Anda di halaman 1dari 15

MAHARANI, et al / PROSES PENCAPAIAN KEBAHAGIAAN PADA IBU

Studi Kasus Proses Pencapaian Kebahagiaan pada Ibu yang Memiliki Anak Kandung
Penyandang Asperger’s Syndrome

Case Study of Happiness Achievement Process on Mother whose


Children with Asperger’s Syndrome

Kiki Dwi Maharani, Suci Murti Karini, Rin Widya Agustin

Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran


Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK
Kebahagiaan menjadi salah satu tujuan hidup bagi mayoritas individu yang bisa dicapai dengan membentuk
persepsi positif terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan. Kebahagiaan harus diperjuangkan
pencapaiannya, sekalipun kenyataan yang terjadi seringkali diluar harapan individu. Memiliki anak penyandang
gangguan perkembangan seperti Asperger’s Syndrome dapat menjadi sebuah tragic event bagi individu,
khususnya ibu. Ibu sebagai seorang individu berhak untuk merasakan kebahagiaan di dalam diri dan hidupnya
sekalipun memiliki anak penyandang Asperger’s Syndrome. Ada serangkaian proses yang dilalui seorang ibu sejak
menerima diagnosis gangguan Asperger’s Syndrome pada anak hingga akhirnya mencapai kebahagiaan dalam
hidupnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pencapaian kebahagiaan pada ibu yang memiliki anak
kandung penyandang Asperger’s Syndrome. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan desain studi kasus
yang diharapkan dapat menggali fokus penelitian secara mendalam. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang
wanita berusia 18-40 tahun yang memiliki anak terdiagnosis Asperger’s Syndrome. Metode penelitian yang
digunakan adalah riwayat hidup, wawancara, observasi, The Childhood Autism Rating Scale (CARS), dan Australian
Scale for Asperger’s Syndrome (ASAP).
Hasil penelitian menggambarkan adanya serangkaian proses pencapaian kebahagiaan yang dilalui ibu dari
anak Asperger’s Syndrome. Diagnosis gangguan Asperger’s Syndrome yang terjadi pada anak pertama menjadi
sebuah peristiwa tragis dalam kehidupan subjek. Subjek merasa tidak siap menerima kenyataan tentang diagnosis
gangguan tersebut dan membuatnya sangat menyesali keadaan, banyak menuntut anak untuk tumbuh seperti
anak lain, hingga akhirnya subjek kehilangan makna hidupnya. Kelahiran anak kedua subjek, menjadi sebuah
momentum yang menyadarkan subjek ditengah keterpurukannya bahwa anak pertamanya memiliki potensi
untuk tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik sekalipun memiliki gangguan perkembangan. Momentum ini
memacu subjek untuk segera bangkit dari kondisi terpuruk. Subjek berusaha memahami gangguan anak lebih
dalam untuk membekali diri dalam upaya memfasilitasi dan membantu anak untuk berkembang optimal
Subjek memiliki komitmen kuat dalam diri untuk terus berjuang mengasuh anak. Aktivitas yang dilakukan
subjek saat ini selalu berorientasi pada kesembuhan anak. Subjek menilai kenyataan gangguan Asperger’s
Syndrome pada anak sebagai ujian sekaligus berkah. Makna kebahagiaan menurut subjek adalah mensyukuri
segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya, termasuk memiliki anak penyandang Asperger’s Syndrome.
Kata kunci: proses mencapai kebahagiaan, ibu, anak Asperger’s Syndrome

Kata kunci: proses mencapai kebahagiaan, ibu, anak Asperger’s Syndrome

PENDAHULUAN kebahagiaan sebagai salah satu tujuan hidup.


Kebahagiaan adalah sebuah konsep Adanya kebahagiaan dalam diri akan
mengenai persepsi positif dalam diri mengenai berpengaruh dalam pengelolaan pikiran.
segala sesuatu yang terjadi dalam diri seseorang Individu yang memiliki kebahagiaan dalam diri
(Myers, 2002). Banyak orang menjadikan akan mampu mengelola pikiran negatif menjadi

42
MAHARANI, et al / PROSES PENCAPAIAN KEBAHAGIAAN PADA IBU

pikiran yang lebih positif dalam menghadapi Asperger’s Syndrome merupakan salah satu
sesuatu (Carr, 2004). Munculnya kebahagiaan jenis gangguan perkembangan yang termasuk
juga akan berpengaruh pada sikap yang dalam spektrum autistik. Data statistik
dibentuk oleh individu dalam menghadapi menunjukkan bahwa prevalensi atau angka
segala sesuatu yang dialaminya. Seseorang akan kejadian gangguan Asperger’s Syndrome terus
berusaha dan mengarahkan dirinya pada meningkat sepanjang tahun. Di dunia, pada
berbagai upaya untuk mencapai kebahagiaan tahun 1987 diperkirakan penyandang autis
sebagai tujuan hidup. Dalam upaya mencapai mencapai 1:5000 kelahiran. Pada tahun 1997
kebahagiaan, inidividu seringkali harus penyandang autis mencapai 1:500 kelahiran dan
berhadapan dengan kenyataan yang tidak sesuai pada tahun 2000 mencapai 1:250. Sedangkan
dengan harapan. pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 1:100
Hidup yang berjalan tidak sesuai dengan kelahiran. Penyebab dari peningkatan ini masih
harapan bukan berarti menutup jalan individu belum dapat diketahui.
untuk mencapai sebuah kebahagiaan hidup. Diagnosis gangguan Asperger’s Syndrome
Kebahagiaan menjadi suatu hal yang harus yang terjadi pada anak jelas memukul perasaan
diperjuangkan oleh individu karena kebahagiaan orangtua. Orangtua akan merasa shock
memiliki peran besar bagi pembentukan hidup bercampur sedih, khawatir, cemas, kecewa,
bermakna. takut, marah, dan perasaan negatif lain saat
Ada serangkaian proses untuk mencapai mendengar diagnosis gangguan anak (Safaria,
kebahagiaan. Bastaman (1996) mengungkapkan 2005). Anak yang diharapkan terlahir dan
bahwa tahap pertama yang dilalui individu tumbuh normal ternyata harus menderita
dalam proses pencapaian kebahagiaan adalah gangguan yang menyebabkan anak mengalami
terjadinya pengalaman tragis (tragic event). hambatan perkembangan secara interaksi sosial,
Pengalaman tragis berarti sebuah peristiwa yang perhatian, dan perilaku. Orangtua merasa
terjadi diluar harapan individu. Salah satu khawatir karena anak akan tumbuh secara
bentuk pengalaman yanng tidak diharapkan oleh berbeda dengan anak lain (Williams dan Wright,
para orangtua adalah memiliki anak yang 2004).
terlahir tidak normal. Setiap orang yang Ibu merupakan sosok yang dipandang
menginginkan kehadiran anak akan memiliki memiliki hubungan terdekat dengan anak karena
harapan bahwa anaknya kelak memiliki kondisi keterlibatannya secara penuh dalam mengasuh
fisik dan mental yang normal (Mangunsong, dan mengawal tumbuh kembang anak (Cohen
1998). Sayangnya tidak semua harapan oangtua dan Volkmar, 1997). Keterlibatan penuh ibu
tesebut bisa terpenuhi karena anak lahir dengan dalam mengasuh anak membuat ibu mengetahui
gangguan tertentu, seperti gangguan secara detail perkembangan anak. Peran yang
perkembangan berupa Asperger’s Syndrome. dimiliki ibu dalam keluarga sifatnya sangatlah

43
MAHARANI, et al / PROSES PENCAPAIAN KEBAHAGIAAN PADA IBU

kompleks (Kartono, 1992). Ibu tidak hanya membuat para orangtua khususnya ibu harus
terlibat penuh dalam pengasuhan anak namun berjuang lebih keras untuk mengasuh anak
juga harus mengurus keperluan rumah tangga (Safaria, 2005). Terlebih lagi ketika berada di
dan segala macam keperluan suami. Besarnya lingkungan luar rumah, banyak orang yang
peran dan tanggungjawab yang dimiliki ibu masih sulit menerima anak Asperger’s
dalam keluarga menjadikan beban kerja ibu pun Syndrome dengan segala gangguannya.
semakin besar. Ketika ada hal-hal yang berjalan Kehadiran anak penyandang gangguan ini dapat
tidak semestinya, sangat berpeluang untuk berpotensi membuat ibu kehilangan makna
memunculkan kondisi penuh tekanan pada ibu. dalam kehidupannya (meaningless life).
Mengasuh anak Asperger’s Syndrome Kehadiran anak Asperger’s Syndrome
bukanlah hal yang mudah bagi seorang ibu. bukan berarti menutup peluang bagi seorang ibu
Seperti yang telah diuraikan dalam penjelasan untuk mencapai kebahagiaan karena
sebelumnya, anak penyandang Asperger’s kebahagiaan itu tetap dapat terbentuk meskipun
Syndrome menunjukkan perilaku yang berbeda kenyataan yang dihadapi tidak seperti apa yang
dengan anak normal dalam hal perkembangan diharapkan. Seorang ibu harus tetap berjuang
interaksi sosial, perhatian, dan perilaku. Setiap untuk mencapai kebahagiaan sekalipun
hari ibu harus menghadapi perilaku tidak wajar memiliki anak Asperger’s Syndrome. Sama
yang ditunjukkan anak seperti kerap seperti manusia yang lain, seorang ibu yang
mempertanyakan banyak hal secara detail, memiliki anak Asperger’s Syndrome berhak
menunjukkan minat yang tidak lazim pada untuk merasakan dan mencapai kebahagiaan
objek tertentu, sulit berinteraksi dengan agar dapat memaknai kehidupannya dengan
oranglain, tampak aneh secara sosial di lebih baik. Kebahagiaan itu akan membuat
masyarakat, dan kesulitan dalam seorang ibu merasa nyaman menjalani
mengekspresikan emosi secara tepat. Kondisi kehidupannya serta memiliki persepsi positif
semacam ini akan terus menerus dialami ibu dalam dirinya untuk menghadapi segala sesuatu
selama mengasuh anak Asperger’s Syndrome. yang dialami. Kebahagiaan akan membuat ibu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu merasa bahwa kehidupannya berharga serta
yang memiliki anak cacat/menderita gangguan mendatangkan ketenteraman. (Bastaman, 1996;
cenderung mengalami stress yang lebih besar Carr, 2004; Seligman, 2002).
daripada ibu yang memiliki anak normal Ibu yang memiliki anak Asperger’s
(Adams, 1999). Kehadiran anak Asperger’s Syndrome juga diharapkan dapat mencapai
Syndrome di tengah keluarga dapat menjadi kebahagiaan dalam diri supaya dapat
sesuatu yang tidak diharapkan orangtua. mengoptimalkan fungsi besarnya dalam
Gangguan yang dialami anak berupa gangguan mengasuh anak. Pikiran dan perasaan ibu akan
dalam interaksi sosial, perilaku, dan perhatian berpengaruh pada perilaku ibu terhadap anak.

44
MAHARANI, et al / PROSES PENCAPAIAN KEBAHAGIAAN PADA IBU

Anak Asperger’s Syndrome memang merupakan Terbentuknya kebahagiaan dalam diri, akan
anak yang tidak normal dan tumbuh dengan menimbulkan kepuasan hidup, ketenangan
gangguan perkembangan, namun bukan berarti hidup, dan membuat kehidupan menjadi lebih
tidak berharga. Sama seperti anak yang lain, baik. Adanya kebahagiaan dalam diri akan
anak Asperger’s Syndrome terlahir dengan mengarahkan individu untuk dapat mengelola
kekurangan dan kelebihan. Anak Asperger’s pikiran negatif dalam menghadapi sesuatu
Syndrome pun bukanlah anak yang bodoh. menjadi pikiran yang lebih positif. Munculnya
Anak-anak tersebut tetap dapat berkembang kebahagiaan juga akan berpengaruh pada sikap
secara optimal. Ibu yang tetap bertahan dan yang dibentuk oleh individu dalam menghadapi
membentuk kebahagiaan dalam dirinya di segala sesuatu yang dialaminya.
tengah keterbatasan anak, diharapkan akan Kebahagian yang ada dalam diri individu
membuat ibu mampu menjalankan peran dan terbentuk melalui serangkaian proses. Bastaman
fungsinya secara optimal dan membantu anak (1996) mengungkapkan ada 9 proses pencapaian
tumbuh dan berkembang secara optimal pula. kebahagiaan dalam diri individu, yaitu:
Persepsi positif ibu yang merasa bahagia dalam 1. Pengalaman tragis (tragic event)
hidupnya akan membentuk kondisi psikologis 2. Penghayatan tak bermakna (meaningless
yang sehat pada ibu dan berdampak positif pula life)
bagi perkembangan anak. Begitu pula 3. Pemahaman diri (self insight)
sebaliknya, persepsi negatif ibu terhadap 4. Penemuan makna dan tujuan hidup (finding
kehidupannya dengan kehadiran anak autis akan meaning and pupose of life)
membuat kondisi psikologis ibu terganggu dan 5. Pengubahan sikap (changing attitude)
berdampak negatif bagi perkembangan anak. 6. Keterikatan diri (self commitment)
7. Kegiatan terarah dan pemenuhan makna
DASAR TEORI hidup (directed activities and fulfilling
Kebahagiaan meaning)
Myers (dalam Duffy dan Atwater, 2005) 8. Hidup bermakna (meaningfull life)
mengungkapkan bahwa kebahagiaan merujuk 9. Kebahagiaan (happiness)
pada banyaknya pikiran positif tentang
kehidupan yang dijalani seseorang. Asperger’s Syndrome
Kebahagiaan memiliki hubungan yang erat Asperger’s Syndrome merupakan gangguan
dengan persepsi. perkembangan yang pertama kali dipublikasikan
Kebahagiaan menunjukkan suatu bentuk pada tahun 1944 oleh Hans Asperger, seorang
emosi positif yang dimiliki individu dan dokter anak yang berasal dari Wina. Hans
merujuk pada banyaknya pikiran positif tentang Asperger mengidentifikasi suatu pola
kehidupan yang dijalani seseorang. kemampuan dan perilaku konsisten, yang

45
MAHARANI, et al / PROSES PENCAPAIAN KEBAHAGIAAN PADA IBU

terutama terjadi pada anak laki-laki (Attwood, 3. Minat dan rutinitas


2005). Anak penyandang Asperger’s Syndrome
Pada tahun 1990-an, Asperger’s Syndrome sering menunjukkan kecenderungan untuk
dipandang sebagai sebuah varian autisme dan sangat tertarik pada suatu minat dan topik
kelainan perkembangan pervasif, yaitu suatu khusus yang mendominasi sebagian besar
kondisi yang mempengaruhi perkembangan waktu anak dan menjadi rutinitas yang harus
kecakapan dalam rentang yang luas (Attwood, dipenuhi (Attwood, 2005). Jika rutinitas
2005). Kini, Asperger’s Syndrome dianggap tersebut tidak dilengkapi dan dipenuhi maka
sebagai sub kelompok dalam spektrum autistik akan timbul kesedihan dan kegelisahan yang
dan memiliki kriteria diagnosis tersendiri. besar pada anak.
Attwood (2005) menjelaskan beberapa 4. Kekakuan gerak
karakteristik perilaku anak penyandang Manjiviona dan Prior (dalam Attwood, 2005)
Asperger’s Syndrome, meliputi: menjelaskan bahwa anak yang menyandang
1. Perilaku sosial Asperger’s Syndrome memiliki kemampuan
Anak dengan gangguan Asperger’s berjalan yang lebih lambat bila dibandingkan
Syndrome mengalami ketidakmampuan dengan anak-anak normal. Kekakuan gerak
berinteraksi. Anak juga kesulitan bukanlah hal yang unik bagi anak-anak
menggunakan bentuk komunikasi non verbal penyandang Asperger’s Syndrome, namun
seperti ekspresi wajah yang sangat minimal, riset menunjukkan bahwa 50-90 persen anak-
penggunaan sifat dan bahasa tubuh yang anak dan orang dewasa yang menyandang
kaku, dan kontak mata yang terbatas. gangguan ini memiliki masalah koordinasi
Gangguan Asperger’s Syndrome pada anak gerak (Ehlers dan Gillberg; Ghaziuddin et al;
akan membuatnya menarik diri dari Gillberg; Szatmari et al; Tantam; dalam
lingkungan sosial dan cenderung berkutat Attwood, 2005).
dengan dunianya sendiri. 5. Kognisi
2. Bahasa Anak penyandang Asperger’s Syndrome
Riset menunjukkan bahwa hampir 30% anak menunjukkan kecenderungan yang berbeda
penyandang Asperger’s Syndrome dalam hal kognisi. Anak mengalamikesulitan
mengalami perkembangan bicara yang dalam mengkonseptualisakan dan
lambat (Eisenmajer, dalam Attwood 2005). mengapresiasi pikiran serta perasaan orang
Anak cenderung menggunakan bahasa ilmiah lain. Selain itu, anak juga memiliki hambatan
formal dalam berbicara dan menggunakan dalam fleksibilitas pikir karena anak
pemilihan kata yang aneh. Selain itu, anak cenderung kaku pada perubahan. Namun,
kesulitan memahami dalam memahami penyandang Asperger’s Syndrome juga
percakapan. menunjukkan kemampua yang bagus untuk

46
MAHARANI, et al / PROSES PENCAPAIAN KEBAHAGIAAN PADA IBU

tes yang membutuhkan pengetahuan seputar Fokus Penelitian


makna kata, informasi faktual, aritmetika, Penelitian ini difokuskan pada proses
dan desain balok. Sekelompok anak dengan pencapaian kebahagiaan pada ibu yang memiliki
Asperger’s Syndrome cenderung memiliki anak kandung penyandang Asperger’s
kemampuan membaca, mengeja, dan Syndrome. Penelitian ini dirancang untuk
berhitung yang sangat hebat (Attwood, memahami dan menggambarkan secara
2005). komprehensif mengenai proses yang dijalani ibu
6. Kepekaan sensoris untuk mencapai kebahagiaan.
Garnett dan Attwood (dalam Attwood, 2005) Operasionalisasi
menyebutkan bahwa anak penyandang Proses pencapaian kebahagiaan pada ibu
Asperger’s Syndrome memiliki kesamaan yang memiliki anak kandung penyandang
dengan anak penyandang autisme yang Asperger’s Syndrome adalah serangkaian proses
sangat sensitif terhadap bunyi dan bentuk- yang dijalani ibu untuk membentuk persepsi
bentuk sentuhan tertentu. Selain kepekaan positif dalam dirinya berkaitan dengan
terhadap bunyi dan sentuhan, anak juga kenyataan akan gangguan perkembangan yang
memiliki kepekaan tersendiri terhadap rasa terjadi pada anak. Ibu yang dimaksud dalam
dan tekstur makanan, kepekaan visual, penelitian ini adalah ibu berusia antara 18-40
kepekaan pada aroma, serta kepekaan pada tahun yang memiliki anak kandung berusia
rasa sakit dan suhu. minimal tiga tahun dan telah mendapat
diagnosis menyandang gangguan Asperger’s
METODE PENELITIAN Syndrome selama minimal tiga tahun dan
Rancangan Penelitian memenuhi ciri-ciri Asperger’s Syndrome.
Metode penelitian yang digunakan dalam Subjek
penelitian ini adalah metode kualitatif yang Adapun kriteria subjek penelitian yang
bertujuan untuk memperoleh gambaran dimaksud adalah sebagai berikut:
mengenai realita empirik dibalik suatu 1. Ibu berusia 18-40 tahun yang memiliki
fenomena secara mendalam (Poerwandari, anak kandung berusia minimal tiga tahun
2005). dan telah mendapat diagnosis menyandang
Rancangan penelitian yang digunakan gangguan Asperger’s Syndrome selama
adalah studi kasus. Poerwandari (2005) minimal tiga tahun dan memenuhi ciri-ciri
menjelaskan bahwa studi kasus dapat Asperger’s Syndrome.
digunakan peneliti untuk mengungkap hal-hal 2. Ibu masih memiliki suami dan tinggal satu
detail. Selain itu studi kasus dapat menangkan rumah dengan anak Asperger’s Syndrome
makna dibalik sutau kasus dalam kondisi dan berdomisili di daerah Surakarta dan
natural. sekitarnya.

47
MAHARANI, et al / PROSES PENCAPAIAN KEBAHAGIAAN PADA IBU

Metode Pengumpulan Data subjek menunjukkan sikap luwes dan tidak


Pengumpulan data dilakukan dengan canggung dalam berinteraksi.
menggunakan metode wawancara, observasi, Subjek merupakan ibu rumah tangga yang
dan riwayat hidup dengan subjek dan significant secara penuh mengasuh dua orang anak dan
other, serta The Childhood Autism Rating Scale keluarga. Meskipun berstatus sebagai ibu rumah
(CARS), dan Australian Scale for Asperger’s tangga, subjek tidak banyak menghabiskan
Syndrome (ASAP). waktu di rumah. Subjek termasuk orang yang
Teknik Analisa Data luwes dalam bergaul dan memiliki banyak
Penelitian ini menggunakan teknik analisis teman. Akan tetapi hubungan sosial yang
data menurut Miles dan Huberman (1992). dibangun oleh subjek dan teman-teman hanya
Dengan tiga poin penting, yakni: reduksi data, sebatas relasi pertemanan yang tidak mendalam
penyajian data, dan verifikasi atau penarikan dan tanpa melibatkan pengalaman-pengalaman
kesimpulan. pribadi. Subjek kooperatif, komunikatif, dan
Teknik Keabsahan Data terbuka dengan oranglain menyangkut tumbuh
Penelitian ini menggunakan teknik kembang anak. Akan tetapi subjek cenderung
pemeriksaan keabsahan data yang didasarkan sangat tertutup menyangkut kehidupan
atas empat kriteria menurut Sugiyono (2009), pribadinya dan keluarga.
yakni: pengujian credibility (derajat Subjek tidak memiliki kedekatan mendalam
kepercayaan), pengujian transferability secara emosi dengan oranglain selain suami,
(keteralihan), pengujian dependability bahkan dengan keluarga. Dalam memilih teman
(kebergantungan), dan pengujian confirmability bergaul, subjek sangat selektif karena subjek
(kepastian) hanya bersedia berteman dengan oranglain yang
bisa menerima dirinya secara positif. Subjek
HASIL akan membatasi diri dan cenderung
Penelitian ini melibatkan seorang ibu menghindari orang-orang yang menilai negatif
sebagai subjek utama penelitian dan enam tentang diri dan keluarganya.
orang significant others. Berikut ini merupakan Memiliki anak yang mengalami gangguan
penjelasan hasil mengenai proses pencapaian perkembangan bukan suatu hal yang mudah
kebahagiaan pada subjek. diterima. Subjek masih berproses untuk
sepenuhnya menerima kehadiran anak
Gambaran personal subjek penelitian Asperger’s Syndrome dalam hidupnya. Tidak
Subjek adalah seorang wanita yang rapi, adanya orang yang menjalin kedekatan psikis
sangat memperhatikan penampilan, sopan, dan dengan subjek membuatnya lebih banyak
ramah. Sejak awal pertemuan dengan peneliti, mengelola sendiri perasaan dan pikiran terkait
konflik dalam hidup. Subjek seringkali kurang

48
MAHARANI, et al / PROSES PENCAPAIAN KEBAHAGIAAN PADA IBU

bisa mengontrol emosi saat menghadapi Subjek segera bergerak mencari berbagai
masalah dan membuatnya bersikap kurang upaya untuk optimalisasi tumbuh kembang
tepat. Subjek juga belum sepenuhnya bisa anak pertamanya.
menerima kenyataan gangguan perkembangan 4. Finding meaning and purposes life
yang terjadi pada anak pertamanya. Seiring berjalannya waktu, subjek mulai bisa
Subjek membutuhkan waktu yang cukup menerima kondisi gangguan pada anak
lama untuk akhirnya bisa mengambil pelajaran pertama. Terlebih ketika anak keduanya
positif dari kenyataan dikaruniai anak lahir, subjek menyadari bahwa meskipun
Asperger’s Syndrome. Subjek mampu anak pertamanya mengalami gangguan
mengelola dan mengaitkan setiap peristiwa namun tetap memiliki kualitas pribadi.
dalam hidup serta melihat sesuatu dari berbagai Kelahiran anak kedua menjadi sebuah
sudut pandang untuk menemukan makna dalam momentum yang menyadarkan subjek untuk
kehidupannya. Subjek selalu berharap segala bisa menerima gangguan anak dan meyakini
sesuatu dalam kehidupannya berjalan sempurna, bahwa gangguan tersebut bisa tertangani.
hal ini membuat subjek banyak pertimbangan Tujuan hidup subjek adalah mengantarkan
sebelum mengambil sebuah keputusan. keluarganya menjadi keluarga yang sakinah,
mawadah, warahmah serta mengantarkan
Proses pencapaian kebahagiaan subjek kedua anaknya menjadi sukses. Secara
1. Tragic event khusus, subjek ingin berjuang mengantarkan
Kelahiran anak pertama yang menyandang anak pertamanya hingga mandiri. Tujuan
Asperger’s Syndrome menjadi sebuah hidup ini menjadi motivasi besar bagi subjek
pengalaman tragis yang sangat bertolak untuk terus bergerak dan berpandangan
belakang dengan harapan subjek. positif tentang masa depan diri dan
2. Meaningless life keluarganya.
Subjek tidak siap menerima kenyataan 5. Changing attitude
tentang diagnosis gangguan anak. Pikiran Setelah dapat memaknai kenyataan akan
subjek banyak didominasi pertanyaan gangguan pada anak pertamanya, subjek
tentang gangguan anak. Subjek menyesali yang semula tertekan dan dikuasai banyak
keadaan anak dan masih banyak menuntut perasaan negatif kemudian aktif mencari
sang anak harus tumbuh normal seperti anak informasi tentang gangguan tersebut. Subjek
lain. berusaha memahami gangguan anak lebih
3. Self Insight dalam untuk membekali diri dalam upaya
Subjek menyadari kondisi anak pertama memfasilitasi dan membantu anak untuk
yang menyandang gangguan Asperger bukan berkembang optimal.Tujuan hidup yang
sepenuhnya ujian yang harus disesali. dimiliki subjek mengarahkannya untuk

49
MAHARANI, et al / PROSES PENCAPAIAN KEBAHAGIAAN PADA IBU

melakukan berbagai upaya demi perubahan


kondisi anak menjadi lebih baik. PEMBAHASAN
6. Self commitment Subjek menjalani proses yang sangat
Subjek memiliki komitmen yang positif dan panjang untuk bisa menerima kenyataan dan
kuat pada dirinya sendiri bahwa subjek tidak menemukan makna dibalik kondisi anak yang
akan pernah menyerah mengasuh anak menyandang Asperger’s Syndrome. Subjek
Asperger’s Syndrome. menolak kenyataan tentang gangguan pada anak
7. Directed activities and fulfilling meaning sejak pertama kali merasakan ada hal yang tidak
Subjek melakukan berbagai upaya untuk biasa terjadi pada kandungannya hingga anak
membuat kondisi anak menjadi lebih baik, berusia kurang lebih 3.5 tahun. Selama kurang
seperti mengikutkan anak pada bermacam- lebih 3.5 tahun itu, pikiran dan perasaan subjek
macam jenis terapi. Menurut subjek, segala banyak dikuasai oleh kebingungan-kebingungan
hal yang dapat membuat kondisi anaknya akan kondisi anak.
membaik patut untuk dicoba. Subjek banyak Subjek tidak siap menerima diagnosis
berinteraksi dan menjalin relasi dengan gangguan Asperger’s Syndrome pada anak.
oranglain untuk memenuhi kebutuhan Harapan subjek yang sangat besar untuk
informasi akan gangguan anak dan sebagai kembali memiliki anak yang sehat dan normal
bentuk upaya untuk memahami gangguan pasca keguguran tidak dapat terpenuhi karena
anak lebih dalam. ternyata anak lahir dengan mengalami gangguan
8. Meaningful life perkembangan. Kenyataan yang bertolak
Subjek menilai kenyataan anak pertamanya belakang dengan harapan ini membuat subjek
menyandang Asperger’s Syndrome sebagai sangat kesulitan menerima kondisi anak.
suatu ujian sekaligus berkah. Subjek merasa Kondisi ini juga diperkuat dengan sikap subjek
tetap bersyukur karena diberikan yang menuntut anak harus tumbuh dan
kesempatan lebih untuk belajar keikhlasan berkembang seperti anak normal yang lain.
dan kesabaran lewat gangguan anak. Kehadiran anak kedua menjadi sebuah
9. Happiness momentum yang memunculkan keyakinan baru
Subjek merasa bahagia dengan dalam diri subjek tentang gangguan anak.
kehidupannya saat ini, walaupun belum Interaksi antara anak pertama dan kedua
sepenuhnya bahagia. Makna bahagia menunjukkan kepada subjek bahwa anak
menurut subjek berarti mensyukuri setiap pertamanya memiliki potensi untuk berkembang
kejadian hidup. Subjek merasa mulai bisa lebih baik sekalipun mengalami gangguan
menerima kenyataan dalam hidupnya bahwa Asperger’s Syndrome. Kondisi ini
anak pertamanya memang berbeda dengan memunculkan harapan yang sangat besar dalam
anak lain.

50
MAHARANI, et al / PROSES PENCAPAIAN KEBAHAGIAAN PADA IBU

diri subjek bahwa anaknya bisa sembuh dan upaya tersebut sebagai pembuktian bahwa
tumbuh normal seperti anak-anak yang lain. kondisi sang anak tidak seburuk pandangan
Adanya potensi dan harapan besar tentang keluarga dan orang di lingkungan sekitarnya.
kesembuhan anak memunculkan keyakinan Hal ini juga menjadi bentuk upaya subjek untuk
dalam diri subjek bahwa tuntutannya selama ini menunjukkan pada suami tentang peluang
agar anak tumbuh dan berkembang secara kondisi anak menjadi lebih baik. Subjek ingin
normal akan bisa terpenuhi. Keyakinan ini membuktikan dan mengajak suami untuk lebih
membuat subjek mengupayakan berbagai memahami serta peduli pada kondisi anak.
macam cara untuk memenuhi tuntutannya Kurangnya dukungan sosial dari orang-
terhadap anak. Subjek mengikutsertakan anak orang terdekat menjadi sebuah hambatan bagi
pada berbagai macam terapi dan juga kerap subjek untuk mencapai kebahagiaan hidupnya
menekan terapis anak dengan meminta program secara utuh. Suami sebagai satu-satunya orang
terapi yang terlalu banyak dan tidak disesuaikan yang memiliki kedekatan fisik dan psikis
dengan kemampuan anak. dengan subjek tidak dapat memberikan
Berbagai macam upaya yang dilakukan dukungan sosial secara penuh. Tuntutan
subjek untuk kesembuhan anak sebetulnya pekerjaan membuat suami subjek harus banyak
merupakan sebuah usaha subjek untuk menghabiskan waktu dan perhatian di luar
meyakinkan dirinya sendiri bahwa anaknya rumah. Sehingga waktu dan perhatian suami
betul-betul bisa sembuh seperti anak normal untuk keluarga sangatlah terbatas. Selain itu,
yang lain. Dibalik optimismenya tentang suami subjek menunjukkan sikap kurang peduli
kesembuhan anak, subjek sebetulnya memiliki akan gangguan anak.
ketakutan dan kekhawatiran yang sangat besar Kurangnya dukungan sosial dari orang
dalam dirinya tentang gangguan anak. Subjek terdekat juga tampak dari hubungan subjek
tidak siap jika menerima kenyataan yang tidak dengan keluarga besar yang relatif renggang.
sesuai dengan harapannya tentang gangguan Sejak kecil subjek tidak memiliki kedekatan
anak. Ini juga menjadi salah satu pemicu subjek dengan ayah dan saudara kandungnya. Subjek
menolak bertemu dengan psikolog sebagai salah bahkan sering bertengkar dengan ayah karena
satu upaya untuk memahami gangguan anak berbeda pendapat. Terlebih lagi setelah ibu
secara lebih detail. kandung subjek meninggal dan ayahnya
Segala hal yang dilakukan subjek tersebut menikah kembali. Hubungan subjek dengan
bukan hanya untuk kesembuhan anak. Namun ayah dan saudara kandungnya semakin
lebih pada usaha untuk membuktikan pada renggang. Diagnosis gangguan pada anak
suami, keluarga, dan lingkungan sekitar yang pertama subjek membuat kedekatan subjek
selama ini kurang berpandangan positif tentang dengan keluarganya kian sulit terjalin akrab.
gangguan anak. Subjek melakukan berbagai Keluarga besar subjek masih banyak yang

51
MAHARANI, et al / PROSES PENCAPAIAN KEBAHAGIAAN PADA IBU

memberikan penilaian negatif tentang gangguan kondisi anak dengan menunjukkan bahwa anak
pada anak pertama subjek. Kondisi ini kerap bisa tumbuh dan berkembang normal.
membuat subjek dan anaknya dikucilkan dalam Ada harapan besar dalam diri subjek bahwa
lingkungan keluarga besar. anaknya kelak akan tumbuh dan berkembang
Karakteristik personal subjek yang menutup normal seperti anak lain. Akan tetapi disisi lain,
diri tentang kehidupan afeksi pun membuatnya subjek merasa tidak siap dan khawatir bahwa
memperoleh dukungan sosial yang sangat harapannya itu tidak dapat terpenuhi. Hal ini
minim dari orang-orang terdekat. Hingga membuat subjek terus menekan dan menuntut
akhirnya subjek merasa menjadi single fighter anak.
dalam pengasuhan anak. Subjek merasa sendiri Kurangnya dukungan sosial dari orang
dan tidak memiliki “tim” yang membantunya terdekat, banyaknya kekhawatiran, kecemasan,
mengasuh anak. Kenyataan ini menjadi sebuah dan tuntutan ini menyulitkan subjek untuk
kondisi yang sangat berat karena subjek harus menghadapi kenyataan serta memunculkan
menghadapi situasi sulit yang tidak diharapkan ketakutan bagi subjek untuk menerima fakta-
itu sendiri dan tanpa dukungan dari oranglain. fakta baru dalam hidupnya. Hal ini
Berbagai macam kondisi ini memunculkan menggambarkan bahwa subjek belum mencapai
banyak kekhawatiran dan kecemasan dalam diri kebahagiaan hidupnya secara utuh.
subjek mengenai kondisi dan masa depan anak
serta keluarga kecilnya. PENUTUP
Subjek banyak menuntut anak untuk Kesimpulan
tumbuh dan berkembang seperti anak normal 1. Secara umum, proses pencapaian
yang lain. Berbagai macam cara dilakukan kebahagiaan yang dilalui subjek adalah:
supaya anak bisa berkembang normal seperti tragic event  meaningless life  self
yang diharapkannya. Hal ini membuat subjek insight  finding meaning and purposes
kerap menekan anak, seperti diikutsertakan life  changing attitude  self
dalam berbagai upaya penyembuhan dengan commitment  directed activities and
mengesampingkan kesejahteraan anak. Subjek fulfilling meaning  meaningfull life 
terus menekan anak dan orang-orang di sekitar, happiness.
seperti terapis untuk memenuhi tuntutannya 2. Subjek menjalani proses yang sangat
tentang perubahan anak. Tuntutan subjek ini panjang untuk bisa menerima fakta tentang
menjadi sebuah sarana pembuktian dan usaha gangguan anak dan menemukan makna
subjek untuk mendapatkan perhatian dari suami dibalik peristiwa tragis yang dialaminya.
dan menunjukkan bahwa anak bisa berkembang Sejak awal, subjek menolak kenyataan
lebih baik. Subjek juga berusaha menepis tentang gangguan anak. Kehadiran anak
anggapan negatif dari keluarga besarnya tentang pertama ini adalah sesuatu yang sangat

52
MAHARANI, et al / PROSES PENCAPAIAN KEBAHAGIAAN PADA IBU

dinantikan oleh subjek setelah sebelumnya mengesampingkan kemampuan dan


mengalami keguguran. Kenyataan tentang kesejahteraan anak.
gangguan anak menjadi hal yang sangat 5. Berbagai macam upaya penyembuhan anak
bertolak belakang dengan harapan dan yang dilakukan subjek bukan hanya
membuat subjek merasa tertekan. Subjek bertujuan untuk mengubah kondisi anak.
menuntut anak untuk tumbuh dan Namun juga sebagai bentuk usaha subjek
berkembang seperti anak normal lainnya. untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa
3. Subjek menjalani proses selama kurang anaknya memang betul-betul bisa sembuh.
lebih 3.5 tahun untuk menerima kondisi Ada ketakutan besar dalam diri subjek
anak. Kehadiran anak kedua menjadi bahwa kondisi anak yang selama ini
sebuah momentum yang memunculkan dikhawatirkannya akan benar terjadi.
keyakinan baru dalam diri subjek tentang Sehingga subjek berusaha keras untuk
gangguan anak. Interaksi antara kedua anak membuktikan bahwa anaknya betul-betul
menunjukkan kepada subjek bahwa anak bisa sembuh.
pertamanya memiliki potensi untuk tumbuh 6. Usaha keras yang dilakukan subjek juga
dan berkembang lebih baik sekalipun menjadi sebuah sarana pembuktian subjek
menyandang Asperger’s Syndrome. Ada kepada suami, keluarga besar, dan
harapan besar dalam diri subjek bahwa lingkungan sekitar yang selama ini masih
anaknya akan sembuh seperti anak normal memandang sebelah mata dengan kondisi
pada umumnya. anak. Subjek ingin membuktikan pada
4. Melihat potensi besar dalam diri anak dan suami bahwa kondisi anak bisa berubah
harapan anak akan sembuh memunculkan lebih baik asal tertangani secara tepat sejak
keyakinan dalam diri subjek bahwa dini. Ini merupakan salah satu usaha subjek
tuntutannya selama ini kepada anak akan untuk mendapatkan perhatian dari suami
bisa terpenuhi. Kondisi ini membuat subjek yang selama ini kurang peduli dengan
melakukan berbagai upaya untuk gangguan anak. Subjek juga memiliki
memenuhi tuntutannya. Subjek kebutuhan untuk membuktikan kepada
mengikutsertakan anak pada berbagai keluarga besar dan oranglain bahwa anak
macam program terapi dan kerap menekan pertamanya tidaklah seburuk penilaian
terapis. Subjek menginginkan anaknya bisa oranglain.
segera berubah menjadi lebih baik seperti 7. Adanya kebutuhan untuk memenuhi
anak normal lain. Hal ini membuat subjek tuntutan ini membuat subjek kerap
kerap menuntut berbagai macam jenis menekan anak dan terapis disekitarnya
terapi pada terapis dengan untuk melakukan segala macam cara untuk
mengubah kondisi anak. Subjek kerap

53
MAHARANI, et al / PROSES PENCAPAIAN KEBAHAGIAAN PADA IBU

mengesampingkan kesejahteraan dan 11. Bahagia berarti menerima dan


kemampuan anak. mempersepsikan secara positif setiap
8. Subjek kurang mendapat dukungan sosial kejadian dalam hidup, seburuk apapun
dari orang-orang terdekat. Suami sebagai kejadian tersebut. Sikap subjek yang
satu-satunya orang yang dekat dengan meyakini tuntutan-tuntutan tentang
subjek adalah seseorang yang sangat sibuk kesembuhan anak dan memaksa anak untuk
dan tidak memiliki banyak waktu untuk memenuhi tuntutannya menunjukkan
keluarga. Suami subjek juga kurang peduli bahwa subjek belum sepenuhnya menerima
dengan segala sesuatu yang terjadi di dalam kondisi anak. Subjek tidak siap menerima
rumah, termasuk mengenai pengasuhan kenyataan hidup yang berlawanan dengan
anak. Dari pihak keluarga besar, mayoritas harapannya. Hal ini juga ditunjukkan
masih memberikan penilaian negatif dengan besarnya kecemasan subjek untuk
terhadap subjek dan anak pertamanya mengetahui kondisi anak sesungguhnya
sehingga membuatnya kerap dikucilkan di secara lebih detail, misalnya dengan
lingkungan keluarga besar. Selain itu, menemui psikolog. Subjek belum
karakteristik personal subjek yang tertutup mempersepsikan secara positif gangguan
mengenai kehidupan afeksi membuat Asperger’s Syndrome pada anak dan terlalu
subjek semakin sulit menerima dukungan berambisi memenuhi tuntutan bahwa anak
sosial dari orang lain. harus sembuh seperti anak normal yang
9. Minimnya dukungan sosial yang diterima lain. Kondisi ini menunjukkan bahwa
subjek dalam hidup membuatnya merasa kebahagiaan belum terbentuk secara utuh
tidak memiliki tim dalam mengasuh anak. dalam diri subjek.
Subjek merasa sendiri dalam mengasuh 12. Kebahagiaan yang sudah ada dalam diri
anak dan menghadapi berbagai macam subjek meskipun belum terbentuk secara
kesulitan dalam hidupnya. Hal ini dirasakan utuh dipengaruhi oleh beberapa faktor,
menjadi sebuah kondisi yang berat bagi seperti: faktor pendidikan, gender, faktor
subjek karena subjek harus berjuang sendiri ekonomi keluarga yang tercukupi, dan
menghadapi berbagai kenyataan dalam optimisme terhadap masa depan keluarga.
hidupnya. Saran
10. Banyaknya kekhawatiran, kecemasan, dan
1. Bagi subjek dan ibu yang memiliki anak
tuntutan dalam diri subjek membuatnya
penyandang Asperger’s Syndrome.
sulit menerima dan menghadapi kenyataan
Kehadiran anak penyandang Asperger’s
hidup serta memunculkan ketakutan bagi
Syndrome adalah sesuatu yang terjadi di luar
subjek untuk menghadapi situasi sulit
harapan namun bukan berarti menutup
dalam hidupnya.
peluang bagi ibu untuk membentuk

54
MAHARANI, et al / PROSES PENCAPAIAN KEBAHAGIAAN PADA IBU

kebahagiaan dalam hidup. Ibu disarankan Sehingga diharapkan proses penanganan


untuk dapat menerima sepenuhnya kondisi untuk gangguan anak dapat dilakukan secara
anak dengan segala kekurangan dan tepat dan optimal.
kelebihannya. Sekalipun menyandang 2. Bagi suami atau keluarga ibu yang memiliki
Asperger’s Syndrome, anak tetap memiliki anak penyandang Asperger’s Syndrome.
potensi dan kualitas yang dapat Seorang ibu yang memiliki anak
dikembangkan secara optimal dalam dirinya. penyandang Asperger’s Syndrome
Penerimaan penuh seorang ibu akan kondisi membutuhkan dukungan dari lingkungan
anak yang menyandang Asperger’s sekitar untuk menguatkan diri dalam
Syndrome diharapkan akan membantu ibu menghadapi situasi sulit yang tidak
untuk menemukan makna hidup dibalik diharapkan. Suami atau keluarga sebagai
kenyataan hidup yang tidak sesuai dengan orang terdekat dengan ibu, disarankan
harapan. Adanya penolakan dan tuntutan mampu memahami kondisi yang terjadi pada
dalam diri ibu terkait dengan kondisi anak anak Asperger’s Syndrome dan berusaha
akan menghalangi pencapaian makna hidup untuk menerima kondisi anak. Penerimaan
ibu. Tuntutan besar dari ibu juga akan terhadap kondisi anak akan membantu orang-
berdampak negatif bagi anak karena ibu orang terdekat untuk bisa memberikan
hanya akan berfokus pada kepentingannya dukungan fisik, psikis, dan sosial secara
untuk memenui tuntutan tanpa penuh kepada ibu. Dukungan dari orang
memperhatikan kesejahteraan anak. terdekat akan menguatkan ibu untuk
Penerimaan ibu terhadap kondisi anak akan memandang positif setiap kejadian dalam
mengarahkan aktivitas ibu agar berorientasi hidupnya dan diharapkan akan membantu ibu
pada upaya optimalisasi tumbuh kembang mencapai kebahagiaan hidup.
anak dengan tetap memperhatikan 3. Bagi masyarakat.
kesejahteraan anak. Masyarakat disarankan memberikan
Selain itu, ibu disarankan mendatangi dukungan sosial kepada ibu yang memiliki
psikolog untuk menjalani evaluasi psikologis anak penyandang Asperger’s Syndrome
bagi anak. Evaluasi psikologis menjadi salah dengan tidak mengucilkan anak maupun ibu
satu proses dan langkah dasar dalam dalam kehidupan bermasyarakat. Perlakuan
memahami kondisi gangguan anak secara dan stigma positif dari masyarakat
lebih detail dan akurat. Hasil dari proses diharapkan dapat membantu ibu untuk
evaluasi psikologis dapat digunakan sebagai meningkatkan kualitas dirinya dan
arahan untuk penentuan proses penanganan pengasuhan anak di tengah kondisi yang
yang tepat untuk anak dengan tidak diharapkan.
memperhatikan potensi yang dimiliki anak.

55
MAHARANI, et al / PROSES PENCAPAIAN KEBAHAGIAAN PADA IBU

4. Bagi pihak sekolah atau tempat terapi. Kartono, K. 1992. Psikologi Wanita: Mengenal
Wanita sebagai Ibu dan Nenek (Jilid 2).
Pihak sekolah atau terapi disarankan
Bandung: Mandar Maju.
dapat menjaga dan meningkatkan
Mangunsong, Frieda., dkk. 1998. Psikologi dan
komunikasi dengan orangtua, khususnya ibu Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta:
terkait dengan tumbuh dan kembang anak LPSP3 UI.

Asperger’s Syndrome selama beraktivitas. Miles, B.B., dan A.M. Huberman. 1992.
Analisa Data Kualitatif. Jakarta: UI
Pihak sekolah dan tempat terapi disarankan
Press.
juga memberikan lebih banyak motivasi dan
Myers, D. 2002. The Pursuit of Happiness :
masukan bagi ibu dalam optimalisasi Who is Happy and Why ?.Harper
pengasuhan anak untuk memunculkan rasa Paperbacks.

optimis dalam diri ibu bahwa sang anak Poerwandari, Kristi. 2005. Pendekatan
Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
dapat tumbuh dan berkembang lebih baik. Manusia. Jakarta: LPSP3 UI.
Safaria, T. 2005. Autisme: Pemahaman Baru
untuk Hidup Bermakna bagi Orangtua.
DAFTAR PUSTAKA Yogyakarta: Graha Ilmu.

Adams, R.A., Gordon, C., Spangler, AA. 1999. Seligman, M. E. P. 2002. Menciptakan
Maternal Stress in Caring for Children Kebahagiaan dengan Psikologi Positif
with Feeding Disabilities: Implication (Authentic Happiness). Bandung : PT.
for Health Care Provider. Journal of The Mizam Pustaka.
American Dietetic Association, 99,5.
FTP proquest.com/pqdauto.htm. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif
Diunduh tanggal 5 Januari 2013. dan Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

Attwood, Tony. 2005. Sindrom Asperger, William, C. dan Wright, B. 2004 . How To Live
Panduan Bagi Orangtua dan With Autism and Asperger Syndrome.
Profesional. Jakarta: Serambi. Jakarta: Dian Rakyat.

Bastaman, H. D. 1996. Meraih Hidup


Bermakna. Kisah Pribadi dengan
Pengalaman Tragis. Jakarta :
Paramadina.
Carr, A. 2004. Positive Psychology : The
Science of Happiness and Human
Strengths. Hove & New York : Brunner-
Routledge Taylor & Francis Group.
Cohen, D.J dan Volkmar, F.R. (1997).
Handbook of Autism and Pervasife
Development Disorders (2nd Ed). New
York: John Wiley & Sons. Inc.
Duffy, K.G. dan Atwater, E. 2005. Psychology
For Living: Adjusment, Growth, and
Behavior Today (8th Ed). New Jersey:
Prentice Hall.

56

Anda mungkin juga menyukai