Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata “Kurikulum” mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia pendidikan lebih kurang sejak
satu abad yang lalu. Istilah kurikulum muncul untuk pertama kalinya dalam
kamus Webster tahun 1856. Pada tahun itu kata kurikulum digunakan dalam bidang olahraga,
yakni suatu alat yang membawa orang dari star sampai kefinish. Barulah pada tahun 1955 istilah
kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran disuatu
perguruan.1
Untuk sekolah yang bersangkutan, kurikulum sekurang-kurangnya memiliki dua fungsi:
1.        Sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan; dan
2.        Sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan sehari-hari.2
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, diambil rumusan masalah yang
akan menjadi pembahasan makalah ini, yaitu:
1.        Apa pengertian Pendidikan Agama Islam?
2.        Bagaimana sejarah ringkas Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum?
3.        Bagaimana Struktur kurikulum Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum?
4.        Bagaimana pengembangan kurikulum PAI di Perguruan Tinggi Umum?
5.        Apa saja factor pendukun dan penghambat pengembangan kurikulum pendidikan Agama
Islam di Perguruan Tinggi Umum.

C.      Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah adalah:
1.        Untuk mengetahui pengertian Pendidikan Agama Islam?
2.        Untuk mengetahui sejarah ringkas Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum?
3.        Mendiskripsikan Struktur kurikulum Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum?
4.        Untuk mengetahui pengembangan kurikulum PAI di Perguruan Tinggi Umum?
5.        Menganalisa factor pendukun dan penghambat pengembangan kurikulum pendidikan Agama
Islam di Perguruan Tinggi Umum?

1 Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 162.


2 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. III, hlm. 122.
BAB II

PEMBAHASAN

A.      Pengertian Kurikulum Pendidikan Agama Islam


Kurikulum secara etimologis adalah tempat berlari dengan kata yang berasal dari bahasa
latin curir yaitu pelari dan curere yang artinya tempat berlari.3 Selain itu, juga berasal dari
kata curriculae artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Maka, pada waktu itu
pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang
bertujuan untuk memperoleh ijazah.4
Dalam pandangan tradisional disebutkan bahwa kurikulum memang hanya rencana
pelajaran. Sedangkan dalam pandangan modern kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran
atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern adalah semua yang secara nyata terjadi
dalam proses pendidikan di sekolah. Dalam kalimat lain disebut sebagai semua pengalaman
belajar.5
Atas dasar ini, maka inti kurikulum adalah pengalaman belajar. Ternyata pengalamn belajar
yang banyak berpengaruh dalam pendewasaan anak, tidak hanya mempelajari mata pelajaran
interaksi sosial di lingkungan sekolah, kerja sama dalam kelompok, interaksi dalam lingkungan
fisik, dan lain-lain, juga merupakan pengalaman belajar.6
Berikut ini beberapa pengertian kurikulum menurut para pakar, yaitu:
1.      Saylor dan Alexander merumuskan kurikulum sebagai the total effort of the school situations,
artinya bahwa kurikulum merupakan keseluruhan usaha yang dilakukan oleh lembaga
pendidikan atau sekolah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.      Smith memandang kurikulum sebagai seperangkat dan upaya pendidikan yang bertujuan agar
peerta didik memiliki kemampuan hidup bermasyrakat. Anak didik dibina agar memiliki
kemampuan menyesuaikan diri untuk menjadi bagian dari masyarakat.
3.    Harold Rugg mengartikan kurikulum sebagai program sekolah yang didalamnya terdapat semua
peserta didik dan pekerjaan guru-guru mereka.
4.    Menururt Hilda Taba, kurikulum adalah suatu kegiatan dan pengalaman peerta didik di sekolah
yang sudah direncanakan. 7
Adapun pengertian kurikulum sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 butir 19 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.8
Berdasarkan pengertian yang sudah diketahui bahwa kurikulum merupakan landasan yang
digunakan pendidikan untuk membimbing peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang
diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental. Ini berarti

3 Imas Kurinasih dan Berlin Sani, Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan Penerapan, (Surabaya: Kata Pena, 2014), Cet. II,
hlm. 3.
4 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: Bumi Aksara, 1994), hlm. 16.
5 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 81.
6 Bukhari Umar, Op.Cit., hlm. 163-164.
7 Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam Jilid II, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 176-177.
8 Imas Kurinasih dan Berlin Sani, Op.Cit., hlm.3.
bahwa proses pendidikan Islam bukanlah proses yang dilakukan secara serampangan, tetapi
hendaknya mengacu pada konseptualisasi manusia, transformasi sejumlah pengetahuan
keterampilan dan sikap mental yang harus terususun. 9  Dari penjelasan tersebut maksud
kurikulum pendidikan Islam adalah kurikulum pendidikan yang berasaskan ajaran Islam, yang
bersumber dari Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma` dan lainnya.
Adapun fungsi kurikulum dalam pendidikan Islam adalah sebagai:
1. Alat untuk mencapai tujuan dan untuk menempuh harapan manusia sesuai dengan tujuan
yang dicita-citakan;
2. Pedoman dan program yang harus dilakukan oleh subjek dan objek pendidikan;
3. Fungsi kesinambungan untuk persiapan pada jenjang sekolah berikutnya dan penyiapan
tenaga kerja bagi yang tidak melanjutkan;
4. Standardisasi dalam penilaian kriteria keberhasilan suatu proses pendidikan, atau sebagai
batasan dari program kegiatan yang akan dijalankan pada caturwulan, semester, maupun
pada tingkat pendidikan tertentu.10

B. Sejarah Ringkas Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum


Sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia telah mencatat bahwa pada tahun 1910,
pendapat umum masih menyatakan bahwa Indonesia belum layak memiliki perguruan tinggi.
Namun ada pula suara-suara yang menyatakan bahwa pada suatu saat nanti Indonesia harus
mempunyai perguruan tinggi untuk melatih para ahli dan pekerja pada kedudukan yang lebih
tinggi. Sebaliknya ada pula pendapat bahwa pendidikan tinggi bagi orang Indonesia akan
merusak pribadinya karena tidak sesuai lagi dengan lingkungan dan akan mengalami konflik
untuk mengasimilasikan diri dengan masyarakat Belanda.11

Dalam perjalan sejarah pendidikan di Indonesia, pada tanggal 2 April 1950 tepatnya di
Yogyakarta muncullah UU No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di
Sekolah untuk seluruh Indonesia. Jika kita tinjau dari segi politik pada saat itu bentuk negara
Indonesia adalah Republik Indonesia Serikat (RIS) dan ibukota negara berada di Yogyakarta.
Kedudukan pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum dalam UU No. 4 tahun 1950
belum dibicarakan secara spesifik. Baik itu dalam tujuan umum pendidikan maupun dalam
tujuan pendidikan tinggi. Berikut kutipan bunyi pasal 3, pasal 7 ayat 4 dan pasal 20 yang
menunjukkan hal tersebut:

1. Pasal 3
Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan
tanah air.
2. Pasal 7

9 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2013), Cet. V, hlm. 126-127.
10 Bukhari Umar, Op.Cit., hlm. 172.
11 Tim Dosen Pendidikan Agama Islam UGM, Pendidikan Agama Islam (Jogjakarta: Badan Penerbitan Filsafat UGM, 2006), h.
23-25.
Ayat 4, Pendidikan dan pengajaran tinggi bermaksud memberi kesempatan kepada pelajar
untuk menjadi orang yang dapat memberi pimpinan di dalam masyarakat dan yang dapat
memelihara kemajuan ilmu dan kemajuan hidup kemasyarakatan.
3. Pasal 20.
Ayat 1, Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid
menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
Ayat 2, Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam
peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama
dengan Menteri Agama.12
Selanjutnya Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi baru dimulai sejak tahun 1960 dengan
adanya ketetapan MPRS No. II/ MPRS/1960 yang berarti pendidikan agama sebelum itu secara
formalnya baru diberikan di Sekolah Rakyat sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat atas saja.
Adapun dasar operasionalnya, pelaksanaan pendidikan Agama di Perguruan Tinggi tersebut
ditetapkan dalam UU No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi. Dalam Bab III Pasal 9 ayat
2 sub b, terdapat ketentuan sebagai berikut: ”Pada Perguruan Tinggi Negeri diberikan
Pendidikan Agama sebagai mata pelajaran dengan pengertian bahwa mahasiswa berhak tidak
ikut serta apabila menyatakan keberatan”.13

Jika merujuk pada sejarah, dapat dipahami bahwa sebelum tahun 1965 salah satu organisasi
politik yang berpengaruh di parlemen adalah Partai Komunis Indonesia. Maka tidak heran jika
dalam mengambil kebijakan tentang pendidikan di parlemen, mereka tentu berusaha
memasukkan misi-misinya. Agar segala sesuatunya tetap terlihat ‘bijak’, unsur pendidikan
agama tetap dimasukkan dalam mata kuliah, namun diberi kebebasan jika tidak berkenan untuk
mengikutinya.14

Kemudian setelah meletusnya G. 30 S. PKI. pada tahun 1965, diadakan sidang umum MPRS
pada tahun 1966, maka mulai saat itu status pendidikan agama di sekolah-sekolah berubah dan
bertambah kuat. Dengan adanya ketetapan MPRS XXVII/MPRS/1966 Bab I pasal 1 berbunyi:
“Menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari SD
sampai dengan Universitas-Universitas Negeri.”15

C. Struktur Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum


pada tanggal 27 Maret 1989 hadirlah UU No. 2 tahun 1989. Kedudukan Pendidikan Agama
Islam di Perguruan Tinggi dalam Undang-Undang ini secara umum tertuang dalam tujuan
Pendidikan Nasional tercantum dalam Bab II pasal 4 yang berbunyi: “Pendidikan Nasional
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.” 16 Kemudian

12 Salinan UU No. 4 Tahun 1950 Tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran.


13 Salinan UU No. 22 Tahun 1961 Tentang Perguruan Tinggi
14 Daradjat. Zakiah, dkk, Dasar-Dasar Agama Islam. Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum
(Jakarta: Bulan Bintang, 1983), h. 230.
15 Tap MPRS XXVII/MPRS/1966
16 Salinan UU No. 2 Tahun 1989 Tentang Sisdiknas
dari segi kurikulum, telah dinyatakan dalam pasal 39 ayat 2, yaitu:
Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikah wajib memuat:

a. Pendidikan Pancasila
b. Pendidikan agama dan
c. Pendidikan kewarganegaraan.

Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi dalam proses belajarnya menggunakan
sistem kredit semester yang masing-masing perguruan tinggi menggunakan jumlah dan besar
SKS yang bervariasi. Rata-rata pendidikan agama Islam di perguruan tinggi hanya mendapat 2
SKS dalam satu semester awal yang dimasukkan dalam komponen mata kuliah MKDU (Mata
Kuliah Dasar Umum).17

Kemudian muncul SK Mendiknas No. 232/U/2000 pada tanggal 20 Desember 2000 tentang
Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa,
pada Bab I. Ketentuan Umum, yaitu pada pasal 1 ayat 7 dinyatakan bahwa Kelompok mata
kuliah pengembangan kepribadian (MPK) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran untuk
mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap dan mandiri serta mempunyai rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Selanjutnya Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi umum, menurut Keputusan Dirjen
Dikti Depdiknas RI Nomor: 43/DIKTI/Kep/2006 Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi menjelaskan Visi dan Misi Mata kuliah
Pengembangan Kepribadian serta Kompetensi MPK sebagai berikut: Pasal 1. Visi Kelompok
Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) Visi kelompok MPK di perguruan tinggi
merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi
guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia Indonesia
seutuhnya. Pasal 2. Misi Kelompok Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) Misi
kelompok MPK di perguruan tinggi membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar
secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan kebudyaan, rasa
kebangsaan dan cinta tanah air sepanjang hayat dalam menguasai, menerapkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dimilikinya dengan rasa
tanggungjawab. Pasal 3. Kompetensi Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK).

D.      Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum


Ibnu Khaldun, sebagaimana yang dikutip oleh Al-Abrasyi (1969: 285-287), membagi isi
kurikulum pendidikan Islam dengan dua tingkatan, yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat Pemula (manhaj ibtida’i)
Materi kurikulum pemula difokuskan pada pembelajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ibnu
Khaldun memandang bahwa Al-Qur’an merupakan asal agama, sumber berbagai ilmu
pengetahuan, dan asas pelaksanaan pendidikan Islam. Disamping itu, mengingat isi Al-Qur’an
mencakup materi penanaman akidah dan keimanan pada jiwa peserta didik, serta memuat akhlak
mulia, dan pembinaan pribadi menuju prilaku yang positif.

17 M. Arifin, Kapita Selecta Pendidikan (Semarang: Toha Putra, 1981), h. 76.


2. Tingkat atas (manhaj ‘ali)  
Kurikulum ini mempunyai dua kualifikasi; pertama, ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
dzatnya sendiri, seperti ilmu syariah yang mencakup fiqih, tafsir, hadis, ilmu kalam, ilmu bumi,
dan ilmu filsafat. Kedua, ilmu-ilmu yang ditunjukan untuk ilmu-ilmu lain, dan bukan ilmu yang
berkaitan dengan dzatnya sendiri. Misalnya ilmu bahasa (linguistik), ilmu matematika, dan
ilmumantiq (logika).
Ibnu Khaldun kemudian membagi ilmu dengan tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
a) Ilmu-ilmu naqliyah, yaitu ilmu yang diambil dari Al-qur’an dan ilmu-ilmu agama lain.
Seperti ilmu fiqih untuk mengetahui kewajiban-kewajiban beribadah; ilmu tafsir untuk
mengetahui maksud-maksud Al-Qur’an; ilmu usul fiqhi untuk meng-istibath-kan hukum
berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta ilmu-ilmu lainnya.;
b) Ilmu-ilmu aqliyah, yaitu ilmu yang diambil dari daya pikiran manusia, seperti ilmu filsafat,
ilmu-ilmu mantiq (logika), ilu bumi, ilmu kalam, ilmu teknik, ilmu matematika, ilmu kimia,
dan ilmu fisika; dan
c) Ilmu-ilmu lisan (linguistik), seperti ilmu nahwu, ilmu bayan, ilmu adab (sastra).
Al-Ghazali membagi isi kurikulum pendidikan Islam dengan empat kelompok dengan
mempertimbangkan jenis, dan kebutuhan ilmu itu sendiri, yaitu:
1. Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu fiqih, As-Sunnah, tafsir dan
sebagainya;
2. Ilmu-ilmu bahasa sebagai alat untuk mempelajari ilmu Al-qur’an dan ilmu agama;
3. Ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, seperti ilmu kedokteran, matematika, industri, pertanian,
teknologi dan sebagainya;
4. Ilmu-ilmu beberapa cabang ilmu filsafat.
E.       Faktor Pendukung dan Penghambat
Dinamika pendidikan agama Islam dalam arti secara luas di perguruan tinggi umum tidak
terlepas dari beberapa faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung adalah adanya
sarana ibadah (Masjid/Musallah), tenaga kependidikan Islam, lembaga-lembaga kerohanian
Islam, tersedianya sumber pendanaan, situasi dan lingkungan yang kondusif, pernik-pernik
simbol Islam, dukungan pimpinan, baik moril maupun materil. Sementara faktor penghambatnya
adalah manakala komponen-komponen tersebut tidak ada di kampus.
BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan
Berdasarkan pengertian yang sudah diketahui bahwa kurikulum merupakan landasan yang
digunakan pendidikan untuk membimbing peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang
diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental. Ini berarti
bahwa proses pendidikan Islam bukanlah proses yang dilakukan secara serampangan, tetapi
hendaknya mengacu pada konseptualisasi manusia, transformasi sejumlah pengetahuan
keterampilan dan sikap mental yang harus terususun. Dari penjelasan tersebut maksud kurikulum
pendidikan Islam adalah kurikulum pendidikan yang berasaskan ajaran Islam, yang bersumber
dari Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma` dan lainnya.
Sejarah ringkas Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum di mulai sejak
meletusnya G. 30 S. PKI. pada tahun 1965, kemudian diadakan sidang umum MPRS pada tahun
1966, maka mulai saat itu status pendidikan agama di sekolah-sekolah berubah dan bertambah
kuat. Dengan adanya ketetapan MPRS XXVII/MPRS/1966 Bab I pasal 1 berbunyi: “Menetapkan
pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari SD sampai dengan
Universitas-Universitas Negeri.
Al-Ghazali membagi isi kurikulum pendidikan Islam dengan empat kelompok dengan
mempertimbangkan jenis, dan kebutuhan ilmu itu sendiri, yaitu:
1. Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu fiqih, As-Sunnah, tafsir dan
sebagainya;
2. Ilmu-ilmu bahasa sebagai alat untuk mempelajari ilmu Al-qur’an dan ilmu agama;
3. Ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, seperti ilmu kedokteran, matematika, industri, pertanian,
teknologi dan sebagainya;
4. Ilmu-ilmu beberapa cabang ilmu filsafat.
Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikah wajib memuat:

a. Pendidikan Pancasila
b. Pendidikan agama dan
c. Pendidikan kewarganegaraan.

Adapun Faktor pendukung adalah adanya sarana ibadah (Masjid/Musallah), tenaga


kependidikan Islam, lembaga-lembaga kerohanian Islam, tersedianya sumber pendanaan, situasi
dan lingkungan yang kondusif, pernik-pernik simbol Islam, dukungan pimpinan, baik moril
maupun materil. Sementara faktor penghambatnya adalah manakala komponen-komponen
tersebut tidak ada di kampus.

B.       Kritik dan Saran


Penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam penulisan karya ilmiah (makalah) ini, baik
itu dari kesalahan tanda baca, bahasa dan sebagainya. Maka, atas dasar kekurangan itu
diharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Agar ada perubahan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Basri, Hasan dan Beni Ahmad Saebani. 2010. Ilmu Pendidikan Islam Jilid II.Bandung: Pustaka Setia.

Daradjat, Zakiah dkk. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. III. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara.

Kurinasih, Imas dan Berlin Sani. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan Penerapan. Cet. II.
Surabaya: Kata Pena.

Nasution. 2006. Kurikulum dan Pengajaran. Cet. IV. Jakarta: Bumi Aksara.

Nizar, Samsul. 2013. Sejarah Pendidikan Islam. Cet. V. Jakarta: Kencana.

Noer Aly, Hery. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos.

Tafsir, Ahmad. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tafsir, Ahmad. 2012. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Umar, Bukhori. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.

Anda mungkin juga menyukai