Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Piaget (Hurlock, 1999) secara psikologis masa remaja merupakan


usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat. Lazimnya masa remaja
dimulai pada saat anak matang secara seksual dan berakhir sampai ia matang
secara hukum. Penelitian tentang perubahan perilaku, sikap dan nilai-nilai
sepanjang masa remaja menunjukkan bahwa perilaku, sikap dan nilai-nilai pada
awal masa remaja berbeda dengan pada akhir masa remaja (Hurlock, 1999),
oleh sebab itu masa remaja masih dibedakan dalam fase-fase tertentu.
Hurlock (1999), membagi masa remaja menjadi dua bagian, yaitu masa
remaja awal dan masa remaja akhir. Awal masa remaja berlangsung kira-kira
dari usia 13–16 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 17 tahun sampai
18 tahun, yaitu usia yang dianggap matang secara hukum.
Monks, dkk. (2001), batasan usia remaja adalah antara usia 12 tahun hingga
usia 21 tahun. Monks membagi masa remaja menjadi tiga fase, yaitu:
1. Fase remaja awal dalam rentang usia 12–15 tahun
2. Fase remaja madya dalam rentang usia 15–18 tahun
3. Fase remaja akhir dalam rentang usia 18–21 tahun.
Sementara di Indonesia, masa remaja masih merupakan masa belajar di
sekolah, umumnya mereka masih belajar di Sekolah Menengah
Pertama, Menengah Atas atau Perguruan Tinggi (Monks, dkk., 2001). Negara
Indonesia, menetapkan batasan remaja mendekati batasan usia remaja (youth)
yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu, usia 14-24 tahun. Usia
24 tahun merupakan batas maksimal untuk individu yang belum dapat
memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis. Hukum
Indonesia hanya mengenal anak-anak dan dewasa, berdasarkan Undang-
undang Kesejateraan Anak (UU No. 4/1979) menganggap semua orang di
bawah usia 21 tahun dan belum menikah sebagai anak-anak (Sarwono, 2006).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
masa remaja dimulai pada saat anak matang secara seksual dan berakhir
sampai ia matang secara hukum, rata-rata batasan usia remaja berkisar antara
usia 12 hingga 24 tahun, dengan pembagian fase remaja awal berkisar antara
usia 12 -15 tahun, fase remaja madya berkisar antara usia 15 – 18 tahun dan
fase remaja akhir berkisar antara usia 18 – 21 tahun. Batasan maksimum usia 24
tahun, untuk individu yang belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan
secara sosial maupun psikologis dan belum menikah.
Dalam hal ini penulis membahas mengenai perkembangan masa remaja
madya/tengah yang berkisar sekitar 15-18 tahun.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ciri-ciri perkembangan masa remaja madya?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi perkembangan
masa remaja madya?
3. Apa tugas-tugas perkembangan pada masa remaja madya?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ciri-Ciri Perkembangan Masa Remaja Madya


Berikut beberapa ciri-ciri perkembangan pada masa remaja madya:
 Cepatnya pertumbuhan pada perempuan
 Terjadi reaksi peninggian badan 95%
 Karakteristik seks sekunder meningkat
 Peningkatan kapasitas untuk berpikir tidak nyata/angan-angan
 Menikmati kekuatan kecerdasan jarang dengan hubungan yang
idealistis
 Perhatian kepada fisiologi,politik dan masyarakat sosial
 Perubahan penampilan
 Sangat memusatkan diri, pengingkatan kecintaan pada diri sendiri
 Kecenderungan pada pengalaman pribadi dan jati diri
 Kaya akan fantasi dalam hidup
 Berpikir idealis
 Mampu memahami masa depan dengan terlibat kearah tingkah laku dan
ketegasan dengan penerapan yang berubah-ubah
 Penekanan terhadap kebebasan dan pelepasan
 Rasa tingkah laku yang ditentukan oleh kelompok teman sebaya
 Penerimaan oleh teman sebaya penting sekali, khawatir terhadap
penolakan
 Mengeluarkan kemampuan untuk menarik lawan jenis
 Memiliki banyak hubungan pertemanan
 Merasakan jatuh cinta

Periode masa remaja memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya


dengan periode sebelum dan sesudahnya. Monks (2001), menyatakan masa
remaja merupakan periode peralihan, peralihan ini lebih dirasakan pada masa
awal remaja. Masa awal remaja juga dirasakan sebagai masa perubahan,
Hurlock (1980), mengemukakan perubahan-perubahan yang terjadi pada masa
ini antara lain meningginya emosi yang pada masa awal remaja biasanya terjadi
lebih cepat.
Masa remaja merupakan masa yang tumpang tindih dengan masa
pubertas, dimana remaja mengalami ketidakstabilan sebagai dampak dari
perubahan-perubahan biologis yang dialaminya (Hurlock, 1999). Remaja usia
empat belas tahun seringkali mudah marah, mudah dirangsang dan emosinya
cenderung meledak-ledak, serta tidak berusaha untuk mengendalikan
perasaannya. Sementara remaja usia enam belas tahun, yang merupakan masa
remaja madya, sudah mulai stabil dalam menghadapi perubahan serta tekanan
sosial yang dihadapinya (Monks, dkk., 2001). Hal yang sama dikemukakan oleh
Gessel (Monks, dkk., 2001), bahwa masa usia sebelas tahun lebih tegang
dibandingkan dengan usia enam belas tahunan, dimana pada usia enam belas
ini remaja sudah mulai lebih bebas dari rasa keprihatinan.
Usia enam belasan, remaja sudah memasuki tahap berpikir operasional
formal, dimana remaja sudah mampu berpikir secara sistematis mengenai hal-hal
yang abstrak serta sudah mampu menganalisis secara lebih mendalam
mengenai sesuatu hal (Hurlock, 1999). Pada usia awal remaja, remaja masih
berada dalam tahap peralihan dimana remaja lebih menunjukkan
ketidakstabilannya. Namun, pada remaja usia lima belasan, ketidakstabilan
tersebut mulai menurun, sehingga kemampuan berpikirnya sudah lebih matang
dibandingkan usia sebelumnya (Sarwono, 2006).
Piaget (Satrock, 2003), menyatakan bahwa tahap operasional
formal muncul sekitar usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal ini
tumbuh pada tahun-tahun remaja madya. Pada usia ini akomodasi terhadap
pemikiran operasional formal sudah mulai ditandai adanya pemantapan yang
lebih lanjut. Pemikiran operasional formal bersifat lebih abstrak dan idealitis,
serta lebih berpikir logis. Remaja usia ini mulai berpikir seperti ilmuwan,
menyusun rencana pemecahan masalah dan secara sistematis menguji cara-
cara pemecahan yang dipikirkannya.
Perkembangan moral pada masa remaja madya sudah memasuki tahap
konvensional, yaitu berorientasi untuk menjaga sistem. Remaja mengikuti sistem
moral tertentu karena memang itulah yang ada di lingkungan ia tinggal, tingkah
laku yang ditunjukkan untuk mempertahankan norma-norma tertentu. Masa
strom dan stres pada remaja usia lima belasan sudah mulai mereda, sehingga
sikap dan perilakunya sudah kurang dipengaruhi akibat masa peralihan dan
kematangan organ-organ seksual. Namun, bila remaja gagal melewati tugas-
tugas pada masa pubertas maka hal tersebut akan menghambat perkembangan
selanjutnya yang akan mempengaruhi penyesuaian dirinya (Hurlock, 1999).
Remaja yang tidak membentuk dasar konsep diri yang baik selama masa
kanak-kanak dan masa awal remaja tidak dapat memenuhi tugas-tugas
perkembangan masa remaja. Pada masa remaja, pola kepribadian yang sudah
terbentuk dari konsep diri selama masa sebelumnya sudah mulai stabil dan
cenderung menetap sepanjang hidupnya dengan hanya sedikit perbaikan
(Hurlock, 1999). Remaja yang penyesuaiannya buruk, terutama yang sudah
terbiasa akan tumbuh rasa tidak puas pada diri sendiri dan memunculkan sikap-
sikap yang buruk.
Perkembangan konsep diri yang buruk dapat mengakibatkan munculnya
sikap penolakan diri serta egosentrisme yang cenderung menetap, yang akan
mempengaruhi penentuan pola sikap dan perilakunya dalam hubungannya
dengan orang lain. Egosentrisme remaja menggambarkan meningkatnya
kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain
memiliki perhatian yang amat besar, sebesar perhatian mereka terhadap diri
mereka, dan terhadap perasaan keunikan pribadi mereka.
Sebagian remaja, pada usia remaja madya sudah mulai tidak mengalami
kebingungan yang cukup signifikan, ia sudah mulai berusaha menentukan mana
yang harus dipilih dan mana yang tidak, melakukan keinginannya dengan
mempertimbangkan segala hal. Namun, tidak jarang remaja yang dalam usaha
mencapai kestabilan tersebut tidak berada pada jalur yang benar. Remaja
berusaha mencari sesuatu hal yang memang sesuai dengan dirinya dan
keinginannya (Sarwono, 2006).
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Masa Remaja Madya
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan masa remaja
madya adalah sebagai berikut:
1. Faktor Ajar, Faktor Luar (External)
Ada dua golongan besar yang termasuk faktor luar yang
mempengaruhi manusia. Dua golongan itu ialah golongan organis, yaitu
manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan, dan golongan anorganis,
termasuk didalamnya adalah keadaan alam dan benda-benda.
Ini semua ikut memberi warna dalam perkembangan seseorang. Oleh
karena itu sikap seseorang anak kota berlainan dengan anak desa. Bukan
perbedaan kualitas dan yang lainnya, melainkan hanya berbeda dalam
bentuk atau gambarnya. Perbedaan ini disebabkan oleh factor dalamnya.
Suatu contoh: Pada suatu hari, di sebuah desa kedatangan
seseorang dari kota, yang berpakaian rapi, mencari burung dengan senjata
angin, dengan naik mobil dan membeli apa saja yang dapat dibeli untuk oleh-
oleh. Kedatangan orang itu membawa pengaruh banyak sekali kepada anak-
anak desa itu. Yang seorang tertarik dengan pakaiannya yang rapi, sehingga
anak itu menjadi seorang gubernur, yang seorang lagi tertarik oleh
senapannya, akhirnya anak itu tumbuh menjadi seorang jendral, yang
seorang lagi tertarik oleh uangnya yang banyak, sehingga akhirnya anak itu
tumbuh menjadi lintah darat, dan sebagainya.
Dengan contoh di atas, mengertilah kiranya apa yang dimaksud oleh
WILLIAM STERN dengan teorinya itu. Dan inilah yang menyebabkan
tidak satupun seseorang yang sama dengan orang lain, dalam bentuk
atau gambarnya, sekalipun orang itu kembar dari sebuah telur.
2. Faktor Dalam, Faktor Dasar (intern)
a) Perkembangan kognitif
Sebagaimana aspek lain dalam perkembangan remaja,
kecerdasan (kognisi) juga mengalami perkembangan baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif. Secara kuantitatif inteligensi
berkembang semenjak bayi masih berada dalam kandungan.

Bloom dkk (1964) mengadakan penelitian secara longitudinal


terhadap anak sampai berusia 17 tahun. Hasilnya bahwa sampai
usia 1 tahun kecerdasan berkembang sampai 20 %, usia 4 tahun
berkembang sampai 50 %, usia 8 tahun berkembang 80 %, usia 13
tahun berkembang 92 % dan usia 13 tahun ke atas tinggal
penyempurnaan. Dimana laju perkembangan tersebut relatif stabil dan
proporsional.
Dilihat dari implikasi tahapan operasional formal dari Piaget pada
remaja, maka individu remaja telah memiliki kemampuan introspeksi
(berpikir kritis tentang dirinya), Berfikir logis (pertimbangan terhadap
hal-hal yang penting dan mengambil kesimpulan), Berfikir berdasar
hipotesis (adanya pengujian hipotesis), Menggunakan simbol-simbol,
Berfikir yang tidak kaku/fleksibel berdasarkan kepentingan. Sehingga
atas dasar tahap perkembangan tersebut maka ciri berfikir remaja
adalah idealisme, cenderung pada lingkungan sosialnya, egosentris
hipocrsty (hipokrit: kepura-puraan) dan kesadaran diri akan konformis.
b) Perkembangan motorik dan jasmani
Perkembangan kemauan/keinginan ini sedikit demi sedikit berbelok
kearah yang dibutuhkan oleh desakan jasmani dan rohaninya waktu itu.
Kadang-kadang keinginan itu demikian mendesak menuntut pemenuhan,
sekalipun hanya berujud ketemu gadis pujaan. Inilah mengapwaktu
berpacaran, si pacar selalu ingin bertemu, untuk sekedar bertemu muka,
jalan-jalan, menonton dan sebagainya.
Masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik.
Pertumbuhan perkembangan fisik pada akhir masa remaja
menunjukkan terbentuknya remaja laki-laki sebagai bentuk khas laki-
laki dan remaja perempuan menjadi bentuk khas perempuan. Proses
pertumbuhan ini dipengaruhi percepatan pertumbuhan, sehingga pada
masa ini sering ada beberapa istilah untuk pertumbuhan fisik
remaja:The Onset of pubertal growth spurt (masa kritis dari
perkembangan biologis) serta The maximum growth age, berupa:
Perubahan bentuk tubuh, ukuran, tinggi dan berat badan, proporsi muka
dan badan.
Pertumbuhan berat badan dan panjang badan berjalan paralel
dipengaruhi oleh hormon yaitu hormon mammotropik, serta hormon
gonadotropik (kelenjar seks), yang mempengaruhi peningkatan kegiatan
pertumbuhan dan perkembangan ciri-ciri seks primer dan sekunder.
c) Perkembangan Emosi
Perkembangan ini mulai nampak pada masa remaja fase negatif.
Pada saat itu emosi remaja serba tidak menentu. Ia sangat gelisah tetapi
ia tidak mengerti, mengapa ia demikian resah, gelisah, sedih. Ia bersikap
menolak perintah, harapan, anjuran, maupun keinginan orang
tua/gurunya, tetapi ia tidak mengerti apa yang akan diperbuat setelah
menolak semuanya itu.
Pada akhir fase ini, ia berusaha untuk menjadi pusat perhatian dari
lingkungannya. Ia bersikap egois, bahkan ia merasa serba super,
sehingga mau tidak mau lawan jenisnya tertarik, mengagumi dan
akhirnya berserah diri padanya. Darahnya mudah menggelora, ia adalah
pemberani yang kadang-kadang kurang perhitungan, tingkah lakunya
kasar, penaik darah, mudah tersinggung dan tidak takut mati. Ini semua
hanya berlangsung singkat, kemudian ia berkembang menjadi harmonis
sedikit demi sedikit.
Ia mulai memuja sesuatu yang baik, apakah itu keadaan alam,
sesuatu hasil seni ataukah itu lawan jenisnya. Ia bersikap memuja, baik
kepada gurunya yang meghargai karyanya ataukah itu orang tuanya,
yang memuji kepandaiannya, apakah itu seorang gadis yang
mengaguminya entah karena apanyapun. Disinilah ia mulai menemukan
akunya kembali. Ia mulai percaya kepadanya dan makin harmonislah
keadaannya.
Tetapi kadang-kadang oleh karena terjadi hal-hal yang lebih
mendesak sebagai akibat daripada rangsangan yang kuat maka
keinginan itu mudah berkobar, sehingga tidak jarang terjadi hal-hal yang
di luar dugaan.
3. Tugas Perkembangan pada Masa Remaja Madya
Menurut Havigurst (Hurlock, 1999), setiap tahap perkembangan
memiliki tugas-tugas perkembangan. Tugas-tugas perkembangan
memiliki peranan penting untuk menentukan arah perkembangan yang
normal. Remaja diharapkan untuk dapat mencapai kemandirian
emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. Pada masa
awal, remaja masih belum mampu untuk mengatasi masalahnya sendiri,
namun pada usia enam belasan remaja sudah mulai menunjukkan
kemandirian, khususnya secara emosional. (Sarwono, 2006)
Remaja diharapkan dapat mencapai perilaku sosial yang
bertanggung jawab sesuai dengan sistem nilai yang dianut oleh
masyarakat. Remaja harus mampu untuk mengendalikan perilakunya
sendiri. Piaget (Kaplan, Sadock & Grebb, 1997), menekankan bahwa usia
remaja harus sudah mampu mempertimbangkan semua kemungkinan
untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya
berdasarkan suatu proposisi. Berdasarkan tugas-tugas perkembangan
remaja diatas, dapat disimpulkan pada masa remaja tengah orientasi
tugas perkembangan lebih memfokuskan pada kemampuan individu
untuk mencapai kemandirian secara emosional serta untuk lebih
bertanggung jawab dengan perilakunya dalam bersosialisasi dengan
orang lain dan lingkungannya dengan lebih bertanggung jawab.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas didapat upaya-upaya yang dilakukan pengajar


dalam hal memahami siswa sebagai sosok remaja madya, yaitu:
 Membantu siswa dalam menemukan jati diri dan menghadapi kegagalan yang
dihadapinya.
 Emosi yang memuncak adalah karakteristik dari remaja. Guru dapat
membimbing remaja untuk pengendalian emosi negatif.
 Mengajari cara memahami orang lain dan toleransi merupakan cara guru
dalam mendidik remaja.

Implikasi Perkembangan Remaja terhadap Dunia Pendidikan


Masa remaja merupakan masa yang sangat krusial dalam kehidupanya,
karena keberhasilan dalam menatapi masa depanya juga dipengaruhi oleh
keberhasilan remaja dalam menjalani perkembanganya. Oleh karena itu
diperlukan perhatian yang lebih dari para pendidik (baik guru maupun orang tua).
Implikasinya dalam pendidikan perlu memperhatikan perkembangan yang terjadi
pada masa remaja tersebut. Misalnya perlu pendidikan seks yang diintegrasikan
dalam proses pembelajaran agar remaja mengetahui dengan tepat apa yang
seharusnya dilakukan oleh remaja. Selain itu juga agar perkembangan fisiknya
dapat optimal, maka pemenuhan gizi harus mendapatkan perhatian dari orang
tuanya agar tidak menimbulkan efek yang bias berakibat kurangnya dalam
penerimaan social. Disaar remaja memasuki tahap perkembangan kognitif, yaitu
operasional formal, maka dalam pendidikan sangat dibutuhkan adanya stimulasi
dari lingkungan baik guru maupun orang tua untuk mengembangkan rasa
keingintahuan mereka dengan memberikan kesempatan untuk melakukan
eksplorasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 2005. Psikologi Remaja. Bandung: Bumi Aksara


Baharudin. 2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Malang: Ar-ruzz
Media
Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S.R. (2001). Psikologi Perkembangan:
Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Satrock, J. W. 2003. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
MAKALAH
FASE PERKEMBANGAN REMAJA MADYA
(Makalah Ini untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik
dengan Dosen Pengampu Iyan Sofyan, S.Pd., M.A)

Disusun Oleh:
Fida Afifah (1400007051)
Enggal Dwirabhakti M (1400007057)
Effilia Allun Jaladri (1400007061)
Ma’ruf Fais (1400007067)
Razuna Novitasyari (1400007079)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2016

Anda mungkin juga menyukai