Anda di halaman 1dari 41

DAMPAK BERKURANGNYA NILAI – NILAI SOSIAL BUDAYA

TERHADAP BERKEMBANGNYA BULLYING PADA ANAK KELAS AWAL


KE SD-an DI KOTA GORONTALO

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH
DR. LUKMAN ARSYAD, MPD

NIP. 196207031992031005

DOSEN PADA PRODI PIAUD

FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SULTAN AMAI GORONTALO

2021/2022
BAB I
PENDAULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Menelaah sosial dan budaya ini merupakan suatu komponen atau unsur

terkecil yang ada di dalam kehidupan masyarakat. Sosial yang berarti selalu

beruhubungan dengan tingkah laku masyarakat, sedangkan budaya yang berarti selalu

berhubungan dengan kebudayaan yang ada di dalam masyarakat yang mengandung


cita, karsa dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat dari hasil

belajar. Sosial budaya ini meliputi tentang sikap, etika, dan

berkarakter kewarganegaraan. Ketiga perilaku tersebut jika dilihat dari kehidupan,

sudah banyak perilaku sosial yang menyimpang nilai dan norma dengan pancasila.

Tidak hanya dalam kehidupan sosial budaya saja, di dalam kehidupan berpolitik pun

sudah banyak pejabat yang tidak jujur dan tidak bertanggung jawab atas amanah yang

sudah diberikan. Dalam dunia politik, di Indonesia memiliki citra atau pandangan

yang

1
2

kurang baik, karena politik uang yang masih ada dalam negara, banyak pejabat yang

sulit dipercaya lagi dan korupsi semakin banyak terjadi. Kehidupan

bermasyarakat, sosial budaya terhadap Pancasila sangatlah penting diterapkan karena

dapat menciptakan kegiatan bermasyarakat yang berkembang secara positif di

Indonesia. Menerapkan perilaku sosial budaya yang berdasarkan kepada nilai-niali

Pancasila juga bertujuan untuk membangun karakter bangsa Indonesia yang

lebih baik dan lebih maju.1


Dewasa ini nilai-nilai sosial budaya di butuhkan dalam hal ini, kerena nilai

sosial budaya tidak lepas dengan pembelajaran akhlak. Konsep lain yang setara

namun berbeda dengan akhlak adalah etika dan moral. Etika berasal dari bahasa

Yunani yaitu ethos yang artinya adat, watak atau kesusilaan. Sedangkan moral

berasal dari bahasa Latin yaitu mos, artinya adat atau cara hidup. Kedua istilah

tersebut sama-sama menentukan nilai baik dan buruk dari sikap atau perbuatan.

Perbedaannya terletak pada sumbernya. Akhlak bersumber pada al-Quran, etika

bersumber pada pertimbangan rasio, dan moral bersumber pada adat kebiasaan yang

berlaku dalam suatu masyarakat. Akhlak dapat dipahami sebagai sifat yang tertanam

dalam jiwa manusia sehingga akan muncul secara spontan saat diperlukan tanpa
memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu.2

PadamomentumSeminar Nasional “Pembangunan Berbasis Nilai nilai Sosia

l Budaya” Tahun 2004 menghasilkan rekomendasi antara lain bahwa pembangunan

bangsa ke depan perlu dikaitkan langsung dengan pengembangan nilai-

Aulia Nur Jannah and Dinie Anggraeni Dewi, ‘Implementasi Pancasila Dalam Kehidupan
1

Sosial Budaya Di Masyarakat Abad-21’, Jurnal Pendidikan Tambusai, 5.1 (2021), 931–36.
Yasin Nurfalah, ‘Penanaman Nilai-Nilai Agama Islam Terhadap Anak Didik’, Tribakti:
2

Jurnal Pemikiran Keislaman, 29.1 (2018), 85–99.


3

nilai sosial budaya dasar yang

bisa menjadikan Indonesia sebagai bangsa besar di abad 21.3

Ilmu sosial budaya sangatlah penting untuk pembangunan karakter setiap

manusia karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa setiap manusia adalah makhluk

sosial yang berarti setiap orang pasti membutuhkan orang lain. Ilmu sosial budaya

juga tidak hanya mengajarkan tentang bagaimana seseorang bersosial akan tetapi

ilmu sosial budaya mencakup mengenai tolong-menolong, toleransi, kebersamaan,


dan persatuan maka dari itu dengan adanya ilmu sosial ini kita dapat mencegah

adanya perilaku-perilaku yang menyimpang seperti perunndangan.

Salah satu fenomena yang menjadi perhatian pendidikan zaman sekarang

adalah kekerasan di sekolah, baik yang dilakukan oleh guru tehadap peserta didik,

maupun oleh peserta didik terhadap peserta didik lainnya. Contohnya seperti

maraknya bullying yang dilakukan oleh peserta didik disekolah yang semakin banyak

menghiasi deretan berita dihalaman media cetak maupun elektronik menjadi bukti

telah merosotnya nila-nilai kemanusiaan. Tentunya kasus-kasus bullying tersebut

tidak hanya mencoreng citra pendidikan yang selama ini dipercaya oleh masyarakat

sebagai sebuah tempat dimana proses humanisasi berlangsung. Tetapi juga


menimbulkan sejumlah pertanyaan, bahkan gugatan dari pihak yang semakin kritis

mempertanyakan esensi pendidikan disekolah dewasa ini.4

Contoh nyata kasus bullying yang pernah terjadi seperti dalam video yang kini

tengah viral dikalangan komunitas cyberpace (dunia maya), paling tidak ada dua

3
Maman Rachman, ‘Pengembangan Pendidikan Karakter Berwawasan Konservasi Nilai-Nilai
Sosial’, in Forum Ilmu Sosial, 2013, XL.
4
Novan Ardy Wiyani, Save Our Children from School Bullying (Yogyakarta: AR- Ruzz
Media, 2014), hal.15.
4

kejadian yang memprihatinkan berbagai kalangan. Pertama, adalah kasus bullying

yang terjadi di Universitas Gunadrama, dimana selah seorang mahasiswa yang diduga

autis diperlakukan semena-mena dan dijadikan bahan tertawa teman-temannya

sendiri. Kedua, adalah kasus penganiyayaan dan perundangan yang dilakukan oleh

sejumlah peserta didik kepada salah seorang siswi yang kemudian rekamnnya

diunggah sendiri oleh salah seorang pelakunya hingga kemudian menjadi viral. Di

luar kedua kasus ini, bisa dipastikan masih banyak kasus-kasus bullying lain yang
terjadi di lembaga pendidikan di tanah air. Kasus bullying yang dialami sejumlah

peserta didik atau mahasiswa boleh jadi masih merupakan dark number, dan masih

banyak yang belum terungkap karena tidak sampai masuk kedunia maya yang bisa

diakses public.5 Undang-undang No 23 Tahun 2002 pasal 54 dinyatakan: “anak di

dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang

dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang

bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.6

Bullying sebagai salah satu bentuk tindakan agresif merupakan permasalahan

yang sudah mendunia, salah satunya di Indonesia. Perilaku bullying sangat rentan

terjadi pada remaja putra dan remaja putri. Menurut konteksnya, perilaku
bullying dapat terjadi pada berbagai tempat, mulai dari lingkungan pendidikan

atau sekolah, tempat kerja, rumah, lingkungan tetangga, tempat bermain, dan

lain-lain. Pada saat ini lingkungan pendidikan telah banyak terjadi perilaku

bullying.7

5
Novan Ardy Wiyani.
‘Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Pasal 54 Tentang Perlindungan Anak’.
6

7
Matraisa Bara Asie Tumon, ‘Studi Deskriptif Perilaku Bullying Pada Remaja’, CALYPTRA,
3.1 (2014), 1–17.
5

Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini menyita perhatian dunia pendidikan

adalah kekerasan di sekolah, baik yang dilakukan oleh guru maupun peserta didik.

Kita sering melihat aksi anak-anak mengejek, mengolok-olok, atau mendorong

teman. Perilaku tersebut sampai saat ini dianggap hal yang biasa, hanya sebatas

bentuk relasi sosial antar anak saja, padahal hal tersebut sudah termasuk perilaku

bullying. Namun kita tidak menyadari konsekuensi yang terjadi jika anak mengalami

bullying. Oleh sebab itu, berbagai pihak harus bisa memahami apa dan bagaimana
bullying itu, sehingga dapat secara komprehensif melakukan pencegahan dari akibat

yang tidak diinginkan.8

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di Kelas awal ke SD-an di

kota gorontalo terdapat pendidik yang selalu menanamkan nilai-nilai agama Islam

baik mulai dari segi kepribadian hingga peribadatan. Namun perilaku yang

menyimpang seperti bullying masih saja terjadi sehingga membuat peserta didik

lainnya merasa terganggu dan tidak nyaman. Padahal perilaku bullying di lingkungan

pendidikan menjadikan citra sekolah menjadi buruk akibat ulah peserta didik yang

masih berperilaku seperti itu yang ditunjukkannya dalam bentuk verbal atau dengan

kata kata yang tidak baik seperti menyebut nama orang tua tanpa ada kata
penghormatan dan menghina teman sebaya. Kemudian dalam bentuk fisik peserta

didik yang mengambil dengan paksa barang temannya bila tidak diberikan atau

dipinjamkan. Adapun dalam bentuk non fisik seperti mengejek temannya untuk

dijadikan bahan tertawaan, serta memperlihatkan ekspresi wajah yang menyinggung

perasaan.

8
Ana Andiani and Bakhrudin All Habsy, ‘Konseling Kelompok Behavior Untuk Mengurangi
Perilaku Bullying Peserta didik SMP’, Jurnal Thalaba Pendidikan Indonesia, 4.1 (2021), 17–29.
6

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam

terkait dengan judul: Dampak Berkurangnya Nilai – Nilai Sosial Budaya Terhadap

Berkembangnya Bullying Pada Anak Kelas Awal Ke Sd-An Di Kota Gorontalo.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana dampak berkurangnya nilai-nilai sosial budaya dalam terhadap

berkembangnya perilaku bullying di kelas awal ke SD-an di kota gorontalo?

2. Bagaimana kendala dan upaya implementasi nilai-nilai sosial budaya dalam


mencegah perilaku bullying di kelas awal ke SD-an di kota gorontalo?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Menganalisis dampak berkurangnya nilai-nilai sosial budaya dalam

mencegah perilaku bullying kelas awal ke SD-an di kota gorontalo.

b. Menemukan kendala dan upaya mengurangi dampak nilai-nilai sosial

budaya dalam mencegah perilaku bullying kelas awal ke SD-an di kota

gorontalo.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini yaitu:


a. Kegunaan Teoritis

1) Menjadi acuan bagi pengembangan konsep pendidikan Islam khususnya

berkaitan dengan nilai-nilai sosial dalam mencegah perilaku bullying.

2) Menjadi salah satu referensi untuk menambah khazanah pengetahuan di

bidang pendidikan Islam.


7

b. Kegunaan Praktis

1) Bagi Guru diharapkan memberikan dasar bagi pengembangan konsep

maupun aplikasinya dalam pendidikan terkait dengan pendidikan Islam

kaitannya dengan bullying.

2) Bagi kepala sekolah menjadi bahan dalam membuat kebijakan dan

keputusan terkait dengan tata tertib sekolah maupun aturan lainnya

yang mengikat bagi peserta didik.


3) Bagi Orang Tua dapat menjadi pegangan dalam mendidik dan

membimbing anak agar terhindar dari perilaku bullying di sekolah

melalui pengawasan dari rumah.

4) Bagi peneliti berguna agar terpenuhinya persyaratan guna mengikuti

proses penyelesaian program magister dengan konsentrasi Pendidikan

Agama Islam di Istitut Agama Islam Negeri Sultan Amai Gorontalo.

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan salah satu referensi yang diambil peneliti. Melihat

hasil karya ilmiah para peneliti terdahulu yang mana pada dasarnya peneliti mengutip

beberapa pendapat yang dibutuhkan oleh penelitian sebagai pendukung penelitian.


Tentunya dengan melihat hasil karya ilmiah yang memiliki pembahasan serta tinjauan

yang hampir sama. Penelitian ini termasuk dalam penelitian analisis lapangan dengan

pendekatan analisis domain dan taksonomi serta menggunakan metode etnografi.

Untuk pengembangan pengetahuan, peneliti akan terlebih dahulu menelaah penelitian

mengenai semiotika. Hal ini perlu dilakukan karena suatu teori atau model

pengetahuan biasanya akan diilhami oleh teori dan model yang sebelumnya. Selain

itu, telaah pada penelitian terdahulu berguna untuk memberikan gambaran awal
8

mengenai kajian terkait dengan masalah dalam penelitian ini. Setelah peneliti

melakukan tinjauan pustaka dan review penelitian pada hasil terdahulu, ditemukan

beberapa penelitian tentang analisis semiotika antara lain :

1) Skripsi tahun 2017 Nur Alifah, and Cecep Sumarna, Yang Berjudul “Peranan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Dalam Upaya Mencegah Perilaku

Bullying Siswa”. Penelitian ini penulis lakukan di MTs Negeri 1 Kota Cirebon

bertempat di Jalan Pilang Raya Nomor 38 Kota Cirebon diidentifikasi terdapat


masalah yakni siswa-siswi di kelas VIII tersebut terindikasi sering melakukan

salah satu gejala penyimpangan sosial yaitu bullying, karena peran pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial belum secara optimal membentuk karakter siswa

yang berbudi pekerti baik. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data

tentang proses pembelajaran pendidikan IPS, fenomena perilaku bullying

siswa di kelas, Faktor penyebab dari perilaku bullying siswa, dan Peranan dari

pendidikan IPS dalam mencegah perilaku bullying siswa.

2) Tesis tahun 2018 Muhammad Kadir, Mahasiswa Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta, Program Studi Pendidikan Guru Madrasah

Ibtidaiyah, Yang Berjudul “Fenomena Bullying Dikalangan Peserta Didik


(Studi Pada MIN Alehanuae Dan MIN Lappa Kabupaten Sinjai, Sul-Sel)”.

Penelitian yang telah dilakukan Kadir bertujuan untuk Melihat pengaruh

perilaku Bullying terhadap prestasi belajar peserta didik di Min 2 Sinjai dan

penulis dapat menyimpulkan bahwa prilaku Bullying berpengaruh terhadap

prestasi belajar peserta didik.

3) Tesis tahun 2018 Sofia Rizki Irma, Mahasiswi Universitas Sumatera Utara

Medan, Program Studi Ilmu Komunikasi, Yang Berjudul “Perilaku Bullying


9

Di Kalangan Gamers Online (Studi Fenomenologi Pada Remaja Smp

Perguruan Taman Peserta didik, Medan)” penelitian yang dilakukan oleh

Sofia Rizki Irma bertujuan untuk mengamati dan menganalisis fenomena

perilaku bullying di kalangan gamers online pada remaja SMP Perguruan

Taman Siswa. Diketahui bahwa kelima informan yang merupakan gamers

online melakukan bullying kepada orang lain dalam bentuk fisik, verbal dan

psikologis.

Persmaan pada penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu

sama-sama meneliti mengenai bullying. Ada pun perbedaan penelitian ini dengan

penelitian di atas terdapat pada lokasi penelitian, kemudian terdapat pada penggunaan

metode, metode yang dipakai pada penelitian di atas menggunakan metode kualititif

sedangkan penulis menggunakan metode etngograpi dengan menggunakan

pendekatan analisis taksonomi dan anaslisis domain


BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Nilai-Nilai Sosial Budaya

1. Pengertian Nilai

Nilai adalah sesuatu yang abstrak dan tidak bisa dilihat, diraba, maupun

dirasakan dan tak terbatas ruang lingkupnya. Nilai sangat erat kaitannya dengan
pengertian-pengertian dan aktifitas manusia yang kompleks, sehingga sulit ditentukan

batasannya, karena keabstrakkannya itu maka Darajat mengemukakan bahwa terdapat

bermacam-macam pengertian, diantaranya sebagai berikut:

a) Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini


sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola
pemikiran, perasaan, keterkaitan maupun perilaku.
b) Nilai adalah suatu pola normatif, yang menentukan tingkah laku yang
diinginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar
tanpa membedakan fungsi-fungsi bagian-bagiannya.
c) Nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan.
d) Nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan, tetapi
hanya dapat dialami dan dipahami secara langsung.
e) Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ideal, bukan benda konkrit, bukan
fakta, bukan hanya persoalan benar salah yang menuntut pembuktian
empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki, disenangi, dan tidak
disenangi.9

Macam-macam Pengertian di atas dapat dipahami bahwa nilai ialah sesuatu


yang berbentuk abstrak, yang bernilai mensifati dan disifatkan terhadap sesuatu hal
yang ciri-cirinya dapat dilihat dari perilaku seseorang, yang memiliki hubungan yang
berkaitan dengan fakta, tindakan, norma, moral, dan keyakinan.

9
Samhi Muawan Djamal, ‘Penerapan Nilai-Nilai Ajaran Islam Dalam Kehidupan Masyarakat
Di Desa Garuntungan Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba’, Jurnal Adabiyah, 17.2 (2017),
161–79.

10
11

pendapat lainnya mendefinisikan nilai adalah “suatu pola normatif yang menentukan

tingkah laku yang diinginkan bagi suatu sistem yang berkaitan dengan lingkungan

sekitar dan tidak membedakan fungsi-fungsi tersebut. Bagian-bagiannya”. Adapun

menurut Rohmat Mulyana, nilai adalah “rujukan terhadap keyakinan dalam

menentukan suatu pilihan”.10

Pengertian nilai di atas diketahui bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak,

ideal, dan menyangkut persoalan keyakinan terhadap yang dikehendaki, dan


memberikan corak pada pola pikiran, perasaan, dan perilaku. Dengan demikian,

untuk melacak sebuah nilai harus melalui sebuah pemaknaan terhadap kenyataan lain

berupa tindakan, tingkah laku, pola pikir, dan sikap seseorang atau sekelompok

orang.

Nilai sosial menjadi 2 bagian yaitu nilai substantif adalah kepercayaan

seseorang yang di raih melalui hasil belajar, tidak hanya menanamkan

dan menyampaikan hasil informasi semata saja. Manusia tidak bisa hanya

mengandalkan sesuatu dengan begitu mudah saja tetapi harus mengandalkan

kepercayaan dan pendapat. Nilai prosedural adalah nilai nilai yang harus di ajarkan

mengingat banyaknya yang harus di hadapi karena adanya keberagaman individu


agar terhindar dari perbuatan yang dapat membahayakan dan menyimpang.11

Penjelasan mengenai nilai sosial di atas menjelaskan tentang nilai sosial

bukan hanya sekedar sumber informasi saja akan tetapi di dalam nilai sosial terdapat

Ade Imelda, ‘Implementasi Pendidikan Nilai Dalam Pendidikan Agama Islam’, Al-
10

Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 8.2 (2017), 227–47.


Desi Nursyifa Ramdhani and others, ‘Implementasi Nilai Sosial Di Sekolah Dasar Pada
11

Siswa Kelas Awal Dalam Upaya Membangun Karakter Anak Bangsa’, Mahaguru: Jurnal Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, 3.1 (2022), 128–35.
12

nilai procedural atau nilai yang harus di ajarkan agar nilai-nilai sosial dapat tercapai

maka diperlukan lah sosialisasi.

Sosialisasi merupakan proses interaksi sosial yang menyebabkan seorang

individu mengenal cara berpikir, berperasaan, dan bertingkah laku sehingga

membuatnya dapat berperan serta dalam kehidupan masyarakatnya.12

Perilaku sosial merupakan tingkah laku sosial yang kaitannya dengan nilai-

nilai sosial seperti bertatakrama, bersopan santun, mematuhi aturan-aturan baik di


sekolah, di masyarakat, maupun di lingkungan keluarga. Dalam menilai perilaku

sosial yang berkaitan dengan tata krama, sopan santun dan menaati aturan dapat

tercermin dari kebiasaan seseorang.13

Sistem sosial dapat dipahami sebagai suatu sistem atau pemolaan dari

hubungan-hubungan sosial yang terdapat dan berkembang dalam masyarakat tertentu,

sebagai wahana fungsional dalam masyarakat tersebut. Dalam pengertian umum

demikian, suatu masyarakat atau organisasi sosial atau kelompok, di mana dan kapan

pun ia berada, merupakan suatu sistem sosial, yang di dalamnya dapat mengandung

subsistem sosial dan dalam pola sistematik yang sangat beragam. Sebagai satuan

masyarakat, sistem sosial merupakan sistem yang menjadi wadah bagi totalitas
hubungan antara seorang manusia dan manusia lainnya, manusia dan kelompoknya

atau kelompok lain, kelompok manusia dan kelompok manusia lainnya, untuk

memenuhi hajat, mempertahankan dan mengembangkan hidupnya, sesuai fungsi

masing-masing. Manusia dan kelompok-kelompok manusia tersebut masing-

12
Jamal Syarif, ‘Sosialisasi Nilai-Nilai Kultural Dalam Keluarga Studi Perbandingan Sosial-
Budaya Bangsa-Bangsa’, Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan, 7.1 (2012), Hal. 1.
Itsna Oktaviyanti, Joko Sutarto, and Hamdan Tri Atmaja, ‘Implementasi Nilai-Nilai Sosial
13

Dalam Membentuk Perilaku Sosial Siswa Sd’, Journal of Primary Education, 5.2 (2016), 113–19.
13

masing secara relatif memiliki batas dan ikatan kewilayahan dan

mengembangkan (unsur-unsur) kebudayaannya, termasuk lembaga-lembaganya

seperti organisasi-organisasi sosial beserta peraturan-peraturannya yang tertulis dan

tak tertulis.14

Mustani dan Razak dalam Salamet menulis di Prosiding Konferensi Nasional

Ke- 6 terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat

dalam musyawarah terkait rencana pembangunan (musrenbang) antara lain adalah


faktor sosial budaya yang mencakup; norma, nilai kepercayaan, dan sikap. Bukan

sesuatu hal yang mudah untuk menerapkan partisipasi terutama pada suatu

lingkungan masyarakat tertentu dikarenakan faktor-faktor tersebut. Sehingga prinsip-

prinsip partisipasi harus memperhatikan kebersamaan, tumbuh dari bawah (bottom

up) dan kepercayaan dan keterbukaan.15

2. Macam-macam Nilai Sosial

a. Nilai Kebersamaan

Kebersamaan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

Karena dengan bersama dapat mempermudah kita dalam segala hal. Kebersamaan

tidak bisa dibangun secara instan atau cepat tetapi melalui didikan atau pembiasaan
agar anak terbiasa untuk menerapkan nilai kebersamaan dalam kehidupannya.

Pembentukan nilai kebersamaan secara tidak langsung akan dapat membentuk

karakter anak. Untuk menerapkan nilai kebersamaan, khususnya di sekolah guru

Nurdien H Kistanto, ‘Sistem Sosial-Budaya Di Indonesia’, Sabda: Jurnal Kajian


14

Kebudayaan, 3.2 (2008), Hal. 6.


15
Ahmad Mustanir and M Rais Rahmat Razak, ‘Nilai Sosial Budaya Pada Partisipasi
Masyarakat Etnik Towani Tolotang Dalam Musyawarah Rencana Pembangunan’, Prosiding
Konferensi Nasional Ke-6 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah
Aisyiyah (APPPTMA), 2017, 1–7.
14

harus memiliki strategi-strategi tersendiri agar nilai kebersamaan dapat dipahami dan

diterapkan oleh siswa.16


Nilai kebersamaan memuat nilai kerukunan dan harmoni, dimana anggota

diajarkan agar mempunyai kesediaan untuk saling memperingan beban dan kesadaran

berbagi. Adanya jalinan hubungan persahabatan dan persaudaraan termasuk

hubungan komunikasi dilakukan dalam suasana asih, asah dan asuh, yang seperti

halnya dalam kehidupan kekeluargaan tetap menjaga persatuan dan kesatuan dalam

demokrasi partisipatif, dimana setiap anggota keluarga berkarya dengan “tepo sliro”

dan “rasaruangsa” dalam menunaikan hak-hak dan tugas kewajibanya. Dengan

demikian daya dan pekerti serta kegiatan-kegiatan manusia dalam masyarakat

terwujud dalam kegotong - royongan untuk “memayu humaning bhawana”.17

Penjelasan mengenai nilai kebersamaan diatas dapat penulis simpulkan bahwa

kebersamaan merupakan salah satu hal penting untuk umat manusia karena dengan

bersama dapat mempermudah kita dalam segala hal. Dalam membangun

kebersamaan kita harus memiliki strategi tersendiri karena dalam membangun

kebersamaan bukanlah hal yang mudah dan juga bukan suatu hal yang instan.

b. Nilai Persatuan

Nilai persatuan adalah sebuah obat yang paling mujarab dalam rangka

mewujudkan cita-cita kebangsaan yang berpersatuan. Bangsa Indonesia harus tetap

16
Syahrial Syahrial and others, ‘Strategi Guru Dalam Menumbuhkan Nilai Kebersamaan Pada
Pendidikan Multikultural Di Sekolah Dasar’, Jurnal Gentala Pendidikan Dasar, 4.2 (2019), 232–44.
17
Isnaini Rodiyah, ‘Pengaruh Nilai Kebersamaan Budaya Lokal, Lingkungan Kerja, Dan
Motivasi Terhadap Kreativitas Kerja Pegawai Di Badan Kepegawaian Kabupaten Sidoarjo’,
Kalamsiasi, 1.1 (2008).
15

menjaga persatuan yang ada dalam negara ini. Walaupun banyak perbedaan tetapi

tetaplah satu kesatuan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain

itu, perlu juga untuk memulihkan kesadaran untuk memahami makna substansial

(hakekat) khususnya dari sila ketiga “Persatuan Indonesia” dalam pribadi masyarakat

Indonesia agar masyarakat Indonesia menyadari betapa pentingnya persatuan dalam

suatu kehidupan berbangsa dan bernegara.18

Pembukaan UUD Tahun 1945 pada alinea ke II pun tertera bahwa negara
yang merdeka, adalah negara yang bersatu atas dasar persatuan dan kesatuan. Maka,

dapat diartikan bahwa nilai tersebut merupakan salah satu dasar atau landasan dalam

membentuk tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak hanya di lingkungan

masyarakat, lingkungan sekolah dapat diartikan sebagai modal dasar

penanaman nilai karakter terutama yang terkandung dalam Pancasila sila ke-3 ini. Hal

tersebut sejalan dengan pendapat Paksi, bahwasanya pendidikan digunakan sebagai

media dalam membangun nilai.19

c. Nilai Tolong Menolong

Tolong menolong sudah dijelaskan di dalam al-Qur’an yaitu ta’awun, nilai

ta’awun sangat di junjung tinggi oleh islam yaitu tolong menolong antar sesama
manusia diantaranya kerjasama dalam kebaikan kepada jalan kemaslahatan bersama.

Allah menjelaskan di dalam al-Qur’an pada surah al-Maidah ayat 2 yaitu:

ِ ‫ش ِد ْيدُ ْال ِعقَا‬


‫ب‬ ‫ّٰللاَ ۗا َِّن ه‬
َ َ‫ّٰللا‬ ِ ‫اَلثْ ِم َو ْالعُد َْو‬
‫ان َۖواتَّقُوا ه‬ ِ ْ ‫علَى‬ َ َ‫علَى ْالبِ ِر َوالت َّ ْق ٰو ۖى َو ََل تَع‬
َ ‫اونُ ْوا‬ َ ‫َوتَعَ َاونُ ْوا‬

18
Hanafi Hanafi, ‘Hakekat Nilai Persatuan Dalam Konteks Indonesia (Sebuah Tinjauan
Kontekstual Positif Sila Ketiga Pancasila)’, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila Dan
Kewarganegaraan, 3.1 (2018), 56–63.
Solihin Ichas Hamid and others, ‘Implementasi Nilai Persatuan Dan Kesatuan Bangsa
19

Dengan Model Pembelajaran Role Playing Di Sekolah Dasar’, Jurnal Basicedu, 5.6 (2021), 5731–38.
16

Terjemahnya:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan

bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat

siksaNya.” (Q.S al-Maidah:2).20

Allah swt, memberi arahan dari ayat di atas bahwa tolong-menolong kepada

kebaikan sangatlah dianjurkan. Selama ini berbagai riset tentang tolong-


menolong telah banyak ditemui, namun berbagai riset tersebut tidak menyoroti

tentang pengajian parkahanggian yang di dalamnya mengandung nilai tolong-

menolong yang kental secara khusus melainkan hanya kepada fokus tertentu, seperti

penelitian Delvia Sugesti dalam temuannya menyebutkan bahwa hakikat tolong-

menolong tujuannya adalah kebaikan: a). Dapat lebih memperkuat tali persaudaraan,

b). Mewujudkan kehidupan harmonis dan tentram, c). Menimbulkan rasa persatuan

antara sesama manusia. 21

d. Nilai Toleransi

Toleransi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah tasāmuh ini dipahami

sebagai sikap tenggang yaitu, sikap yang menghargai, membiarkan, dan


membolehkan adanya pendirian berupa pendapat, pandangan, kepercayaan,

kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan

pendirian diri sendiri. Orang yang toleran adalah orang yang dapat menerima orang

lain berbeda, apapun isi perbedaan itu dengan dirinya. Istilah tasāmuh dalam bahasa

‘RI, Departemen Agama. Al-Qur’an Dan Tafsirnya. Jakarta:’, 2010.


20

21
Azhar Azhar Nasution, A M Rusydi, and Widia Fithri, ‘Nilai Tolong-Menolong Dalam
Tradisi Pengajian Parkahanggian Marga Di Desa Pidoli Lombang Kabupaten Mandailing Natal
(Kajian Living Al-Qur’an)’, Ishlah: Jurnal Ilmu Ushuluddin, Adab Dan Dakwah, 3.2 (2021), 125–46.
17

Arab berarti tasāhul, saling memudahkan. Kata dasar tasāmuh adalah samh-samuha,

berarti jād, baik, indah. Dari kata ini terbentuk kata al-jūd, pemurah, dermawan. Dari

konsep ini bisa dirangkai pemaknaan bahwa sikap pemurah atau dermawan, yang

dengan itu orang bisa berbuat saling memudahkan. Toleransi beragama artinya sikap

tenggang atau menghargai, membiarkan, dan membolehkan orang lain berbeda

agama.22

Berdasarkan penjelasan sebelmunya dapat disimpulkan bahwa toleransi tidak


hanya muncul dimasa kini akan tetapi sejak zaman dahulu toleransi sudah dijelasakan

dalam al-Qur’an, salah satu yang bisa kita ambil contoh dari toleransi dalam al-

Qur’an terdapat pada surah al-Kafiruun ayat 1-6.

 ⧫ ➔


 ⧫➔⬧ ⧫   
⧫ ⧫⧫  ◆
⧫ ⧫ ◆  
 ◆  ◼⧫⧫ 
  ⧫ ⧫⧫
  ◆◆  ⬧
Terjemahnya
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku
tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS. al-Kafiruun)23

Ahmad Izzan, ‘Menumbuhkan Nilai-Nilai Toleransi Dalam Bingkai Keragaman Beragama’,


22

KALAM, 11.1 (2017), 165–86.


23
‘RI, Departemen Agama. Al-Qur’an Dan Tafsirnya. Jakarta: 2010’
18

Penanaman nilai toleransi sejak dini diharapkan dapat menjadikan generasi

penerus Bangsa Indonesia menjadi manusia yang memiliki sikap toleransi agar tidak

terjadi perpecahan karena suatu perbedaan yang ada di lingkungan masyarakat,

mengingat Indonesia adalah salah satu negara dengan keragaman suku, bahasa,

agama yang sangat banyak. Indonesia adalah salah satu negara multikultural atau

beragam budaya terbesar di dunia, hal ini dapat dilihat dari situasi dan kondisi

sosiokultural yang sangat kompleks, beragam dan luas. Indonesia terdiri dari berbagai
macam kelompok etnis, budaya, agama yang masing-masing jamak (plural) sekaligus

hetegoren. Pluralitas dan heterogenitas pada masyarakat Indonesia diikat dalam

semboyan Negara Indonesia yaitu “bhinneka tunggal ika”.24

Terkait dengan uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa nilai-nilai

sosial budaya di bagi atas empat nilai yang pertama terdapat nilai kebersamaan yakni

nilai penting yang harus di sadari oleh setiap manusia mengingat manusia pada

hakikatnya adalah mahluk sosial memang dengan adanya kebersamaan sesuatu hal

yang ingin di capai akan menjadi lebih mudah. Kedua nilai persatuan seperti yang

tertuang dalam sila ketiga pancasila dan UUD 1945 alinea ke II, sudah sangat jelas

bahwa persatuan merupakan salah satu nilai penting yang harus di implementasikan
dalam menjalankan kehidupan baik mulai dari lingkungan keluarga hingga ke

lingkungan masyarakat agar supaya kehidupan akan menjadi lebih tentram dan

damai. Nilai sosial budaya yang ketiga yakni nilai tolong menolong, sebagai manusia

yang lahir dibekali dengan akal dan hati nurani tolong menolong merupakan satu

bentuk kesadaran bahwa manusia yang hidup di muka bumi pasti saling

24
Deffa Lola Pitaloka, Dimyati Dimyati, and Edi Purwanta, ‘Peran Guru Dalam Menanamkan
Nilai Toleransi Pada Anak Usia Dini Di Indonesia’, Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,
5.2 (2021), 1696–1705.
19

membutuhkan antara satu sama lain maka dengan adanya nilai ini dampak baik yang

dapat timbulkan di antaranya, mempererat tali persaudaraan, menciptakan kehidupan

yang harmonis antar sesame, serta memperkuat persatuan anatar satu sama lain.

Terakhir adalah nilai toleransi, sebagai mahluk sosial terutama kita yang tinggal di

Negara Indonesia sadar akan banyaknya keberagaman budaya dan terdapat beberapa

keyakinan di dalamnya. Hal tersebut mengajarkan kepada kita betapa pentingnya nilai

toleransi, saling menhargai satu sama lain dan sadar bahwa setiap keberagaman yang
ada tidak menjadikan kita berpecah tetapi perbedaan-perbedaan itulah yang

menyatukan kita, dan itulah salah satu bentuk nilai toileransi dalam kehidupan kita

sebagai warga Negara Indonesia.

B. Perilaku Bullying

1. Pengertian Bullying

Menurut Coloroso bullying merupakan tindakan intimidasi yang dilakukan

secara berulang-ulang oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah,

dilakukan dengan sengaja dan bertujuan untuk melukai korbannya secara fisik

maupun emosional, Rigby menyatakan bullying merupakan perilaku agresif yang

dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus, terdapat kekuatan yang tidak
seimbang antara pelaku dan korbannya, serta bertujuan untuk menyakiti dan

menimbulkan perasaan tertekan bagi korbannya.25

Field membagi tipe-tipe tindakan bullying menjadi teasing (sindiran),

exclusion (pengeluaran), physical (fisik) dan harassment (gangguan). Teasing

(sindiran) merupakan perilaku mengejek, menghina, melecehkan, meneriaki,

25
Dian Fitri Nur Aini, ‘Self Esteem Pada Anak Usia Sekolah Dasar Untuk Pencegahan Kasus
Bullying’, Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan Sekolah Dasar (JP2SD), 6.1 (2018), hal. 38
<https://doi.org/10.22219/jp2sd.v6i1.5901>.
20

mengganggu korban melalui alat komunikasi. Exclusion (pengeluaran) berkaitan

dengan mengucilkan korban secara sosial seperti mengeluarkan korban dari grup

teman sebaya, tidak mengikutsertakan korban dalam percakapan, dan tidak

mengikutsertakan korban dalam permainan. Physical (fisik) seperti memukul,

menendang, menjambak, mendorong, mengganggu dan merusak barang milik korban.


20

Harassment (gangguan) berkaitan dengan pernyataan yang bersifat mengganggu dan

menyerang tentang masalah seksual, jenis kelamin, ras, agama, dan kebangsaan.26

Menurut Tattum and tattum bullying adalah sebuah keinginan secara sadar

dilakukan dengan tujuan menyakiti orang lain tersebut dan membuat mereka berada

di bawah tekanan.27

Bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris. Bullying berasal

dari kata bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah.
Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai masyarakat untuk

menggambarkan fenomena bullying di antaranya adalah penindasan, penggencetan,

perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, atau intimidasi. Menurut Barbara Coloroso

“Bullying adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja

yang bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan

menimbulkan terror. Termasuk juga tindakan yang direncanakan maupun yang

spontan bersifat nyata atau hampir tidak terlihat, dihadapan seseorang atau di

belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik

persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak. Menurut

Olweus dalam pikiran rakyat,“Bullying can consist of any action that is used to
hurt another child repeatedly and without 53 cause”. Bullying merupakan perilaku

yang ditujukan untuk melukai peserta didik lain secara terus-menerus dan tanpa

sebab. Sedangkan menurut Rigby merumuskan bahwa “bullying” merupakan sebuah

hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam aksi, menyebabkan seseorang

menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok orang

26
Aini, h. 39.
Riri Yunika and Alizamar Alizamar, ‘Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam
27

Mencegah Perilaku Bullying Di Sma Negeri Se Kota Padang’, Konselor, 2.3 (2013), h. 24.
21

yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang dan dilakukan dengan

perasaan senang. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio mendefinisikan school bullying

sebagai perilaku agresif kekuasaan terhadap peserta didik yang dilakukan berulang-

ulang oleh seorang/kelompok peserta didik yang memiliki kekuasaan, terhadap

peserta didik lain yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut.28

Dari hasil pengertian bullying sebelumnya dapat penulis simpulkan bahwa

bullying adalah suatu tindakan yang dapat merugikan atau dapat menyakiti hati
maupun fisik dari pada pihak yang lemah sehingga perilaku bullying ini tidaklah

pantas untuk ditiru, bahkan harus dicegah agar perilaku tercela seperti bulying ini

tidak terjadi.

2. Jenis-jenis Bullying

Barbara Coloroso membagi jenis-jenis bullying kedalam empat jenis, yaitu

sebagai berikut:

a. Bullying secara verbal

Bullying secara verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritikan

kejam, penghinaan, pernyataan-pernyataan yang bernuansa ajakan seksual atau

pelecehan seksual, terror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang


tidak benar kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan sebagainya. Dari ketiga jenis

bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah

dilakukan dan bullying bentuk verbal akan menjadi awal dari perilaku bullying yang

lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih

lanjut.

Muzdalifah Muzdalifah, ‘BULLYING’,


28
AL-MAHYRA (Jurnal Penelitian Dan
Pengembangan Keilmuan), 1.1 (2020), h. 52-53.
22

3. Bullying secara fisik

Bullying secara fisik ialah memukuli, menendang, menampar, mencekik,

menggigit, mencakar, meludahi, dan merusak serta menghancurkan barang-barang

milik anak yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan

mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying secara fisik tidak sebanyak

bullying dalam bentuk lain. Remaja yang secara teratur melakukan bullying dalam

bentuk fisik kerap merupakan remaja yang paling bermasalah dan cenderung akan
beralih pada tindakantindakan kriminal yang lebih lanjut.

4. Bullying secara relasional

Bullying secara relasional adalah pelemahan harga diri korban secara sistematis

melalui pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup

sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan

nafas, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang mengejek. Bullying dalam

bentuk ini cenderung perilaku bullying yang paling sulit dideteksi dari luar. Bullying

secara relasional mencapai puncak kekuatannya diawal masa remaja, karena saat itu

tejadi perubahan fisik, mental emosional dan seksual remaja. Ini adalah saat ketika

remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman
sebaya.

5. Bullying elektronik

Bullying elektronik merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan

pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website,

chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror

korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film

yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan. Bullying jenis ini


23

biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki pemahaman cukup

baik terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik lainnya.29

Menurut Riauskina dkk perilaku bullying dikelompokkan ke dalam lima

kategori sebagai berikut:


a. Kontak fisik langsung yaitu memukul, mendorong, menggigit, menjambak,
menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar,
meremas, dan merusak barang-barang milik orang lain.
b. Kontak verbal langsung yaitu mengancam, mempermalukan, merendahkan,
mengganggu, memberi panggilan, sarkasme, mencela/mengejek,
mengintimidasi, memaki, dan menyebarkan gosip.
c. Perilaku nonverbal langsung yaitu melihat dengan sinis, menjulurkan lidah,
menampilkan ekspresi wajah yang merendahkan, mengejek atau mengancam
biasanya disertai oleh bullying verbal atau fisik.
d. Perilaku non verbal tidak langsung yaitu mendiamkan seseorang,
memanipulasi persahabatan hingga retak, sengaja mengucilkan atau
mengabaikan, mengirim surat kaleng.
e. Pelecehan seksual yaitu terkadang disertai dengan perilaku agresif fisik atau
verbal.30
Hasil pengelompokan jenis-jenis bullying ditemukan makna terkait jenis

perilaku bullying yang dilakukan secara verbal adalah perilaku yang dilakukan secara

nonfisik artinya bullying verbal ini sesuatu perlikau yang dilakukan untuk menyakiti

hati orang lain, kemudian untuk bullying secara fisik adalah perilaku bullying yang

dapat melukai bahkan membahayakan koban dari pada bullying, kemudian bullying

secara relasional adalah bullying yang dilakukan untuk menyakiti hati orang lain
dengan cara melakukan sindiran melalui bahasa tubuh dan suara yang membuat

korban merasa kurang percaya diri bahkan sampai bisa membuat korban sakit hati,

kemudian bullying elektronik bulying ini adalah perilaku yang dilakukan dengan cara

menggunakan sarana informasi seperti media sosial sehingga bullying inilah yang

menurut penulis adalah bullying tingkat tinggi karena dengan bullying ini bersifat

29
Yuliana Susanti, ‘PRILAKU SOSIAL BULLYING PADA PELAJAR’, 2019.
30
Nindya Alifian Muliasari, ‘Dampak Bullying Terhadap Kesehatan Mental Anak (Studi
Kasus Di Mi Ma’arif Cekok Babadan Ponorogo)’ (IAIN PONOROGO, 2019), h. 15.
24

public sehingga semua pengguna sarana informasi dapat mengetahui kejelekan

bahkan samapai aib dari pada korban.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Bullying

Menurut Ariesto, faktor-faktor penyebab terjadinya bullying antara lain:


a. Keluarga.
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah : orang tua
yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang
penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku
bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua
mereka, dan kemudian menirunya terhadap teman-temannya. Jika tidak ada
konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku cobacobanya itu, ia
akan belajar bahwa “mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk
berperilaku agresif, dan perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan
kekuasaan seseorang”. Dari sini anak mengembangkan perilaku bullying;
b. Sekolah
Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini. Akibatnya,
anakanak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap
perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain. Bullying
berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah sering
memberikanmasukan negatif pada peserta didiknya, misalnya berupa
hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa
menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah;
c. Kelompok Sebaya.
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar
rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak
melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa
masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak
nyaman dengan perilaku tersebut.
d. Kondisi lingkungan sosial
Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab timbulnya perilaku
bullying. Salah satu faktor lingkungan social yang menyebabkan tindakan
bullying adalah kemiskinan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan
berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran
jika di lingkungan sekolah sering terjadi pemalakan antar peserta didiknya.
e. Tayangan televisi dan media cetak
Televisi dan media cetak membentuk pola perilaku bullying dari segi tayangan
yang mereka tampilkan. Survey yang dilakukan kompas (Saripah, 2006)
memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang
ditontonnya, umumnya mereka meniru geraknya (64%) dan kata-katanya
(43%).31

31
Ela Zain Zakiyah, Sahadi Humaedi, and Meilanny Budiarti Santoso, ‘Faktor Yang
Mempengaruhi Remaja Dalam Melakukan Bullying’, Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada
Masyarakat, 4.2 (2017), h. 327-328.
25

f. Faktor Individu

1. Pelaku Bullying (bullies)

Biasanya, pembully memiliki kekuatan secara fisik dengan penghargaan diri

yang baik dan berkembang. Namun demikian tidak memiliki perasaan bertanggung

jawab terhadap tindakan yang mereka lakukan, selalu ingin mengontrol dan

mendominasi, serta tidak mampu memahami dan menghargai orang lain.

2. Korban Bullying (Victims)


Korban bully ialah orang yang dibully atau sasaran pembully. Anak-anak yang

sering menjadi korban bully biasanya menonjolkan ciri-ciri tingkah laku internal

seperti bersikap pasif, sensitif, pendiam, lemah dan tidak akan membalas sekiranya

diserang atau diganggu.32

Perilaku bullying juga dipengaruhi oleh tipe kepribadian individu, umumnya

cenderung terjadi pada pada remaja dengan tipe kepribadian extrovert. Orang yang

extrovert sangat berbahaya bagi individu, apabila ikatan dengan dunia luar terlampau

kuat, sehingga ia tenggelam dalam dunia objektif, kehilangan dirinya, atau asing

terhadap dunia subjektifnya sendiri Zaman, 2009. Faktor internal lainnya yaitu

kepercayaan diri yang berhubungan dengan perilaku bullying. Hervita dalam Putri
dan Nauli menyatakan bahwa percaya diri ialah suatu sikap atau perasaan yakin akan

kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak merasa cemas dalam

bertindak, merasa bebas, tidak malu dan tertahan serta mampu bertanggung jawab

atas perbuatannya. Mereka yang memiliki kepercayaan diri cenderung akan

memandang segala hal secara positif dan baik, kemampuan untuk berpendapat dan

Sari Kiswati, ‘Strategi Guru PAI Dalam Mencegah Perilaku Bullying Pada Peserta didik Di
32

SMPN 17 Kota Bengkulu’ (IAIN Bengkulu, 2020) hal. 31.


26

mengambil keputusan yang berani tanpa rasa takut akan di tolak dan dikucilkan.

Individu dengan kepercayaan diri tinggi lebih terkontrol emosinya dan mampu

mengikuti perkembangan yang terjadi pada dalam dirinya. Pada kelompok faktor

eksternal yang berhubungan dengan perilaku bullying yaitu iklim sekolah. Monrad

dalam Putri dan Nauli juga mengungkapkan adapun aspek-aspek iklim sekolah

meliputi lingkungan belajar, lingkungan fisik dan sosial, hubungan antara rumah dan

sekolah, dan keamanan sekolah. Lingkungan sekolah yang bersih, manajemen atau
perilaku yang baik yang tercipta di dalam maupun di luar kelas serta hubungan

interpersonal antara guru dan peserta didik yang baik akan menciptakan suasana atau

iklim sekolah baik.33


Faktor di atas menurut analisis penulis adalah faktor yang sangat berpengaruh
penyebab terjadinya bullying hal ini dikarenakan yang pertama adalah lingkungan
keluarga awal mula pengetahuan seorang anak itu berasal dari lingkungan keluarga
dan juga pendidikan pertama seorang anak berasal dari lingkungan keluarga sehingga
yang menentukan pertama seorang anak adalah lingkungan keluarga, kemudian
lingkungan pendidikan formal lingkungan ini di mana seorang anak di belajar kan
mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, kemudian kondisi
lingkungan sosial salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada seorang anak
adalah lingkungan sosial hal ini dikarenakan di lingkungan inilah seorang anak
bersosial sehingga ketika lingkungan sosial nya baik maka besar kemungkinan
seorang anak akan menjadi baik pula begitupun sebaliknya, kemudian yang terakhir
adalah tayangan televisi dan media cetak mengingat seorang anak itu paling
cenderung dengan meniru maka penulis dapat menganalisis bahwa tayangan televisi
dan media cetak juga adalah hal kedua yang sangat berpengaruh kerena ketika
seorang anak melihat sesuatu yang baik maka dampak dari pada sikap dan perilaku

33
Hertika Nanda Putri and Fathra Annis Nauli, ‘Faktor–Faktor Yang Berhubungan Dengan
Perilaku Bullying Pada Remaja’ (Riau University, 2015), h. 1150.
27

seorang anak tersebut akan menjadi baik pula begitu pun sebaliknya, kemudian untuk
faktor individu faktor ini lebih cenderung kepeada hasil dari pada faktor-faktor
seblumnya. Maka dari itu diperlukan adanya pencegahan terhadap perilaku-perilaku
bullying hal ini dikarenakan jika perilaku bullying sering terjadi maka dampaknya
akan banyak korban yang berjatuhan.

D. Dampak Perilaku Bullying

Menurut Wiyani dalam Budiman dampak yang dialami korban bullying

adalah mengalami berbagai macam gangguan yang meliputi kesejahteraan psikologis

yang rendah (Low Psicological Wellbeing) di mana korban akan merasa tidak

nyaman, takut, rendah diri, serta tidak berharga, penyesuaian sosial yang buruk

dimana korban merasa takut ke sekolah bahkan tidak mau sekolah, menarik diri dari

pergaulan, prestasi akademik yang menurun karena mengalami kesulitan

berkonsentrasi dalam belajar, bahkan berkeinginan untuk bunuh diri dari pada harus

menghadapi tekanantekanan berupa hinaan dan hukuman. Menurut Priyatna dalam

budiman dampak dari bullying yaitu depresi, cemas, selalu khawatir pada masalah

keselamatan, menjadi pemurung, agresi, timbul isu-isu akademik, tampak rendah diri

dan menjadi pemalu, menarik diri dari pergaulan dan penyalahgunaan substansi (obat

atau alkohol). Menurut Dwipayanti dan Komang dalam budiman juaga menjelaskan

anak sebagai korban bullying akan mengalami gangguan psikologis dan fisik, lebih

sering mengalami kesepian, dan mengalami kesulitan dalam mendapatkan teman,

sedangkan anak sebagai pelaku bullying cenderung memiliki nilai yang rendah.

Menurut penelitian Duke University yang diterbitkan 12 Mei 2014 dalam

Proceedings of the National Academy of Sciences dampak bullying di masa kanak-

kanak dapat berbekas seumur hidup, baik bagi korban maupun pelaku bullying itu
sendiri, begitu pula pada kaum dewasa muda yang menunjukkan dampak jangka
28

panjang akibat tindakan bullying. Namun, pelaku bullying didapatkan lebih sehat

dibandingkan dengan korban bullying Liputan6, 2014. 34

Penelitian yang dilakukan di beberapa negara menunjukkan bahwa menjadi

korban bullying merupakan masalah yang memiliki dampak jangka panjang dan

jangka pendek terhadap kesehatan psikis dan konsekuensi akademik, termasuk

berkurangnya self-esteem. Kemudian gejala-gejala psikologis yang diakibatkan oleh

bullying mungkin akan membuat korban gagal menguasai tugas perkembangan.35


Penjelasan terkait dengan bullying di atas setelah penulis analisis dapat

disimpulkan bahwa bullying adalah tindakan atau perilaku yang dilakukan seseorang

atau kelompok yang dapat merugikan orang lain baik secara fisiknya maupun mental.

Sehingga masalah terkait dengan perilaku buruk ini perlu dicegah agar dapat

menciptakan suasana yang aman dan damai.

34
Arief Budiman, ‘Perilaku Bullying Pada Remaja Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya’ Hal. 12.
35
Ela Zain Zakiyah, Muhammad Fedryansyah, and Arie Surya Gutama, ‘Dampak Bullying
Pada Tugas Perkembangan Remaja Korban Bullying’, Focus: Jurnal Pekerjaan Sosial, 1.3 (2018),
Hal. 267.
29

c. Kerangka Konseptual

Bullying

Verbal Cyber bullying

Dilakukan secara
Tidak langsung
Dilakukan secara
langsung

Pelaku Korban
Pencegahan

Implementasi Depresi Depresi Depresi


Nilai-nilai Ringan Sedang Berat
Sosia Budaya

:Diteliti
:Tidak diteliti
:Berpengaruh
:Berhubungan
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini, jenis penelitian

ini tergolong dalam jenis penelitian Etnografi dengan pendekatan kualitatif.. Yakni

bagaimana penanaman nilai-nilai Pendidikan Agama Islam dalam mencegah perilaku


bullying di kelas awal ke SD-an di kota gorontalo melalui pemaparan data-data dan

dokumen secara tertulis. Dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti berusaha untuk

menggali data deskriptif selengkap mungkin berupa hasil wawancara yang nantinya

akan dilakukan maupun data-data lainnya yang berhubungan dengan focus penelitian

ini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnografi. Etnografi
adalah pendekatan empiris dan teoritis yang bertujuan mendapatkan deskripsi dan
analisis mendalam tentang kebudayaan berdasarkan penelitian lapangan yangintensif.
Tujuan penelitian etnografi adalah untuk memberi suatu gambaran holistik subyek
penelitian dengan penekanan pada pemotretan pengalaman seharihari individu
dengan mengamati dan mewawancarai mereka dan orang lain yang berhubungan.36
Desain etnografi merupakan prosedur penelitian kualitatif untuk
menggambarkan, menganalisis berbagai kelompok budaya yang bertujuan untuk
menafsirkan berbagai pola perilaku, keyakinan dan bahasa yang berkembang dari
waktu ke waktu. Pusat lembaga budaya mendefinisikan budaya sebagai segala hal
ikhwal yang berkaitan dengan perilaku dan keyakinan manusia.37

Rosida Rakhmawati, ‘Aktivitas Matematika Berbasis Budaya Pada Masyarakat Lampung’,


36

Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika, 7.2 (2016), 221–30.


37
Jozef Raco, ‘Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik Dan Keunggulannya’, 2018.

30
31

Etnografi adalah suatu bentuk penelitian yang berfokus pada makna sosiologi
melalui observasi lapangan tertutup dari fenomena sosiokultural. Biasanya para
peneliti etnografi memfokuskan penelitiannya pada suatu masyarakat. Etnografi
adalah suatu metode penelitian ilmu sosial. Penelitian ini sangat percaya pada
ketertutupan (up-close), pengalaman pribadi dan partisipasiyang mungkin, tidak
hanya pengamatan oleh para peneliti yang terlatih dalam seni etnografi.38

2. Pendekatan penelitian

Penelitian tentang implementasi sosial budaya dalam mencegah perilaku

bullying merupakan penelitian kualitatif. Menurut Denzin & Lincoln, menyatakan

bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan

maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan

berbagai metode yang ada.39

Penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan (field research), dimana

peneliti akan terjun langsung kelapangan dan mengumpulkan data-data yang ada di

lapangan. Dalam hal ini, peneliti akan terjun di kelas awal ke SD-an di kota

gorontalo.

38
Hengki Wijaya, Analisis Data Kualitatif: Sebuah Tinjauan Teori & Praktik (Sekolah Tinggi
Theologia Jaffray, 2019).
39
Anggito, Albidan Johan Setiawan, MetodePenelitianKualitatif, (Sukabumi: CV Jejak, 2018),
h. 7
32

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi yang diambil oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini yakni di

lembaga pendidikan dasar di kota gorontalo alasan memilih lokasi penelitian ini

sebab lokasi penelitian berlokasi tidak jauh dari tempat tinggal peneliti juga sesuai

dengan permasalahan yang menjadi focus dalam penelitian ini yakni gambaran

tentang pencegahan perilaku bullying pada lokasi penelitian berhubungan dengan


penanaman nilai-nilai pendidikan agama islam yang digunakan guru.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian selama kurang lebih enam bulan,

C. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data

diperoleh.40 Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian adalah:

1. Data Primer

Guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Peserta didik kelas

awal ke SD-an di kota gorontalo

2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data pendukung seperti dokumen-dokumen yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti.41 Dokumen, artikel, skripsi, buku, yang

berkaitan dengan judul penelitian.

D. Metode Pengumpulan Data

40
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis (Jakarta: Rineka Cipta,
2015).
41
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2009) Hal. 112.
33

Dalam hal pengumpulan data secara tepat, peneliti menggunakan teknik

observasi atau pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena-fenomena yang

ditemukan dilapangan. Teknik yang digunakan selanjutnya untuk mengumpulkan

data dalam penelitian ini yakni teknik wawancara yang merupakan proses interaksi

tanya jawab antar peneliti dengan narasumber yang dijadikan objek pada penelitian

ini yakni guru mata pelajaran yang bersangkutan. Selain itu peneliti juga

menggunakan teknik pengumpulan data melalui teknik dokumentasi yakni


pengumpulan terhadap data-data berupa arsip maupun dokumen-dokumen serta

gambar-gambar yang peneliti ambil dari lokasi penelitian.

Pada hakekatnya tehnik perolehan data kualitatif yang umumnya digunakan

orang adalah wawancara tak berstruktur, tehnik observasi, dan wawancara berstruktur

atau kuisioner jika memungkinkan. Demikian pula seperti yang dikemukakan oleh

Lapland, bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalahkata-kata dan

tindakan,selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Sehubungan dengan itu, maka tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah

sebagai berikut :

1. Observasi
Teknik observasi yaitu teknik pengumpulan data melalui dialog secara

langsung dengan objek (informan) yang dapat memberikan data maupun informasi

yang penulis butuhkan42

42
Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2013), Hal.
76.
34

2. Wawancara

Teknik wawancara yakni teknis percakapan tatap muka dalam suasana

informal dimana seseorang berhadapan langsung dengan responden untuk

memperoleh pendapat, sikap, dan aspirasinya melaui pertanyaan yang diajukan.43

Dalam prosedur ini peneliti menggunakan instrumen pedoman wawancara berstruktur

dengan maksud mencari informasi yang dibutuhkan.

3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan

tertulis, arsip, dalil dan hukum-hukum dan termasuk buku-buku tentang pendapat

toeri dan lain lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.44

E. Teknik Pengolahan Dan Analisis Data

Pengolahan dan analisa data merupakan metode penting dalam penelitian,

karena dengan pengolahan analisa data maka data yang diperoleh dapat diberi arti dan

dideskripsikan. Pengolahan dan analisa data adalah proses pengaturan urutan data

untuk kemudian diorganisasikan dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar

yang dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.

Data yang diperoleh baik melalui observasi maupun wawancara diolah dengan cara
mengklasifikasikan berdasarkan tema sesuai fokus permasalahan.45

Ada tiga unsur utama dalam proses pengolahan dan analisis data pada

penelitian kualitatif yaitu :

43
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: ALfabeta, 2010), ), Hal. 335.
44
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010),
Hal. 38.
45
Sugiyono, MetodologiPenelitianKuantitatif Kualitatif Dan R&D (Bandung: alfabeta, 2017),
Hal. 246.
35

1. Reduksi Data, merupakan bagian dari proses analisis yaitu suatu bentuk analisis

untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak

penting, dan mengatur data sehingga data tersebut dapat dibuat kesimpulan.

2. Sajian Data, yakni susunan informasi yang memungkinkan dapat ditariknya suatu

kesimpulan. Kesimpulan akhir pada penelitian kualitatif tidak akan ditarik kecuali

setelah proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan yang dibuat perlu

divertifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakannya kembali, dengan


meninjau secara sepintas pada catatan lapangan untuk memperoleh pemahaman

yang lebih tepat.

3. Kesimpulan, kesimpulan akhir pada penelitian kualitatif tidak akan ditarik kecuali

setelah proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan yang dibuat perlu

divertifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakannya kembali, dengan

meninjau secara sepintas pada catatan lapangan untuk memperoleh pemahaman

yang lebih tepat.46

F. Pengujian Keabsahan Data

Kegiatan pengujian hasil temuan dilaksanakan agar keakuratan data tersebut

dalam upaya menarik kesimpulan yang tepat dan objektif sesuai dengan fakta
dilapangan, sehingga pengujian keabsahan data mempunyai hal yang sangat penting

dalam penelitian, hal ini disebabkan karena pelaksanaan pengujian terhadap

keabsahan hasil temuan secara cermat dengan menggunakan berbagai teknik yang

ada diharapkan hasil penelitian benar-benar ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan

keshahihannya, dalam pengujian keabsahan temuan pada penelitian dilakukan dengan

cara triangulasi.

46
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Hal. 338.
36

Penggunaan cara triangulasi adalah teknik yang pemikirannya keabsahan

temuannya (data) yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan

pengujian atau pembanding data tersebut. Triangulasi data dapat dibedakan menjadi

empat macam yaitu:

a. Triangulasi sumber data

b. Triangulasi metode.47

Adapun bentuk triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
triangulasi sumber dan triangulasi metode. Pada triangulasi sumber pengecekan data

dilakukan dengan membandingkan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat

dengan pandangan orang lain.

47
Lexy J. Moleong.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Dian Fitri Nur, ‘Self Esteem Pada Anak Usia Sekolah Dasar Untuk Pencegahan
Kasus Bullying’, Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan Sekolah Dasar (Jp2sd),
6.1 (2018), 36 <Https://Doi.Org/10.22219/Jp2sd.V6i1.5901>
Andiani, Ana, And Bakhrudin All Habsy, ‘Konseling Kelompok Behavior Untuk
Mengurangi Perilaku Bullying Siswa Smp’, Jurnal Thalaba Pendidikan
Indonesia, 4.1 (2021), 17–29
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis (Jakarta: Rineka
Cipta, 2015)
Budiman, Arief, ‘Perilaku Bullying Pada Remaja Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya’
Djamal, Samhi Muawan, ‘Penerapan Nilai-Nilai Ajaran Islam Dalam Kehidupan
Masyarakat Di Desa Garuntungan Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba’,
Jurnal Adabiyah, 17.2 (2017), 161–79
Hamid, Solihin Ichas, Dinie Anggraeni Dewi, Andika Rizky Nugraha, Wahdini
Rohmah Jaelani, And Yessi Vichaully, ‘Implementasi Nilai Persatuan Dan
Kesatuan Bangsa Dengan Model Pembelajaran Role Playing Di Sekolah Dasar’,
Jurnal Basicedu, 5.6 (2021), 5731–38
Hanafi, Hanafi, ‘Hakekat Nilai Persatuan Dalam Konteks Indonesia (Sebuah Tinjauan
Kontekstual Positif Sila Ketiga Pancasila)’, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila
Dan Kewarganegaraan, 3.1 (2018), 56–63
Imelda, Ade, ‘Implementasi Pendidikan Nilai Dalam Pendidikan Agama Islam’, Al-
Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 8.2 (2017), 227–47
Izzan, Ahmad, ‘Menumbuhkan Nilai-Nilai Toleransi Dalam Bingkai Keragaman
Beragama’, Kalam, 11.1 (2017), 165–86
Jannah, Aulia Nur, And Dinie Anggraeni Dewi, ‘Implementasi Pancasila Dalam
Kehidupan Sosial Budaya Di Masyarakat Abad-21’, Jurnal Pendidikan
Tambusai, 5.1 (2021), 931–36
Kistanto, Nurdien H, ‘Sistem Sosial-Budaya Di Indonesia’, Sabda: Jurnal Kajian
Kebudayaan, 3.2 (2008)
Kiswati, Sari, ‘Strategi Guru Pai Dalam Mencegah Perilaku Bullying Pada Siswa Di
Smpn 17 Kota Bengkulu’ (Iain Bengkulu, 2020)
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Pt Remaja Rosda
Karya, 2000)
Muliasari, Nindya Alifian, ‘Dampak Bullying Terhadap Kesehatan Mental Anak
(Studi Kasus Di Mi Ma’arif Cekok Babadan Ponorogo)’ (Iain Ponorogo, 2019)
Mustanir, Ahmad, And M Rais Rahmat Razak, ‘Nilai Sosial Budaya Pada Partisipasi
Masyarakat Etnik Towani Tolotang Dalam Musyawarah Rencana
Pembangunan’, Prosiding Konferensi Nasional Ke-6 Asosiasi Program
Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (Appptma), 2017, 1–7

37
38

Muzdalifah, Muzdalifah, ‘Bullying’, Al-Mahyra (Jurnal Penelitian Dan


Pengembangan Keilmuan), 1.1 (2020), 50–65
Nasution, Azhar Azhar, A M Rusydi, And Widia Fithri, ‘Nilai Tolong-Menolong
Dalam Tradisi Pengajian Parkahanggian Marga Di Desa Pidoli Lombang
Kabupaten Mandailing Natal (Kajian Living Al-Qur’an)’, Ishlah: Jurnal Ilmu
Ushuluddin, Adab Dan Dakwah, 3.2 (2021), 125–46
Novan Ardy Wiyani, Save Our Children From School Bullying (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2014)
Nurfalah, Yasin, ‘Penanaman Nilai-Nilai Agama Islam Terhadap Anak Didik’,
Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman, 29.1 (2018), 85–99
Oktaviyanti, Itsna, Joko Sutarto, And Hamdan Tri Atmaja, ‘Implementasi Nilai-Nilai
Sosial Dalam Membentuk Perilaku Sosial Siswa Sd’, Journal Of Primary
Education, 5.2 (2016), 113–19
Pitaloka, Deffa Lola, Dimyati Dimyati, And Edi Purwanta, ‘Peran Guru Dalam
Menanamkan Nilai Toleransi Pada Anak Usia Dini Di Indonesia’, Jurnal
Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5.2 (2021), 1696–1705
Putri, Hertika Nanda, And Fathra Annis Nauli, ‘Faktor–Faktor Yang Berhubungan
Dengan Perilaku Bullying Pada Remaja’ (Riau University, 2015)
Rachman, Maman, ‘Pengembangan Pendidikan Karakter Berwawasan Konservasi
Nilai-Nilai Sosial’, In Forum Ilmu Sosial, 2013, XL
Raco, Jozef, ‘Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik Dan Keunggulannya’,
2018
Rakhmawati, Rosida, ‘Aktivitas Matematika Berbasis Budaya Pada Masyarakat
Lampung’, Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika, 7.2 (2016), 221–30
Ramdhani, Desi Nursyifa, Syifa Dilla Khansa, Muh Husen Arifin, And Tin Rustini,
‘Implementasi Nilai Sosial Di Sekolah Dasar Pada Siswa Kelas Awal Dalam
Upaya Membangun Karakter Anak Bangsa’, Mahaguru: Jurnal Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, 3.1 (2022), 128–35
‘Ri, Departemen Agama. Al-Qur’an Dan Tafsirnya. Jakarta:’, 2010
Rodiyah, Isnaini, ‘Pengaruh Nilai Kebersamaan Budaya Lokal, Lingkungan Kerja,
Dan Motivasi Terhadap Kreativitas Kerja Pegawai Di Badan Kepegawaian
Kabupaten Sidoarjo’, Kalamsiasi, 1.1 (2008)
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Bandung: Pt Remaja Rosda Karya,
2010)
Sudjiono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Pt Grafindo Persada, 2013)
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2010)
———, Metodologipenelitiankuantitatif Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2017)
Susanti, Yuliana, ‘Prilaku Sosial Bullying Pada Pelajar’, 2019
Syahrial, Syahrial, Agung Rimba Kurniawan, Alirmansyah Alirmansyah, And Arahul
39

Alazi, ‘Strategi Guru Dalam Menumbuhkan Nilai Kebersamaan Pada


Pendidikan Multikultural Di Sekolah Dasar’, Jurnal Gentala Pendidikan Dasar,
4.2 (2019), 232–44
Syarif, Jamal, ‘Sosialisasi Nilai-Nilai Kultural Dalam Keluarga Studi Perbandingan
Sosial-Budaya Bangsa-Bangsa’, Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan, 7.1 (2012)
Tumon, Matraisa Bara Asie, ‘Studi Deskriptif Perilaku Bullying Pada Remaja’,
Calyptra, 3.1 (2014), 1–17
‘Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Pasal 54 Tentang Perlindungan Anak’
Wijaya, Hengki, Analisis Data Kualitatif: Sebuah Tinjauan Teori & Praktik (Sekolah
Tinggi Theologia Jaffray, 2019)
Yunika, Riri, And Alizamar Alizamar, ‘Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling
Dalam Mencegah Perilaku Bullying Di Sma Negeri Se Kota Padang’, Konselor,
2.3 (2013)
Zakiyah, Ela Zain, Muhammad Fedryansyah, And Arie Surya Gutama, ‘Dampak
Bullying Pada Tugas Perkembangan Remaja Korban Bullying’, Focus: Jurnal
Pekerjaan Sosial, 1.3 (2018), 265–79
Zakiyah, Ela Zain, Sahadi Humaedi, And Meilanny Budiarti Santoso, ‘Faktor Yang
Mempengaruhi Remaja Dalam Melakukan Bullying’, Prosiding Penelitian Dan
Pengabdian Kepada Masyarakat, 4.2 (2017)

Anda mungkin juga menyukai