannya) agar ia mampu mengendalikan dirinya sehingga dapat bereaksi
secara wajar dan normatif. Agar anak dan remaja mudah menyesuaikan diri dengan
kelompok, maka tugas orang tua atau pendidik adalah membekali diri anak dengan
membiasakannya untuk menerima dirinya, menerima orang lain, tahu dan mau
mengakui ke- salahannya. Dengan cara ini, remaja tidak akan terkejut menerima
kritik atau umpan balik dari orang lain/kelompok, mudah membaur dalam kelompok
dan memiliki solidaritas yang tinggi sehingga mudah diterima oleh orang
lain/kelompok.
Selain itu, anak harus diajarkan sejak dini untuk dapat memilih prioritas tugas-
tugas yang harus segera diatasi, bukan menunda atau mengalihkan perhatian pada
tugas yang lain. Oleh karena itu, sejak awal sebaiknya orang tua atau pendidik telah
memberikan bekal agar anak dapat memilih mana yang penting dan mana yang
kurang penting melalui pendidikan disiplin, tata tertib, dan etika.
Keterampilan sosial yang perlu dimiliki anak, menurut John Jarolimek (1993)
mencakup (a) living and working together; taking turns; respecting the rights of
others; being socially sensitive, (b) Learning self-control and self-direction, (c)
sharing ideas and experience with others. Jadi, keterampilan sosial itu memuat
aspek- aspek keterampilan untuk hidup dan bekerja sama; keterampilan untuk
mengontrol diri dan orang lain; keterampilan untuk saling berinteraksi antara satu
dengan yang lainnya; saling bertukar pikiran dan pengalaman sehingga tercipta
suasana yang menyenangkan bagi setiap anggota dari kelompok tersebut.
Bagaimana cara mengembangkan keterampilan sosial? metode-metode yang
dapat digunakan guru untuk dapat mengembangkan keterampilan sosial
siswa, menurut Prayitno (1980) mencakup: (a) diskusi kelompok (diskusi
kelompok besar/ kecil); (b) diskusi panel; (c) simposium; (d) ceramah; (e) seminar;
(f) role playing (permainan peranan) atau sosiodrama; (g) brain- storming; (h)
pemecahan masalah; (i) inquiry; dan (j) tutorial; Sementara itu, cara-cara
berketerampilan sosial yang dapat dikembangkan kepada siswa adalah sebagai
berikut: (a) membuat rencana dengan orang lain; (b) partisipasi dalam usaha meneliti
sesuatu; (c) partisipasi produktif dalam diskusi kelompok; (d) menjawab secara sopan
pertanyaan orang lain; (e) memimpin diskusi kelompok; (f) bertindak secara
bertanggung jawab; dan (g) menolong orang lain. Seorang siswa dikatakan mampu
berketerampilan sosial tatkala ia dapat berkomunikasi dengan baik sesuai aturan (tata
cara) dengan sesamanya di dalam sebuah kelompok. Jadi, sarana kelompok (wadah)
untuk berkomunikasi merupakan syarat yang harus ada di dalam memproses
keterampilan sosial siswa. Kelompok yang produktif adalah kelompok yang kaya
dengan pencapaian tujuan kelompok dan kaya dengan pemberian sumbangan
terhadap kebutuhan anggota-anggotanya. Pro- duktivitas kelompok sangat
dipengaruhi oleh semangat kerja kelompok, kebersamaan serta kepemimpinan dalam
kelompok. Kerja sama yang baik, yang seimbang antar-individu-individu dalam suatu
kelompok demokratis tidak ada dengan sendirinya saja, melainkan harus dipelajari.
Beberapa prinsip dinamika kelompok agar dalam kelompok demokratis terdapat
kerja sama yang efektif, berhasil baik yang merupakan syarat dari produktivitas
kelompok, mencakup: (a) suasana (atmos-phere); (b) rasa aman (threat reduetion);
(c) kepemimpinan bergilir (distribudive leadership); (d) perumusan tujuan (goal
formulation).- (e) fleksibilitas (flexibility); (f) mufakat (consensus); (g) kesadaran
kelompok (process awareness); dan (g) evaluasi yang terus-menerus (condnual
evaluation).
Secara singkat dapat dikemukakan bahwa keterampilan sosial siswa dapat
berkembang dengan baik, jika (a) interaksi atau individu dalam suatu kelompok,
yaitu bisa terlaksana apabila individu dalam kelompok telah dibekali dengan berbagai
keterampilan sosial termasuk cara berbicara, mendengar, memberi pertolongan, dan
lain sebagainya; serta (b) suasana dalam suatu kelompok, yaitu suasana kerja dalam
kelompok itu hendaknya memberi kesan semua anggota, bahwa mereka dianggap
setaraf (equal), khususnya dalam pengembangan keterampilan sosial. Selanjutnya,
kurangnya keterampilan sosial dapat menimbulkan berbagai persoalan dalam
kehidupan keseharian. Serentetan peristiwa tersebut menjadi bukti, bahwa tindakan
brutal sering dijadikan alternatif untuk memecahkan masalah. Seakan tidak ada upaya
yang lebih manusiawi, santun, dan berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan untuk
menyelesaikan problem yang terjadi.
Salah satu variabel penyebab cara anarkis guna menyelesaikan berbagai
persoalan atau mencapai tujuan adalah tumpulnya keterampilan sosial. Kekerasan
dalam rumah tangga, tawuran antarkampung, perkelahian antarpelajar atau
mahasiswa, bentrok antarkelompok politik, etnik, atau agama makin sering
menghiasi media. Hal yang menyebabkan keterampilan sosial tumpul
dilatarbelakangi oleh proses pendidikan di keluarga maupun masyarakat mengalami
salah arah.
Seseorang memiliki keterampilan sosial tinggi, apabila dalam dirinya memiliki
keterampilan sosial yang terdiri dari sejumlah sikap, termasuk: (a) kesadaran
situasional atau sosial (social awareness); (b) kecakapan ide, efektivitas, dan
pengaruh kuat dalam melakukan komunikasi dengan orang atau kelompok lain; (c)
berkembangnya sikap empati atau kemampuan individu melakukan hubungan dengan
orang lain pada pada tingkat yang lebih personal; (d) terampil
berinteraksi(interaetion style).

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KETERAMPILAN SOSIAL


ANAK

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial. Hasil studi Davis dan
Forsythe (Mu’tadin, 2006), yang meneliti tentang remaja, terdapat beberapa aspek
yang mempengaruhi keterampilan sosial dalam kehidupan remaja, yaitu sebagai
berikut:
1. Keluarga
Faktor keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam
mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga
akan sangat menentukan bagaimana anak akan bereaksi terhadap lingkungannya.
Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis atau broken
home, di mana anak yang tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup, akan
sulit mengembangkan keterampilan sosialnya, kurang adanya saling pengertian
(low mutual understanding), kurang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan
orang tua dan saudara kurang mampu berkomunikasi secara sehat kurang mampu
mandiri kurang mampu memberi dan menerima sesama saudara, kurang mampu
bekerja sama, kurang mampu mengadakan hubungan yang baik.
Keharmonisan dalam keluarga tidaklah selalu identik dengan adanya orang
tua utuh (ayah dan ibu), sebab dalam banyak kasus orang tua tunggal terbukti
dapat berfungsi efektif dalam membantu perkembangan psikososial anak. Hal
yang paling penting diperhatikan oleh orang tua adalah menciptakan suasana
yang demokratis di dalam keluarga sehingga remaja dapat menjalin komunikasi
yang baik dengan orang tua maupun saudara-saudaranya. Melalui komunikasi
timbal balik antara anak dan orang tua, segala bentuk konflik yang timbul akan
mudah diatasi. Sebaliknya, komunikasi yang kaku, dingin, terbatas, menekan,
penuh otoritas akan memunculkan berbagai konflik yang berkepanjangan
sehingga suasana menjadi tegang, panas, emosional, sehingga dapat
menyebabkan hubungan sosial yang tidak harmonis dalam keluarga.
Secara umum penampilan sering diindentikkan dengan manifestasi dari
kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak
selalu mengambarkan pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya).
Dalam hal ini amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang
berdasarkan penampilan semata, sehingga orang yang memiliki penampilan tidak
menarik cenderung dikucilkan. Di sinilah pentingnya orang tua memberikan
penanaman nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa
mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.
2. Lingkungan  
Sejak dini anak-anak harus sudah diperkenalkan dengan lingkungan.
Lingkungan dalam batasan ini meliputi lingkungan fisik (rumah, pekarangan) dan
lingkungan sosial (tetangga). Lingkungan juga meliputi lingkungan keluarga
(keluarga primer dan sekunder), lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat luas.
Dengan pengenalan lingkungan maka sejak dini anak sudah mengetahui bahwa dia
memiliki lingkungan sosial yang luas, tidak hanya terdiri dari orang tua, saudara, atau
kakek dan nenek saja.

3. Rekreasi

Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi.


Dengan rekreasi seseorang akan merasa mendapat kesegaran baik fisik maupun
psikis, sehingga terlepas dari rasa capai, bosan, monoton serta mendapatkan
semangat baru. Untuk dapat menjalankan peran menurut jenis kelamin, maka
anak dan remaja seyogianya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-
teman yang memiliki jenis kelamin yang sama.

4. Pergaulan dengan lawan jenis

Pergaulan dengan lawan jenis merupakan faktor yang akan memudahkan


anak dalam mengidentifikasi sex role behavior yang menjadi sangat penting
dalam persiapan berkeluarga maupun berkeluarga. Pada dasarnya, sekolah
mengajarkan berbagai keterampilan kepada anak. Salah satu keterampilan
tersebut adalah keterampilan- keterampilan sosial yang dikaitkan dengan cara-
cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis
pelajarannya. Dalam hal ini, peran orang tua adalah menjaga agar keterampilan-
keterampilan tersebut tetap dimiliki oleh anak atau remaja dan dikembangkan
terus-menerus sesuai tahap perkembangannya.
Pada masa remaja, peran kelompok dan teman-teman amatlah besar.
Sering kali remaja bahkan lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan
urusan dengan keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh
kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif dan tidak
merugikan orang lain. Dalam hal ini orang tua perlu memberikan dukungan
sekaligus pengawasan agar remaja dapat memiliki pergaulan yang luas dan
bermanfaat bagi perkembangan psikososialnya. Cepat atau lambat, setiap orang
pasti akan menghadapi dunia kerja.

5. Kepribadian 
Secara umum penampilan sering diindentikkan dengan manifestasi dari
kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu
menggambarkan pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal
ini amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan
penampilan semata, sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik
cenderung dikucilkan. Di sinilah pentingnya orang tua memberikan penanaman nilai-
nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-
hal fisik seperti materi atau penampilan.

6. Meningkatkan kemampuan penyesuaian diri


Untuk membantu tumbuhnya kemampuan penyesuaian diri, maka sejak awal
anak diajarkan untuk lebih memahami dirinya sendiri (kelebihan dan kekurangannya)
agar ia mampu mengendalikan dirinya sehingga dapat bereaksi secara wajar dan
normatif.  Agar anak dan remaja mudah menyesuaikanan diri dengan kelompok,
maka tugas orang tua atau pendidik adalah membekali diri anak dengan
membiasakannya untuk menerima dirinya, menerima orang lain, tahu dan mau
mengakui kesalahannya, dsb. Dengan cara ini, remaja tidak akan terkejut menerima
kritik atau umpan balik dari orang lain / kelompok, mudah membaur dalam kelompok
dan memiliki solidaritas yang tinggi sehingga mudah diterima oleh orang lain atau
kelompok.

Anda mungkin juga menyukai