Anda di halaman 1dari 9

Tingginya Angka Putus Sekolah

Di Indonesia Menggunakan Analisis Diferensiasi


dan Stratifikasi Serta Perubahan Sosial Dalam Dunia
Pendidikan

Tugas Mata Kuliah


Sosiologi Pendidikan
Dosen Pengampu
Andhita Risko Faristiana, S.Pd.,M.A.
Oleh :
SITI LINATUL LAILY MUFIDAH
NIM : 12205183057
November, 2018

1. Data Analisis

Tingginya Angka Putus Sekolah di Indonesia | CNN Indonesia


 Arsip Media, Main Slide, Media
 22 Mei 2017, 12.05
 Oleh : CPPS UGM
 4.339 views

Jakarta, CNN Indonesia — Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu


tujuan negara sesuai amanat UUD 1945. Namun, hingga usia 71 tahun kemerdekaan RI,
segenap masyarakatnya masih belum mempunyai akses mengenyam dunia pendidikan
formal selayaknya.

Data UNICEF tahun 2016 sebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati
pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD) dan 1,9 juta
anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Begitupula data statistik yang dikeluarkan oleh BPS, bahwa di tingkat provinsi dan
kabupaten menunjukkan terdapat kelompok anak-anak tertentu yang terkena dampak
paling rentan yang sebagian besar berasal dari keluarga miskin sehingga tidak mampu
melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Benarkah ini karena faktor ekonomi atau sistem yang tidak berpihak pada mereka? Pusat
Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, mengumumkan hasil
penelitian Hasil Bantuan Siswa Miskin Endline di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa
Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Ada temuan
menarik.

Sebanyak 47,3 persen responden menjawab tidak bersekolah lagi karena masalah biaya,
kemudian 31 persen karena ingin membantu orang tua dengan bekerja, serta 9,4 persen
karena ingin melanjutkan pendidikan nonformal seperti pesantren atau mengambil kursus
keterampilan lainnya.

Mereka yang tidak dapat melanjutkan sekolah ini sebagian besar berijazah terakhir sekolah
dasar (42,1 persen) maupun tidak memiliki ijazah (30,7 persen). Meski demikian, rencana
untuk menyekolahkan anak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi ternyata cukup besar,
yakni 93,9 persen. Hanya 6,1 persen yang menyatakan tidak memiliki rencana untuk itu.

Peneliti PSKK UGM, Triyastuti Setianingrum, S.I.P., M.Sc. mengatakan dalam Focused
Group Discussion, pendidikan merupakan investasi modal manusia (human capital
investment) dan pemerintah harusnya memberi perhatian yang sungguh terhadap hal ini,
terlebih dalam merespons perubahan komposisi demografi.

Tingginya angka penduduk usia kerja hanya akan menjadi bonus (window of opportunity)
apabila penyediaan kesempatan kerja sudah sesuai dengan jumlah penduduk usia kerja
serta ditopang oleh kualitas angkatan kerja yang baik.
Triyas menambahkan, seperti siklus, kasus anak putus sekolah saling mempengaruhi satu
sama lain dengan persoalan kemiskinan. Putus sekolah mengakibatkan bertambahnya
jumlah pengangguran, bahkan menambah kemungkinan kenakalan anak dan tindak
kejahatan dalam kehidupan sosial masyarakat. Begitu seterusnya karena tingkat
pendapatan yang rendah, akses ke pendidikan formal pun sulit dicapai. (ded/ded)1

2. Kerangka Dasar Analisis

2.1 Diferensiasi dan Stratifikasi Sosial Dalam Pendidikan

Diferensiasi sosial adalah penempatan orang – orang dalam kategori yang berbeda
– beda, yang didasarkan pada perbedaan yang diciptakan secara sosial. Muncunya
diferensiasi disebabkan karena adanya pola interaksi antar individu yang memiliki ciri –
ciri fisik dan nonfisik yang berbeda – beda. Pertama, ciri fisik. Pada ciri ini akan terlihat
perbedaan raut muka, warna dan bentuk rambut, bentuk dan tinggi tubuh, warna kulit,
bentuk gigi, bentuk tulang, dsb. Kedua, ciri sosial budaya (nonfisik). Pada ciri ini akan
terlihat intelegensi, kecerdasan, motivasi, dedikasi, minat, dan bakat yang melekat pada
diri individu. Perbedaan pada diferensiasi sosial didasarkan pada beberapa fator, yaitu
faktor ras / etnik, kepercayaan, jenis kelamin atau gender, profesi, klan, dan suku bangsa.

Sedangkan istilah stratifikasi sosial berasal dari kata strata dan stratum yang
berarti lapisan. Stratifikasi sosial adalah sistem pembedaan individu atau kelompok
masyarakat yang menempatkan pada kelas – kelas sosial yang berbeda secara hierarki dan
memberikan hak serta kewajiban yang berbeda – beda pula antara individu pada suatu
lapisan dengan lapisan lainnya. Sistem stratifikasi sosial adalah perbedaan masyarakat
secara bertingkat yang diwujudkan pada kelas tinggi, kelas sedang, dan kelas bawah.
Stratifikasi sosial juga merupakan pembedaan posisi seseorang atau kelompok dalam
kedudukan yang berbeda – beda secara vertikal. Srtatifikasisi sosial merupakan gejala
yang umum dalam masyarakat, baik masyarakat tradisional maupun masyarakat modern
yang heterogen.

Pada umumnya, stratifikasi sosial didasarkan pada kedudukan yang diperoleh


melalui serangkaian usaha berdasarkan kepiawaian seseorang dalam melangsungkan

1
Ar Rahadian, ―Tingginya Angka Putus Sekolah di Indonesia‖,
http://student.cnnindonesia.com/edukasi/20170417145047-445-208082/tingginya-angka-putus-sekolah-di-
indonesia/ (diakses pada 8 November 2018, pukul 14.00)
interaksinya dalam masyarakat. Komblum mendefinisikan sebagai suatu pola perilaku
berulang – ulang yang menciptakan hubungan antar individu dan antar kelompok dalam
masyarakat. Dalam struktur sosial tersebut, setiap individu mempunyai kedudukan dalam
suatu struktur sosial.

Stratifikasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1. Berdasarkan status yang diperoleh secara alami, maka stratifikasi dibedakan


menjadi lima, yaitu stratifikasi berdasarkan perbedaan usia (age), senioritas,
jenis kelamin (sex), sistem kekerabatan, dan stratifikasi berdasar keanggotaan
dalam kelompok tertentu.
2. Berdasarkan status yang diperoleh melalui serangkaian usaha, stratifikasi
dibedakan menjadi tiga. Tiga stratifikasi tersebut yaitu stratifikasi sosial dalam
pendidikan, stratifikasi sosial dalam bidang pekerjaan, dan stratifikasi sosial
dalam bidang ekonomi.2

2.2 Perubahan Sosial dalam Dunia Pendidikan

Sekolah mempunyai beberapa peranan yang penting dalam menyiapkan manusia


yang mampu menghadapi tantangan dunia yang cepat berubah dan bertambah kompleks,
yaitu :
1. Peranan sekolah sebagai pewaris
Kebudayaan yaitu hasil cipta, karsa dan karya manusia berupa norma – norma,
nilai, kepercayaan, dan tingkah laku yang dipelajari dan dimiliki semua anggota
masyarakat. Hal itu tidak dengan sendirinya dimiiki peserta didik tanpa
ditransmisikan kepadanya.
2. Peranan sekolah sebagai pemelihara
Nilai – nilai budaya yang tinggi dan pantas untuk dilestaikan, maka sekolah perlu
memelihara, sedangkan budaya yang tidak diperlukan lambat laun harus dikurangi
atau dihilangkan.
3. Sekolah sebagai pembaru kebudayaan

2
Binti Maunah. Sosiologi Pendidikan. (Yogyakarta: Kalimedia. 2016) hlm. 62-80
Budaya yang sudah tidak sesuai dengan keinginan/kehendak masyarakat perlu
dihilangkan, sedangkan kebudayaan yang sesuai dengan kehendak masyarakat
harus dijaga dan dikembangkan agar timbul budaya baru.

Kemajuan iptek yang pesat menyebabkan ilmu segera menjadi usang. Masalah
yang lebih sulit ialah soal nilai – nilai dalam dunia yang cepat berubah dan berkembang.
Adanya bahaya bahwa dengan mengutamakan berbagai aspek ilmu pengetahuan
(matematika, IPA, aspek agama, sosial, dan moral) menjadi terabaikan. Demikian pula
penekanan pada prestasi teknologi dan material dapat mengurangi rasa tanggung jawab
atas akibatnya terhadap kehidupan.3

Tugas sekolah dalam menyiapkan tenaga pembangunan yang mumpuni, yaitu :

1. Sekolah memberi bekal pengetahuan dan keterampilan


Diharapkan anak yang telah menamatkan suatu jenjang pendidikan, sanggup
melakukan suatu pekerjaan. Maki tinggi pendidikan seseorang, makin tinggi pula
harapannya memperoleh pekerjaan yang baik..
2. Sekolah merupakan persemaian kader – kader karyawan sampai pemimpin
Orang tua mengirimkan anaknya dalam suatu pendidikan formal disesuaikan
dengan cita – cita orang tua, bakat dan minat anak sehingga memperoleh karir
yang diinginkan.
3. Sekolah adalah tempat untuk mengantisipasi mobilitas sosial
Jenjang pendidikan, gelar akademis, dan kemampuan intelektual dapat
mempengaruhi kedudukan dalam jabatan dan dalam memecahkan masalah sosial.
Lewat pendidikan, seseorang yang berasal dari lapisan bawah dapat meningkatkan
strata sosialnya atau mengalami mobilitas vertikal/menanjak.
4. Sekolah membantu memecahkan masalah sosial
Dengan pendidikan, berbagai permasalahan sosial dapat diatasi dengan pemikiran
tingkat intelektualnya melalui analisis akademis. Dengan meningkatnya taraf
pendidikan, maka meningkat pula partisipasi masyarakat mengatasi masalah sosial.
5. Sekolah merupakan agen penerus dan pengembang kebudayaan

3
Binti Maunah. Sosiologi Pendidikan. (Yogyakarta: Kalimedia. 2016) hlm. 106-109
Dengan intelektualitas yang semakin tinggi berlandaskan wawasan nasional yang
mantab, generasi muda akan mampu menyaring budaya asing yang masuk dan
mengasimilasikannya demi menumbuhkan budaya nasional di era globalisasi.
6. Sekolah dapat membantu mensejahterakan keluarga
Pihak sekolah dapat bekerjasama dengan para orang tua dalam mengendalikan dan
mengarahkan anaknya melakukan hal yang kadang sudah tak dapat dilakukan
orang tua.4

3. Analisis
a) Analisis Menggunakan Teori Diferensiasi dan Stratifikasi Sosial
Dalam Pendidikan

Berdasarkan teori diferensiasi sosial, masyarakat ditempatkan dalam kategori


yang berbeda – beda secara horizontal, sehingga semua masyarakat menempati
kedudukan yang sama dalam lingkungannya. Sedangkan stratifikasi sosial
membedakan individu – individu di masyarakat ke dalam lapisan - lapisan atau strata
secara vertikal. Sehingga setiap golongan mempunyai peran, hak dan kewajiban
dalam masyarakat yang bervariasi menurut kedudukannya.

Dalam kasus tingginya angka putus sekolah di Indonesia, terdapat suatu


diferensiasi dalam hal budaya. Dalam tiap budaya masyarakat, didalamnya
terkandung pandangan yang berbeda-beda pula. Masyarakat yang modern mayoritas
memandang pendidikan sebagai hal yang sangat vital, lain dengan kebanyakan
masyarakat tradisional yang memandang sebaliknya. Ada juga masyarakat yang
mempunyai pandangan bahwa pendidikan nonformal (pesantren misalnya) lebih
penting, sehingga peristiwa putus sekolah juga dapat dipengaruhi oleh pandangan dari
lingkungan masyarakat itu sendiri. Selain itu, suatu pola kebiasaan dalam masyaakat
juga dapat mempengaruhi. Pola kebiasaan tersebut misalnya seperti seorang anak
yang terbiasa bekerja, misal mengamen di jalanan, maka kebiasaan bekerja tersebut
dapat mempengaruhi keinginannya untuk melanjutkan pendidikan atau lebih memilih
bekerja untuk menghasilkan uang.

4
Ary H. Gunawan. Sosiologi Pendidikan. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010) hlm. 64-71
Di dalam permasalahan putus sekolah juga memiliki kaitan erat dan saling
mempengaruhi dengan persoalan ekonomi. Karena itulah keadaan ekonomi menjadi
faktor utama yang memicu seseorang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih
lanjut. Berbeda dengan orang yang mempunyai tingkat kemampuan ekonomi yang
tinggi, orang yang ekonominya tergolong rendah akan cenderung memilih tidak
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Hal tersebut
mengindikasikan adanya stratifikasi sosial di bidang ekonomi yang mempengaruhi
keadaan atau keputusan seseorang dalam mengenyam dan melanjutkan pendidikan
yang dijalaninya. Selain itu, kesenjangan dalam ketersediaan sarana prasarana dan
fasilitas setempat juga mempengaruhi. Seperti contohnya anak yang tinggal di daerah
pelosok yang minim fasilitas transportasi dan sulitnya akses mobilitas, hal itu juga
dapat memicu terjadinya putus sekolah.

b) Analisis Menggunakan Teori Perubahan Sosial Dalam Pendidikan


Kasus tingginya angka putus sekolah di Indonesia mempunyai pengaruh yang
besar terhadap ketersediaan sumber daya manusia dan tenaga pembangunan yang bisa
diandalkan dalam menghadapi perubahan sosial dan tantangan dunia yang semakin
kompleks. Peran generasi penerus bangsa yang berkualitas dan berintelektual sangat
dibutuhkan bagi bangsa Indonesia, karena nasib masa depan bangsa terletak di tangan
generasi mudanya. Namun, fakta bahwa jutaan anak Indonesia masih mengalami
putus sekolah menjadi faktor penghambat terwujudnya cita – cita tersebut.
Dalam teori perubahan sosial, sekolah mempunyai posisi dan peran vital
dalam mewariskan, memelihara, dan melakukan pembaharuan kebudayaan yang
diajarkan kepada anak didik. Anak yang putus sekolah, otomatis akan juga terputus
proses belajarnya dalam mengetahui ilmu – ilmu pengetahuan umum, ilmu agama,
nilai sosial, etika, dan moral yang penting sebagai bekal hidupnya Pada dasarnya,
anak yang putus sekolah sudah tidak mendapatkan bekal pengetahuan dan
keterampilan di luar sekolah, dan ia tidak memiliki bekal yang cukup dalam hal itu.
Sehingga harapan untuk mendapat pekerjaan yang baik pun tidak bisa terwujud,
karena pekerjaan yang di dapat seseorang berbanding lurus dengan tingkat
pendidikannya.
Sekolah merupakan suatu jembatan untuk melakukan mobilitas sosial.
Seseorang yang awalnya berasal dari golongan bawah dapat menaikkan status
sosialnya melalui pendidikan. Hubungannya dengan kasus putus sekolah yaitu jika
seorang anak tidak melanjutkan pendidikannya, maka ia juga akan kesulitan untuk
memperoleh derajat atau status sosial yang baik di masa mendatang. Banyaknya anak
yang putus sekolah sangat rentan memicu terjadinya peningkatan masalah - masalah
sosial seperti kriminalitas, pengangguran, dan kemiskinan. Karena itulah, anak
setidaknya harus menempuh program belajar minimal 12 tahun, sebab sekolah
berperan sebagai sarana pemecahan dan penanggulangan masalah sosial di lingkungan
masyarakat.
Daftar Pustaka

Gunawan, Ary H. 2010. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Maunah, Binti. 2016. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Kalimedia.

Rahadian, Ar. ―Tingginya Angka Putus Sekolah di Indonesia‖. 2018.


http://student.cnnindonesia.com/edukasi/20170417145047-445-208082/tingginya-
angka-putus-sekolah-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai