Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN AKHIR PSIKOLOGI EKSPERIMEN

“Perbedaan Perilaku Menolong yang Diberikan Pada Laki- Laki dan


Perempuan”

Chi Ikanovitasari 13130002

Elshaday Eriva 13130009

Dominika 13130020

Stephanie Cindy 13130023

Kenzhi Marchella 13130029

Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora

UNIVERSITAS BUNDA MULIA JAKARTA


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk saling berdampingan dengan
orang lain, dan membutuhkan bantuan orang lain karena tidak bisa hidup secara individual.
Sebagai makhluk sosial hendaknya manusia saling tolong menolong satu sama lain dan
mengadakan interaksi dengan orang lain untuk bertukar pikiran serta untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Namun pada kenyataannya perilaku menolong sudah mulai menipis, hal
ini , disebabkan oleh beberapa hal. Perkembangan dunia teknologi juga menjadi salah satu
penyebab berkurangnya kepedulian terhadap orang- orang sekitar seperti yang tertulis dalam
sebuah artikel bahwa smart phone telah menggeser pola dasar komunikasi antar manusia.
Tatap muka sudah bukan menjadi hal yang penting lagi. Pengaruh teknologi ini berdampak
besar terhadap perilaku sikap menolong, karena terlalu fokus pada gadget masing- masing ,
beberapa orang mengabaikan orang disekitarnya yang sedang membutuhkan pertolongan.

Selain itu, masuknya pengaruh budaya individualis juga turut mempengaruhi sikap
menolong pada sebagian orang. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, individualisme adalah
gabungan dari 2 (dua) buah kata yaitu individu yang berarti pribadi dan isme yang berarti
faham, dalam arti besar merupakan suatu faham yang menerangkan bahwa seseorang yang
mementingkan haknya pribadi tanpa memperhatikan orang lain. Individualisme muncul ketika
ikatan antar individu renggang dan hanya mementingkan dirinya sendiri, tanpa ingin
mengetahui apa yang sedang orang lain rasakan. Tingkat kesibukan yang tinggi, serta waktu
yang padat dijadikan alasan mengapa orang memilih untuk bersikap individualis seiring
menurunnya sikap prososial pada sebagian besar masyarakat. perilaku prososial dapat
memberikan pengaruh bagaimana individu melakukan interaksi sosial. Menurut Sears
pemahaman mendasar bahwa masing- masing individu bukanlah semata- mata makhluk
tunggal yang mampu hidup sendiri, melainkan sebagai makhluk sosial yang sangat bergantung
pada individu lain, individu tidak dapat menikmati hidup yang wajar dan bahagia tanpa
lingkungan sosial.
Altruisme merupakan tindakan menolong yang dilakukan seseorang dalam kondisi
tertentu. Pada altruisme, salah satu hal yang penting adalah sifat empati atau merasakan
perasaan orang lain disekitar kita. Altruism adalah bentuk memberi pertolongan atau bantuan
secara ikhlas tanpa pamrih. Tidak ada kepentingan pribadi, apalagi motif menguntungkan
baginya. Orang seperti ini mengabaikan diri sendiri demi kepentingan kesejahteraan,
kesenangan atau keselamatan orang yang ditolong. Altruisme adalah tingkah laku menolong
dari seseorang yang memiliki motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain yang
didasari oleh persepsi bahwa adanya orang lain yang membutuhkan pertolongan dan memiliki
kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain.

Laki- laki dan perempuan memiliki perbedaan secara fisik maupun secara psikologis.
Perempuan cenderung dinilai lebih lemah, feminim, tidak dapat mengerjakan pekerjaan yang
berat dan lebih fokus pada perasaan. Perbedaan sterotype pada laki- laki dan perempuan ini
menyebabkan perbedaan dalam perilaku prososial antara laki- laki dan perempuan. Dari
fenomena tersebut, peneliti ingin melihat apakah terdapat perbedaan pada perilaku menolong
yang diberikan pada laki- laki dan perempuan. Untuk itu peneliti ingin melakukan sebuah
eksperimen dengan judul “Perbedaan Perilaku Menolong yang Diberikan pada Laki- Laki dan
Perempuan.”
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan perilaku menolong yang diberikan pada laki- laki dan
perempuan?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1.3.1 Tujuan
Untuk mengetahui perbedaan perilaku menolong yang diberikan pada laki- laki
dan perempuan.

1.3.2 Manfaat Teoritis


Untuk memberikan tambahan kasanah dalam bidang psikologi sosial terutama
mengenai perilaku menolong.

1.3.3 Manfaat Praktis


 Bagi para pendidik : sebagai pedoman untuk mengajarkan dan
menanamkan perilaku menolong sejak dini kepada para siswa yang menjadi
generasi muda.
 Bagi masyarakat umum : dapat dijadikan acuan untuk pembuatan
program- program penanaman nilai moral bagi generasi muda ataupun
seminar- seminar penanaman empati terutama bagi masyarakat perkotaan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Prososial

Kartono (2003: 380) menyatakan bahwa perilaku prososial adalah suatu perilaku sosial
yang mengutungkan di dalamnya terdapat unsur-unsur kebersamaan, kerjasama, kooperatif
dan altruisme. Myers (dalam Sarwono, 2002: 328) menyatakan bahwa perilaku prososial atau
altruisme adalah hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan-
kepentingan sendiri. Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang
menguntungkan orang lain. Secara konkrit, pengertian perilaku prososial meliputi tindakan
berbagi (sharing), kerjasama (cooperation), menolong (helping), kejujuran (honesty),
dermawan (generousity), serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain (Mussen
dalam Dayakisni, 1998). Menurut Batson ( Taylor er.al, 2009) perilaku prososial merupakan
kategori yang luas, yang mana didalamnya mencakup setiap tindakan membantu orang lai,
terlepas dari motif orang yang memberikan bantuan tersebut. Menurut Eisenberg (Saripah,
2007) perilaku sosial adalah tingkah laku seseorang yang bermaksud merubah keadaan psikis
atau fisik penerima sedemikian rupa, sehingga penolong akan merasa bahwa penerima
menjadi lebih sejahtera atau puas secara material ataupun psikologis. Dayakisni dan
Hudaniah, (2006) menyimpulkan perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang
memberikan konsekuensi positif bagi penerima, baik dalam bentuk materi, fisik ataupun
psikologis tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pemiliknya.

2.1.1 Aspek-Aspek Perilaku Prososial


Mussen, dkk (1989: 360) menyatakan bahwa aspek-aspek perilaku prososial
meliputi:
 Berbagi : Kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana
suka dan duka.
 Kerjasama : Kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya
suatu tujuan
 Menolong : Kesediaan untuk menolong orang lain yang sedang berada dalam
kesulitan.
 Bertindak jujur : Kesediaan untuk melakukan sesuatu seperti apa adanya, tidak
berbuat curang.
 Berderma : Kesediaan untuk memberikan sukarela sebagian barang miliknya
kepada orang yang membutuhkan.

2.1.2 Faktor yang Mendasari Seseorang Bertindak Prososial


Menurut Staub (Dayakisni dan Hudaniah, 2006) terdapat faktor yang mendasari
seseorang untuk bertindak prososial, yaitu :
 Self-gain : harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan
sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan.
 Personal values and norms : adanya nilai-nilai dan norma sosial yang
diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-
nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti
berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbale
balik.
 Empathy : kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau
pengalaman orang lain.

2.2 Altruisme

Kata altruisme pertama kali muncul pada abad ke 19 oleh sosiologis Auguste Comte.
Berasal dari kata Yunani “alteri” yang berarti orang lain. Menurut Comte, seseorang memiliki
tanggung jawab moral untuk melayani umat manusia sepenuhnya. Menurut Baston (2002)
dalam (Carr, 2004), altruisme adalah respon yang menimbulkan positive feeling, seperti
empati. Dalam artikel berjudul “Altruisme dan Filantropis” (Borrong, 2006), altruisme
diartikan sebagai kewajiban yang ditunjukan pada kebaikan orang lain. Menurut Mandeville,
dkk (dalam Batson dan Ahmad, 2008), altruisme, yang memiliki motivasi dengan tujuan akhir
meningkatkan kesejahteraan orang lain tidak mungkin terjadi (atau hanya khayalan). Menurut
mereka, motivasi untuk semua hal didasari oleh egoistic. Tujuan akhir selalu untuk
meningkatkan kesejahteraan pribadi seseorang menolong orang loain hanya untuk keuntungan
dirinya. Tetapi hal tersebut dibantah oleh penelitian yang dilakukan oleh Baston dan Ahmad
(2008), yang menyatakan bahwa altruisme itu ada dan dapat dikembangkan dengan emphaty.
Menurut Myers (1996) altruisme adalah salah satu tindakan prososial dengan alsan
kesejahteraan orang lain tanpa ada kesadaran akan timbal balik (imbalan).

Tiga teori yang dapat menjelaskan tentang motivasi seseorang melakukan tingkah laku
altruisme adalah sebagai berikut :
 Social – exchange : pada teori ini, tindakan menolong dapat dijelaskan dengan adanya
pertukaran sosial timbale balik (imbalan - reward). Altruisme menjelaskan bahwa
imbalan - reward yang memotivasi adalah inner-reward (distress).
 Social Norms : alas an menolong orang lain salah satunya karena didasari oleh “sesuatu”
yang mengatakan pada kita untuk “harus” menolong. “sesuatu” tersebut adalah norma
sosial. Pada altruisme, morma sosial tersebut dapat dijelaskan dengan adanya social
responsibility.
 Evolutionary Psychology : pada teori ini dijelaskan bahwa pokok dari kehidupan adalah
mempertahankan keturunan. Tingkah laku altruisme dapat muncul (dengan mudah)
apabila “orang lain” yang akan di sejahterakan merupakan orang yang sama (satu
karakteristik).

2.2.1 Karakteristik Altruisme


Myer (1996) menjelaskan karateristik dari tingkah laku altruisme, antara lain
adalah sebagai berikut :
 Emphaty, altruisme akan terjadi dengan adanya empati dalam diri seseorang.
Seseorang yang paling altruis merasa diri mereka bertanggung jawab, besifat
sosial, selalu menyesuaikan diri, toleran, dapat mengontrol diri, dan termotivasi
membuat kesan yang baik.
 Belief on a jus world, karakteristik dari tingkah laku altruisme adalah percaya
pada “a just world”, maksudnya adalah orang yang altruis percaya bahwa dunia
adalah tempat yang baik dan dapat diramalkan bahwa yang baik selalu
mendapatkan “hadiah” dan yang buruk mendapatkan “hukuman”.
 Social responsibility, setiap orang bertanggung jawab terhadap apapun yang
dilakukan oleh orang lain. Sehingga ketika ada seseorang yang membutuhkan
pertolongan, orang tersebut harus menolongnya.
 Internal LOC, karakteristik selanjutnya dari orang yang altruis adalah
mengontrol dirinta secara internal.
 Low egocentricm, seorang yang altruis memiliki keegoisan yang rendah. Dia
lebih mementingkan kepentingan lain terlebih dahulu dibandikan dengan
kepentingan dirinya.

2.2.2 Faktor pengaruh altruism


Menurut Wortman dkk, ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam
memberikan pertolongan kepada orang lain, yaitu :
 Suasana hati : jika suasana hati sedang baik orang juga akan terdorong untuk
memberikan pertolongan lebih banyak.
 Empati : menolong orang lain membuat kita merasa baik atau enak.
 Meyakini keadilan dunia : faktor lain yang mendorong terjadinya alruisme
adalah keyakinan akan adanya keadilan dunia (just wolrd), yaitu keyakinan bahwa
dalam jangka panjang yang salah akan dihukum dan yang baik dapat ganjaran.
 Faktor Sosiobiologis : secara sepintas perilaku altruistis member kesan
kotraproduktif mengandung risiko tinggu termasuk terluka dan bahkan mati.
Ketika orang yang ditolong bisa selamat, yang menolong mungkin malah tidak
selamat. Perilaku tersebut seperti itu antara lain muncul karena ada proses adaptasi
dengan lingkungan terdekat, dalam hal ini orang tua.
 Faktor situasional : seseorang menjadi penolong lebih sebagai produk
lingkungan daripada faktor yang ada pada dirinya.

2.3 Empati

Empati diartikan sebagai perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya
untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain.
Kemampuan untuk empati ini mulai dapat dimiliki seseorang ketika menduduki masa akhir
kanak-kanak awal (6 tahun) dengan demikian dapat dikatakan bahwa semua individu memiliki
dasar kemampuan untuk dapat berempati, hanya saja berbeda tingkat kedalaman dan cara
mengaktualisasikannya. Leiden (menyatakan empati sebagai kemampuan menempatkan diri
pada posisi orang lain sehingga orang lain seakan-akan menjadi bagian dalam diri.

Baron dan Byrne (2005: 111) menyatakan bahwa dalam empati juga terdapat aspek-
aspek, yaitu:
a. Kognitif
Individu yang memiliki kemampuan empati dapat memahami apa yang orang lain
rasakan dan mengapa hal tersebut dapat terjadi pada orang tersebut.
b. Afektif
Individu yang berempati merasakan apa yang orang lain rasakan.

Batson dan Coke (Watson, 1984: 290) menyatakan bahwa di dalam empati juga terdapat
aspek-aspek:
a. Kehangatan
Kehangatan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap hangat
terhadap orang lain.
b. Kelembutan
Kelembutan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap maupun
bertutur kata lemah lembut terhadap orang lain.
c. Peduli
Peduli merupakan suatu sikap yang dimiliki seseorang untuk memberikan perhatian
terhadap sesame maupun lingkungan sekitarnya.

d. Kasihan
Kasihan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap iba atau
belas asih terhadap orang lain.

2.4 Perbedaan Perilaku Altruisme Antara Laki-Laki Dan Perempuan

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Penner, dkk (dalam Pelokang, 2008) wanita
lebih banyak ditolong dibandingkan laki-laki, khususnya jika penolongnya laki-laki.
Walaupun wanita terkesan lemah, namun tingkat sosialisasinya wanita lebih tinggi dari laki-
laki. Dengan latar belakang sifat yang lembut dan penuh perasaan wanita lebih mudah merasa
kasihan terhadap orang yang menurutnya memerlukan bantuan. Perbedaan stereotype pria dan
wanita menyebabkan perbedaan dalam perilaku prososial antara pria dan wanita. Eisenberg
dan Lennon (dalam Berndt, 1992) menyatakan bahwa anak perempuan lebih mudah merasa
tidak enak jika melihat orang lain mengalami kesusahan. Adakah perbedaan gender dalam
perilaku sosial, perempuan cenderung memandang dirinya sebagai sosok yang prososial,
empatik, dan lebih banyak terlibat dalam perilaku prososial dibandingkan laki-laki (Eisenberg,
2006; Eisenberg dan Morris, 2004). Eagly dan Crowley, 1986 (dalam Eisenberg, 2006)
menunjukkan melalui penelitiannya bahwa terdapat perbedaan perilaku prososial anatar laki-
laki dan perempuan. Laki-laki lebih sering menunjukkan sikap heroic dalam menolong
sedangkan perempuan menolong berdasarkan situasi tertentu, seperti situasi yang melibatkan
emosi.

2.5 Hipotesa Penelitian

Ho : Tidak ada perbedaan perilaku menolong yang diberikan pada laki- laki dan
perempuan.
H1 : Ada perbedaan perilaku menolong yang diberikan pada laki- laki dan perempuan.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Tipe dan Desain Penelitian


 Tipe Penelitian : Controlled field Experiment. Merupakan penelitian
yang dilaksanakan langsung di lapangan tanpa mengontrol situasi.
 Desain Penelitian : Between- subject design (desain antar kelompok).
Penelitian ini membandingkan dua kelompok, dimana kedua kelompok tersebut
mendapatkan perlakuan yang sama.

3.2 Variabel Penelitian


3.2.1 Variabel Bebas : Jenis kelamin aktor
Variasi : Laki- laki dan Perempuan
Manipulasi :Manipulasi kejadian dengan cara agen 1 diarahkan untuk
melakukan adegan secara tidak sengaja menabrak agen 2 (aktor Laki- laki/ aktor
Perempuan) yang sedang membawa berkas-berkas berupa lembaran kertas dan
surat menyurat. Sehingga menyebabkan berkas-berkas tersebut terjatuh ke tanah
dan kemudian agen 1 meninggalkan agen 2 dengan harapan target akan menolong
agen 2.

3.2.2 Variabel terikat : Frekuensi sikap menolong


Jenis pengukuran : Perilaku yang tampak
Cara pengukuran : Mencatat berapa banyak orang yang menolong dalam setiap
kali percobaan

3.2.3 Variabel Kontrol


 Waktu pelaksanaan penelitian. Kami memilih waktu pelaksanaan pagi
menjelang siang dengan pertimbangan banyak orang yang datang
mengunjungi mall untuk berbelanja atau sekedar istirahat makan siang.
 Jenis mall kelas atas. Kami memilih mall kelas atas dengan
pertimbangan bahwa yang menjadi pengunjung kelas atas merupakan orang-
orang yang terbiasa dengan gadget dan sudah mulai menerapkan budaya
individualis.
 Usia Aktor. Usia 11ctor yang kami pilih dewasa muda. Dengan
pertimbangan bahwa dewasa muda memiliki kemampuan secara fisik yang
sehat dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sedangkan sejak dahulu
budaya di Indonesia lebih mengutamakan untuk menolong anak- anak dan
orang tua.

3.3 Sampel Penelitian


3.3.1 Karakteristik Subjek
Subjek dalam penelitian ini tidak memiliki kriteria khusus karena pengambilan
subjek secara accidential.

3.3.2 Teknik Sampling


Pengambilan subjek pada penelitian ini dilakukan secara random accidential,
pegambilan subjek secara random accidential merupakan pengambilan subjek
tanpa karakteristik tertentu, jadi semua orang dalam populasi memiliki
kesempatan yang sama untuk menjadi subjek penelitian ini.

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Perencanaan Penelitian
Subjek : Pengunjung pusat perbelanjaan (accidential)
Peralatan : 2 orang agen (orang yang bertugas), berkas-berkas, kamera, alat tulis
3.4.2 Prosedur: Agen 1 mendekati agen 2 dan seolah-olah tidak sengaja ia menabrak
agen 2 yang menyebabkan berkas-berkas milik agen 2 terjatuh di tanah. Lalu agen
1 meninggalkan agen 2 tanpa membantunya. Setelah itu peneliti menghitung dan
mencatat berapa orang yang membantu agen dua pada setiap kali percobaan.

3.4.3 Pelaksanaan: Penelitian dilaksanakan dua kali. Penelitian pertama dilaksanakan


pada tanggal 6 Mei 2015 di Mall Grand Indonesia. Pada penelitian pertama
dilakukan 10 kali trial untuk aktor Laki- laki dan 5 trial untuk aktor Perempuan.
Karena keterbatasan waktu, penelitian dilakukan kembali tanggal 11 Mei 2015 di
Central Park dan Mall Taman Anggrek. Penelitian dilakukan untuk 10 kali trial
dengan aktor Laki- laki dan 15 kali trial untuk aktor Perempuan.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Subjek Penelitian


Subjek pada peneltian ini merupakan para pengunjung yang ada dibeberapa pusat
perbelanjaan wilayah Jakarta, antara lain; Grand Indonesia, Central Park, dan Mall Taman
Anggrek. Pengambilan subjek pada penelitian ini dilakukan secara random accidential,
pegambilan subjek secara random accidential merupakan pengambilan subjek tanpa
karakteristik tertentu, jadi semua orang dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk
menjadi subjek penelitian ini.

4.2 Hasil Uji Statistik


 Data pencatatan penelitian :

Jumlah orang yang menolong


Aktor laki-laki Aktor perempuan
0 0
1 0
0 2
0 1
0 1
0 0
0 0
0 1
0 0
4 0
0 0
1 1
0 1
0 1
0 2
0 1
0 1
1 2
0 3
0 1

Dari data pencatatan diatas dapat terlihat bahwa dari 20 kali percobaan pada aktor laki-
laki terdapat 7 orang yang menolong sementara pada perempuan terdapat 18 orang yang
menolong dari 20 kali percobaan.

Sehingga hasil uji statistik adalah sebagai berikut :


Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2-
Value Df sided)
Pearson Chi-Square 11.522a 4 .021
Likelihood Ratio 13.689 4 .008
Linear-by-Linear Association 3.535 1 .060
N of Valid Cases 40

Untuk melihat apakah ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan data yang sduah
ada, diproses dengan bantuan program SPSS menggunakan teknik analisis Pearson Chi-
Square, dari hasil analisis data tersebut menjunjukan nilai 2 = 11.552 dengan signifikansi chi
square (p) : 0.021.

4.3 Pembahasan

Dengan nilai signifikansi chisquare (p)= 0.021 dan signifikansi x = 0,05 maka Ho
ditolak. Artinya ada perbedaan antara frekuensi pertolongan yang diberikan kepada Laki- laki
dan Perempuan.

Dalam penelitian ini, perempuan lebih banyak di tolong dibandingkan laki- laki. Hasil
penelitian ini sesuai dengan teori dan penelitian- penelitian sebelumnya bahwa perempuan
cenderung lebih banyak ditolong dibandingkan laki- laki dikarenakan perempuan dinilai lebih
lemah dan dinilai lebih memerlukan pertolongan dibandingkan laki- laki.
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, dari 40 kali percobaan, terdapat 25 orang
yang menolong. Dan 20 dari 25 orang yang menolong merupakan dewasa tengah (middle
adulthood). Hal ini menunjukkan sebuah fenomena baru di tengah masyarakat perkotaan saat
ini, dimana tingkat perilaku menolong pada remaja dan dewasa muda rendah. Dari hasil
percobaan eksperimen ini dapat memperlihatkan kepada kita bahwa minat menolong pada
kaum remaja mulai melemah. Dari pengamatan peneliti, banyak percobaan yang melibatkan
remaja sebagai target penelitian, namun hanya sebagin kecil yang menolong. Mereka lebih
memilih unutk menghindar maupun mencari jalan alternatif untuk menghindari aktor yang
sedang membutuhkan pertolongan, selain itu ada juga beberapa yang terlihat sibuk dengan
gadget-nya, dan bersikap seolah-olah tidak melihat orang yang sedang membutuhkan
pertolongan didepannya.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari eksperimen mengenai perbedaan sikap menolong antara laki-laki dan perempuan
yang kami lakukan, diperoleh nilai chisquare (2 )= 11.552 dan signifikansi pearson chi-square
(p) sebesar 0,021. Pearson chi-square (p) tersebut dibandingkan dengan signifikansi sebesar
0,05. Pearson chi-square (p) sebesar 0,021 < signifikansi 0,05, maka Ho ditolak. Jadi
kesimpulannya, terdapat perbedaan sikap menolong antara laki-laki dan perempuan.
Perempuan lebih banyak ditolong oleh orang lain dibandingkan dengan laki-laki.

5.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya, peneliti disarankan untuk melakukan percobaan


(menjatuhkan barang) lebih banyak atau lebih dari 20 kali, sehingga dapat meminimalisirkan
bias dan merepresentasikan jumlah subjek. Penelitian selanjutnya diharapkan memiliki kontrol
terhadap tempat dilakukannya eksperimen (ramai, padat pengunjung), jenis kelamin subjek,
dan perlu melakukan wawancara terhadap subjek yang mau menolong untuk mengetahui
motif dari sikap menolongnya. Selain itu peneliti juga sebaiknya mengukur 2 (dua) perilaku,
yaitu perilaku menolong dan perilaku yang hanya memberikan komentar. Hal tersebut
dilakukan agar kita tidak hanya dapat mengetahui berapa banyak orang yang menolong, akan
tetapi kita juga dapat mengetahui berapa banyak orang yang hanya memberikan komentar saja
tanpa menolong.

Penelitian berikutnya juga dapat mengambil fenomena baru mengenai tingkat perilaku
menolong pada remaja maupun pada dewasa muda melihat dari hasil penelitian ini bahwa
yang lebih banyak menolong adalah dewasa menengah.

DAFTAR PUSTAKA
Asih & Pratiwi. 2010. Perilaku Prososial Ditinjau Dari Empati Dan Kematangan Emosi.
Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus. Volume I, No 1, (Desember 2010).

Garliah, dkk. 2012. Perbedaan Kecerdasan Emosi Pada Pria dan Wanita yang Mempelajari
dan yang Tidak Mempelajari Alat Musik Piano. Volume 1 No. 1 (September 2012).

Purnamasari, dkk. 2004. Perbedaan Intensi Prososial Siswa SMUN dan MAN di Yogyakarta.
Indonesian Psychologycal Journal Vol.1 No. 1 Januari 2004:32-42

Seniati, dkk. 2014. Psikologi Eksperimen. Jakarta : Indeks


NN. “Jangan Menolong Setengah Hati”. (20 Januari 2011).
http://female.kompas.com/read/2011/01/20/1730309/jangan.menolong.setengah.hati.

Radyaswati, Arie. “Sikap Menolong Tumbuh di Keluarga”. (19 Juni 2008).


http://nasional.kompas.com/read/2008/06/19/05185544/sikap.menolong.tumbuh.di.keluarga.

Rengganis N. “10 Alasan Kenapa Smartphone Harus Enyah Dari Hidupmu”.(7 juni, 2014).
http://www.hipwee.com/motivasi/10-alasan-kenapa-smartphone-harus-enyah-dari-hidupmu/.

Anda mungkin juga menyukai