Anda di halaman 1dari 2

Teori General Semantics

Ketika kita berkomunikasi, seperti telah kita ketahui, kita menerjemahkan gagasan
kita ke dalam bentuk lambang –verbal atau nonverbal. Proses ini lazim disebut penyandingan
(encoding). Bahasa adalah alat penyandingan, tetapi alat-alat yang tidak begitu baik, kata
pengikut general semantics. General semantics tidak menjelaskan proses penyandingan,
tetapi ia menunjukkan karakteristik bahasa yang mempersulit proses ini. Ia menguraikan
kesalahan penggunaan bahasa (Serverin dan Tankard, 1979: 51). Ia menelaah bagaimana
berbicara cermat, bagaimana mencocokan kata dengan keadaan sebenarnya, bagaimana
menghilangkan kebiasaan berbahasa yang menyebabkan kerancuan dan kesalahpahaman
(Capp dan Capp, 1976: 257).

Peletak dasar teori ini adalah Alferd Korzybiski. Korzybiski melambangkan asumsi
dasar teori general semantics: bahasa seringkali tidak lengkap mewakili kenyataan; kata-kata
hanya menangkap sebagian saja aspek kenyataan. Lihat, kata “ahli bahasa” tidak
menunjukkan Korzybiski secara lengkap. Karena kemampuan bahasa sangat terbatas untuk
mengungkapkan kenyataan, kita sering menyalahgunakan bahasa.

Empat nasihatnya :
1) Berhati-hati dengan Abstraksi
Bahasa menggunakan abstraksi. Abstraksi adalah proses memilih unsur-unsur realitas
untuk membedakannya dari hal-hal yang lain. Ketika kita melakukan kategorisasi,
kita menempatkan realitas dalam kategori tertentu. Untuk membuat kategori, kita
harus memperhatikan hanya bagian sifat-sifat objek.
Buku adalah kategori yang didasarkan pada kenyataan bahwa ini adalah kumpulan
kertas yang dijilid. Jadi, buku yang Anda pegang ini satu kategori dengan buku induk
dikantor, buku catatan anak sekolah, buku bacaan di perpustakaan. Anda
mengabstraksikan dengan melihat bahan materialnya. Namun, dengan melihat fungsi
informasinya, Anda menyebut buku ini media cetak. Jadi, buku ini satu kategori
dengan surat-kabar, majalah, pamflet, buletin, dan sebagainya.
Makin tinggi tingkat abstraksi kata, makin sukar kata itu diverifikasi dalam
kenyataan. Misalnya, Anda ditanya siapa Ilman, Anda menjawab dengan menunjuk
pemuda itu. Ilman adalah kata pada tingkat abstraksi yang paling rendah. Anda
ditanya lagi apa pekerjaannya? Anda menjawab, “Mahasiswa FIKOM (Fakultas Ilmu
Komunikasi).” Abstraksi Anda lebih tinggi. Mahasiswa FIKOM menunjuk rujukan
yang lebih banyak. Mahasiswa Unpad lebih abstrak lagi. Mahasiswa Indonesia-
kelompok berpendidikan-pencari ilmu-pria-manusia. Makin meluas tingkat abstraksi
makin besar liputannya.
2) Berhati-hati dengan Dimensi Waktu
Bahasa itu statis, sedangkan realitas dinamis. Ketika Anda bereaksi pada satu kata,
Anda sering menganggap makna kata itu masih sama. Sepuluh tahun yang lalu Anda
berjumpa dengan Iqbal. Sekarang Anda membicarakan dia, seakan-akan Anda
membicarakan Iqbal yang lalu. Iqbal telah banyak berubah. Tujuh belas tahun yang
lalu, Ami adalah anak ingusan. Kini ia gadis yang menawan. Dua puluh tahun lagi ia
menjadi wanita menopause. Tiga puluh tahun lagi ia nenek yang batuk-batuk. Kita
tetap saja merekomendasikan dating (penanggalan). “Dating memaksa individu untuk
mengakui factor perubahan, untuk menilai lingkungan, untuk membuat ujaran vebal
yang cocok dengan fakta kehidupan yang ada dewasa ini.”
3) Jangan Mengacaukan Kata dengan Rujukannya
Sebelum ini, kita telah menjelaskan bahwa hubungan antara kata dengan rujukannya
(objek, gagasan, situasi) bersifat tidak semena-mena. Kata itu bukan rujukan. Kata itu
hanya mewakili rujukan. Dunia kata hanya kumpulan lambang-lambang yang
mengungkapkan reaksi kita pada realitas dan bukan realitas sendiri. Kita menyebut,
“Jeruk ini manis,” “Ruangan ini panas,” “Pembicara membosankan,” “Mobil ini
mewah.” Dengan kata-kata seperti itu kita mengasumsikan jeruk itulah yang manis,
padahal sebetulnya perasaan kecut. Bukan ruangan yang panas, tetapi kita yang
merasakan panas. Kata-kata pernyataan sering merupakan proyeksi tidak sadar dari
diri kita sendiri. Untuk mengatasi kesalahan ini, general semantics menyarankan
penambahan “ … menurut saya” di ujung kalimat.
4) Jangan Mengacaukan Pengalaman dengan Kesimpulan
Ketika melihat fakta, kita membuat pernyataan untuk melukiskan fakta itu.
Pernyataan itu kita sebut pengamatan. Kita menarik kesimpulan itu. Pernyataan itu
kita sebut pengamatan. Kita menarik kesimpulan bila menghubungkan hal-hal yang
diamati dengan sesuatu yang tidak teramati. Dalam pengamatan, kita menghubungkan
lambang dengan rujukan. Dalam kesimpulan, kita menggunakan pemikiran.
Pengamatan dapat diuji, diverifikasi; karena itu, menggunakan kata-kata berabstraksi
rendah. Sebaliknya, penyimpulan tidak dapat diuji secara empiris, karena
menggunakan kata-kata berabstraksi tinggi. Kekacauan terjadi bila Anda menganggap
kesimpulan Anda sebagaimana pengamatan.

Anda mungkin juga menyukai