Kelompok 4
Disusun Oleh:
Eli Hermawati
Heryyanto Saputra
Latifah Hannum Hsb
Dosen Pembimbing :
Anni Marhamah, M.Pd
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Interaksi Sosial Edukatif 2
B. Interaksi Sosial Edukatif Anak didik 2
C. Peran Profesi Guru Menangani Kasus Anak Didik 8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam lingkungannya (masyarakat umum dan sekolah), guru merupakan
teladan yang patut dicontoh dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini
menuntut kemampuan sosial guru dengan masyakat, sebagai upaya
mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan akan mempengaruhi
hubungan sekolah dengan masyarkat lebih baik lagi. Namun, tidak sedikit
stigma negatif dan bahkan melemahkan citra guru, baik sebagai opini maupun
berita yang muncul di media massa. Dalam kondisi seperti ini dibutuhkan sikap
adil, baik dari guru maupun masyarakat secara umum, yang menunjukkan
identitas dan karakter guru sebagai profesional dan anggota masyarakat yang
edukatif.
Guru profesional secara otomatis akan mampu mengembangkan
kompetensi sosialnya. Untuk meningkatkan profesionalitas dan mengembangkan
kompetensi sosial guru, perlu dipertimbangkan tugas guru untuk berperan lebih
aktif dan produktif dalam lingkungan masyarakatnya. Waktu untuk menjalankan
kewajiban guru sebagai profesional tidak dihabiskan dengan tatap muka
bersama peserta didik d ruang kelas, melainkan dengan penguatan kedudukan
dan perannya di masyarakat.
Interaksi edukatif menurut Shuyadi dan Abu Achmadi adalah "suatu
hubungan antara pendidik(guru) dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan
pendidikan".
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian
interaksi edukatif antara guru dan murid adalah suatu proses hubungan timbal
balik yang sifatnya komunikatif, dilakukan dengan sengaja, direncanakan dan
mempunyai tujuan tertentu.
Sederhananya harus dipahami bahwa seorang guru terutama dari segi kepribadian dan keilmuan
1
harus memiliki kualitas diri yang terukur sehingga dalam melaksakan kegiatan belajar mengajar dengan
mudah dapat diterima oleh anak didik.
Guru harus menjadi trend center bagi perubahan prilaku, sikap dan pengetahuan anak didiknya. Peran guru
disekolah sangat penting, yaitu :
Guru merupakan salah satu faktor utama bagi keberhasilan pendidikan. Karena itu tidak
mengherankan jika setiap adanya inovasi pendidikan, khususnya dalam perubahan
kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia selalu bermuara pada faktor guru. Guru
dalam upaya membelajarkan siswa dituntut memiliki multi peran, tugas, kompetensi dan
tanggungjawab agar menciptakan kondisi pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan (PAKEM). Dalam hal pembelajaran, guru dituntut mampu meningkatkan
kesempatan belajar bagi siswanya dan meningkatkan mutu mengajarnya secara signifikan.
Guru professional adalah seseorang yang profesinya mengajar dan mengandalkan suatu
keahlian yang tinggi dalam bidang tugasnya sebagai pendidk-pengajar. Guru profesional
memiliki kemampuan melaksanakan tugas-tugas keprofesionalannya secara tepat guna dan
berhasil guna dengan menjalankan tugas utamanya sebagai pendidik, pengajar,
pembimbing, pengarah, pelatih, penilai dan pengevalusi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan menengah. Guru profesional dituntut
memiliki kompetensi guru seperti yang dituangkan dalam UUGD Nomor 14 Tahun 2005 yaitu
kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional dan kompetensi sosial. Sikap profesional
guru terwujud dalam bentuk berperilaku, bertindak terpuji dan teruji dalam melaksanakan
tugas keprofesiannya, serta mampu mengendalikan dirinya yang terekspresi melalui sikap
mental spiritual, sehingga selalu berbuat berdasarkan nilai-nilai moral, prinsip-prinsip hidup,
dan berperilaku religius sesuai agama dan kepecayaan yang dianutnya. Guru dituntut
mampu menjalankan tugas-tugas utamanya yaitu tugas profesi/professional, tugas
kemanusiaan dan tugas kemasyarakatan. Guru harus dapat menjalankan peran utamanya
sebagai pendidik pengajar, admimnistrator sekolah, pribadi, dan psikologis. Guru
professional dituntut memiliki tanggungjawab intelektual, profesi, sosial, moral spiritual dan
tanggung jawab pribadi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Interaksi Sosial Edukatif?
2. Bagaimana Interaksi Sosial Edukatif Anak didik?
3. Bagaimanan Peran Profesi Guru Menangani Kasus Anak Didik?
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Darmadi, H. Tugas, Peran, Kompetensi, dan Tanggung Jawab Menjadi Guru
Profesional. (Edukasi: Jurnal Pendidikan, 2016), 13 (2), hal. 161-174.
2
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka
3
Cipta, 2000), hal.62-69
4
lagi sebgai Animal Educable, sejenis binatang yang menginginkan dididik, tetapi
harus sebagai manusia secara mutlak, karena anak didik memang manusia.
Sebagai manusia, anak didik memiliki potensi akal yang harus dikembangkan agar
menjadi kekuatan sebagai manusia yang bersusila dan berkecakapan sebagai
modalkehidupan nyata.
Sebagai manusia pada umumnya, anak didik memiliki karakteristik, belum
memiliki pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik;
masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih
menjadi tanggung jawab pendidik; memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang
berkembang secara terpadu, yaitu kebuhan biologis, rohani, sosial, intelegensi,
emosi, kemampuan berbicara, anggota tubuh untuk bekerja (kaki, tangan, dan
jari), latar belakang biologis, (warna kulit, bentuk tubuh, dan lain sebagainya),
serta perbedaan individual.
Davidman (1981) menekankan bahwa cara beljar anak didik adalah cara
anak didik mengatur lingkungan yang mereka tertarik. Anak usia dewasa
termotivasi unuk belajar pada topik tertentu karena situasi kehidupan mereka
membutuhkan suatu yang ingin diketahui, dan mereka mengembangkan suatu
topik yang dianggap menarik. Apa yang dipelajari anak pada usia ini adalah
berdasarkan pengalaman sekarang. Anak usia dewasa memilih suatu topik
berdasarkan latar belakang pengalaman pada suatu bidang, yang sering kali
menjadi pertibangan untuk sukses. Anak usia ini juga sering kali berorientasi pada
petunjuk sediri dalam belajar. Perbedaan individu antar anak didik, dalam
pengetahuan mereka, cara dan kompetensi, meningkat dengan umur.
Karenanya dalam melaksanakan interaksi edukatif dalam pembelajaran,
seorang pendidik perlu memahami karakteristik anak didik. Kegagalan
menciptakan interksi edukatif yang kondusif, berawal dari munculnya pemahaman
pendidik terhadap karakteristik anak didik. Rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dalam peroses pembelajaran tidak akan berlangsung sempurna bila
minimnya pemahaman pendidik tentang karakteristik anak didik.
Perbedaan karakteristik anak didik yang perlu dikeahui pendidik, dengan
melihat ciri tertentu sebagai individu, baik dari segi fisik maupun psikis dalam
5
perkembangan maupun pertumbuhannya. Setidaknya ada tiga aspek tentang
karakteristik anak didik yaitu:
1. Perbedaan Biologis
Dimana anak didik memiliki jasmani yang tidak sama kendtipun
dari keturunan yang sama. Anak didik memiliki ciri individu, seperti
jasmani kelamin, bentuk tubuh, warna kulit, mata dan lain sebagainya.
Aspek lainnya adalah bertalian dengan kesehatan anak didik misalnya
bertalian dengan kesehatan telinga dan mata. Bila mata sakit rabun, anak
didik akan kesulitan melihat, karenanya karakteristik ini harus dipahami
pendidik.
2. Perbedaan Intelektual
Merupakan salah satu aspek yang selalu aktul untuk dibicarakan
karena ikut menentukan keberasilan pembelajaran. Whiteringtton (1984)
mengatakan bahwa seorang dikatakan inteligen bila yang bersangkutan
memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan cepat tanpa mengalami
suatu masalah. Seorang yang sulit beradaptasi dikatakan tidak inteligen.
Jadi inteligensi adalah kemampuan memahami dan beradaptasi dengan
situasi yang baru dengan cepat dan efektif, kemampuan menggunakan
konsep yang abstrak dengan efektif, dan kemempuan memahami hubungan
dan mempelajarinya dengan cepat. Untuk memahami tinggi rendahnya
inteligensi, digunakan intrumen tes inteligensi.
Perbedaan individu dari pada aspek inteligensi ini perlu dipahami
pendidik, terutama bertalian dengan pengelompokan anak didik di kelas
anak yang kurang cerdas jangan dikelompokan pada anak yang level
cerdasnya sama dengannya, agar yang bersangkutan terpacu untuk kreatif
dan belajar. Pendidik juga dengan cara ini, diharapkan lebih mudah
memberikan bimbingan tentang cara belajar yang baik.
3. Perbedaan Psikologis
Setiap anak didik berbeda secara lahir dan batin. Disekolah juga
ada perbedaan psikologis anak didik tidak dapat dihindari, terutma
bertalian dengan minat, baka, dan motivasi anak didik tehadap materi
pelajaran. Seorang pendidik juga perlu menyadari, bahwa anak didik
juga memiliki
6
bisa saja berbeda dalam memperhatikan pendidik dalam menyapaikan
mater pembelajaran dikelas. Untuk memahami anak didik, seorang
pendidik dapat melakukan bimbingan dengan baik dan tepat guna memberi
motivasi anak dalam belajar. Pemahaman terhadap perbedaan anak didik
ini bertujuan agar seorang pendidik memiliki taktik dan strategi dalam
proses pembelajaran edukatif.
Sukses tidaknya dalam proses pembelajaran edukatif di sekolah. Salah
satunya, sangat ditentukan pendidik. Pendidik (guru) adalah manusia biasa
karenanya terdapat bermacam ragam cara dan kreativitasnya dalam melaksanakan
tugas dalam mencerdaskan gerenasi masa depan. Lingkungan pergaulan pendiidk
dan suasana keluarganya setidaknya akan mempengaruhi dalam menjalankan
tugas mulia sebagai pendidik.
Seperti diketahui bahwa pendidikan dapat dikatakan sebagai upaya sadar,
terncana dan sistematis dalam upaya memanusiakan manusia. Sosialogi
pendidikan suatu ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik
berupa struktur, dinamika, masalah pendidikan, dan aspek lainnya secara
mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis. Salah satu aspek pokok
pembahasan sosiologi pendidikan, adalah hubungan antar manusia di sekolah. Di
dalamnya tercakup pola interaksi sosial dan struktur masyarakat di sekolah yang
keterkaitan antara pendidikan dan interaksi antar kelompok .keilmuan dan
kearifan individu melalui tempaan pendidikan akan dapat memecahkan masalah
yang timbul dalam interaksi antar kelompok.
Pendidikan secara sederhana, sebagai usaha manusia untuk membina
kpribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan
kebudayaan. Dalam perkembanannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti
membimbing atau pertolongan diberikan dengan sengaja dilakukan orang dewasa
agar anak didik menjadi dewasa atau mencapai hidup atau penghidupan lebih
tinggi dalam arti mental.
Perlu dijelaskan selanjutnya bahwa salah satu aspek yang sering terlupakan
sekolah adalah memupuk interaksi sosial-edukatif dikalangan murid-murid/anak
didik. Biasanya sekolah terlalu fokus pada peningkatan kualitas akademik saja.
Program pendidikan antar murid, antar golongan ini tergantung pada struktur
sosial
7
murid-murid. Ada tidaknya golongan minoritas dikalangan mereka mempengaruhi
hubungan kelompok-kelompok itu. Kebanyakan negara mempunyai penduduk
yang multirasial, menurut agama yang berbeda, dan mengikuti adat kebiasaan
yang berlainan. Perbedaan golongan dapat juga disebabkan oleh perbedaan
kedudukan sosial dan ekonomi.
Murid-murid disekolah sering menunjukan perbedaan asal kesukuan/etnis,
agama, adat istiadat dan kedudukan sosial. Berdasarkan perbedaan itu mungkin
timbul golongan minoritas di kalangan murid-murid, yang tersembunyi maupun
yang nyata. Kelompok dalam sekolah, dapat dikategorikan berdasarkan:
1. Status sosial orang tua murid
Status sosial orang tua murid sangat mempengaruhi pergaulan siswa. Tidak
dapat dipungkiri, seorang siswa merupakan anak pejabat akan cendrung
bergaul dengan teman-teman tang selevel. Hal ini dapat terjadi pada
pergaulan di dalam maupun di luar sekolah. Anak pejabat enggan bergaul
dengan anak buruh. Jikalau adanjumlahnya pun hanya sedikit.
2. Hobi/minat/kegemaran
Kesamaan minat/hobi/kegemaran mendorong timbulnya rasa kebersamaan
di antara mereka. Anak-anak yang suka olah raga sepak bola cendrung
intensif berteman dengan teman se-klub mereka. Biasanya di sekolah
terdapat beberapa jenis kegiatan ekstra kurikuler, seperti KIR, Rohis,
Pramuka, PMR, kelompok Seni dan Olah Raga. Masing-masing
membentuk ikatan emosional di antara anggotanya.
3. Intelektualitas
Ada peluang terjadi kelompok berdasarkan kegiatan intelektualitas mereka,
meskipun ini tidak dominan. Orang pintar biasanya karena suka membaca
sering berada di perpustakaan daripada di kantin. Kendatipun di sekolah
benar-benar padat dengan kegiatan akademis.
4. Jenjang kelas
Perbedaan jenjang kelas ini merupakan faktor dominan yang sering terjadi
di sekolah. Biasanya anak kelas tiga yang merasa lebih tua sering berbuat
sesuka hati kepada adik kelasnya. Anak-anak kelas satu karena takut
dengan seniornya lebih nyaman bergaul dengan teman-teman satu
tingkatnya. Hal
8
ini menyebabkan pergaulan mereka menjadi terkotak-kotak dan kurang
harmonis.
5. Agama
Ada pula peluang terbentuknya kelompok karena persamaan agama.
Kegiatan keagamaan dan peribadatan yang mereka anut sering
mempertemukan mereka dalam kebersamaan dan kepemilikan. Namun ini
bukanlah faktor dominan di kalangan anak sekolah.
6. Asal daerah
Kesamaan asal daerah selanjutnya memberikan peluang bagi terbentuknya
kelompok di sekolah, namun bukan juga faktor dominan. Halini
disebabkan karena sebagian besar siswa disekolah tersebut berasal dari
daerah yang sama. Berbeda dengan kampus yang nuansa daerahnya sangat
kental, disekolah biasanya murid cendrung lebih menaruh minat dan hobi
ketimbang regionalitas.
Bertalian dengan interaksi antar kelompok di sekolah dapat dijelaskan
bahwa sebagai sebuah komunitas sosial sekolah juga tidak akan luput dari maslah
interaksi antarkelompok. Stigma kelompok minoritas sering muncul di
permukaan, dimana kelompok dalam kebijakan. Kecemburuan dan persaingan
tidak sehat antarkelompok juga dapat memicu timbulnya masalah antarkelompok
di sekolah.
Interaksi edukatif dapat diartikan sebagai suatu aktivitas relasi berbagai
elemen edukatif, baik pendidik, staf administrasi, maupun anak didik. Mereka
dengan bersama-sama memiliki kesadaran dalam menciptakan suatu iklim
pendidikan dan pembelajara disekolah, untuk menghasilkan suber daya manusia
(anak didik) yang berkualitas dan handal sesuai perkembangan zaman.
Dikatakan made pidarta (1997) bahwa pendidik memiliki dua pengertian,
yakni dalam pengertian luas dan sempit. Pendidik dalam pengertian luas adalah
semua orang yang berkewajiban membina anak didik. Secara natural, semua anak
didik, sebelum mereka dewasa menerima pembinaan dari orang dewasa agar
mereka dapat berkembang dan tumbuh dengan wajar. Secara alamiah pula, anak
didik membutuhkan bimbingan karena mereka memiliki insting sedikit sekali
untuk dapat bertahan dalam hidupnya.
9
Pada awalnya, orang yang paing tepat untu mendidik dan membina anak
didik adalah orang tua mereka masing-masing, warga masyarakat dan elitenya.
Sedangkan pengertian pendidik dalam arti sempit yakni orang-orang yang
disiapkan secara sadar untuk menjadi (pendidik, bisa guru dan dosen). Kedua jenis
pendidikan ini di beri pengetahuan tentang pendidikan dalam waktu yang relatif
lama agar menguasai ilmu kependidikan dan mampu mengaplikasiannya dalam
praktik di lapangan.
Menjadi pendidik atau (guru) berarti harus terus mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sosial masyarakat, agar dapat
meningkatkan kualitas profesional yang dimiliki sebagai pendidik. Prinsip Long
Life Edication menjadi relevan sekali ketika seseorang memilih profesi sebagai
pendidik dan berharap menjadi kompeten dan profesional. Kemajuan ilmu
pengetahuan yang pesat akan berdampak pada cepatnya ilmu menjadi usang.
Karenanya, diperlukan lebih banyak pada penekanan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip kemampuan berfikir dan keterampilan dalam memecahkan
masalah, atau dalam menghadapi masalah yang kompleks perlu diberi
kemampuan untuk melihat esensinya dalam bentuk yang lebih sederhana. Masalah
yang paling sulit dihadapi adalah masalah nilai-nilai dalam dunia yang senantiasa
berubah drastis.
10
3
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal.158.
11
Adanya suatu kemajuan proses interaksi edukatif antara pendidik dan anak
didik, lebih ditentukan kopetensi pendidik dalam proses pembelajaran. Pendidik
sebagai pengembang kurikulum di kelas, memiliki peranan terdepan terhadap
pelaksanaan pembelajaran dikelas. Interaksi edukatif antara pendidik dan anak
didik ditunjukan pula adanya interksi timbal balik antara keduanya.
Thomas Gordon (1997) menuturkan bahwa keterampilan-keterampilan
komunikasi yang diperlukan pendidik agar lebih efektif dalam berinteraksi
edukatif, dalam menciptakan mata rantai, dan dalam membangun jembatan
penghubung antara pendidik dan anak didik. Keterampilan komunikasi yang
diperukan tidak terlalu kompleks dan tidak sulit bagi pendidik untuk mengerti,
kendatipun memerlukan latihan dan adanya motivasi ingin maju dan sukses dalam
keterampilan komunikasi.
Interaksi edukatif antara pendidik dan anak didik yang diharapkan dapat
tercapai dengan optimal apabila adanya kesadaran pendidik bahwa tugas mulia
dalam mengajar dan mendidik anak didik itu sifatnya komperehensif.
Melaksanakan tugas sebagai pendidik haruslah dipahami sebagai tugas
mencerdaskan anak didik yang memerlukan keteladanan baik di dalam maupun
diluar sekolah.
Menjadi seorang pendidik yang efektif dalam proses pembelajaran yang
mengedepankan interaksi edukatif, diperlukan cara-cara membangun berdasarkan
kegiatan edukatif fundamental dalam rutinitas proses pembelajaran. Hal ini
dimaksudkan, seorang pendidik perlu menyadari atas pentingnya ketekunan,
keikhlasan, dan ketabahan dalam menjalankan tugas dan meniti karier sebagai
pendidik. Produk final dari interaksi edukatif di sekolah (formal) dan diluar
sekolah (informal) adalah menginginkan keberhasilan anak didiknya.
Salah satu elemen lain dri pendidik yang dapat menentukan keberhasilan
dalam mendidik adalah kpribadian. Muhamad Surya menulis bahwa “sacara
umum kepribadian dapat diartikan sebagai keseluruhan kualitas tingkah laku
individu yang merupakan cirinya yang khas dalam berinteraksi dengan
lingkungannya”. Pentingnya kpibadian pendidik dlam interaksi edukatif,
dikarenakan pendidik memiliki sifat-sifat sebagai manusia.
12
Hal ini kadang-kadang dapat mempengaruhi kelancaran dalam
melaksanakan tugas mendidik, elemen kpribadian tidak dapat diabaikan begitu
saja. Kepribadian yang mendukung proses pembelajaran dimaksudkan adalah
kepribadian yang mendukung profesinya sebagai pendidik. Seperti memiliki
akhlak mulia, suka menolong, tidak sombong, disiplin, jujur, peramah, berpakaian
rapi, hemat, tidak kikir, bertanggung jawab menggendalikan diri, dan suka kerja
keras.
Selanjutnya elemen yang dapat menentukan kualitas pembelajaran efektif
adalah dengan terus belajar untuk meraih ilmu pengetahuan yang senantiasa
berkembang cepat dan dinamis.
Dalam proses interaksi edukatif setidaknya ada dua kegiatan, kegiatan
pendidik pada satu sisi; kegiatan anak didik pada sisi lain. Pendidik mengajara
dengan gayanya tersendiri dan anak didik belajar dengan tesendiri pula. Pendidik
tidak hanya mengajar tetapi juga mempelajari psikologis anak didik dan iklim
kelas.
Dalam upaya mendorong proses pembelajaran edukatif dengan optimal,
ada sejumlah interaksi edukatif yang perlu diketahui pendidik yaitu:4
1. Prinsip Motivasi
Seorang pendidik perlu memahami tingkat motivasi anak didik berbeda
satu sama lainnya. Pendidik diharapkan dapat memotivasi mereka agar
dapat mengikuti pembelajaran dengan aktif dan kreatif agar diperoleh hasil
yang optimal.
13
4
Abul Syani, Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi aksara, 2007), hal.
105.
14
4. Prinsip Keterpaduan
Salah satu kontribusi pendidik dalam pembelajaran adalah
menghubungkan satu pokok bahasan dengan pokok bahasan lain mata
pelajaran yang berbeda.
5. Perinsip Memecahkan Masalah
Pendidik menciptakan masalah dalam pokok bahasan tertentu dalam
interaksi edukatif agar anak didik dapat belajar mencari solusinya.
6. Prinsip Mencari, Menemukan, dan Mengembangkan.
7. Prinsip Belajar Sambil Bekerja (Belajar sanbil praktik)
8. Prinsip hubungan social
Anak didik dilatih untuk bekerja sama dengan anak-anak lain dalam kelas.
9. Prinsip perbedaan individual
A. Kesimpulan
Abul Syani, 2007 Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan, Jakarta: Bumi aksara
Darmadi, H. 2016. Tugas, Peran, Kompetensi, dan Tanggung Jawab Menjadi
Guru
Profesional. Edukasi: Jurnal Pendidikan
S. Nasution, 2010. Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara
Syaiful Bahri Djamarah, 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif,
Jakarta: Rineka Cipta