Anda di halaman 1dari 11

PANCASILA DALAM IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEMANUSIAAN

DAN KEADILAN DALAM MASYARAKAT MODERN

Disusun Oleh:

Gita Juniarti (F1B02310008)

TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MATARAM

2023/2024
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi dan informasi yang berkembang pesat menjadi hal yang
membawa banyak perubahan social, yang dahulunya masyarakat Indonesia memiliki rasa
persatuan yang kuat kini masyarakat telah berorientasi pada kepentingan individu.
Fenomena ini disebut sebagai modernisasi. Modernisasi merupakan hal yang tidak dapat
terelakkan dalam kehidupan saat ini. Hasil dari modernisasi ini adalah masyarakat
modern, yaitu masyarakat yang kehidupan dan nilai budayanya berorientasi pada masa
kini. Masyarakat modern juga dapat diartikan sebagai bentuk transformasi dari
masyarakat tradisional menjadi masyarakat yang lebih maju dalam bidang teknologi, ilmu
pengetahuan, serta cara berpikirnya. Dalam berinteraksi masyarakat modern
melakukannya atas dasar bisnis, produksi, konsumsi, dan komersialisasi. (Miftahul et al,
2021)
Modernisasi tidak hanya membawa dampak positif namun juga dampak negatif,
dampak negatif modernisai adalah semakin lunturnya semangat gotong-royong,
solidaritas, kepedulian, dan kesetiakawanan sosial juga meningkatnya rasa
individualisme. Sikap individualisme merupakan paham yang menganggap diri sendiri
(kepribadian) lebih penting dibandingkan dengan orang lain. Seseorang yang bersikap
individualisme selalu mementingkan dirinya sendiri, mereka tidak memperdulikan orang
lain dan hanya peduli terhadap urusannya masing-masing. Dampak negatif sikap
individualisme di antaranya, manusia menjadi lebih egois, menurunnya kemampuan
bersosialisasi dan bergaul, tidak bisa bekerja sama dalam kelompok, menganggap segala
hal yang dilakukannya pasti benar, serta hilangnya rasa solidaritas terhadap sesama.
Sifat individualisme muncul karena masyarakat Indonesia semakin tidak
memfilter hal-hal yang masuk ke Indonesia. Seperti masuknya budaya kebarat-baratan
yang membuat masyarakat Indonesia mengubah pola hidup, pola pikir bahkan perilaku
sehari-hari mereka. Maka dari itu, diperlukan pegangan yang bisa dijadikan filter yaitu
Pancasila. Pancasila memiliki lima sila yang harus dijunjung tinggi, karena menyimpan
nilai-nilai luhur bangsa. Adapun nilai-nilai Pancasila yakni nilai Ketuhanan, nilai
Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan, dan nilai Keadilan. Pada kesempatan ini
penulis akan membahas nilai kemanusiaan dan nilai keadilan yang terdapat pada sila
kedua dan sila kelima.

B. Tujuan
1. Menganalisis peran dan relevansi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sosial masyarakat modern,
2. Menganalisis peran dan relevansi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sosial
masyarakat modern,
3. Mengetahui bagaimana implementasi nilai kemanusiaan,
4. Mengetahui bagaimana implementasi nilai keadilan,
5. Mengetahui tantangan penerapan nilai pancasila,
6. Dan mengetahui cara menghadapi tantangan penerapan nilai pancasila.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Kemanusiaan yang adil dan beradab


1) Analisis nilai kemanusiaan
Kemanusiaan merupakan sebuah sikap universal yang harus dimiliki setiap
umat manusia di dunia yang dapat melindungi dan memperlakukan manusia
sesuai dengan hakikat manusia yang bersifat manusiawi. Kemanusiaan adalah
sifat hakiki manusia yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Nilai
kemanusiaan sendiri terdapat dalam kelima sila Pancasila yaitu pada sila ke-2.
Nilai kemanusiaan memiliki makna rasa empati dan kasih sayang terhadap
manusia. Artinya, warga negara diharapkan merasa sedih saat masyarakat lain ada
yang sedih, dan membantu saat ada yang terkena musibah. Kemanusiaan juga
memandang manusia dengan setara sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang pantas
dihargai dan harus dihormati tanpa memandang suku, ras, agama, bahasa, dan
tingkat ekonomi.
2) Implementasi Nilai Kemanusiaan
Di bawah ini merupakan contoh penerapan nilai kemanusiaan dalam Pancasila di
kehidupan sehari-hari.
1) Mengenali dan memperlakukan orang-orang sesuai dengan status dan
martabat mereka sebagai makluk ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa.
2) Mengakui kesetaraan, hak-hak dasar, dan kewajiban setiap manusia,
tanpa memandang ras, suku, agama, jenis kelamin, warna kulit, dan
sebagainya.
3) Mengembangkan rasa saling mencintai dan menyayangi antara sesama.
4) Mengembangkan toleransi antara sesama.
5) Tidak bersikap sewenang-wenang terhadap orang lain.
6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7) Mengaplikasikan nilai-nilai kemanusiaan di kehidupan kita.
8) Berani membela kebenaran dan keadilan.
9) Mengetahui bahwa Bangsa Indonesia merupakan sebagian dari
seluruh umat manusia.
10) Mengembangkan sikap hormat kepada bangsa lain dan sesama.
11) Mengulurkan tangan untuk membantu sesama yang membutuhkan
12) Sikap sopan dan ramah kepada siapa pun
13) Bersikap Adil untuk Diri Sendiri atau Orang Lain
14) Tidak Memilih Dalam Berteman
15) Melakukan Kegiatan Kemanusian
16) Tidak Main Hakim Sendiri
17) Menghormati Orang Tua
18) Berperilaku Baik Kepada Orang Lain
19) Bersikap Hormat dan Bekerja Sama dengan Bangsa Lain

3) Studi Kasus
1. Tawuran pelajar Siswa SMA Negeri 1 Donggo, Bima. 22 September 2022.
Kronologis kejadian berawal dari permainan Futsal, antara Pelajar dari Desa
Mpili VS Pelajar dari Desa Kala, O’o dan Doridungga di Desa Bolo Kec
Madapangga. Namun pada saat berlangsungnya pertandingan terjadi benturan
fisik antara pemain, sehingga menimbulkan tidak terimanya pelajar dari Desa
Kala dan menyimpan rasa dendam.

Jika dilihat dari kronologi kasus tawuran tersebut, bahwa penyebab terjadinya
tawuran tersebut bukan menjadi hal yang baru. Telah banyak kasus-kasus
serupa yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Seperti tawuran yang terjadi
di Bekasi menyebabkan 1 orang remaja meninggal. Banyaknya berbagai kasus
serupa hingga menimbulkan pola, bermula dari masalah ketersinggungan salah
satu kawan, benturan fisik, dendam, kemudian ditanggapi dengan rasa
setiakawan yang berlebihan, dan terjadilah tawuran. Dalam kasus tawuran
diatas, yang awalnya konflik antar pelajar kemudian mengarah pada konflik
antar desa. Ini juga terjadi karena rasa setia kawan yang berlebihan.
Jika diulik lebih dalam lagi ada beberapa faktor penyebab terjadinya kasus
tawuran tersebut yaitu :
1. Kurangnya pengawasan orang tua
2. Tekanan teman sebaya
Remaja lebih cenderung menjadi kasar atau agresif saat mereka merasa
tertekan. Mereka juga mungkin melakukan kekerasan untuk
mempertahankan tempat mereka dalam grup.
3. Gengsi
Di lingkungan pertemanan remaja tawuran dijadikan ajang unjuk
kemampuan, apalagi dilingkungan anak laki-laki. Jika ada anak-anak
yang tidak ikut tawuran maka akan di cap lemah, tidak solid, bahkan
dianggap banci.
4. Kontrol Diri yang Lemah
Kontrol diri merujuk pada ketidakstabilan emosi, emosi ini meliputi
mudah marah, frustrasi, dan kurang peka terhadap lingkungan sosialnya
5. Pengaruh Media
Contohnya, saat remaja memainkan vidio gim yang di dalamnya
menampilkan adegan kekerasan, maka hal ini dapat meningkatkan
pikiran dan perilaku agresif
2. Seorang mertua membunuh menantunya yang tengah hamil 7 bulan di Desa
Parerejo, Purwodadi, Pasuruan, Jawa Timur (31/10/2023)

Implikasi dari kasus tersebut adalah sebagai berikut:


Berdasarkan berita yang beredar dari beberapa website seperti
kompas.tv, merdeka.com, Tribunnews, dan liputan6.com bahwa masih
belum jelas motif pelaku membunuh korban. Beberapa liputan
menjelaskan bahwa motif pelaku adalah rudapaksa, dikarenakan korban
berteriak membuat pelaku panik hingga mengambil pisau dapur dan
menggorok leher korban. Namun beberapa media lainnya mengatakan
bahwa pelaku membunuh korban lantaran kesal anaknya memiliki banyak
utang, pelaku beranggapan bahwa korban mempengaruhi sang suami
untuk berutang. Hingga kini polisi masih mendalami motif sebenarnya dari
kasus ini. Diketahui pula bahwa pelaku merupakan seorang duda,
pengangguran, memiliki kebiasaan mabuk dan suka mengunjungi tempat
prostitusi.
Jika dilihat dari berbagai informasi yang diberitakan oleh beberapa
media dapat dikatakan bahwa kasus pembunuhan ini disebabkan oleh
faktor kestabilan emosional. Dikutip dari tulisan Arlina, Mahasiswa
psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Secara umum ada empat faktor
yang menyebabkan seseorang melakukan pembunuhan yaitu lingkungan
yang buruk, himpitan ekonomi, kestabilan emosional dan traumatis masa
lalu. Kestabilan emosional yang dimaksud adalah suatu kondisi seorang
yang dapat mengontrol diri atas luapan ekspresi emosi agar emosi yang
ditampilkan tepat, sehingga dapat menyikapi stimulus yang berupa tekanan
dengan baik. Kestabilan emosional membuat seorang dapat
mengendalikan kondisi jiwa agar tidak berubah secara drastis dari kondisi
sebelumnya sehingga terlihat lebih tenang dalam menyikapi berbagai
masalah atau persoalan. Dimana kestabilan emosional juga dapat dilihat
dari tingkat kereligiusan seseorang. Dalam kasus tersebut bisa dikatakan
bahwa pelaku bukan orang yang religius, bisa dilihat dari pelaku yang
memiliki kebiasaan mabuk dan mengunjungi tempat prostitusi. Terlepas
dari apapun motif pembunuhan tersebut, jika membicarakan pembunuhan
maka itu merupakan kasus penyelewengan terhadap sila ke-dua Pancasila
yaitu nilai kemanusiaan.

2. Nilai keadilan
1) Analisis nilai keadilan
Keadilan berasal dari kata dasar adil yang dapat didefinisikan sama seperti berat,
berpihak pada yang benar serta sepatutnya tidak sewenang-wenang. Nilai keadilan
dapat dipahami sebagai nilai-nilai yang menjunjung tinggi norma berdasarkan
ketidakberpihakan, keseimbangan sekaligus pemerataan pada suatu hal. Menurut
hakikatnya, adil dapat diartikan sebagai seimbangnya kewajiban dan hak. Nilai
Keadilan ini terdapat dalam sila kelima Pancasila, dimana keadilan yang
dimaksud dalam sila kelima Pancasila adalah pemberian hak yang sama rata pada
seluruh rakyat Indonesia. Keadilan sosial ini berkaitan dengan kesejahteraan, oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia
adalah suatu keadilan demi kesejahteraan masyarakat banyak. Sila kelima
Pancasila ini juga menunjukan bahwa keadilan sosial seharusnya menjadi hak dan
milik seluruh rakyat Indonesia tanpa memandang perbedaan pada masing-masing
individu dan tanpa mendiskriminasi tiap individu.

2) Implementasi kasus
1. Bekerja sama untuk memecahkan masalah keluarga.
2. Saling membantu dengan keluarga lain.
3. Memberikan hak dan tanggung jawab yang sama kepada setiap keluarga.
4. Jangan mendiskriminasi keluarga
5. Membantu teman, saudara, tetangga dan orang lain yang sedang
mengalami bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor dan banjir
6. Tidak melakukan tindakan yang merugikan kepentingan umum.
7. Tidak diskriminatif dan memperlakukan orang secara setara tanpa
membedakan latar belakang agama, suku, ras, golongan, dan sebagainya.
8. Murah hati untuk membantu mereka yang membutuhkan.
9. Mengapresiasi dan menghargai karya orang lain
10. Memelihara sikap yang saling membantu
11. Jangan melakukan apapun yang akan merugikan diri sendiri dan publik
secara luas
12. Bersikaplah adil kepada semua orang, tanpa memandang derajat, posisi,
atau status seseorang
13. Menghargai usaha orang lain
14. Mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi
15. Jangan menghabiskan atau membuang-buang uang untuk membeli barang-
barang yang tidak dibutuhkan.
16. Senantiasa bekerja keras untuk mencapai kemajuan dan keadilan sosial.
17. Menghargai guru dan teman- teman di sekolah.
18. Tidak membully teman di sekolah, seperti adik kelas atau teman yang
memiliki keterbatasan atau status yang berbeda
19. Saling menghargai sesama teman.
20. Bekerja sama dalam melakukan tugas atau kerja kelompok
21. Bekerja sama membersihkan kelas dan lingkungan sekolah
22. Tidak berperilaku buruk kepada teman- teman di sekolah
23. Berteman baik dengan setiap siswa tanpa memandang status, derajat,
agama, suku, dan ras yang berbeda
24. Tidak melakukan tindakan curang kepada teman atau guru di sekolah.
3) Studi kasus

1. Penegakan hukum yang dijalani seorang Nenek bernama Minah pada sidang
yang digelar oleh PN Purwokerto dengan dakwaan pencurian 3 (tiga) butir
kakao dari kebun milik Suatu perusahaan dan dijatuhi hukuman 1 bulan dan
15 hari penjara karena terbukti melanggar Pasal 362 KUHP. Kasus ini adalah
contoh penegakkan keadilan yang ada di Indonesia.

Pada kasus ini memiliki Implikasi yaitu:


Adanya kesenjangan hukum antara masyarakat miskin dan kaya. Nenek
Minah yang merupakan seorang petani miskin dengan penghasilan yang pas-
pasan, harus dijatuhi hukuman penjara selama 1 bulan dan 15 hari karena
mencuri 3 butir kakao. Sementara itu, pelaku kejahatan korupsi yang
merugikan negara hingga miliaran rupiah, seringkali hanya dijatuhi hukuman
penjara yang relatif ringan. Hal ini menunjukkan bahwa hukum di Indonesia
masih belum adil dan tidak berpihak kepada masyarakat miskin.

3. Tantangan dan solusi


(Fatimah dkk., 2019) menyatakan bahwa penerapan nilai-nilai Pancasila dapat
dikatakan penuh dengan hambatan. Dia membedakan antara hambatan eksternal
dan internal. Hambatan eksternal antara lain menyebutkan bahwa pesatnya proses
globalisasi cenderung menggeser masyarakat Indonesia ke arah nilai-nilai dari luar,
seperti nilai-nilai personal, materialistis, pragmatis yang berujung pada lunturnya
kesadaran nasionalisme sedangkan nilai-nilai Pancasila tidak lagi menjadi pedoman
untuk kehidupan sehari-hari. Hambatan internal dapat dilihat dari etos multikultural
seringkali berdampak pada pengabaian nilai-nilai Pancasila seperti terlihat pada adanya
etos kedaerahan eksklusif yang terkesan menganggu kesadaran bangsa (Hapsari Indria
& Sukarya, 2020.

Ada banyak tantangan penerapan Pancasila pada masa kontemporer. Berikut ini 10
tantangan Pancasila di era kontemporer:
1. Menguatnya individualisme
Individualisme adalah paham yang mementingkan hak individu atau perseorangan,
mengesampingkan hak masyarakat umum. Paham individualisme sendiri bisa jadi
melunturkan nilai-nilai Pancasila menganut keyakinan bahwa manusia adalah
makhluk sosial. Hal ini tertuang dalam sila kedua tentang kemanusiaan dan sila
ketiga tentang kebangsaan.
2. Maraknya kosmopolitanisme
Kosmopolitanisme adalah paham yang menganggap bahwa seluruh manusia
merupakan anggota dari komunitas global. Paham ini memberi dampak positif untuk
menekan diskriminasi dan isu rasial. Namun, paham kosmopolitanisme yang kuat
juga bisa melemahkan identitas dan solidaritas kebangsaan.
2. Meningkatnya fundamentalisme pasar.
Fundamentalisms pasar adalah gagasan bahwa mekanisme pasar, yaitu transaksi jual-
beli, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan saja. Gagasan ini menilai bahwa
mekanisme pasar adalah satu-satunya prinsip yang bisa mengendalikan kehidupan
bermasyarakat. Sisi baiknya, fundamentalisme pasar dapat meningkatkan kemajuan
ekonomi individu atau kelompok. Sayangnya, fundamentalisme pasar juga membuat
masyarakat terus menerus mengejar keuntungan. Demi mengejar keuntungan
tersebut, penganut fundamentalisme pasar akan melakukan apapun, termasuk
merebut hak orang lain.
3. Meningkatnya dominasi sistem hukum modern.
Tantangan Pancasila di era globalisasi lainnya adalah meluasnya pandangan tentang
hukum modern. Hal ini menyebabkan masyarakat mulai melirik sistem hukum
modern sebagai salah satu landasan pembuat keputusan.
4. Maraknya radikalisme dan ekstremis.
Masifnya pertukaran informasi selama era globalisasi ikut menjembatani penyebaran
ideologi radikal dan ekstremis. Seperti yang diketahui, radikalisme, dan ekstremisme
adalah dua hal yang bertentangan dengan Pancasila. Keduanya membuat individu
atau kelompok menjadi condong terhadap paham tertentu sehingga memaksa orang
lain untuk setuju dengan mereka. Ini tentu bertentagan dengan sila kedua tentang
kemanusiaaan dan sila ketiga tentang keadilan sosial.
5. Maraknya intoleransi.
Intoleransi adalah sikap yang tidak memiliki tenggang rasa atau toleransi. Dikutip
dari situs web resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, intoleransi dapat
muncul sebagai diskriminasi, seksisme, dan rasisme.
6. Mengabaikan Pancasila sebagai objek ilmu pengetahuan.
Pancasila adalah ideologi yang mempersatukan seluruh bangsa Indonesia. Pancasila
tentunya bisa dijadikan sebagai objek ilmu pengetahuan di dunia pendidikan
Indonesia. Sayangnya, di era globalisasi banyak objek ilmu pengetahuan lain yang
dinilai lebih penting untuk dipelajari dari pada Pancasila. Akibatnya, banyak institusi
pendidikan yang cenderung mengabaikan Pancasila sebagai objek ilmu pengetahuan.
7. Kemiskinan.
Di iklim pasar bebas, orang dengan bebas memperkaya diri sesuai kemampuan
mereka. Orang-orang yang punya privilese punya peluang besar dalam upaya
menyejahterakan dirinya.
8. Konflik sosial.
Konflik sosial di era globalisasi juga menjadi tantangan berat bagi Pancasila. Konflik
tersebut bisa terjadi karena banyak hal seperti protes masyarakat terkait kebijakan,
ketidakadilan dari pemerintah terhadap rakyatnya, dan lain sebagainya.
9. Ujaran kebencian.
Di era globalisasi yang sarat akan perkembangan teknologi, ujaran kebencian marak
ditemukan, terutama di media sosial. Kebebasan berpendapat, yang seharusnya
mengarah ke debat logis, berubah menjadi lontaran ejekan yang berdasarkan
subjektivitas.
10. Praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

Berikut beberapa cara menghadapi tantangan Pancasila di era globalisasi yang bisa
dilakukan bersama:
1) Menanamkan nilai-nilai Pancasila di setiap aspek pendidikan di berbagai jenjang.
2) Menetapkan regulasi yang mendukung nilai Pancasila, misalnya kebijakan
menghapus monopoli pasar.
3) Mempromosikan sikap cinta tanah air dan bangsa dengan menunjukkan kekayaan
dalam negeri, baik dari budaya, teknologi, dan sumber daya alam.
4) Mengidentifikasi kebenaran informasi sebelum mempercayai atau menyebarkannya.
5) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengambil keputusan dan menjunjung
tinggi demokrasi.
6) Berinvestasi di sektor pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan lingkungan untuk
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di era
globalisasi.
7) Mengutamakan keberlanjutan lingkungan dan memastikan kegiatan ekonomi tidak
merusak lingkungan.
8) Menyusun regulasi yang adil dan tidak menyengsarakan rakyat, sesuai sila ke-5,
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
9) Membekali anak-anak dengan nilai-nilai Pancasila sehingga bisa menjadikannya
bekal di era globalisasi

BAB III
A. Kesimpulan
Kehidupan sosial masyarakat modern Indonesia belum sepenuhnya mengikuti
budaya barat. Jika kondisi ini tidak di tangani dengan cepat dan tepat. Tidak menutup
kemungkinan beberapa tahun lagi masyarakat akan lupa nilai-nilai luhur yang terkandung
dalam Pancasila sebagai dasar negara. Ada beberapa nilai yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila. Dimana nilai kemanusiaan dan nilai merupakan nilai yang terkandung dalam
sila ke-2 dan sila ke-5.
Nilai kemanusiaan adalah nilai mengenai harkat dan martabat manusia. Manusia
merupakan makhluk yang tertinggi di antara makhluk ciptaan Tuhan sehingga nilai-nilai
kemanusiaan tersebut mencerminkan kedudukan manusia sebagai makhluk tertinggi di
antara makluk-makhluk lainnya. Contoh penerapan nilai kemanusiaan Pancasila, yaitu
mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia, Saling mencintai sesama manusia, dan meengembangkan sikap tenggang rasa.
Nilai keadilan adalah nilai yang menjunjung tinggi norma berdasarkan ketidak
berpihakan, keseimbangan, serta pemerataan terhadap suatu hal. Pada hakekatnya adil
berarti seimbangnya hak dan kewajiban. Contoh penerapan nilai keadilan dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu berperilaku adil kepada siapapun, Saling menghormati dan
menghargai hak –hak yang dimiliki orang lain, berteman kepada siapapun tanpa
memandang perbedaan.

B.Rekomendasi
Menurut penulis penguatan implementasi nilai-nilai Pancasila dapat dilakukan dengan
memanfaatkan platform media sosial maupun teknologi informasi yang ada. Contohnya
membuat akun Instagram ataupun TikTok yang berisi informasi tentang nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila, bagaimana mengimplementasikannya, dan menyediakan
layanan pengaduan dengan metode DM (direct message).

DAFTAR PUSTAKA
Susilawati, N. 2020 Pancasila Sebagai Solusi Problem Bangsa. Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari: Jambi

Rizik, M. 2021 Pendidikan masyarakat modern dan tradisional dalam menghadapi perubahan
sosial dan Modernisasi. Jurnal literasiologi: Jambi

Risty, E, A. 2021 Peran Serta Warga Negara Muda Pada Kegiatan Kemanusiaan. Jurnal
Penelitian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan: Lampung

Ervina, K, M. 2016. The Challenge of Implementing Pancasila in the Life of the Millennial
Generatio. Jurnal Scientia Indonesia: Semarang

Yohana.R.U. 2021. Penerapan Nilai-nilai Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hari dan Sebagai
Pendidikan karakter. Jurnal Kewarganegaraan: Universitas Pendidikan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai