Anda di halaman 1dari 3

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA

KOMUNITAS PALANG MERAH INDONESIA (PMI) KOTA PRABUMULIH

Amanda Cantika Samha1, Yulfi Ramadhona2, Dea Dalina3, Salma Dini Zafira4, Sofyan
Hutamam5, M. Delvin Oknanda6.
UIN RADEN FATAH PALEMBANG1-6
e-mail: amandacantika2303@gmail.com
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial yang memiliki karakter
yang unik dan berbeda-beda satu dan lainnya. sebagai makhluk sosial, manusia juga
membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sifat sosial merupakan cara manusia
berhubungan dengan manusia lainnya dalam berkegiatan. Manusia akan berati jika hidup
bersama dengan manusia lainnya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam hal
memenuhi kebutuhan tersebut manusia melakukan kegiatan sosial yang dianggap baik serta
bermanfaat bagi kehidupan dan lingkungan sekitarnya disebut sebagai perilaku prososial.
Tingkah laku sosial dapat dihasilkan dari proses belajar terhadap lingkungannya. Contohnya
seperti perilaku tolong menolong. Model perilaku prososial dapat ditemui di dunia nyata
maupun sosial media yang cukup mendukung pembentukan perilaku prososial.
Contoh perilaku prososial lainnya, bisa kita lihat dari komunitas Palang Merah
Indonesia (PMI). Komunitas Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan lembaga sosial
kemanusian yang netral dan mandiri yang didirikan dengan tujuan untuk membantu
meringankan penderitaan sesama manusia tanpa membedakan latar belakang korban atas
prioritas yang paling membutuhkan bantuan (PMI, 2005). Komunitas PMI juga memiliki
tugas, seperti menangani bencana, pelayanan sosial dan kesehatan masyarakat, pembinaan
PMR dan relawan, serta pelayanan transfusi darah untuk membantu masyarakat.
Karena manusia merupakan makhluk sosial dan pada hakikatnya manusia dilahirkan
sudah memiliki potensi untuk bersosialisasi. Oleh karena itu, perilaku prososial juga sering
muncul di berbagai kehidupan masyarakat. Misalnya, ketika suatu bencana menimpa
masyarakat di suatu daerah, hal ini pasti akan mengundang perhatian seluruh elemen
masyarakat untuk saling membantu meringkan beban yang telah terjadi. Masyarakat yang
tidak bisa datang dapat membantu melalui lembaga sosial seperti komunitas Palang Merah
Indonesia (PMI) yang akan bersedia untuk membantu menyalurkan bantuan masyarakat
kepada para korban bencana.
Akan tetapi, tidak semua anggota yang bergabung dalam komunitas Palang Merah
Indonesia (PMI) memiliki perilaku prososial yang tinggi. Hal ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Fadil (2021), berdasarkan penelitian yang ia
lakukan, terdapat beberapa anggota PMI yang tidak memiliki perilaku prososial. Dikarenakan
adanya sikap beberapa anggota yang tidak ada usaha untuk memberikan pertolongan pada
masyarakat, walaupun mereka berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk menolong
orang lain. Terkadang juga ada beberapa anggota yang akan menolong tetapi
mempertimbangkan terlebih dahulu resiko apabila mereka melakukan hal tersebut. Hal ini
membuat adanya penurunan perilaku prososial yang terjadi baik dari segi masyarakat maupun
dari anggota PMI itu sendiri.
Menurut Asih dan Pratiwi (2010) Perilaku prososial adalah suatu tindakan yang
mendorong seseorang untuk berinteraksi, bekerjasama dan menolong orang lain tanpa
mengharapkan sesuatu untuk dirinya, sedangkan, menurut Hadori (2014) perilaku prososial
adalah kategori yang lebih luas dari altruisme yang mencakup setiap tindakan memberikan
bantuan atau dirancang untuk membantu orang lain, terlepas dari motif orang yang
memberikan pertolongan.
Menurut Staub adapun beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
berperilaku prososial, diantaranya: 1) Self Gain atau harapan seseorang untuk memperoleh
atau menghindari kehilangan sesuatu, 2) Personal Values and Norms atau adanya nilai-nilai
dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan
sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, dan 3) Emphaty
atau kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain.
Suasanan perasaan positif yang hangat dapat meningkatkan kesedian seseorang untuk
melakukan tindakan prososial.
Berkaitan dengan hasil diatas, perilaku prososial juga membutuhkan kematangan
emosi pada individu. Hal ini dikarenakan, kematangan emosi akan mempengaruhi suasana
hati dan tindakan individu. Sehingga, individu dapat mengendalikan emosi negatifnya
sehingga mampu melakukan perilaku prososial. Menurut Asih dan Pratiwi (2010)
kematangan emosi adalah kemampuan dan kesanggupan individu untuk memberikan
tanggapan emosi dengan baik dalam menghadapi tantangan hidup, serta mampu
menyelasaikan, mengendalikan dan mengantisipasi secara kritis situasi yang terjadi.
Dengan bertambahnya usia, tingkat kematang emosi individu juga akan bertambah.
Individu yang sudah memiliki kematangan emosi akan lebih dapat menerima dan memahami
norma-norma sosial yang ada di masyarakat. Hal ini berkaitan dengan masa perkembangan,
pada saat masa perkembangan individu perlu diarahkan dan diajarkan norma-norma yang
berlaku. Semakin individu mengerti dengan norma yang ada, maka individu akan memahami
makna perilaku prososial yang ditunjukan. Individu dengan kematangan emosi yang baik
akan mampu berperilaku prososial sesuai dengan yang diinginkan.
Hal ini berkaitan dengan wawancara yang telah peneliti lakukan kepada relawan PMI
Kota Prabumulih, dimana terlihat ketika peneliti mewawancarainya, relawan PMI ini
memiliki sikap prososial yang didukung dengan kematang emosinya. Berikut adalah kutipan
wawancara yang telah peneliti lakukan:
“Saya bergabung di PMI sekitar tahun 2019 akhir, saya memilih untuk bergabung
dalam komunitas PMI karena saya merasa memiliki VISI dan MISI yang sama dengan
komunitas PMI, seperti suka membantu tanpa pamrih, tidak membeda-bedakan dalam
membantu, baik dari agama Islam maupun agama lain tetap dibantu bagi siapapun yang
membutuhkan dan biasanya juga saya menyesuaikan diri dengan orang yang akan saya
bantu”
“…untuk mengontrol emosi, biasa saya akan pergi sejenak untuk duduk dan minum
supaya emosi saya meredah, dari pada nanti saya bertambah emosinya. Lalu, biasanya ketika
mood saya sedang tidak baik-baik saja, saya akan tetap bersikap profesional. Biasanya juga
ketika sedang membantu orang lain, mood saya akan meningkat karena mendapat feedback
dari orang yang saya bantu, seperti diucapkan terima kasih.”
Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan, bisa kita lihat bahwa relawan PMI
Kota Prabumulih ini memiliki perilaku prososial yang tinggi dengan tingkat kematang emosi
yang baik. Hal ini juga berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ananta Minur,
dalam penelitiannya terdapat hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku prososial.
Semakin tinggi kematangan emosi maka semakin tinggi juga perilaku prososialnya dan
begitu juga sebaliknya, semakin rendah kematangan emosinya maka semakin rendah juga
perilaku prososialnya.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Hubungan Kematangan Emosi dengan Perilaku Prososial Pada Komunitas Palang Merah
Indonesia (PMI) Kota Prabumulih” untuk melihat apakah ada hubungan antara kematangan
emosi dengan perilaku prososial yang dilakukan oleh anggota Palang Merah Indonesia (PMI)
kota Prabumulih.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dengan pendekatan
kuantitatif. Menurut Sugiyono (2003), penelitian kuantitatif adalah penelitian yang
memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Sedangkan,
menurut menurut Aqsa (2021) penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan
prosedur-prosedur statistik atau cara lain dari kauntifikasi (pengukuran). Lebih lanjut, pada
penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif korelasional. Menurut
Arikunto (2005) penelitian kuantitatif korelasional merupakan penelitian yang dimaksudkan
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel.

Anda mungkin juga menyukai