Anda di halaman 1dari 11

Dosen Pengampu:

1. Dra. Dyah Kusmarini, Psych


2. Umniyah Saleh, S.Psi., M.Psi., Psikolog
3. Yassir Arafat Usman, S.Psi., M.Psi., Psikolog
4. Triani Arfah, S.Psi., M.Psi., Psikolog

CORE VIRTUE: JUSTICE

OLEH:

Wa Ode Zahra Amalia (Q11116513)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
Core Virtue: Justice

Virtue didefinisikan sebagai karakteristik utama yang telah diakui secara


universal. Virtue digambarkan sebagai traits universal yang kemungkinan telah
tertanam secara biologis melalui proses evolusioner yang telah menyeleksi
karakter terbaik untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi (Petterson &
Seligman, 2004).Character strength berarti bahwa individu mungkin digunakan
untuk memperlihatkan virtue tertentu. Character strength yang ditampilkan
individu dipengaruhi oleh situational themes yang dihadapisehingga pemikiran,
perasan maupun perilaku yang ditampilkan akan berbeda pada tiap individu.
Meskipun tiap strength membutuhkan keterampilan dan keguaan dari
pengetahuan, serta secara intim berhubungan dengan virtue tertentu, masing-
masing dari virtue tersebut berbeda satu sama lain. Secara umum, individu hanya
dapat memperlihatkan satu atau dua strength dari virtue grup tertentu. Pada virtue
justice yang merupakan strength sipil yang menadasari kehidupan masyarakat
yang sehat[ CITATION Lin04 \l 1057 ], terbagi atas tiga positive traits atau strength
yang berada dalam klasifikasi virtue ini, yaitu citizenship, fairness dan leadership[
CITATION Pet04 \l 1057 ].

1. Citizenship

Individu dengan character strength ini, memiliki rasa tugas yang kuat, bekerja
untuk kebaikan kelompok dan bukan untuk keuntungan pribadi, loyal kepada
teman, dan dapat dipercaya. Individu ini adalah rekan setim yang baik. Semangat
generatif dan rasa tanggung jawab terhadap masyarakat. Individu dengan
kekuatan ini kemungkinan akan aktif dalam urusan sipil komunitasnya — dengan
memilih, bergabung dengan asosiasi sukarela, atau menyumbangkan waktu dan
uang untuk tujuan sosial atau lingkungan. Karakter citizenship ini menunjukkan
nilai-nilai bahwa mereka mendukung kepentingan publik atas tujuan kepentingan
individu sebagai nilai yang dijalankan dalam hidupnya [ CITATION Pet04 \l 1057 ].
Individu yang memiliki karakter citizenship ini, akan cenderung merasa untuk
dapat bertanggungjawab pada dunia yang sedang hidupi. Individu tersebut merasa
bahwa ia perlu untuk menyisihkan waktunya guna berbuat kebaikan untuk kota
maupun tempat yang ia tinggali saat ini. Selain itu, individu tersebut merasa
penting untuk bekerja guna membenahi ketidaksetaraan di sosial dan ekonomi;
merasa penting untuk membantu orang lain yang membutuhkan bantuan; dan
merasa penting baginya terlibat dalam kegiatan pelestarian lingkungan [ CITATION
Pet04 \l 1057 ].
Individu yang lekat akan karakter ini memahami bahwa kepentingan pribadi
sebagai komitmen untuk melestarikan barang publik yang dimiliki bersama,
mencerminkan loyalitas dan kelayakan kepercayaan. Individu dengan kekuatan ini
bisa sangat tegas dalam penolakan mereka untuk bertindak demi kepentingan
mereka sendiri dengan mengorbankan orang lain. Individu lebih cenderung untuk
memanifestasikan kekuatan ini terhadap orang lain dengan siapa individu berbagi
ikatan sosial atau dengan siapa individu merasakan terkait makna solidaritas
[ CITATION Pet04 \l 1057 ].
Social responsibility merupakan karakter individu yang cenderung untuk
membantu orang lain bahkan ketika individu tersebut tidak memperoleh
keuntungan dari orang-orang yang dibantunya. Individu yang memiliki karakter
ini percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab etis pribadi untuk menjaga
kesejahteraan orang lain, termasuk orang asing apalagi tetangga atau orang
terdekat mereka. Individu ini lebih cenderung memberikan bantuan di lokasi
kebencanaan, ataupun lokasi kecelakaan kendaraan. Individu akan menunjukkan
kerja sama yang lebih besar di kelompok ataupun komunitasnya. Loyalty
berkonotasi dengan komitmen. Karakter loyalty merupakan ikatan kepercayaan
baik dalam persahabatan atau kesetiaan kepada suatu kelompok. Team work
merupakan kemampuan seseorang untuk bekerja sama dan berkolaborasi dengan
orang lain dalam suatu kelompok untuk tujuan bersama [ CITATION Pet04 \l 1057 ].
Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan karakter citizenship ini, yaitu
mencari informasi sebanyak-banyaknya terkait penelitian-penelitian sosial,
menjadi individu yang well-informed, mematuhi peraturan-peraturan hukum,
menjadi orang yang jujur dan integritas, lebih bertanggungjawab terkait diri
sendiri dan kegiatan yang dilakukan, saling memberikan penghargaan dan
penghormatan, lebih meningkatkan self-compassion dan bersikap ramah, lebih
bertoleransi terhadap agama dan ras, meningkatkan self-discipline, yakni memiliki
self-control dan mengolah kemampuan untuk mengikuti apa yang dikatakan dan
melakukannya, meningkatkan kemampuan diri untuk dapat membela apa yang
dianggapnya salah, dan meningkatkan kecintaan akan keadilan, serta menjadi
individu yang menjadi lebih anggota komunitas yang produktif dan aktif
[ CITATION Pet04 \l 1057 ].
2. Fairness

Fairness adalah produk dari moral judgement, yaitu proses orang menentukan
hal yang benar secara moral, hal yang salah secara moral, dan hal yang dilarang
secara moral. Proses moral judgement menekankan bahwa penalaran merupakan
hal yang kritis untuk perkembangan moral dan untuk memungkinkan terjadinya
perilaku moral. Namun, moral judgement tidak hanya melibatkan penalaran
(kognitif), juga melibatkan afeksi, perilaku, dan kepribadian. Moral judgement
adalah seperangkat nilai yang lebih luas yang hadir untuk diwujudkan secara
psikologis dan sosial melalui pengembangan keterampilan psikososial dan cara-
cara menjadi atau berperan di pada lingkup sosial. Berkomitmen terhadap fairness
dalam semua hubungan sosial seseorang, mengembangkan keterampilan dalam
berpikir abstrak mengenai pengaturan yang adil, menjadi peka terhadap masalah
ketidakadilan sosial, memberikan kasih sayang dan kepedulian terhadap orang
lain, dan mengembangkan persepsi yang diperlukan untuk pemahaman relasional.
Strength dan virtue ini memungkinkan individu untuk menjadi warga negara
yang bertanggung jawab, teman yang dapat dipercaya, dan orang yang bermoral
[ CITATION Pet04 \l 1057 ].
Pembahasan mengenai character strength ini, tidak terlepas dari term care
reasoning dan justice reasoning. Keduanya membahas mengenai prinsip-prinsip
untuk penentuan hak dan tanggung jawab moral. Namun, care reasoning lebih
berlandaskan pada rasa kasih sayang akan terpenuhinya kebutuhan individu, yang
bertumpu pada rasa empati – berupaya untuk memahami hal yang terjadi pada
individu lain. Sedangkan justice reasoning berlandaskan kepada benar-salahnya
akan pemberikan hak dan/atau pelaksanaan tanggung jawab moral tersebut.
Terdapat ciri-ciri individu yang telah mengembangkan kekuatan psikologis yang
terkait dengan fairness akan sangat mendukung pernyataan seperti berikut
[ CITATION Pet04 \l 1057 ]:
 Setiap orang harus mendapatkan bagiannya secara adil.
 Saya tidak ingin menipu siapa pun, seperti saya tidak ingin ditipu.
 Saya mencoba untuk bersikap baik kepada semua orang.
 Setiap orang pantas dihormati.
 Kita semua bersama-sama.
 Tidak ada yang pantas didiskriminasi karena warna kulitnya.
 Kita bertanggung jawab atas perilaku kita sendiri.
 Bahkan jika masyarakat mengatakan tidak apa-apa untuk melakukan
sesuatu, jika itu tidak sesuai dengan perasaan pribadi saya tentang apa yang
benar, saya tidak akan melakukannya.
Fairness yang merupakan bagian dari justice sendiri, secara tidak langsung
dijelaskan oleh Kohlberg yang ditinjau dari tahap perkembangan penalaran terkait
justice, sehingga individu mengambil keputusan dalam bertindak (moral) tertentu.
Adapun tahap perkembangan tersebut terbagi menjadi tiga level dengan
berlangsungnya dua tahap dalam tiap level, yakni tahap prakovensional (tahapan 1
dan 2), tahap kovensional (tahapan 3 dan 4), dan tahap pascakonvensioanl
(tahapan 5 dan 6). Berdasarkan pemabagiannya (level), tahapan ini berlangsung
seiring bertambahnya usia biologis individu, yang diharapkan mampu seiring
dengan tahap perkembangan psikologisnya [ CITATION Pet04 \l 1057 ].
Tingkat prakonvensional (Tahapan 1 dan 2) mendefinisikan moralitas atau
keadilan sebagai apa yang menghasilkan manfaat terbesar bagi seorang individu.
Fokus adalah pada konsekuensi nyata bagi individu. Tahap 1 bersifat egosentris
dan menganggap hak terkait langsung dengan konsekuensi tindakan yang tidak
terhindarkan (itu salah karena Anda akan dihukum) atau pelabelan tindakan
sebagai benar atau salah oleh otoritas atau figur kekuasaan. Tahap 2 adalah
moralitas pertukaran (itu benar untuk membantu orang lain karena mereka
mungkin melakukan sesuatu yang baik untuk Anda sebagai imbalan) dan
probabilitas (itu salah karena Anda mungkin dihukum) [ CITATION Pet04 \l 1057 ].
Tingkat konvensional (Tahapan 3 dan 4) mendekati benar dan salah pada
tingkat sosial (interpersonal). Apa yang benar melayani unit sosial dan apa yang
orang lain katakan benar. Tahap 3 berfokus pada hubungan diadik, misalnya,
pemeliharaan persahabatan. Apa yang benar (atau salah) adalah apa yang akan
memelihara (atau membahayakan) suatu hubungan. Tahap 4 berfokus pada unit
sosial yang lebih besar, seperti keluarga atau masyarakat. Apa yang benar adalah
apa yang melayani sistem sosial atau apa yang mematuhi kewajiban peran yang
ditentukan sistem [ CITATION Pet04 \l 1057 ].
Tingkat pascakonvensional (Tahapan 5 dan 6) bergeser ke kriteria universal
untuk benar dan salah, yaitu prinsip-prinsip keadilan. Tahap 5 mencakup kontrak
sosial: Hak ditentukan oleh pemenuhan kewajiban yang telah kami sepakati
sebagai anggota masyarakat, tetapi memungkinkan untuk keberatan dan revisi atas
dasar hati nurani. Tahap 6 mensyaratkan kepatuhan murni pada prinsip-prinsip
keadilan universal yang abstrak. Terdapat penerapan chacaracter strength yang
memberikan dampak pada perkembangan psikologis, yakni [ CITATION Pet04 \l
1057 ]:
 Pembentukan Identitas Moral
Sifat komitmen moral yang dipilih sendiri, bersama dengan kekuatan
afektif, memastikan bahwa ketika individu mengembangkan keyakinan moral
pribadi yang kuat, kepatuhan terhadap kepercayaan itu menjadi sosok yang
menonjol dalam kesadaran diri individu. Individu akan menggunakan standar
pemahaman mereka tentang peran ini untuk menilai peran individu sendiri.
Identitas moral seseorang dan pemahaman seseorang akan moralitas (keadilan
dan kepedulian) saling mendukung.
 Harga diri berbasis pada perilaku moral (Percaya Diri)
Komitmen akan ekspektasi diri, yaitu hidup sesuai dengan cita-cita yang
telah ditetapkan penting untuk harga diri seseorang. Identitas moral dan harga
diri yang berasal dari kepatuhan yang berhasil terhadap identitas itu membantu
menciptakan siklus positif dimana orang terlibat dalam keadilan dan
kepedulian dan dihargai dengan umpan balik positif, baik verbal maupun
relasional, untuk melakukannya. Identitas dan harga diri mereka diperkuat
bersama, sehingga lebih mungkin bahwa mereka akan melibatkan orang lain
dengan cara ini di masa depan. Orang-orang penting yang dapat berkolaborasi
dengan individu untuk mengatur dan mempertahankan siklus positif ini adalah
keluarga, model, dan mentor.
 Pengambilan perspektif
Pengambilan perspektif adalah kemampuan untuk menempatkan diri
secara imajinatif. Pengambilan perspektif adalah upaya kognitif, menekankan
dan mengevaluasi komponen peran universal dari posisi seseorang. Untuk
keadilan dan kepedulian, pengambilan perspektif adalah sumber pengetahuan
tentang orang lain dan tentang konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan
seseorang karena hal itu berdampak pada kehidupan orang lain.
 Refleksi Diri
Refleksi diri merupakan komponen pembentukan identitas moral, yang
datang untuk melihat diri sendiri sebagai orang seperti ini atau itu; sebagai
orang yang berkomitmen pada standar ini dan penyebabnya; sebagai orang
yang sedang atau tidak mungkin melakukan hal-hal tertentu. Bagian dari
identitas moral adalah jaringan komitmen yang dipilih sendiri untuk
diwujudkan. Refleksi atas komitmen ini dan cara-cara di mana mereka dijalin
ke dalam jalinan kehidupan dan psikis seseorang membantu memperbaiki
identitas itu dan memperkuat kepatuhan seseorang terhadap nilai-nilai itu dan
aspek diri itu sendiri. Pengalaman "tergerak" oleh penderitaan orang lain,
menyaksikan diri Anda responsif secara moral, juga merupakan bagian dari apa
yang Anda ketahui tentang diri Anda sebagai orang bermoral.

 Pemecahan Masalah Relasional


Baik dalam keadilan mapun kepedulian, seseorang harus (a) peka terhadap
fakta bahwa ada masalah relasional; (B) mengumpulkan fakta yang relevan
tentang kasus ini; (c) membuat semacam tekad tentang apa yang dituntut
moralitas dalam situasi ini; dan (d) memutuskan apa yang harus dilakukan.
Pemecahan masalah relasional adalah kekuatan psikologis yang berkontribusi
luas untuk memahami dan bergaul dengan orang lain.
 Lainnya
Candee, Graham, dan Kohlberg (1978) melakukan penelitian dengan subjek
penelitian dari Oakland Growth Study dengan tujuan untuk "memperdalam
pemahaman tentang bagaimana mekanisme yang dengannya moral,penalaran
dimaknakan ke dalam perilaku sehari-hari dan mendapatkan beberapa
gambaran dari pemisah yang mungkin dihasilkan oleh program-program dalam
pendidikan moral”, Para penulis melaporkan hal berikut:
a. Orang-orang di tingkat yang lebih tinggi dari penalaran keadilan
memegang pekerjaan status yang lebih tinggi (pekerjaan yang lebih
bergengsi dan bertanggung jawab).
b. Pencapaian setidaknya Tahap 4 penalaran diperlukan untuk memegang
status pekerjaan tinggi, kemungkinan karena kompleksitas konseptual
yang diperlukan untuk sosial keputusan dalam pekerjaan seperti itu.
c. Orang yang berada di tingkat yang lebih tinggi tidak lagi puas dengan
pekerjaan atau pernikahan mereka daripada orang tahap yang lebih
rendah.
d. Orang tua tingkat yang lebih tinggi cenderung tidak mendukung nilai-
nilai “konvensional” (misalnya, kepatuhan, sopan santun, menghormati
aturan dan hukum) dan lebih mungkin untuk mendukung nilai-nilai yang
mempromosikan otonomi dan komitmen dan menghormati orang lain.
e. Orang dewasa tingkat tinggi lebih aktif secara politik.
f. Pekerjaan dan nilai-nilai keluarga orang dewasa tingkat tinggi berpusat di
sekitar cita-cita sosial dan adanya keadilan, sedangkan orang dewasa
tingkat bawah cenderung fokus pada masalah gaji, jam, promosi, dan
memberikan manfaat materi dan emosional untuk keluarga mereka.
g. Individu tingkat lebih tinggi menyelesaikan konflik keluarga melalui
pengambilan sudut pandang orang lain dan secara serius
mempertimbangkan klaimnya, sedangkan individu tingkat bawah
cenderung menggunakan teriakan, tuntutan.
Pengembangan character strength ini tidak lepas dari perkembangan biologi,
kognitif – bernalar individu, maupun pengalaman dengan lingkungan. Individu
perlu untuk dipertemukan dengan kondisi yang melibatkan proses nalar akan
moral yang berlaku, hingga menghasilkan sebuah keputusan sebagai bentuk
tindakan yang akan dilakukan individu. Hal tersebut bermuara pada kesimpulan
bahwa character strength ini dapat dikembangkan melalui [ CITATION Pet04 \l 1057
]:
 Pemahaman moral yang berlaku di lingkungan tempat tinggal: dapat
diperoleh melalui proses membaca dan interaksi dengan tetangga, teman,
dan orang sekitar yang juga tinggal di lingkungan individu tersebut.
 Pengambilan keputusan yang benar dalam penegakan kebenaran itu sendiri:
dapat diperoleh melalui pemahaman bahwa rasa empati perlu diaplikasikan
dengan hasil yang benar, tidak sekedar berlandaskan pada kasih sayang.
Pengambilan keputusan ini dapat dikembangkan melalui keterlibatan anak
dalam keputusan tertentu pada keluarga (pola asuh demokratis dan
otoritatif) (MW Berkowitz dan Grych dalam Peterson dan Seligman, 2004)
maupun pembiasan pengambilan keputusan individu pada sebuah
organisasi, dan kegiatan sehari-hari lainnya yang mengarah kepada hal yang
dianggap benar.
3. Leadership

Leadership merupakan salah satu character strength dari justice, yang


bermakna kemampuan personal yang melibatkan kognitif dan perilaku dalam
mengarahkan sekelompok individu untuk pencapaian tujuan bersama. Leadership
dapat ditinjau dari kualitas personal dan praktisnya. Leadership ditinjau dari
kualitas personal dimaknai sebagai kemampuan untuk melihat, mencapai, dan
melaksanakan peran pemimpin pada sistem sosial. Sedangkan leadership in
practical merupakan hal yang berkaitan dengan mendifinisikan, menyusun, atau
memberikan arahan pada hal kolektifis bagi follower, sehingga juga dapat
memfasilitasi untuk tercapainya tujuan bersama. Konteks leadership tidak terlepas
dari kualitas individu tesebut, hubungan dengan orang lain, serta
lingkungannya[ CITATION Pet04 \l 1057 ].

Pembahasan tentang leadership tidak lepas dari leader, yang biasanya


diperoleh dari perjanjian atau pemilihan bersama dan follower (sekelompok orang
yang dipimpin). Pemimpin sendiri terbagi atas dua jenis, yakni transaksional dan
transformasional. Pemimpin transaksional merupakan jenis pemimpin yang
cnederung menyampaikan tanggung jawab, ekspektasi, dan tugas yang perlu
untuk dicapai. Sedangkan, pemimpin trnasformasional merupakan pemimpin yang
memotivasi follower-nya untuk memiliki kinerja dengan di atas rata-rata dan
menjaga rasa saling percaya serta komitmen pada organisasi dan tujuan yang ingin
dicapai. Pemimpin dengan character strength leadership cenderung dominan
dalam suatu hubungan, kelompok, dan situasi tertentu. Selain itu, pemimpin
dengan character strength ini juga senang mengorganisir aktivitasnya, aktivistas
individu atau sekelompok individu lainnya, juga aktivitas yang terintegrasi guna
pencapaian tujuan bersama. Individu dengan character strength ini dapat ditemui
pada tokoh Martin Luther King, Franklin Roosevelt, John F. Kennedy, Ronald
Reagen, dan lainnya[ CITATION Pet04 \l 1057 ].

Pengembangan character strength ini dapat dilakukan melalui rasa inisiatif


dalam berkontribusi pada kegiatan sosial, upaya untuk melakukan kegiatan sesuai
dengan rencana yang telah ditentukan, rasa empati dan kasih sayang terhadap
orang lain, keberanian dalam menyampaikan pendapat dan pengambilan
keputusan, dan lainnya. Hal ini sesuai dengan leadership sendiri yang merupakan
gambaran individu yang berupaya untuk mencapai tujuan dengan tetap menjaga
hubungan baik dengan kelompok, hingga mengembangkan kelompoki itu sendiri
ke arah yang lebih baik[ CITATION Lin04 \l 1057 ].
DAFTAR PUSTAKA

VIA Institute on Character. (2010). Leadership. Retrieved Oktober 13, 2019, from
VIA Institute on Character: http://www.viacharacter.org
Linley, P. A., & Joseph, S. (2004). Positive Psychology in Practice. Canada: John
Wiley & Sons, Inc.
Peterson, C., & Seligman, M. E. (2004). Character Strengths and Virtues: A
Handbook and Classification. Washington DC: American Psychological
Association.

Anda mungkin juga menyukai