Anda di halaman 1dari 16

PERAN SOSIAL EDUKATIF PROFESI GURU

Di ajukan guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah


Sosiologi Pendidikan

Kelompok 4
Disusun Oleh:

Eli Hermawati
Heryyanto Saputra
Latifah Hannum Hsb

Dosen Pembimbing :
Anni Marhamah, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI MANDAILING NATAL
PANYABUNGAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan


Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan
pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi selanjutnya.

Panyabungan, Oktober 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Interaksi Sosial Edukatif 2
B. Interaksi Sosial Edukatif Anak didik 2
C. Peran Profesi Guru Menangani Kasus Anak Didik 8

BAB III PENUTUP 12


A. Kesimpulan 12
DAFTAR PUSTAKA 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam lingkungannya (masyarakat umum dan sekolah), guru merupakan
teladan yang patut dicontoh dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini menuntut
kemampuan sosial guru dengan masyakat, sebagai upaya mewujudkan proses
pembelajaran yang efektif dan akan mempengaruhi hubungan sekolah dengan
masyarkat lebih baik lagi. Namun, tidak sedikit stigma negatif dan bahkan
melemahkan citra guru, baik sebagai opini maupun berita yang muncul di media
massa. Dalam kondisi seperti ini dibutuhkan sikap adil, baik dari guru maupun
masyarakat secara umum, yang menunjukkan identitas dan karakter guru
sebagai profesional dan anggota masyarakat yang edukatif.
Guru profesional secara otomatis akan mampu mengembangkan
kompetensi sosialnya. Untuk meningkatkan profesionalitas dan mengembangkan
kompetensi sosial guru, perlu dipertimbangkan tugas guru untuk berperan lebih
aktif dan produktif dalam lingkungan masyarakatnya. Waktu untuk menjalankan
kewajiban guru sebagai profesional tidak dihabiskan dengan tatap muka
bersama peserta didik d ruang kelas, melainkan dengan penguatan kedudukan
dan perannya di masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Interaksi Sosial Edukatif?
2. Bagaimana Interaksi Sosial Edukatif Anak didik?
3. Bagaimanan Peran Profesi Guru Menangani Kasus Anak Didik?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Interaksi Sosial Edukatif1


Interaksi adalah hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antara
orang perorangan, antara kelompok manusia maupun antara orang perorangan
dengan kelompok manusia. Interaksi sosial merupakan bentuk utama dari proses
sosial, yang mana proses sosial itu adalah pengaruh timbal balik antara berbagai
bidang kehidupan bersama yang terdiri dari beberapa segi yaitu kehidupan
ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan
untuk tujuan pendidikan dan pengajaran dalam arti yang lebih spesifik pada bidang
pengajaran, dikenal adanya istilah interaksi belajar mengajar. Dengan kata lain
interkasi edukatif adalah sebagai interkasi belajar mengajar.
Interaksi belajar mengajar mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi
dari tenaga pengajar yang melaksanakan tugas mengajar dan adanya anak didik
sebagai warga belajar, dimana dalam interaksi itu pengajar mampu memberikan
dan mengembangkan motivasi serta reinforcement kepada siswa agar dapat
melakukan kegiatan belajar secara optimal.
Situasi interaksi adalah situasi hubungan social maka dapat dikatakan
bahwa manusia itu memasyarakatkan diri atau dengan perkataan lain manusia
membudidayakan diri dan permasyarakatan, pembudayaan ini tidak akan ada habis-
habisnya sampai akhir zaman.

B. Interaksi Sosial Edukatif Anak Didik2


Dalam perspektif pedagogik, anak didik memiliki sejumlah potensi yang
perlu dikembangkan melalui proses pendidikan dan pembeajaran di sekolah.
Kebutuhan anak didik atas pendidikan disebut Homo Educandum. Potensi anak
didik yang bersifat laten tersebut perlu diaktuaisasikan agar anak didik tidak disebut

1
Darmadi, H. Tugas, Peran, Kompetensi, dan Tanggung Jawab Menjadi Guru Profesional.
(Edukasi: Jurnal Pendidikan, 2016), 13 (2), hal. 161-174.
2
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2000), hal.62-69

2
lagi sebgai Animal Educable, sejenis binatang yang menginginkan dididik, tetapi
harus sebagai manusia secara mutlak, karena anak didik memang manusia. Sebagai
manusia, anak didik memiliki potensi akal yang harus dikembangkan agar menjadi
kekuatan sebagai manusia yang bersusila dan berkecakapan sebagai
modalkehidupan nyata.
Sebagai manusia pada umumnya, anak didik memiliki karakteristik, belum
memiliki pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik;
masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih
menjadi tanggung jawab pendidik; memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang
berkembang secara terpadu, yaitu kebuhan biologis, rohani, sosial, intelegensi,
emosi, kemampuan berbicara, anggota tubuh untuk bekerja (kaki, tangan, dan jari),
latar belakang biologis, (warna kulit, bentuk tubuh, dan lain sebagainya), serta
perbedaan individual.
Davidman (1981) menekankan bahwa cara beljar anak didik adalah cara
anak didik mengatur lingkungan yang mereka tertarik. Anak usia dewasa
termotivasi unuk belajar pada topik tertentu karena situasi kehidupan mereka
membutuhkan suatu yang ingin diketahui, dan mereka mengembangkan suatu topik
yang dianggap menarik. Apa yang dipelajari anak pada usia ini adalah berdasarkan
pengalaman sekarang. Anak usia dewasa memilih suatu topik berdasarkan latar
belakang pengalaman pada suatu bidang, yang sering kali menjadi pertibangan
untuk sukses. Anak usia ini juga sering kali berorientasi pada petunjuk sediri dalam
belajar. Perbedaan individu antar anak didik, dalam pengetahuan mereka, cara dan
kompetensi, meningkat dengan umur.
Karenanya dalam melaksanakan interaksi edukatif dalam pembelajaran,
seorang pendidik perlu memahami karakteristik anak didik. Kegagalan
menciptakan interksi edukatif yang kondusif, berawal dari munculnya pemahaman
pendidik terhadap karakteristik anak didik. Rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dalam peroses pembelajaran tidak akan berlangsung sempurna bila
minimnya pemahaman pendidik tentang karakteristik anak didik.
Perbedaan karakteristik anak didik yang perlu dikeahui pendidik, dengan
melihat ciri tertentu sebagai individu, baik dari segi fisik maupun psikis dalam

3
perkembangan maupun pertumbuhannya. Setidaknya ada tiga aspek tentang
karakteristik anak didik yaitu:
1. Perbedaan Biologis
Dimana anak didik memiliki jasmani yang tidak sama kendtipun
dari keturunan yang sama. Anak didik memiliki ciri individu, seperti
jasmani kelamin, bentuk tubuh, warna kulit, mata dan lain sebagainya.
Aspek lainnya adalah bertalian dengan kesehatan anak didik misalnya
bertalian dengan kesehatan telinga dan mata. Bila mata sakit rabun, anak
didik akan kesulitan melihat, karenanya karakteristik ini harus dipahami
pendidik.
2. Perbedaan Intelektual
Merupakan salah satu aspek yang selalu aktul untuk dibicarakan
karena ikut menentukan keberasilan pembelajaran. Whiteringtton (1984)
mengatakan bahwa seorang dikatakan inteligen bila yang bersangkutan
memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan cepat tanpa mengalami
suatu masalah. Seorang yang sulit beradaptasi dikatakan tidak inteligen.
Jadi inteligensi adalah kemampuan memahami dan beradaptasi dengan
situasi yang baru dengan cepat dan efektif, kemampuan menggunakan
konsep yang abstrak dengan efektif, dan kemempuan memahami hubungan
dan mempelajarinya dengan cepat. Untuk memahami tinggi rendahnya
inteligensi, digunakan intrumen tes inteligensi.
Perbedaan individu dari pada aspek inteligensi ini perlu dipahami
pendidik, terutama bertalian dengan pengelompokan anak didik di kelas
anak yang kurang cerdas jangan dikelompokan pada anak yang level
cerdasnya sama dengannya, agar yang bersangkutan terpacu untuk kreatif
dan belajar. Pendidik juga dengan cara ini, diharapkan lebih mudah
memberikan bimbingan tentang cara belajar yang baik.
3. Perbedaan Psikologis
Setiap anak didik berbeda secara lahir dan batin. Disekolah juga ada
perbedaan psikologis anak didik tidak dapat dihindari, terutma bertalian
dengan minat, baka, dan motivasi anak didik tehadap materi pelajaran.
Seorang pendidik juga perlu menyadari, bahwa anak didik juga memiliki

4
bisa saja berbeda dalam memperhatikan pendidik dalam menyapaikan mater
pembelajaran dikelas. Untuk memahami anak didik, seorang pendidik dapat
melakukan bimbingan dengan baik dan tepat guna memberi motivasi anak
dalam belajar. Pemahaman terhadap perbedaan anak didik ini bertujuan agar
seorang pendidik memiliki taktik dan strategi dalam proses pembelajaran
edukatif.
Sukses tidaknya dalam proses pembelajaran edukatif di sekolah. Salah
satunya, sangat ditentukan pendidik. Pendidik (guru) adalah manusia biasa
karenanya terdapat bermacam ragam cara dan kreativitasnya dalam melaksanakan
tugas dalam mencerdaskan gerenasi masa depan. Lingkungan pergaulan pendiidk
dan suasana keluarganya setidaknya akan mempengaruhi dalam menjalankan tugas
mulia sebagai pendidik.
Seperti diketahui bahwa pendidikan dapat dikatakan sebagai upaya sadar,
terncana dan sistematis dalam upaya memanusiakan manusia. Sosialogi pendidikan
suatu ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik berupa struktur,
dinamika, masalah pendidikan, dan aspek lainnya secara mendalam melalui analisis
atau pendekatan sosiologis. Salah satu aspek pokok pembahasan sosiologi
pendidikan, adalah hubungan antar manusia di sekolah. Di dalamnya tercakup pola
interaksi sosial dan struktur masyarakat di sekolah yang keterkaitan antara
pendidikan dan interaksi antar kelompok .keilmuan dan kearifan individu melalui
tempaan pendidikan akan dapat memecahkan masalah yang timbul dalam interaksi
antar kelompok.
Pendidikan secara sederhana, sebagai usaha manusia untuk membina
kpribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan
kebudayaan. Dalam perkembanannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti
membimbing atau pertolongan diberikan dengan sengaja dilakukan orang dewasa
agar anak didik menjadi dewasa atau mencapai hidup atau penghidupan lebih tinggi
dalam arti mental.
Perlu dijelaskan selanjutnya bahwa salah satu aspek yang sering terlupakan
sekolah adalah memupuk interaksi sosial-edukatif dikalangan murid-murid/anak
didik. Biasanya sekolah terlalu fokus pada peningkatan kualitas akademik saja.
Program pendidikan antar murid, antar golongan ini tergantung pada struktur sosial

5
murid-murid. Ada tidaknya golongan minoritas dikalangan mereka mempengaruhi
hubungan kelompok-kelompok itu. Kebanyakan negara mempunyai penduduk
yang multirasial, menurut agama yang berbeda, dan mengikuti adat kebiasaan yang
berlainan. Perbedaan golongan dapat juga disebabkan oleh perbedaan kedudukan
sosial dan ekonomi.
Murid-murid disekolah sering menunjukan perbedaan asal kesukuan/etnis,
agama, adat istiadat dan kedudukan sosial. Berdasarkan perbedaan itu mungkin
timbul golongan minoritas di kalangan murid-murid, yang tersembunyi maupun
yang nyata. Kelompok dalam sekolah, dapat dikategorikan berdasarkan:
1. Status sosial orang tua murid
Status sosial orang tua murid sangat mempengaruhi pergaulan siswa. Tidak
dapat dipungkiri, seorang siswa merupakan anak pejabat akan cendrung
bergaul dengan teman-teman tang selevel. Hal ini dapat terjadi pada
pergaulan di dalam maupun di luar sekolah. Anak pejabat enggan bergaul
dengan anak buruh. Jikalau adanjumlahnya pun hanya sedikit.
2. Hobi/minat/kegemaran
Kesamaan minat/hobi/kegemaran mendorong timbulnya rasa kebersamaan
di antara mereka. Anak-anak yang suka olah raga sepak bola cendrung
intensif berteman dengan teman se-klub mereka. Biasanya di sekolah
terdapat beberapa jenis kegiatan ekstra kurikuler, seperti KIR, Rohis,
Pramuka, PMR, kelompok Seni dan Olah Raga. Masing-masing
membentuk ikatan emosional di antara anggotanya.
3. Intelektualitas
Ada peluang terjadi kelompok berdasarkan kegiatan intelektualitas mereka,
meskipun ini tidak dominan. Orang pintar biasanya karena suka membaca
sering berada di perpustakaan daripada di kantin. Kendatipun di sekolah
benar-benar padat dengan kegiatan akademis.
4. Jenjang kelas
Perbedaan jenjang kelas ini merupakan faktor dominan yang sering terjadi
di sekolah. Biasanya anak kelas tiga yang merasa lebih tua sering berbuat
sesuka hati kepada adik kelasnya. Anak-anak kelas satu karena takut dengan
seniornya lebih nyaman bergaul dengan teman-teman satu tingkatnya. Hal

6
ini menyebabkan pergaulan mereka menjadi terkotak-kotak dan kurang
harmonis.
5. Agama
Ada pula peluang terbentuknya kelompok karena persamaan agama.
Kegiatan keagamaan dan peribadatan yang mereka anut sering
mempertemukan mereka dalam kebersamaan dan kepemilikan. Namun ini
bukanlah faktor dominan di kalangan anak sekolah.
6. Asal daerah
Kesamaan asal daerah selanjutnya memberikan peluang bagi terbentuknya
kelompok di sekolah, namun bukan juga faktor dominan. Halini disebabkan
karena sebagian besar siswa disekolah tersebut berasal dari daerah yang
sama. Berbeda dengan kampus yang nuansa daerahnya sangat kental,
disekolah biasanya murid cendrung lebih menaruh minat dan hobi
ketimbang regionalitas.
Bertalian dengan interaksi antar kelompok di sekolah dapat dijelaskan
bahwa sebagai sebuah komunitas sosial sekolah juga tidak akan luput dari maslah
interaksi antarkelompok. Stigma kelompok minoritas sering muncul di permukaan,
dimana kelompok dalam kebijakan. Kecemburuan dan persaingan tidak sehat
antarkelompok juga dapat memicu timbulnya masalah antarkelompok di sekolah.
Interaksi edukatif dapat diartikan sebagai suatu aktivitas relasi berbagai
elemen edukatif, baik pendidik, staf administrasi, maupun anak didik. Mereka
dengan bersama-sama memiliki kesadaran dalam menciptakan suatu iklim
pendidikan dan pembelajara disekolah, untuk menghasilkan suber daya manusia
(anak didik) yang berkualitas dan handal sesuai perkembangan zaman.
Dikatakan made pidarta (1997) bahwa pendidik memiliki dua pengertian,
yakni dalam pengertian luas dan sempit. Pendidik dalam pengertian luas adalah
semua orang yang berkewajiban membina anak didik. Secara natural, semua anak
didik, sebelum mereka dewasa menerima pembinaan dari orang dewasa agar
mereka dapat berkembang dan tumbuh dengan wajar. Secara alamiah pula, anak
didik membutuhkan bimbingan karena mereka memiliki insting sedikit sekali untuk
dapat bertahan dalam hidupnya.

7
Pada awalnya, orang yang paing tepat untu mendidik dan membina anak
didik adalah orang tua mereka masing-masing, warga masyarakat dan elitenya.
Sedangkan pengertian pendidik dalam arti sempit yakni orang-orang yang
disiapkan secara sadar untuk menjadi (pendidik, bisa guru dan dosen). Kedua jenis
pendidikan ini di beri pengetahuan tentang pendidikan dalam waktu yang relatif
lama agar menguasai ilmu kependidikan dan mampu mengaplikasiannya dalam
praktik di lapangan.
Menjadi pendidik atau (guru) berarti harus terus mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sosial masyarakat, agar dapat
meningkatkan kualitas profesional yang dimiliki sebagai pendidik. Prinsip Long
Life Edication menjadi relevan sekali ketika seseorang memilih profesi sebagai
pendidik dan berharap menjadi kompeten dan profesional. Kemajuan ilmu
pengetahuan yang pesat akan berdampak pada cepatnya ilmu menjadi usang.
Karenanya, diperlukan lebih banyak pada penekanan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip kemampuan berfikir dan keterampilan dalam memecahkan masalah,
atau dalam menghadapi masalah yang kompleks perlu diberi kemampuan untuk
melihat esensinya dalam bentuk yang lebih sederhana. Masalah yang paling sulit
dihadapi adalah masalah nilai-nilai dalam dunia yang senantiasa berubah drastis.

C. Peran Profesi Guru3


Tugas dan peran seorang pendidik sesungguhnya begitu kompleks yang
tidak terbatas pada saat berlansungnya interaksi edukatif di kelas, dalam proses
pembelajaran. Seorang pendidik juga berfungsi sebagai administrator, evaluator,
konselor, fasilitator, motivator, komunikator, dan lain sebagainya. Dikatakan
Muhammad Surya (1997) bahwa peranan seorang pendidik berarti totalitas tingkah
laku yang harus dilakukannyadalam melaksanakan tugasnya sebgai pendidik.
Peranan pendidik dalam kaitannya dengan anak didik tanpa bermacam
macam, berdasarkan situasi interaksi sosial edukatif dihadapinya, interaksi sosial
edukatif dimaksudkan seperti situasi formal dalam proses pembelajaran dikelas
maupun dalam situasi informal di luar kelas.

3
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal.158.

8
Adanya suatu kemajuan proses interaksi edukatif antara pendidik dan anak
didik, lebih ditentukan kopetensi pendidik dalam proses pembelajaran. Pendidik
sebagai pengembang kurikulum di kelas, memiliki peranan terdepan terhadap
pelaksanaan pembelajaran dikelas. Interaksi edukatif antara pendidik dan anak
didik ditunjukan pula adanya interksi timbal balik antara keduanya.
Thomas Gordon (1997) menuturkan bahwa keterampilan-keterampilan
komunikasi yang diperlukan pendidik agar lebih efektif dalam berinteraksi
edukatif, dalam menciptakan mata rantai, dan dalam membangun jembatan
penghubung antara pendidik dan anak didik. Keterampilan komunikasi yang
diperukan tidak terlalu kompleks dan tidak sulit bagi pendidik untuk mengerti,
kendatipun memerlukan latihan dan adanya motivasi ingin maju dan sukses dalam
keterampilan komunikasi.
Interaksi edukatif antara pendidik dan anak didik yang diharapkan dapat
tercapai dengan optimal apabila adanya kesadaran pendidik bahwa tugas mulia
dalam mengajar dan mendidik anak didik itu sifatnya komperehensif.
Melaksanakan tugas sebagai pendidik haruslah dipahami sebagai tugas
mencerdaskan anak didik yang memerlukan keteladanan baik di dalam maupun
diluar sekolah.
Menjadi seorang pendidik yang efektif dalam proses pembelajaran yang
mengedepankan interaksi edukatif, diperlukan cara-cara membangun berdasarkan
kegiatan edukatif fundamental dalam rutinitas proses pembelajaran. Hal ini
dimaksudkan, seorang pendidik perlu menyadari atas pentingnya ketekunan,
keikhlasan, dan ketabahan dalam menjalankan tugas dan meniti karier sebagai
pendidik. Produk final dari interaksi edukatif di sekolah (formal) dan diluar sekolah
(informal) adalah menginginkan keberhasilan anak didiknya.
Salah satu elemen lain dri pendidik yang dapat menentukan keberhasilan
dalam mendidik adalah kpribadian. Muhamad Surya menulis bahwa “sacara umum
kepribadian dapat diartikan sebagai keseluruhan kualitas tingkah laku individu
yang merupakan cirinya yang khas dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
Pentingnya kpibadian pendidik dlam interaksi edukatif, dikarenakan pendidik
memiliki sifat-sifat sebagai manusia.

9
Hal ini kadang-kadang dapat mempengaruhi kelancaran dalam
melaksanakan tugas mendidik, elemen kpribadian tidak dapat diabaikan begitu saja.
Kepribadian yang mendukung proses pembelajaran dimaksudkan adalah
kepribadian yang mendukung profesinya sebagai pendidik. Seperti memiliki akhlak
mulia, suka menolong, tidak sombong, disiplin, jujur, peramah, berpakaian rapi,
hemat, tidak kikir, bertanggung jawab menggendalikan diri, dan suka kerja keras.
Selanjutnya elemen yang dapat menentukan kualitas pembelajaran efektif
adalah dengan terus belajar untuk meraih ilmu pengetahuan yang senantiasa
berkembang cepat dan dinamis.
Dalam proses interaksi edukatif setidaknya ada dua kegiatan, kegiatan
pendidik pada satu sisi; kegiatan anak didik pada sisi lain. Pendidik mengajara
dengan gayanya tersendiri dan anak didik belajar dengan tesendiri pula. Pendidik
tidak hanya mengajar tetapi juga mempelajari psikologis anak didik dan iklim kelas.
Dalam upaya mendorong proses pembelajaran edukatif dengan optimal, ada
sejumlah interaksi edukatif yang perlu diketahui pendidik yaitu:4

1. Prinsip Motivasi
Seorang pendidik perlu memahami tingkat motivasi anak didik berbeda satu
sama lainnya. Pendidik diharapkan dapat memotivasi mereka agar dapat
mengikuti pembelajaran dengan aktif dan kreatif agar diperoleh hasil yang
optimal.

2. Prinsip berawal dari persepsi yang dimiliki


Pendidik diharapkan menyadari atas anak didik yang memiliki latar
belakang dan pengalaman yang berbeda.

3. Prinsip Mengarah Pada Fokus Tertentu


Pelajaran yang direncanakan dalam suatu bentuk dan pola tertentu
diharapkan mampu menghubungkan bagian-bagian terpisah dalam kegiatan
pembelajaran.

4
Abul Syani, Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi aksara, 2007), hal.
105.

10
4. Prinsip Keterpaduan
Salah satu kontribusi pendidik dalam pembelajaran adalah menghubungkan
satu pokok bahasan dengan pokok bahasan lain mata pelajaran yang
berbeda.
5. Perinsip Memecahkan Masalah
Pendidik menciptakan masalah dalam pokok bahasan tertentu dalam
interaksi edukatif agar anak didik dapat belajar mencari solusinya.
6. Prinsip Mencari, Menemukan, dan Mengembangkan.
7. Prinsip Belajar Sambil Bekerja (Belajar sanbil praktik)
8. Prinsip hubungan social
Anak didik dilatih untuk bekerja sama dengan anak-anak lain dalam kelas.
9. Prinsip perbedaan individual

Prinsip-prinsip interaksi edukatif dalam pembelajaran di atas, akan


membantu pendidik dalam melaksanakan tugasnya. Interaksi edukatif, terlihat
dalam pelaksanan proses pembelajaran atau tahap-tahap pembelajaran yang
dilakukan seorang pendidik. Interaksi edukatif dalam kurikulum tingkat satan
pendidikan (KTSP), setidaknya akan terlihat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
penutupan. Interaksi edukatif juga menurut pendidik untuk melaksanakan motivasi
dan bimbingan kepada anak didik.
Dalam menciptakan suatu interaksi edukatif di sekolah, terutama di kelas,
seorang pendidik perlu memahami dimensi sosio-psikologis bertalian dengan
motivasi: interes, relevansi, ekspektansi dan kepuasan.
Jadi interaksi edukatif hanya dapat tercipta apabila seorang pendidik tidak
hanya memiliki kompetensi dan profesional dalam proses pembelajaran. Seorang
pendidik juga perlu memahami dimensi sosio-psikologis anak didik dimana akan
mempengaruhi sukses tidaknya anak didik dalam proses pembelajaran.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan


untuk melaksanakan tujuan pendidikan dan pengajaran atau lebih dikenal dengan
istilah interaksi belajar mengajar. Interaksi belajar mengajar mengandung suatu arti
adanya kegiatan interaksi dari tenaga pengajar yang melaksanakan tugas mengajar
dan adanya anak didik sebagai warga belajar, dimana dalam interaksi itu pengajar
mampu memberikan dan mengembangkan motivasi serta reinforcement kepada
siswa agar dapat melakukan kegiatan belajar secara optimal.
Interaksi edukatif hanya bisa tercipta apabila seorang pendidik memenuhi
kompetensi dan profesionalisme dalam proses pembelajaran juga memahami latar
belakang anak didik. Seorang pendidik memenuhi peranan penting dalam
menciptakan interaksi edukatif di sekolah. Interaksi edukatif terlihat dalam
pelaksanaan proses pembelajaran atau tahap-tahap pembelajaran yang dilakukan
seorang pendidik.
Interaksi edukatif antara pendidik dan anak didik yang diharapkan tercapai
dengan optimal apabila adanya kesadaran pendidik bahwa tugas mulia dalam
mengajar dan mendidik anak didik itu sifatnya koprehensif. Seorang pendidik akan
merasa bahagia dan memiliki kepuasan jika anak didiknya berhasil. Proses interaksi
edukatif ada dua yaitu, pertama, kegiatan pendidik mengajar dengan gayanya
sendiri dan kedua, kegiatan murid belajar dengan gayanya sendiri pula.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abul Syani, 2007 Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan, Jakarta: Bumi aksara
Darmadi, H. 2016. Tugas, Peran, Kompetensi, dan Tanggung Jawab Menjadi Guru
Profesional. Edukasi: Jurnal Pendidikan
S. Nasution, 2010. Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara
Syaiful Bahri Djamarah, 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif,
Jakarta: Rineka Cipta

13

Anda mungkin juga menyukai