Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persoalan yang dihadapi bangsa saat ini dari hari kehari makin
banyak, tanpa ada titik terang penyelesaiannya. Semua lini kehidupan
mengalami persoalan dan cobaan yang tak habis-habisnya. Adapun kasus-
kasus secara umum yang sering terjadi dimasyarakat dan bahkan bukan
hal yang lazim lagi di Indonesia yaitu kasus narkoba, korupsi, kekerasan
seksual, begal, persaingan politik yang tidak sehat, masalah etnis, budaya
dan agama, serta masih banyak kasus-kasus tak terpuji yang terjadi
dimasyarakat. Kasus-kasus tersebut bukan hanya masyarakat biasa yang
menjadi pelakunya, tetapi sering kita melihat dan menyaksikan bahwa
yang menjadi pelakunya adalah orang terhormat dan berpendidikan tinggi
dan dampak dari perbuatan mereka adalah masyarakat kecil. Maksudnya
adalah masyarakat kecil akan berpikir bahwa mereka yang berpendidikan
tinggi saja melakukan hal-hal yang melanggar norma-norma yang telah
ditetapkan dan dihukum tidak lama di penjara, dan pada akhirnya mereka
pun terpengaruh melakukan hal-hal yang tidak baik.
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
Berbahaya (NAPZA) di Indonesia setiap tahun semakin meningkat.
Menurut Badan Narkotik Nasional (BNN), pengguna narkoba mencapai
3,6 juta orang pada tahun 2019. Penyalahgunaan NAPZA merupakan
masalah global yang mengakibatkan dampak buruk diberbagai sektor
kehidupan masyarakat, yang meliputi aspek kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, kehidupan sosial, dan keamanan. https://kemensos.go.id
Selain kasus narkoba yang marak terjadi di Indonesia, kasus
korupsi pun menjadi kasus terbanyak yang dialami bangsa Indonesia.
Berdasarkan data ICW diketahui sepanjang tahun 2020 terjadi 1.218
perkara korupsi yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,
Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Dari total terdakwa korupsi

1
yang 1.218 perkara, tercatat praktek korupsi dilakukan paling besar
dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan 321 kasus, pihak
swasta 286 kasus, dan perangkat desa dengan 330 kasus.
https://nasional.kompas.com
Kasus berikutnya yang sering terjadi di Indonesia adalah
radikalisme. Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan
perubahan atau pembeharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan.
Paham ini juga mengacu pada sikap ekstrem dalam aliran politik.
Radikalisme dianggap sebagai paham yang membahayakan keutuhan
NKRI karena hanya tidak mengancam dari luar tetapi menyusup kedalam
diri melalui pencucian otak yang dilakukan oleh kelompok intoleran. Hasil
penelitian LIPI menyatakan bahwa ada empat penyebab berkembangnya
radikalisme di Indonesia yaitu faktor ekonomi, ideologi, agama dan
politik. https://www.dw.com
Masalah pendidikan saat ini sangatlah kompleks karena disemua
aspeknnya terdapat persoalan yang harus diselesaikan. Dekadensi moral
telah meraja lela dalam dunia pendidikan sehingga menjadi potret buram
dalam dunia pendidikan. Hal ini bisa dilihat dari maraknnya perkelahian
antarpelajar, peredaran video dan foto porno yang diperankan oleh pelajar,
adannya kecurangan dalam ujian nasional, dan banyak begal motor yang
anggotannya adalah pelajar, serta perilaku peserta didik yang kurang
menghargai orang yang lebih tua termasuk gurunnya. Hal-hal seperti inilah
yang membutuhkan penanganan dan pengobatan saat ini. .
Di era milenial ini kemajuannya sangat pesat apa lagi di bidang
IPTEK. Kemajuan suatu Negara pastinya menpunyai dampak yang positif
dan juga negatif baik dari segi kehidupan ekonomi, sosial masyarakat dan
pendidikan. Oleh karena itu untuk menghasilkan masyarakat yang baik
dan berkualitas di era yang semakin canggih ini tentu membutuhkan
sarana untuk membentuk karakternya dan untuk menangani persoalan
tersebut, maka implementasi pendidikan karakter menjadi suatu
keniscayaan.

2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Pasal 3 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang martabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang baik dan takwa kepada Tuhan YME, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. Dapat disimpulkan bahwa pasal
tersebut merupakan dasar untuk pengembangan dan pembentukan
pendidikan karakter untuk manusia khususnya generasi muda.
http:journal.staincurup.ac.id/index.php/JPD
Tema kurikulum 2013 adalah menghasilkan insan Indonesia yang
produktif, kreatif, inovatif, dan efektif. Melalui penguatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Implementasi kurikulum
2013 merupakan aktualisasi kurikulum dalam pembelajaran dan
pembentukan kompetensi serta karakter peserta didik. Hal tersebut
menuntuk keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan berbagai
kegiatan sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan.
Pendidikan karakter merupakan gerakan nasional untuk
menciptakan sekolah yang membina generasi muda yang beretika,
bertanggung jawab dan peduli. Pendidikan kerakter juga bukan hanya
mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu,
pendidikan karakter adalah usaha untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan
yang baik sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak
berdasarkan nilai-nilai kepribadiannya. Dengan kata lain, pendidikan
karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik, perasaan
yang baik, dan perilaku yang baik.
Karakter pada umumnya dihubungkan dengan watak, akhlak atau
akal budi pekerti yang dimiliki seseorang sebagai jati diri atau
karakteristik kepribadian yang membedakan seseorang dari orang lain.
Dengan kata lain karakter merupakan kebiasaan baik seseorang sebagai

3
cerminan dari jati dirinya. Hal ini sejalan dengan pendapat Hill bahwa,
“Character determines someone”s privete thoughts and someone”s action
done. Good character is the inward motivation to what right, according to
the highest standard of behavior in every situation (Sofyan, dkk. 2018: 38-
39)
Salah satu tempat untuk menanamkan karakter anak adalah di
sekolah. Sekolah merupakan tempat yang strategis untuk menanamkan
karakter karena semua anak akan mengenyam pendidikan disekolah,
sehingga yang didapatnya akan mempengaruhi pembentukan karakternya.
Pembentukan karakter di sekolah diajarkan oleh guru, oleh karena itu
seorang guru harus berperan baik dalam bersikap didepan peserta didik,
guru tidak boleh bersikap jelek kerena peserta didik akan meniru apa yang
dilakukan oleh gurunya.
Pendidikan karakter bukan hanya berguna untuk pertumbuhan dan
perkembangan individu secara akademik dan moral. Pendidikan karakter
jika dilaksanakan dengan baik, akan dapat membantu individu agar
menjalani hidup lebih bahagia dan bermakna, bahkan kebermaknaan
individu akan hidupnnya ini dapat meningkatkan perbaikan dalam tatanan
masyarakat, yaitu memberikan kemajuan dan kesejateraan bagi
masyarakat secara keseluruhan. Berbagai macam persoalan dalam
masyarakat, yang menunjukan lemahnya integritas moral warga
negaranya, membuat pendidikan karakter menjadi salah satu korektif bagi
pembaruhan tatanan dalam masyarakat yang mendesak untuk diterapkan.
Pendidikan karakter memberikan tawaran janji sosial kedepan bagi
terbentuknnya tatanan masyarakat yang lebih manusiawi, adil, demokratis,
dan bertanggung jawab.
Oleh karena itu, pendidikan karakter sangat perlu
diimplementasikan di Sekolah Dasar karena untuk mengembangkan
karakter anak bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur. Dengan
dilaksanakannya pendidikan karakter di Sekolah Dasar, diharapkan dapat
menjadi solusi atas masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat.

4
Berdasarkan hasil wawancara penulis pada hari Senin, 29 Maret
2021 dengan ibu Veronika Ipa Hoy, S.Pd, guru kelas IV di SDK. Bali
loura, menyatakan bahwa secara umum karakter siswa kelas IV di SDK.
Bali Loura memiliki karakter yang baik, tetapi ada beberapa siswa yang
sedikit memiliki karakter kurang baik, contohnya tidak sopan kepada guru
“Hal ini dilihat dari cara mereka berbicara, bersikap, dan dari tingkat
kepatuhannya, ketika guru menasehati ada beberapa siswa yang
melawan”, kurang menghargai orang lebih tua, kurang memiliki sikap
solider dan bela rasa, dan kurang menghargai teman yang berbeda.
Penyebab siswa memiliki karakter kurang baik yaitu lingkungan
keluarga dan lingkungan pergaulannya. Keluarga yang kurang
memperhatikan anaknya dapat menyebabkan karakter anak tersebut
menjadi tidak baik dan lingkungan pergaulan juga mempunyai peran
penting dalam pengembangkan karakter anak, jika lingkuangan
pergaulannya baik maka karakter anak tersebut juga akan baik tetapi jika
lingkungan pergaulan anak tersebut tidak baik maka karakter anak tersebut
juga akan kurang baik.
Dengan demikian berdasarkan masalah di atas maka peneliti
tertarik untuk meneliti tentang “Implementasi Pendidikan Karakter Dalam
Pembelajaran di Kelas IV di Sekolah Dasar Katolik Bali Loura,
Kecamatan Loura/Kabupaten Sumba Barat Daya”

B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian dalam penelitian ini yaitu “Implementasi
Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran di Kelas IV di Sekolah Dasar
Katolik Bali Loura, Kecamatan Loura/Kabupaten Sumba Barat Daya”.

5
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan
yang akan dikaji dapat dirumuskan sebagai berikut:” Bagaimana
Implemetasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajara di Kelas IV di
Sekolah Dasar Katolik Bali Loura, Kecamatan Loura/Kabupaten Sumba
Barat Daya”.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
implementasi pendidikan karakter dalam proses pembelajaran di kelas IV
di Sekolah Dasar Katolik Bali Loura, Kecamatan Loura/Kabupaten Sumba
Barat Daya.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari kegiatan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini, berfungsi untuk menambah pengembangan
keilmuan dan memperluas wawasan tentang pendidikan karakter di
SDK. Bali Loura.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Kepala Sekolah
Hasil dari penelitian dijadikan acuan bagi kepala sekolah
sebagai pengelolah untuk lebih memperdalam lagi implementasi
pendidikan karakter di SDK. Bali Loura.
b. Bagi Guru Kelas
Penelitian ini berfungsi memberikan pengetahuan baru
bagi guru kelas tentang implementasi pendidikan karakter yang
dapat dijadikan referensi implementasi kepada peserta didiknya.

6
c. Bagi Masyarakat (orang tua)
Dapat menambah wawasan masyarakat (orang tua) bahwa
implementasi pendidikan karakter yang baik bagi anak
dilingkungan masyarakat dan keluarga sangat membantu untuk
menghasilkan anak-anak muda yang berkarakter baik serta
berkualitas.
d. Bagi Pemerintah
Sebagai bahan pertimbangan pemerintah agar lebih
memperhatikan lagi regulasinya di dunia pendidikan tentang
bagaimana meningkatan karakter anak bangsa yang baik.
e. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam


menulis karya ilmiah dan melakukan penelitian dalam pendidikan.

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Karakter
Dalam bab ini akan menjelaskan tentang dasar teori yang
digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan pendidikan karakter.
Bab ini akan membahas tentang pengertian pendidikan, pendidikan
karakter, nilai-nilai pendidikan karakter, fungsi pendidikan karakter,
dan tujuan pendidikan karakter serta beberapa teori yang berkaitan
dengan pendidikan karakter.
1. Pengertian Pedidikan

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam


mengembangkan kualitas manusia. Menurut UU No. 20 Tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional adalah “Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinnya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinnya, masyarakat bangsa dan Negara”.

Menurut Yudiana & Subroto (2011: 23), pendidikan adalah


proses menolong, membimbing, mengarahkan dan mendorong
individu agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahap-tahap
perkembangannya, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan
kehidupan dimasa sekarang dan masa yang akan datang. Tujuan utama
pendidikan adalah mengembangkan individu menjadi individu-
individu yang kreatif, dan berdaya-cipta.

Menurut Poerbakwatja & Harahap (2006: 3), pendidikan


meliputi perbuatan dan usaha dari generasi tua untung mengalikan
pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan ketermpilannya

8
pada generasi mudah sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi
fungsi dikehidupanya baik jasmaniah maupun rohaniah. Artinnya
pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk
mempengaruhi dan meningkatkan peserta didik ke kedewasaan yang
selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moral dari se-
gala perbuatannya. 

Driyarkara mengemukan bahwa pendidikan bertujuan untuk


memanusiakan manusia, atau membantu proses hominasi dan
humanisasi. Artinya, membantu orang mudah untuk semakin menjadi
manusia, manusia yang berbudaya tinggi dan bernilai tinggi. Bukan
hnaya hidup sebagai “manusia” (makan minum), melainkan manusia
yang bermoral, berwatak, tanggung jawab dan bersosialitas. Jadi,
pendidikan menurut dia, adalah untuk membantu manusia mudah
menjadi manusia utuh (Suparno, 2015: 60)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa


pendidikan adalah proses pembelajaran yang dibutuhkan manusia
untuk mengarahkan, membimbing, memperbaiki dan mengembangkan
potensi diri. Supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
kecerdasan, akhlak mulia dan mampu menjadi individu yang kreatif
dan makhluk sosial yang bisa hidup bermasyarakat dengan
lingkungannya.

Tujuan pendidikan harus dicapai yaitu memberikan


kemampuan dasar pada setiap individu dalam mengembangkan
kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga Negara
yang baik, baik dari segi fisik, moral, sikap, dan nilai guna untuk
memenuhi kebutuhan dan kesejateraan dirinya.

9
2. Pendidikan Karakter

Menurut Koesoema karakter berasal dari bahasa Yunani


‘karasso’ berarti cetak biru, format dasar, sidik, seperti sidik jari.
Mounier melihat karakter dalam dua pedekatan: (1) Sebagai kumpulan
kondisi yang diberikan begitu saja, yang telah ada; dan (2) Sebagai
suatu proses yang dikehendaki, yang dibangun kedepan (Suparno,
2015: 27).

Pusat kurikulum nasional mengartikan karakter sebagai watak,


tabiat akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internalisasi berbagai kebijakan (virtues) yang diyakini dan diguakan
sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak
(Suparno, 2015: 28).

Menurut Ki Hadjar Dewantara, karakter sama dengan watak.


Karakter atau watak adalah panduan dari segala tabiat manusia yang
bersifat tetap, sehingga menjadi tanda yang khusus untuk
membedakan orang yang satu dengan yang lain. Menurut Ki Hadjar
Dewantara, karakter itu terjadi karena perkembangan dasar yang telah
kena pengaruh pengajaran. Jadi, ada unsur bakat yang dipunyai anak
dan unsur pendidikan selanjutnya. Secara batin, karakter dapat
dikatakan sebagai imbangan ang tetap antara hidup batin seseorang
dengan perbuatan lahirnya (Suparno, 2015).

Menurut Lickona, karakter adalah A reliable inner desposition


to respond to situations in a morally good way. Selanjutnya dia
menambahkan, “Character so conceived has there interrelated parts:
moral knowing, moral feeling, and moral behaviour”. Menurut
Lickona, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan
tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap
kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata

10
lain, karakter ini mengacuh kepada serangkaian pengetahuan, sikap
dan motivasi serta perilaku dan keterampilan (Sofyan 2018: 39).

Karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon


situasi secara bermoral yang diwujudkan dalam tindakan nyata
melalui perilaku baik, jujur, bertanggung jawab, hormat terhadap
orang lain dan nilai-nilai karakter mulia lainnya. Pendidikan karakter
berkaitan dengan pendidikan moral akan tetapi, pendidikan karakter
memiliki makna lebih tinggi dari pada pendidikan moral. Pendidikan
karakter tidak hanya berkaitan dengan benar-salah, tetapi cara
menanamkan kebiasaan (habit) tentang hal-hal yang baik dalam
kehidupan. Dengan demikian, peserta didik memiliki kesadaran dan
pemahaman tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan
kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter dapat
terintegrasi dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran (Arifin &
Rusdiana, 2019: 3).

Menurut Koesoema (2015: 55), karakter adalah sesuatu yang


tidak dapat dikuasai oleh intervensi manusiawi seperti ganasnya laut
dengan gelombang panas dan angin menyertainya. Mereka memahami
karakter seperti lautan, tidak terselami, tak dapat diintervensi. Oleh
karena itu, berhadapan dengan apa yang memiliki karakter, manusia
tidak dapat ikut campur tangan atasnya.

Karakter dipengaruhi oleh faktor ginetis dan faktor lingkungan


seseorang. Pada faktor lingkungan, karakter seseorang banyak
dibentuk oleh orang lain yang sering berada di dekatnya atau yang
sering mempengaruhinya, yang kemudian ditiru untuk dilakukannya.
Peniruan ini dilakukan melalui proses melihat, mendengar, dan
mengikuti. Karena itu, karakter sehunggunya dapat diajarkan atau
diinternalisasi secara sengaja melalui aktivitas pendidikan. Jika di
lingkungan pendidikan formal (sekolah), dilakukan dengan

11
mengembangkan kurikulum berbasis pendidikan karakter (Suwardani,
2020: 23).

Karakter merupakan sebuah kondisi dinamis struktur


antropolis individu, yang tidak mau sekedar berhenti atas determinasi
kodratinya melaiankan juga sebuah usaha hidup untuk menjadi
semakin integral mengatasi determinasi alam dalam dirinya demi
proses penyempurnaan dirinya terus-menerus. Karakter sekaligus
berupa hasil dan proses dalam diri manusia yang sifatnya stabildan
dinamis untuk senantiasa berkembang maju mengatasi kekurangan
dan kelemahan dirinya (Koesoema, 2007: 104).

Terdapat beberapa pengertian tentang pendidikan karakter.


Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya terencana
melaksanakan pendidikan untuk menjadikan peserta didik mempunyai
karakter yang baik. Samani dan Hariyanto (2011: 46) menyatakan
pendidikan karakter adalah upaya terencana menjadikan peserta didik
mengenal, peduli, dan menginternalisasikan nilai-nilai sehingga
peserta didik berperilaku sebagai insan yang baik.

Koesoema (2015: 57) menyatakan pendidikan karakter adalah


usaha sadar manusia untuk mengembangkan keseluruhan dinamika
relasional antarpribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari
dalam maupun dari luar dirinya, agar pribadi itu semakin dapat
menghayati kebebasannya sehingga ia semakin bertanggung jawab
atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan perkembangan
orang lain dalam hidup mereka berdasarkan nilai-nilai moral yang
menghargai kemartabatan manusia.

Pendidikan karakter berarti pendidikan yang bertujuan untuk


membantu agar siswa-siswa mengalami, meperoleh, dan memiliki
karakter kuat yang diinginkan. Misalnya, kalau ingin karakter jujur
terjadi, maka pendidikan karakter berarti suatu usaha membantu siswa

12
agar nilai kejujuran itu menjadi miliknya dan menjadi bagian
hidupnya yang memengaruhi seluruh cara berpikir dan bertindak
dalam hidupnya, akhirnya diharapkan kejujuran itu menjadi tabiatnya
dalam kehidupan dimana pun (Suparno, 2015: 30).

Pendidikan tidak hanya mentransformasikan pengetahuan saja,


tetapi juga mempunyai peran dalam membentuk karakter peserta
didik, dengan kata lain pendidikan hendaknnya membentuk insan
yang cerdas dan berkarakter, sehingga menghasilkan generasi yang
unggul dan berkualitas sesuai dengan nilai-nilai bangsa. Hal ini juga
dipertegas Foerster yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah
untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan ensensial
subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinnya. Dapat
disimpulkan bahwa pendidikan karakter sangat penting dalam dunia
pendidikan untuk menghasilkan generasi yang cerdas, bermutu, santun
dan berkualitas yang dapat mengharumkan nama bangsa dan negara
(Wibowo, 2012: 26).

Pendidikan karakter dapat terintegrasi dalam proses


pembelajaran berupa pengenalan nilai-nilai karakter yang baik yang
diinterlalisasi dalam perilaku peserta didik sehari-hari yang dapat
diperoleh dalam proses pembelajaran didalam kelas maupun diluar
kelas dalam semua mata pelajaran pada semua jenjang pendidikan.
Pendidikan karakter adalah suatu upaya yang menitik beratkan pada
keteladanan pembiasaan, dan penciptaan lingkungan yang kondusif
untuk meningkatkan hasil pembelajaran yang mengarah pada
pembentukan karakter peserta didik (Maryati & Priatna, 2018).
Maksudnnya bahwa dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan
penilaian pelaksanaan aktivitas atau ku-kurikuler, pemberdayaan
sarana prasarana dan seluruh etos kerja warga lingkungan sekolah.

13
Mulyasa (2011: 9) berpendapat pendidikan karakter
menekankan pada keteladanan, penciptaan lingkungan, dan
pembiasaan. Pendidikan karakter mempunyai tingkat yang lebih tinggi
dengan pendidikan budaya prakerti. Hal ini ditunjukan dengan ruang
lingkup pelaksanaan yang tidak terbatas pada proses pembelajaran.

Pendidikan karakter merupakan usaha bersama komunitas


sekolah untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi
pertumbuhan dan pembentukan moral tiap individu yang terlibat di
dunia pendidikan. Mengembangkan dan menumbuhkan individu
sebagai pribadi bermoral sesuai dengan apa yang diinginkan, itulah
inti pendidikan karakter (Koesoema, 2015: 23).

Pendidikan karakter merupakan pendidikan ihwal karakter,


atau pendidikan yang mengajarkan hakikat karakter dalam tiga rana
cipta, rasa dan karsa. Depertemen Pendidikan Amerika Serikat
mendefenisikan pendidikan karakter sebagai proses belajar yang
memungkinkan siswa dan orang dewasa untuk memahami, peduli, dan
bertindak, pada nilai-nilai etika inti, seperti rasa hormat, keadilan,
kebijakan warga Negara yang baik serta bertanggu jawab pada diri
sendiri dan orang lain. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter
mengarah pada proses pembelajaran yang memberdayakan siswa
dalam komunitas sekolah untuk memahami, peduli dan berbuat nilai-
nilai karakter (Arifin 2012: 23).

Pendidikan karakter merupakan sebuah inovasi pendidikan


untuk mengatasi permasalahan karakter di Indonesia, dan sebagai
bentuk reformasi pendidikan yang perlu dilaksanakan khususnya di
Sekolah Dasar dengan melibatkan seluruh komponen sekolah, agar
tercipta pembelajaran yang bermakna. Hal tersebut, sejalan dengan
penelitian Marzuki pengintregasian pendidikan karakter dalam
pembelajaran sekolah yang menunjukan bahwa, “Pendidikan karakter

14
merupakan suatu pengajaran yang dilakukan untuk menanamkan
kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik
paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik” (Sofyan,
dkk. 2018: 55).

Pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi menempatkan


individu yang terlibat dalam dunia pendidikan sebagai pelaku utama
dalam pengembangan karakter. Pelaku ini menjadi agen penafsir,
penghayat, sekaligus pelaksana nilai melalui kebebasan yang ia miliki
(Koesoema, 2007: 154).

Kevin Ryan dan Thomas Lickona dalam buku Educating for


Character, menekankan 3 unsur dalam pendidikan karakter, yaitu
unsur pengertian moral, perasaan moral, dan tindakan moral (Suparno,
2015: 40-43). Ketiga unsur ini saling berkaitan. Ada pun deskripsinya
masing-masing yaitu:

1. Pengertian moral adalah kesadaran moral, pengertian akan


nilai, kemampuan untuk mengambil gagasan orang lain,
rasionalitas moral, pengambilan keputusan berdasarkan
nilai moral dan pengertian mendalam tentang dirinya
sendiri.
2. Efeksi atau unsur perasaan moral. Unsur perasaan moral
meliputi suara hati (kesadaran akan yang baik dan tidak
baik), harga diri seseorang, sikap empati terhadap orang
lain, perasaan mencintai kebaikan, kontrol diri, dan rendah
hati.
3. Aksi/tindakan, yang termasuk unsur tindakan moral adalah
kompotensi (punya kemampuan mengaplikasikan
keputusan dan perasaan moral ke tindakan konkret),
kemauan, dan kebiasaan.

15
Agar pendidikan karakter berjalan dengan baik, semua
unsur ini harus dikembangkan. Anak didik dibantu mengerti nilai
yang mau dilakukan (pengetahuan), dibantu menjadi tertarik pada
nilai itu (efeksi), dan akhirnya dibantu untuk melakukannya dalam
hidup nyata (aksi). Semua unsur ini harus dikembangkan dalam
proses pendidikan, sehingga anak menjadi berkembang utuh.

3. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Pusat Kurikulum Badan Penelitin dan Pengembangan


Kementrian Pendidikan Nasional dalam publikasinya berjudul Pedoman
Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Suwardani, 2020: 53-55) telah
mengidentifikasi 18 nilai pembentukan karakter yang merupakan hasil
kajian empirik Pusat Kurikulum yang bersumber dalam agama,
Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional.

Adapun deskripsi dari masing-masing nilai karakter yang sudah


dirumuskan oleh Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementrian Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut.

1. Religius
Sikap dan perilaku patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama
lain, dan rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
3. Tanggung Jawab.
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnnya dilakukan terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya),
Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

16
4. Bergaya Hidup Sehat
Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam
menciptakan hidup yang sehat dan menghindari kebiasaan
buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
5. Disiplin
Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh terhadap
berbagai ketentuan dan peraturan.
6. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas
(belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknnya.
7. Berpikir Logis, Kritis, Kreatif, dan Inovatif.
Berpikir dan melakukan sesuatu secara nyata atau logika untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa
yang telah dimilki.
8. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari suatu yang dipelajari, dilihat,
dan didengar.
10. Cinta Ilmu
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tertinggi terhadap
pengetahuan.

17
11. Sadar Akan Hak dan Kewajiban Diri dan Orang Lain
Tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi
milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri
sendiri serta orang lain.
12. Patut Pada Aturan-Aturan Sosial
Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan
dengan masyarakat dan kepentingan umum.
13. Menghargai Karya dan Prestasi Orang Lain
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
14. Santun
Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa
ataupun tata perilaku kesemua orang.
15. Demokratis
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak
kewajiban dirinnya dan orang lain.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah pada
kerusakan lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang terjadi,
serta selalu ingin memberikan bantuan bagi orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
17. Menghargai Keragaman
Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam
hal, baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suki, dan
agama.
18. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18
4. Fungsi Pendidikan Karakter

Zubaidi, pendidikan karakter berfungsi dalam konteks


pengembangan, perbaikan, dan penyaringan untuk mencetak
peserta didik yang mampu mencerminkan karakter bangsa (Sofyan,
dkk. 2018: 56) sebagai berikut:
a. Fungsi pembentukan dan pengembangan potensi. Pendidikan
karakter membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik
agar berpikir baik, dan berperilaku sesuai dengan falsafah
Pancasila.
b. Fungsi perbaikan dan penguatan. Fungsi karakter memperbaiki
dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan,
masyarakat dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan
bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga
Negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju
dan mandiri.
c. Fungsi penyaring. Pendidikan karakter memilah budaya bangsa
sendiri dan menyaring budaya budaya bangsa lain yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai bangsa yang bermartabat.
5. Tujuan Pendidikan Karakter

Tujuan pendidikan secara umum mengarah pada


pembentukan kepribadian siswa yang memiliki karakter dan
pribadi yang luhur didukung dengan kemampuan kognitif dan
psikomotorik siswa. Mulyasa (2012: 29) menyatakan bahwa
pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu dan hasil
pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak
mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang, sesuai
dengan standar kompetensi pada setiap satuan pendidikan. Melalui
pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu
meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan

19
menginternalisasi serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter
dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Menurut Kemendiknas (2011: 7), pendidikan karakter


memiliki tujuan yaitu:

1. Mengembangkan potensi/kalbu peserta didik sebagai warga


negara memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
2. Mengembangkan kebiasaan perilaku peserta didik yang
terpuji dan sejalan dengan nilai universal dan tradisi bangsa
yang religious.
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab
peserta didik sebagai penerus bangsa.
4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia
mandiri,kreatif, dan berwawasan kebangsaan.
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai
lingkungan aman, jujur, kreatif dan bersahabat.

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Karakter


Suparno (2015: 65-75) mengemukan 8 faktor yang
mempengaruhi pendidikan karakter, yaitu:
1. Orang Tua
Orang tua adalah pendidik karakter utama pada anak-anak.
Sejak lahir anak belajar bersikap dan belajar dan belajar
karakter dari orang tua mereka. Bahkan, secara psikologi ada
yang mengatakan bahwa sejak dalam kandungan, anak sudah
belajar bersikap dari orang tuanya, terutama dari ibu yang
mengandungnya.
Anak-anak yang hidup dalam suasana keluarga yang penuh
kasih, saling membantu, saling menerima, akan berkembang
menjadi orang yang mudah bergaul dengan orang lain, serta
mudah bekerja sama dengan orang lain. Anak yang hidup

20
dalam suasana keluarga yang jujur, tekun bekerja, dan
menghargai perbedaan yang ada, bergaul baik dengan
tetangga yang berbeda, terbantu juga untuk berkarakter tekun,
jujur, dan mudah menerima perbedaan waktu di sekolah dan
di masyarakat.
Demikian jelas bahwa suasana keluarga menjadi angat
penting bagi perkembangan karakter anak. Maka penting
dalam pendidikan karakter di sekolah melibatkan orang tua
dan keluarga agar pendidikan dapat lebih efektif dan berjalan
lancar.
2. Guru
Guru di sekolah mempunyai andil besar dalam pendidikan
karakter anak. Guru, lewat pengajarannya dan lewat sikapnya,
dapat mengajarkan yang baik. Keteladanan guru sangat
penting dalam pendidikan karakter utama lebih kecil di SD
dan SMP. Anak-anak dapat lebih mudah meniru apa yang
dilakukan gurunya. Mengajarkan perhatian pada orang kecil
hanya mungkin bila guru memang memperhatikan orang
kecil, termasuk anak-anak kecil dan lemah. Contoh
kehidupan dan sikap guru seperti hormat pada orang lain,
jujur dan terbuka dalam mengoreksi pekerjaan siswa, dekat
dengan anak, tidak mendiskriminasi anak-anak tertentu dan
sikap mencncintai semua anak akan membantu anak-anak
belajar nilai karakter dan mengembangkannya.
Oleh karena peran guru dalam pendidikan karakter sangat
penting, maka sekolah perlu memilih guru-guru yang
sungguh dapat dicontohdan sungguh-sungguh menaruh
perhatian pada perkembangan karakter anak-anak.
3. Teman atau Kelompok
Sikap dan karakter anak, terutama anak remaja, sangat
dipengaruhi teman atau kelompok atau klan mereka. Banyak

21
anak-anak remaja bergaul dangan pecandu narkoba, akhirnya
terjerumus menjadi pengguna narkoba juga. Seorang anak
dari keluarga baik-baik, namun karena teman-temannya
adalah anak-anak yang malas belajar dan hanya menganggu
orang lain, maka ia dapat terpengaruh menjadi anak malas
dan perusak. Sebaliknya, seorang anak yang bergabung
dengan kelompok anak yang rajin belajar, bermoral baik,
suka membantu orang lain, dapat berkembang menjadi anak
yang baik pula.
4. Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah dengan suasana yang khas mempunyai
pengaruh pada pendidikan dan pengembangan karakter anak.
Suasana sekolah yang tidak sesuai dengan nilai karakter yang
mau dibangunkan pada siswa, jelas tidak akan membantu
perkembangan karakter siswa. Misalkannya di sekolah ingin
menanamkan karakter jujur dan disiplin pada siswa, sangat
penting suasana sekolah didasari kejujuran dan kedisiplinan.
Oleh karena itu, bila sekolah memang ingin menanamkan
karakter tertentu pada siswa, sekolah harus diatur sesuai
dengan nilai karakter itu dan suasananya juga dibangun
dengan suasana yang mendukung.
5. Masyarakat atau lingkungan
Pendidikan dan pembentukan karakter anak-anak remaja
juga dipengaruhi oleh keadaan, situasi, dan karakter
masyarakat atau lingkungan sekitar anak-anak itu. Kalau
masyarakat sungguh baik dan berkarakter kuat, maka anak-
anak juga akan lebih mudah belajar karakter di situ dan
memilih karakter yang baik. Sementara kalau lingkungannya
tidak baik, maka anak akan dengan mudah terpengaruh jelek.
Misalnya kalau masyarakat sekitar anak-anak kebanyakan
diskriminatif dan sulit menerima orang dari kelompok lain,

22
maka anak-anak dengan mudah meniru. Kalau lingkungan
suka kekerasan, maka anak-anak juga akan meniru menjadi
keras. Sementara bila lingkungan sekitar jujur, suka
membantu orang asing, bekerja giat, maka anak-anak juga
dengan mudah terpengaruh baik.
6. Buku Bacaan
Banyak orang mengatakan bahwa karakter mereka menjadi
seperti sekarang karena pengaruh buku yang mereka baca
sejak sekolah. Banyak anak-anak memang berkembang
karakternya karena buku yang dibacamemberi inspirasi bagi
kehidupannya. Misalnya beberapa anak menjadi berkarakter
pemberani, tidak takut keluar rumah, tidak takut pada situasi
baru, berani mendaki gunung, berani mencoba tantangan
yang berat karena membaca kisah-kisah petualangan dan
buku-buku novel dan kisah pejuang.
Beberapa anak menjadi berkarakter jelek, suka berpikir
porno, melakukan pelecehan, mencari pemuasan seks, karena
buku yang dibaca adalah buku yang porno, yang membuatnya
tertarik selagi masih anak dan remaja. Disini sangat penting
sekolah membantu anak untuk dapat memilih buku yang
dibaca, apakah buku yang baik atau tidak baik. Maka di
banyak sekolah, selalu disediakan banyak buku
kepahlawanan, kisah tokoh penemu bidang pengetahuan dan
seni, yang dapat memberi inspirasi pada anak sekolah untuk
mengembangkan karakter yang sesuai.
7. Media, Televisi, Video, Internet, Gadget
Di zaman media elektronik dan teknologi informasi
sekarang ini, media seperti televise, video, internet, HP,
gadget, dan lain-lain sangat mempengaruhi karakter anak
mudah. Banyak anak remaja dengan mudah meniru apa yang
terjadi di media, seperti televisi, internet, facebook, HP. Kalau

23
yang mereka lihat tiap hari adalah hal-hal yang jelek seperti
pornografi, kosumerisme, budaya instan, kekerasan,
penipuan, ketidak jujuran, maka mereka dengan mudah akan
terpengaruh.
Teknologi informasi jelas banyak manfaatnya untuk
meningkatkan kemampuan kita belajar dan berkomunikasi
dengan siapa di dunia ini dengan cepat yang dapat
memperlancar pekerjaan kita. Namun, disisi lain teknologi
informasi memberikan informasi dan juga pengaruh yang
tidak baik dan dapat merusak karakter orang mudah.
8. Agama
Agama yang dianut anak dan pendidikan agama yang
terkait mempunyai pengaruh yang kuat pada perkembangan
karakter anak. Kalau pendidikan agama anak itu sungguh
baik dan mengajarkan tindakan-tindakan yang bermoral,
maka anak-anak juga akan berkembang menjadi orang yang
bermoral dan karakternya menjadi lebih kuat. Kalau agama
dan pendidikan agama yang dianutnya mengajarkan sikap
yang kurang baik, maka anak-anak itu akan menjadi kurang
baik. Misalnya, jika anak-anak sejak kecil diajari untuk
bersikap ekstrem dan diskriminatif terhadap orang lain, maka
mereka akan menjadi penghambat semangat kerukunan dan
penghargaan pada pribadi orang lain. Disinilah pentingnya
memilih guru agama yang sungguh baik, sehingga yang
diajarkan pada anak-anaka adalah nilai baik.
Pemahaman ajaran agama tidak mendalam dan hanya
melihat kata, jika tidak hati-hati dapat menyebabkan anak
remaja menjadi salah pengertian dan akhirnya melakukan
tindakan yang tidak benar menurut agama mereka sendiri.

24
B. Implementasi Pendidikan Karakter
1. Pengertian Implementasi

Implementasi merupakan suatu tindakan pelaksanaan dengan


perencanaan yang dibuat sebaik mungkin agar tujuan dari
implementasi dapat tercapai. Menurut Usman (2002: 70),
implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi atau adanya
mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas tetapi
suatu kegiatan terencana untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Implementasi menurut kamus bahasa Indonesia adalah


pelaksanaan atau peerapan. Implementasi merupakan suatu proses
penerapan ide, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis
sehingga memberikan dampak , baik berupa perubahan pengetahuan,
keterampilan, maupun nilai, dan sikap (Mulyasa. 2008: 93).

Dalam hal ini, implementasi kaitannya dengan pendidikan


karakter adalah penerapan suatu kegiatan atau metode secara terus
menerus yang dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik sebagai
upaya pembentukan karakter sejak usia dini, sehingga ouput yang
dihasilkan dari pelaksanaan pendidikan karakter tersebut tidak lain
terinternalisasinya nilai-nilai karakter dalam diri peserta didik sehingga
muncul sikap dan perliku yang berkarakter mulia.

2. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajara PKN


di SD.

Integrasi nilai pendidikan karakter adalah suatu sistem


penanaman nilai-nilai karakter pada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa
(YME), diri sendiri, sesame, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi manusia insan kamil. Sementara itu, beberapa nilai
yang perlu dikembangkan di dalam pendidikan karakter adalah nilai

25
ketakwaan,nilai keimanan, nilai kejujuran, nilai kepedulian hingga
nilai etika atau sopan santun (Kaelan. 2010).

Jika nilai pendidikan karakter diimplementasikan dalam mata


pelajaran PKN, maka dapat dikatakan bahwa nilai-nilai karakter untuk
PKN meliputi nilai karakter pokok daan nilai karakter utama. Nilai
karakter pokok yaitu untuk menciptakan peserta didik yang riligius,
jujur, cerdas, tangguh, demokratis, dan peduli. Sedangkan nilai
karakter utama PKN yaitu untuk menciptakan peserta didik yang:
nasionalisme, patuh pada aturan sosial, menghargai keberagaman,
sadar akan hak dan kewajiban diri orang lain, bertanggung jawab,
berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, dan mandiri. Nilai-nilai
karakter utama dikembangkan secara luas, untuk upaya memperkokoh
fungsi PKN sebagai pendidikan karakter (Rosyada. 2003).

Susiatik (2013) mengemukan tiga cara mengimplementasikan


pendidikan karakter melalui mata pelajaran PKN, yaitu:

1. Pendidikan karakter terintegrasi pada setiap materi PKN,


dengan sendirinya setiap materi diberi bobot pendidikan
karakter. Pendidik menyusun rencana pembelajaran dengan
menautkan perilaku nilai aspek karakter pada indicator dan
tujuan pembelajaran serta bahan belajar PKN.
2. Pelaksanaan pembelajaran PKN diuraikan dalam proses
belajar mengajar melalui tiga tahap, yaitu: pendahuluan,
kegiatan inti, dan penutup. Pada pendahuluan perilaku
karakter disajikan melalui apersepsi pada kegiatan sehari-
hari peserta didik atau pengalaman mereka terhadap
perilaku serta sikap. Selanjutnya dalam kegiatan inti
disajikan melalui contoh atau penugasan sehingga langsung
maupun tidak langsung peserta didik belajar tentang nilai
karakter bersama peserta didik lainnya. Berikut pada

26
kegiatan penutup disimpulkan perilaku apa saja yang harus
dikuasai peserta didik setelah mempelajari konsep karakter.
Jadi, dalam proses pembelajaran PKN, pendidik harus
mampu menciptakan watak atau karakter pada setiap
peserta didik.
3. Evaluasi pembelajran PKN yang menerapkan nilai-nilai
karakter dilakukan pada pembentukan karakter. Dengan
melihat hasil tugas mingguan yang berupa tugas
peningkatan karakter/sikap yang dibuat oleh peserta didik,
terlihat perubahan dan peningkatan pada diri mereka secara
bertahap setiap minggunya. Berdasarkan hasil observasi
kegiatan belajar didapatkan perubahan sikap yang cukup
baik. Contoh, untuk membentuk karakter tanggung jawab,
peserta didik yang tidak berpartisipasi dalam kerja
kelompok diberi hukuman yang disepakati bersama.

Jadi dengan adanya pembelajaran PKN hendaknya


mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga negara yang
baik dan cakap karakter, berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan
bertanggung jawab.

Suparno (2015: 33-35) mengemukan 11 nilai karakter


sesuai persoalan bangsa, sebagai berikut:
Tabel 1.1. Nilai Karakter sesuai Persoalan Bangsa

No Persoalan Nilai/karakter Deskripsi


Nasional
1 Kurang menghargai Ketuhanan, a. Memuji Tuhan.
manusia dan alam. ketakwaan, b. Hidup penuh syukur.
reliiositas. c. Menghargai ciptaan Tuhan: 
sesama manusia dan alam
semesta.
d. Menghargai praktik agama/keya
kinan teman lain.
2 Kurang menghargai Multibudaya/ a. Menghargai teman yang

27
perbedaan, kurang multicultural. berbeda.
multibudaya. b. Hidup damai dengan teman yang
berbeda.
c. Mau kerja sama dengan teman
yang berbeda
3 Konflik kebencian, Penghargaan a. Menghargai siapa pun sebagai
tidak hargai  pribadi, HAM. pribadi.
pribadi. b. Menghargai hak teman, guru,
karyawan, orang tua.
c. Hormat kepada orang tua, guru,
karyawan.
4 Ketidak adilan, Keadilan a. Adil pada teman, guru, karyawan
diskriminatif. orang tua.
b. Adil pada orang kecil.
c. Suka berbagi dengan teman.

5 Kurang perhatian Empati pada a. Punya perhatian pada teman


pada yang miskin. yang miskin    yang kecil, yang miskin, yang
dan yang lemah pelajaran.
lemah. b. Solider dan bela rasa pada orang
kecil.
c. Suka membantu teman, terutama
yang lemah.
6 Tawuran tidak Berpikir a. Berpikir rasional, objektif
rasional, mudah rasional, berdasarkan data.
emosi. objektif. b. Ambil keputusan berdasarkan
data yang valid.
c. Tidak bertindak berdasarkan
emosi, tetapi dengan nalar.
d. Dapat berdialog dengan siapa
pun secara rasional, menghargai
pikiran orang.
7 Korupsi, Kejujuran a. Jujur dalam kata dan tindakan.
menyontek, plagiat. b. Tidak menipu dan korupsi.
c. Tidak menyontek.
d. Jujur dalam praktikum, tugas,
PR.
8 Malas, tidak tepat Disiplin a. Melakukan sesuatu tepat pada
waktu. waktunya.
b. Mengumpulkan tugas tepat
waktu.

28
c. Disiplin dalam bertindak,
bekerja.
9 Daya juang lemah, Daya juang a. Gigih dalam berjuang.
budaya instan. b. Tidak mudah mengeluh.
c. Berani mengerjakan persoalan
sulit.
10 Tidak taat hukum. Taat pada a. Menaati hukum/aturan.
hukum. b. Menaati aturan main masyarakat.
c. Menaati hukum lalu lintas.
11 Cinta tanah air Cinta tanah air. a. Sikap menghargai dan mencintai
kurang tinggi. tanah air dan bangsa.
b. Bangga pada tanah air.
c. Mengembangkan diri untuk
dapat menyumbang masyarakat.

C. Kurikulum 2013
1. Pengertian Kurikulum 2013

Pengertian kurikulum 2013 yaitu sebagai kurikulum berbasis


kompotensi yang merupakan suatu konsep kurikulum yang
menekankan pada pengembangan karakter dan kemampuan melakukan
(kompotensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga
hasilnya dapat dirasakan oleh siswa, berupa penguasaan terhadap
seperangkat kompotensi tertentu. Maksudnya bahwa kurikulum 2013
merupakan kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan
pendidikan berkarakter, siswa dituntut paham akan materi, aktif dalam
diskusi dan presentasi, tanggung jawab, percaya diri serta memiliki
sopan santun yang tinggi (Mulyasa, 2013: 155).

Menurut Mulyasa, pendidikan karakter dalam kurikulum 2013


bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang
mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia pada
peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan
standar kompotensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Dalam
penerapan pendidikan karakter tersebut, bukan hanya sekedar

29
tanggung jawab dari sekolah semata, tetapi tanggung jawab semua
pihak seperti orang tua peserta didik, pemerintah, dan masyarakat
(Mulyasa, 2013).

Konsep kurikulum 2013 menekankan pada aspek kognitif


efektif, psikomotorik melalui penilain berbasis tes dan portofolio
saling melengkapi pada intinya orientasi pengembangan/implementasi
kurikulum 2013 adalah tercapainya kompetensi kompetensi yang
berimbang antaea sikap, keterampilan, pengetahuan, disamping cara
pembelajarannya yang holistic dan menyenangkan (Kumiasih, 2014).

Menurut Kumiasih (2014: 131-133) mengemukakan pada


kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua yaitu:

a. Sikap spiritual yang terkait dengan pembentukan peserta


didik yang beriman dan bertakwa.
b. Sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik
yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan tanggung
jawab.

Acuan penilaian adalah indikator, karena indikator merupakan


tanda tercapainya kompetensi. Indikator harus terukur. Dalam konteks
penilaian sikap, indikator merupakan tanda-tanda yang dimunculkan
oleh peserta didik, yang dapat diamati atau diobservasi oleh guru
sebagai representasi dari sikap yng dinilai. Berikut deskripsi indikator
dari sikap-sikap yang tersurat dalam KI-1 dan KI-2:

Indikator Dari Sikap-Sikap Yang Termuat Dari KI-1

Sikap Spiritual Contoh Indikator


Menghargai dan menghayati  Berdoa sebelum dan
agama yang dianut. sesudahmenjalankan
pembelajaran.
 Memberi salam pada awal
dan akhir pembelajaran sesuai
agama yang dianut.

30
 Mengucap syukur ketika
berhasil mengerjakan sesuatu.
 Menjaga lingkungan hidup
disekitar sekolah, rumah dan
masyarakat.
 Dll

Indikator Dari Sikap-Sikap Yang Termuat Dari KI-2

Sikap Sosial Contoh Indikator


 Jujur adalah perilaku  Tidak mau berbohong atau
dapat dipercaya dalam tidak mau mencontek.
perkataan, tindakan dan  Mengerjakan sendri tugas
pekerjaan. yang diberikan guru tanpa
menjiblak tugas orang lain.
 Mengatakan dengan
sesungguhnya apa yang
terjadi.
 Mau mengakui kesalahan
atau kekeliruan.
 Mengembalikan barang
yang dipinjam atau di
temukan.
 Dll
 Santun adalah perilaku  Menghormati orang lain
hormat pada orang lain dengan cara berbicara yang
dengan bahasa yang baik tepat.
 Menghormati guru, pegawai
sekolah, dan orang yang
lebih tua.
 Berpakaian rapid an pantas.
 Mengucpkan salam ketika
bertemu guru, teman dan
orang-orang di sekolah.
 Menunjukan wajah ramah,
bersahabat dan tidak
cemberut.
 Mengucapkan terima kasih
apabila menerima bantuan

31
dalam bentuk jasa atau
barang dari orang lain.
 Dll
 Disiplin adalah tindakan  mengikuti peraturan yang
yang menunjukan ada di sekolah.
perilaku tertib dan patuh  Tertib dalam mengikuti
terhadap berbagai pembelajaran.
ketentuan dan peraturan.  Hadir di sekolah tepat
waktu.
 Memakai pakaian seragam
dengan lengkap dan rapi.
 Melaksanakan piket
kebersihan kelas.
 Mengumpulkan
tugas/pekerjaan rumah tepat
waktu.
 Dll

 Tanggung Jawab adalah  Menyelesaikan tugas yang


sikap dan perilaku peserta diberikan.
didik untuk  Mengerjakan
kewajibannya, yang tugas/pekerjaan rumah
seharusnya dilakukan dengan baik.
terhadap diri sendiri ,  Mengumpulkan
masyarakat, lingkungan, tugas/pekerjaan ruma tepat
dan Tuhan Yang Maha waktu.
Esa.  Mengakui kesalahan dan
tidak melemparkan
kesalahan kepada teman.
 Berpartisipasi dalam
kegiatan sosial di sekolah.
 Menunjukan praksrsa untuk
mengatasi masalah dalam
kelompok di kelas/sekolah.
 Dll

32
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode penilitian
kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena
penelitiannya dilakukan pada kondisi alamiah, disebut juga sebagai
metode etnografi. Penelitian kualitatif dilakukan pada objek alamiah yang
berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran
tidak begitu mempengaruhi dinamika pada objek tersebut.
Penelitian kualitatif instrumennya peneliti itu sendiri. Menjadi
instrumen, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan luas,
sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret dan menkontruksi
situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Sugiyono (2010: 15)
“Metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian
yang berlandaskan pada fissafat positivisme, digunakan untuk
untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai
lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan
secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan
trianggulasi, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekan makna dari pada
generalisasi”.

Menurut Meleong (2005: 6), penelitian kualitatif adalah penelitian


yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan
lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata

33
dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah. Tujuan penelitian kualitatif yaitu
memahami, mencari makna dibalik data, untuk menemukan kebenaran
empiris sensual maupun empiris logis.
Metode yang dipakai adalah metode deskriptif kualitatif yaitu
dengan cara mengumpulkan, serta menganalisis data obyek yang diteliti.
Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki dengan menggambar/melukis keadaan subjek/objek
penelitian (seorang, lembaga, masyarakat lain) pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang ampak sebagai adanya (Nawawi, 2015: 65).

B. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan November-Desember Tahun 2021.
2. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDK. Bali Loura, Kecamatan Loura,
Kabupaten Sumba Barat Daya.

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian kualitatif deskriptif yaitu melalui


observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu:

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer diperoleh melalui wawancara dan


pengamatan langsung di lapangan. Sumber data primer merupakan
data yang diambil oleh peneliti dari sumbernya tanpa ada perantara
dengan cara menggali sumber asli secara langsung melalui responden
(Sugiyono, 2017). Sumber data primer dalam penelitian ini adalah

34
guru kelas IV SDK. Bali Loura, kepala sekolah, dan guru wakil
kurikulum.

2. Sumber Data Sekunder.

Sumber data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dengan


studi kepustakaan dengan bantuan media cetak dan media internet
serta catatan lapangan. Sumber data sekunder merupakan sumber data
tidak langsung yang mampu memberikan data tambahan serta
penguatan terhadap data penelitian (Sugiyono 2016). Sumber data
sekunder dalam penelitian ini adalah jurnal dan buku-buku yang
relevan dengan judul penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data


Menurut Muryadi dkk (2010: 62), teknik pengumpulan data dalam
penelitian kualitatif adalah teknik yang memungkinkan diperoleh data
detail dengan waktu yang relatif lama. Menurut Sugiyono (2005: 62),
teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa teknik
pengumpulan data digunakan peneliti untuk mendapatkan data yang
diperlukan dari nasumber dengan menggunakan waktu tertentu.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berikut ini akan
dijelaskan teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti
sebagai berikut:
a. Teknik Observasi
Observasi adalah suatu proses yang kompleks dari proses
biologis dan psikologis. Observasi ini juga berupa pengamatan terhadap

35
obyek yang akan diteliti. Observasi diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek
penelitian (Sugiyono, 2010: 203). Observasi yang peneliti lakukan
adalah observasi non partisipan dan terstruktur.
Dalam penelitian ini peneliti akan mengobservasi mata pelajaran
PKN, apakah di mata pelajaran PKN diimplementasikan pendidikan
karakter atau tidak. Poin-poin penting yang akan diobservasi oleh
peneliti yaitu; rencana pembelajaran (RPP), pelaksanaan pembelajaran,
dan evaluasi pembelajaran.
b. Teknik Wawancara.
Menurut Sugiyono (2010: 194), wawancara digunakan sebagai
teknik pengumpulan data apabila peneliti akan melaksanakan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan
juga peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan terstruktur karena peneliti
menggunakan pedoman wawancara yang disusun secara sistematis dan
lengkap untuk mengumpulkan data yang dicari.
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi dalam penelitian
ini digunakan untuk mengkaji dokumen berupa foto atau rekaman agar
meperkuat hasil dari pengumpulan data dan berupa dokumen resmi
seperti pada saat melakukan wawancara. Tujuan dari dokumentasi
adalah untuk mendapatkan keterangan dan akan dijadikan bukti dalam
suatu penelitian. Dalam penelitian ini yang akan didokumentasi adalah
proses wawancara peneliti dengan beberapan informan di SDK. Bali
Loura (guru kelas IV, kepala sekolah, dan wakil kurikulum), RPP, tugas
siswa, hasil belajar siswa dan dokumen-dokumen lainnya yang
dibutuhkan peneliti untuk dijadikan bukti dalam penelitian ini.

36
E. Analisis Data
Analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung dan selesai pengumpulan data dalam
periode tertentu (Sugiono, 2010: 337). Data penelitian ini dikumpulkan
dengan cara melakukan wawancara pada guru kelas IV, guru wakil
kurikulum, dan kepala sekolah SDK. Bali Loura, tentang bagaimana
impelementasi pendidikan karakter di sekolah tersebut. Pada penelitian ini
digunakan teknik deskriptif kualitatif.
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan empat model
interakif Miles dan Herbermas dalam analisa data yaitu, pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Berikut deskripsi model interaktif Miles dan Herbermas (1989)
melalui empat tahap yaitu:
a. Pengumpulan Data (data collection)

Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan


dokumentasi dicatat dalam catatan lapangang yang terdiri dari dua
aspek, yaitu deskripsi dan refleksi. Catatan deskripsi merupakan data
alami yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan
dialami sendiri oleh penelitian tanpa adanya pendapat dan tafsiran dari
peneliti tentang fenomena yang jumpai.

Sedangkan catatan refleksi adalah catatan yang memuat kesan,


komentar tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai dan
merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap berikutnya.
Untuk mendapatkan catatan ini peneliti melakukan wawancara dengan
beberapa informan.

37
b. Reduksi Data (data reduction)

Reduksi data merupakan proses seleksi, penyederhanaan, dan


abstraksi. Cara mereduksi data adalah dengan melakukan seleksi,
membuat ringkasan atau uraian singkat, menggolong-golongkan
kepola-pola dengan membuat transkip penelitian, agar mempertegas,
memperpendek membuat fokus, membuat bagian yang tidak penting
dan mengatur agar dapat ditarik kesimpulan.

Data yang berasal dari wawancara dengan subyek penelitian


dan dokumentasi yang dapat diseleksi oleh peneliti. Kumpulan data
akan dipilih dan dikategorikan sebagai data yang relevan dan atau
yang mentah. Data yang mentah dipilih kembali dan data yang relevan
sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian akan disiapkan
untuk proses penyajian data.

c. Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun sehingga


memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Agar sajian data tidak menyimpang dari pokok
permasalahan maka sajian data dapat diwujudkan dalam bentuk
matrik, grafis, jaringan atau bagan sebagai wadah panduan informasi
tentang apa yang terjadi. Data disajikan sesuai dengan apa yang
diteliti.

d. Penarikan Kesimpulan (conclusion)


Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau
memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat
atau proporsi. Kesimpulan yang ditarik segera divertifikasi dengan
cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan
lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat. Selain itu
juga dapat dilakukan dengan mendiskusikan. Hal tersebut dilakukan
agar data yang diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut

38
memiliki validasi sehingga kesimpulan ditarik menjadi kokoh (Burgin,
2010: 70).

Untuk mendapatkan kesimpulan data yang valid, maka perlu


diperhatikan langkah-langkah berikut:

a. Mencatatat poin-poin terpenting yang didapat dari lapangan,


kemudian diuraikan secara luas dan dikembangkan sesuai
dengan keadaan, pengamatan, dan hasil data dilapangan.
b. Peneliti mengumpulkan data dari berbagai sumber informasi.
Peneliti mengambil data secara detail mulai dari foto-foto,
pengamatan, hasil wawancara dan dokumentasi.
c. Pemelihan informan yang tepat sesuai dengan pemilihan data.
d. Peneliti harus jeli dalam memperhatikan proses dilapangan
agar hasilnya maksimal dan dapat dipertanggungjawabkan.

39
F. Jadwal Penelitian

No Jenis Kegiatan April 2021 Mei 2021 Juni 2021 Juli 2021 Agustus Septemer Oktober
Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke-
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

1. Pengajuan Judul
2. Pra Observasi dan
Penyusunan Proposal
3. Seminar Proposal
4. Revisi
5. Pelaksanaan
Penelitian
6. Pengolahan Data
7. Sidang Skripsi

40
DAFTAR PUSTAKA

Albertus, Doni Koesoema. 2015 . Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh.

Yogyakarta: PT. KANISIUS.

Albertus, Doni Koesoema. 2015. Strategi Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT.


KANISIUS.

Albertus, Doni Koesoema. 2007. Pendidikan Karakter :Strategi Mendidik Anak di


Zaman Global. Jakarta: PT. Grasindo.

Bungin, Burhan. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Ningsi, Tutuk. 2015. Implementasi Pendidikan Karakter. Purwekerto: STAIN Press,


Purwekerto.

Arifin, Samsul Bambang & Rusdiana,. 2019. Manajemen Pendidikan Karakter:


Bandung: CV PUSTAKA SETIA.

Garmon, John. 2011. Pengembangan Karakter Untuk Anak. Jakarta Pusat 10640:
Kesaint Blanc.

Kuswantoro, Agung. 2015. Pendidikan Karakter Melalui Public Speaking.


Yogyakarta: GRAHA ILMU.

Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma.

Moleong. Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.

Mustoip, Sofyan, dkk. 2018. Implementasi Pendidikan Karakter. Surabaya: Jakad


Publishing.

Probowati, Yusti, dkk. 2011. Pendidikan Karakter :Perspektif Guru dan Psikolog.
Malang: Selaras

Rsyada, Dede. et. al. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan: Civic Education


Demokrasi, Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada
Media.

Suparno, Paul. 2015. Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: PT. Kanisius.

Surwardi, Ni Putu. 2020. Quo Vadis Pendidikan Karakter. Denpasar-Bali: UNHI


Press.

Sumani, Muclas & Hariyanto, 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: Remaja Rasdakarya Offset.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

41
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif, Kuantitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta.

Umbu, Lede Yohanes. 2018. Tuturan Wewewa dalam Pendidikan Karakter Anak

di daerah Wewewa Kabupaten Sumba Barat Daya. Semarang:

http://unnes.ac.id/prosidingkbs3

Tamasyah,dkk.2012. Pedoman Pengembangan Pendidikan Karakter Di Sekolah


Inklusif. .Padang: Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan
Khusus (PK-LK) Direktorat Pendidikan Dasar. http://ejournal.unp.ac.id

Zubaidi, 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana Pranada Media.


https://www.researchgate.net

42
43

Anda mungkin juga menyukai