GANDA
A. Pengertian Kecerdasan
Menurut William Stern, kecerdasan adalah kapasitass umum dari kesadaran individu
untuk menyesuaikan pikirannya terhadap persyaratan atau tuntutan baru. Sedangkan,Charless
Spearman menyebutkan bahwa kecerdasan merupakan dua kemampuan, yaitu kemampuan yang
memegang tugas-tugas Intelektual dan sejumlah kemampuan khusus (memecahkan persoalan).
Bailer dan charles mengungkapkan bahwa kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk
menyesuaikan dan memecahkan persoalan-persoalan baru. Menurut Woudworh, kecerdasan itu
sebagai suatu tindakan yang bijaksana dalam menghadapi setiap situasi secara tepat dan berhasil.
Menurut Gardner, intelegensi bukan hanya sekedar nilai-nilai IQ semata, melainkan merupakan
kepingan-kepingan kemampuan yang berlokasi pada bagian-bagian yang berbeda dari otak.
Kemampuan-Kemampuan ini saling berhubungan, namun strategi mengembangkan potensi
kecerdasan anak bekerja secara mandiri.Intelegensi itu tidak statis atau menetap sejak lahir.Jean
Piaget melakukan penelitian pada perkembangan intelektual anak sejak lahir hingga dewasa. Dan
ia membagi perkembnagan itu menjadi empat tahap, yaitu tahap sensori motorik, praoperasional
formal. Dalam perkembnagan sensori-motorik, anak dapat menghubungkan anatara indra dan
aktifitas, motoriknya melalui percobaan, dan anak mulai membedakan diri dari realitas diluar
dirinya. Dalam perkembnagan praopreasional, anak mulai menggunakan bahasa dan dapat
mengubah objek-objek kedalam bentuk simbol, baik dalam pikiran maupun kata, namun masih
bersifat egosentris.Perkembnagan operasional konkret yaitu anak mulai mampu berpikir logis
dan memahami konsep konservasi.
4. Faktor Kematangan
Dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
5. Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang
dihadapi.Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai
dengan kebutuhannya.
6. Pengalaman
Pengalaman merupakan ruang belajar yang dapat mendorong pertumbuhan potensi
seseorang.Penelitian menunjukkan bahwa potensi otak tumbuh dan berkembang sejalan dengan
pengalaman hidup yang dilaluinya. Sejak lahir hingga masa kanak-kanak yang memperoleh
pengasuhan yang baik dari ibunya akan tumbuh lebih cepat dan lebih sukses dibanding anak
yang kurang mendapat perhatian cenderung menimbulkan rasa rendah diri dan frustasi. Bila hal
ini berjalan secara berulang-ulang akan menentukan besaran potensi kecerdasan yang
dimilikinya.
7. Lingkungan
Lingkungan atau konteks akan banyak membentuk kepribadian termasuk potensi kecerdasan
seseorang. Lingkungan yang memberikan stimulus dan tantangan diikuti upaya pemberdayaan
serta dukungan akan memperkuat mental dan kecerdasan.
8. Kemauan dan Keputusan
Kemauan yang kuat dalam diri seseorang membantu meningkatkan daya nalar dan kemampuan
memecahkan masalah.Kemauan dan keputusan sering dijelaskan dalam teori motivasi. Dorongan
positif akan timbul dalam diri seseorang sejalan dengan lingkungan yang kondusif, sebaliknya
jika lingkungan kurang menantang sulit untuk membangun kesadaran untuk berkreasi. Otak yang
paling cerdas sekalipun akan sulit mengembangkan potensi intelektualnya.
C. Alat Kecerdasan
Di dalam tubuh manusia terdapat sebuah alat yang sangat mempengaruhi tingkat
kecerdasan seseorang yaitu otak.Otak adalah organ yang sangat kompleks.Seluruh tubuh dan
gerak kita selalu ada di bawah kendali otak.Otak bergerak berdasarkan pikiran.Antara otak dan
pikiran sulit dipisahkan.Otak adalah orang nyata yang kasatmata, sebaliknya pikiran bersifat
abstrak dan tidak bisa dilihat. Hasil kerja pikiran adalah nyata, dan ini merupakan hasil kerja
otak juga, yang menandakan bahwa pikiran dan otak pada saat bekerja selalu bekerja sama.
D. Kecerdasan Ganda
1. Pengertian Kecerdasan Ganda
Istilah kecerdasan atau intelegensi bukanlah sesuatu yang baru bagi kita sebagai pendidik.Namun
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ilmu tentang kecerdasanpun
berkembang.Banyak ahli dari berbagai bidang disiplin ilmu melakukan penelitian tentang otak
manusia.Setiap individu tidak hanya memiliki satu kecerdasan tetapi lebih yaitu disebut juga
multiple intelligences atau kecerdasan ganda.
Teori Kecerdasan Ganda (Multiple Inteligence) yang dikemukakan oleh Howard Gardner –
seorang professor psikologi dari Harvard University – akan dijadikan acuan untuk lebih
memahami bakat dan kecerdasan individu.Jerold E. Kemp dan kawan-kawan mengemukakan
(1996) beberapa karakteristik individu siswa yang perlu dipahami antara lain :
• Age and maturity level
• Motivation and attitude toward subject
• Expectation and vocational level
• Special Talent
• Mechanical Dexterity
• Ability to work under various enviro condition.
Salah satu karakteristik penting dari individu yang perlu dipahami oleh guru sebagai pendidik
adalah bakat dan kecerdasan individu. Guru yang tidak memahami kecerdasan anak didik akan
memiliki kesulitan dalam memfasilitasi proses pengembangan potensi individu menjadi yang
dicita-citakan. Generalisasi terhadap kemampuan dan potensi individu memberikan dampak
negatif yaitu siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengebangkan secara optimal pternsi yang
aa pada dirinya. Akibat penanganan salah seperti yang dilakukan oleh sistem persekolahan saat
ini kita telah kehilangan bakat-bakat cemerlang.Individu-individu yang cerdas tidak dapat
mengembangkan potensi diri mereka secara optimal.
D. Intelegensi Musikal
Kecerdasan musikal dibuktikan dengan adanya rasa sensitif terhadap nada, melodi, irama musik.
Orang-orang yang memilki kecerdasan musikal yang baik antara lain ; komposer, konduktor,
musisi, kritikus musik, pembuat instrumen dan orang-orang sensitif terhadap unsur suara.
Berikut ini karakteristik individu yang menunjukkan kemampuan dalam inteligensi musikal :
a. Pandai mengubah atau mencipta musik.
b. Senang dan padai bernyanyi.
c. Pandai mengoperasikan musik serta menjaga ritme.
d. Mudah menangkap musik.
e. Peka terhadap suara dan musik.
F. Intelegensi Intrapersonal
Kecerdasan interpersonal adalah kapasitas yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat
memahami dan dapat melakukan interaksi secara fektif dengan orang lain. Kecerdasan
interpersonal akan dapat dilihat dari beberapa oranng seperti; guru yang sukses, pekerja sosial,
aktor, politisi. Saat ini orang mulai menyadari bahwa kecerdasan interpersonal merupakan salah
satu faktor yang sangat kesuksesan seseorang.
Berikut ini individu yang menunjukkan kemampuan dalam inteligensi intra personal :
a. Mampu menilai diri sendiri dan bermediasi.
b. Mampu mencanangkan tujuan, menyusun cita – cita dan rencana hidup yang jelas.
c. Berjiwa bebas.
d. Mudah berkonsentrasi.
e. Keseimbangan diri.
f. Senang mengekspresikan perasaan – perasaan yang berbeda.
g. Sadar akan realitas spiritual.
H. Intelegensi Naturalis
Keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies-flora dan fauna di lingkungannya.Para pecinta
alam adalah contoh orang tergolong sebagai orang – orang yang memiliki kecerdasan ini.
Berikut ini karakteristik individu yang menunjukkan kemampuan dalam inteligensi naturalis :
a. Senag terhadap flora dan fauna, bertani, berkebun, memelihara binatang, berinteraksi dengan
binatang dan berburu.
b. Pandai melihat perubahan cuaca, meneliti tanaman.
c. Senang kegiatan di alam terbuka.
Menilai potensi dan cara anak dalam mencapai tujuan tertentu merupakan langkah awal
dalam mengenal kecerdasan ganda. Tidak sada satu tes pun yang dapat menghasilkan keputusan
yang komprehensif mengenai kecerdasan dan potensi pembelajar. Tidak selamanya tes formal
mampu memberikan informasi yang cukup mengenai kecerdasan seseorang, namun perlu
dilengkapi dengan berbagai alat uji lain seperti catatan sederhana, laporan pertumbuhan fisik,
dan observasi. Indikator pengamatan yang baik dapat menunjukkan kecenderungan terhadap
aspek kecerdasan seseorang, terutama cara menggunakan waktu luang, minat terhadap suatu
objek, kebiasaan dan tindakan yang menonjol. Secara sederhana observasi membantu dalam
menggali kecenderungan kemampuan seseorang dan menentukan wilayah lain yang perlu
dioptimalkan. Menyatukan seluruh kecerdasan yang dimiliki menjadi prinsip yang dipegang oleh
pendidik dan orang tua.
2) Kebutuhan untuk menerima penghargaan. Secara psikologis, individu butuh penghargaan
dari orang lain, agar mendapat kepuasan dari apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu individu
bergabung dengan teman sebayanya yang mempunyai kebutuhan psikologis yang sama yaitu
ingin dihargai. Sehingga individu merasakan kebersamaan/kekompakan dalam kelompok teman
sebayanya.
3) Perlu perhatian dari orang lain. Individu perlu perhatian dari orang lain terutama yang
merasa senasib dengan dirinya. Hal ini dapat ditemukan dalam kelompok sebayanya, di mana
individu merasa sama satu dengan yang lainnya, mereka tidak merasakan adanya perbedaan
status, seperti jika mereka bergabung dengan dunia orang dewasa.
4) Ingin menemukan dunianya. Di dalam peer group individu dapat menemukan dunianya, di
mana berbeda dengan dunia orang dewasa. Mereka mempunyai persamaan pembicaraan di
segala bidang. Misalnya: pembicaraan tentang hobi dan hal-hal yang menarik lainnya.
Peer group mempunyai aturan-aturan tersendiri baik ke dalam maupun ke luar. Hal ini
juga dimiliki oleh organisasi sosial lainnya dan merupakan harapan bagi anggota
kelompoknya.Aturan-aturan itu, misalnya bagaimana menolong teman sekelompoknya atau
bagaimana memanggil teman bila bertemu di jalan.Peer group menyatakan tradisi-tradisi
mereka, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, bahkan bahasa mereka. Karena dalam peer group
mempunyai aturan-aturan tersendiri maka mereka juga ingin menunjukkan ciri khas
kelompoknya dengan tradisi atau kebiasaan mereka. Dalam kelompok itu ada standar tertentu
dalam berpakaian, berbicara antar anggota kelompok dan dalam bertingkah laku.
Situasi daripada harapan peer group, sepenuhnya disetujui oleh harapan-harapan orang
dewasa. Pembentukan kelompok sebaya seperti kelompok bermain di sekitar anak secara tidak
langsung disetujui oleh orang tua, karena orang tua mudah mengawasinya.Atau kelompok teman
di sekolahnya disetujui oleh guru, karena memenuhi harapan guru agar anak berkembang
hubungan sosialnya. Pada kenyataannya peer group diketahui dan diterima oleh sebagian besar
orang tua dan guru. Kepentingan dalam hubungan sosial individu sering tidak dikenal oleh anak.
Sebagai perbandingan dengan lembaga sosial lainnya seperti keluarga atau sekolah, maka peer
group anak belajar tentang hubungan sosialnya dari yang sempit sampai hubungan sosialnya
yang semakin luas, dari teman sebaya di rumah sampai teman sekolahnya dan hal ini dapat
1. Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Peer group terbentuk secara spontan. Di
antara anggota kelompok mempunyai kedudukan yang sama, tetapi ada satu di antara
anggota kelompok yang dianggap sebagai pemimpin. Di mana semua anggota
beranggapan bahwa dia memang pantas dijadikan sebagai pemimpin, biasanya anak yang
disegani dalam kelompok itu. Semua anggota merasa sama kedudukan dan fungsinya.
2. Bersifat sementara. Karena tidak ada struktur organisasi yang jelas, maka kelompok ini
kemungkinan tidak bisa bertahan lama, lebih-lebih jika yang menjadi keinginan masing-
masing anggota kelompok tidak tercapai, atau karena keadaan yang memisahkan mereka
seperti pada teman sebaya di sekolah. Yang terpenting dalam peer group adalah mutu
hubungan yang bersifat sementara.
3. Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas. Misalnya teman sebaya
di sekolah, mereka pada umumnya terdiri dari individu yang berbeda-beda
lingkungannya, di mana mempunyai aturan-aturan atau kebiasaan-kebiasaan yang
berbeda-beda pula. Lalu mereka memasukkannya dalam peer group, sehingga mereka
saling belajar secara tidak langsung tentang kebiasan-kebiasaan itu dan dipilih yang
sesuai dengan kelompok kemudian dijadikan kebiasaan-kebiasaan kelompok.
4. Anggotanya adalah individu yang sebaya. Contoh konkritnya pada anak-anak usia SMP
atau SMA, di mana mereka mempunyai keinginan dan tujuan serta kebutuhan yang sama.
E. Pengaruh perkembangan teman sebaya
Menurut Havinghurst pengaruh perkembangan peer group ini mengakibatkan adanya:
Pengaruh lain dalam peer group ini ada yang positif dan ada yang negatif.
1. Apabila individu di dalam kehidupannya memiliki peer group maka mereka akan lebih
siap menghadapi kehidupan yang akan datang.
2. Individu dapat mengembangkan rasa solidaritas antar kawan.
3. Bila individu masuk dalam peer group, maka setiap anggota akan dapat membentuk
masyarakat yang akan direncanakan sesuai dengan kebudayaan yang mereka anggap baik
(menyeleksi kebudayaan dari beberapa temannya).
4. Setiap anggota dapat berlatih memperoleh pengetahuan, kecakapan dan melatih bakatnya.
5. Mendorong individu untuk bersikap mandiri.
6. Menyalurkan perasaan dan pendapat demi kemajuan kelompok.
Berikut ini akan diuraikan beberapa aspek perkembangan hubungan peserta didik dengan
teman sebayanya.
a. Karakteristik hubungan anak usia sekolah dengan teman sebayanya.
Seperti halnya dengan masa awal anak-anak, berinteraksi dengan teman sebaya
merupakan aktivitas yang banyak menyita waktu anak selama masa pertengahan dan akhir anak-
anak. Barker dan Wright dalam Desmita (2009:224) mencatat bahwa: anak-anak usia 2 tahun
menghabiskan 10 % dari waktu siangnya untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Pada usia 4
tahun, waktu yang dihabiskan untuk berinteraksi dengan teman sebaya meningkat menjadi 20 %.
Sedangkan anak usia 7 hingga 11 tahun meluangkan lebih dari 40 % waktunya untuk berinteraksi
dengan teman sebaya.
b. Pembentukan kelompok
Interaksi teman sebaya dari kebanyakan anak usia sekolah ini terjadi dalam grup atau
kelompok, sehingga periode ini sering disebut “usia kelompok”. Pada masa itu, anak tidak lagi
puas bermain sendirian di rumah, atau melakukan kegiatan-kegiatan dengan anggota
keluarga.Hal ini adalah karena anak memiliki keinginan yang kuat untuk diterima sebagai
anggota kelompok, serta merasa tidak puas bila tidak bersama teman-temanya.
Dalam menentukan sebuah kelompok teman, anak usia sekolah dasar lebih menekankan
pentingnya aktivitas bersama-sama, seperti berbicara, berkeluyuran, berjalan ke sekolah,
berbicara melalui telepon, mendengarkan musik, bermain game, dan melucu. Tinggal di
lingkungan yang sama , bersekolah di sekolah yang sama, dan berpartisipasi dalam organisasi
masyarakat yang sama, merupakan dasar bagi kemungkinan terbentuknya kelompok teman
sebaya.
Krasnor dalam Desmita (2009:225) mencatat bahwa:
Adanya perubahan sifat dari kelompok teman sebaya pada anak usia sekolah. Ketika anak
berusia 6 hingga 7 tahun, kelompok teman sebaya tidak lebih dari pada kelompok bermain;
mereka memiliki sedikit peraturan dan tidak terstruktur untuk menjelaskan peran dan kemudahan
berinteraksi di antara anggota-anggotanya.Kelompok terbentuk secara spontan.Ketika anak
berusia 9 tahun, kelompok-kelompok menjadi lebih formal. Sekarang anak-anak berkumpul
menurut minat yang sama dan merencanakan perlombaan-perlombaan. Mereka membentuk klub
atau perkumpulan dengan aturan-aturan tertentu.Kelompok-kelompok ini mempunyai
keanggotaan inti; masing-masing anggota harus berpartisipasi dalam aktivitas kelompok, dan
yang bukan anggota dikeluarkan.
c. Popularitas, Penerimaan Sosial, dan Penolakan
Pada anak usia sekolah dasar mulai terlihat adanya usaha untuk mengembangkan suatu
penilaian terhadap orang lain dengan berbagai cara. Hal ini terlihat pada anak-anak kelas dua
atau kelas tiga yang telah memiliki stereotip budaya tentang tubuh.Misalnya saja dalam hal ini
mereka menilai bahwa anak laki-laki yang tegap (berotot) lebih disenangi dari pada anak laki-
laki yang gemuk atau kurus.Kemudian, pemilihan teman dari anak-anak ini terus meningkat
dengan lebih mendasarkan pada kualitas pribadi, seperti kejujuran, kebaikan hati, humor, dan
kreativitas.
Para ahli psikologi perkembangan telah lama mempelajari pembentukan kelompok teman
sebaya dan status dalam kelompok untuk mengetahui anak-anak yang cenderung menjadi
populer. Para peneliti juga telah melakukan penelitian untuk menentukan mana anak-anak yang
sering sendiri dan mana anak yang disenangi oleh anak-anak lain. Dalam penelitian ini, mereka
telah menggunakan suatu teknik yang disebut sosiometri (Hallinan, 1981), yaitu suatu teknik
penelitian yang digunakan untuk menentukan status dan penerimaan sosial anak di antara teman
sebayanya. Dalam hal ini, mereka secara khas menanyakan kepada anak-anak yang tergabung
dalam suatu organisasi (misalnya dalam ruang kelas), tentang mana anak-anak yang pantas
dikelompokkan sebagai “teman baik”, yang “paling disukai oleh anak-anak lain”, atau yang
“kurang disukai”. Atas dasar jawaban-jawaban dari anak-anak tersebut, para peneliti menyusun
sebuah sosiogram, yaitu suatu diagram yang menggambarkan interaksi anggota suatu kelompok,
atau bagaimana perasaan masing-masing anak dalam suatu kelompok terhadap anak-anak lain.
Sosiogram ini menentukan mana anak-anak yang diterima oleh anak-anak lain, mana yang
diterima sedikit teman sekelas, dan mana anak yang tidak diterima oleh seorang pun.
Berdasarkan informasi ini, kemudian peneliti membedakan anak-anak atas dua, yaitu anak yang
populer dan anak yang tidak popular.
Anak yang Populer
Popularitas seorang anak ditentukan oleh berbagai kualitas pribadi yang dimilikinya. Hartup,
1983 (dalam Desmita, 2009) mencatat bahwa anak yang populer adalah anak yang ramah, suka
bergaul, bersahabat, sangat peka secara sosial, dan sangat mudah bekerjasama dengan orang lain.
Asher et al., 1982 (dalam Desmita, 2009), juga mencatat bahwa anak-anak yang populer adalah
anak-anak yang dapat menjalin interaksi sosial dengan mudah, memahami situasi sosial,
memiliki keterampilan yang tinggi dalam hubungan antar pribadi dan cenderung bertindak
dengan cara-cara yang kooperatif, prososial, serta selaras dengan norma-norma
kelompok.Popularitas juga dihubungkan dengan IQ dan prestasi akademik.Anak-anak lebih
menyukai anak yang memiliki prestasi sedang, mereka sering menjauh dari anak yang sangat
cerdas dan yang sangat rajin di sekolah, demikian juga halnya dengan mereka yang pemalas
secara akademis (Zigler & Stevenson, 1993).
Anak yang tidak Populer
Anak yang tidak populer dibedakan atas dua tipe, yaitu: anak-anak yang ditolak dan anak-
anak yang diabaikan. Anak-anak yang diabaikan adalah anak yang menerima sedikit perhatian
dari teman-teman sebaya mereka, tapi bukan berarti mereka tidak disenangi oleh teman-teman
sebayanya.Anak-anak yang ditolak adalah anak yang tidak disukai oleh teman-teman sebaya
mereka.Mereka cenderung bersifat mengganggu, egois, dan mempunyai sedikit sifat-sifat positif.
Anak-anak yang ditolak kemungkinan untuk memperlihatkan perilaku agresif, hiperaktif, kurang
perhatian atau ketidak dewasaan, sehingga sering bermasalah dalam perilaku dan akademis di
sekolah (Putallaz & Waserman, 1990).Akan tetapi tidak semua anak-anak yang ditolak bersifat
agresif.