Anda di halaman 1dari 13

Peran (Orang Tua, Guru, Masyarakat) Dalam Meningkatkan

Pendidikan Karakter Terhadap Peserta Didik

Oleh : Sheelna Azheema Huda (202110290211031)


E-mail: sheelnaazheemahuda@gmail.com
Mahasiswa Magister Universitas Muhammadiyah Malang

Abstrak

Pada era globalisasi saat ini Indonesia mengalami banyak permasalahan-permasalahan


yang cukup kompleks, salah satunya adalah masalah krisis moral atau krisis akhlak. Tujuan
diterapkan pendidikan karakter oleh pendidik (orang tua, guru, masyarakat dsb) adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam hal ini, perlu adanya kerjasama antara
guru, orang tua juga masyarakat. Tanpa kerjasama yang erat, maka proses pendidikan tidak akan
dapat membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Karena proses pembentukan karakter
peserta didik meliputi pendidikan pada sekolah, rumah, maupun lingungan masyarakat. Masing-
masing pendidik memilik peran dalam mendidik dan membentuk karakter peserta didik. Penelitian
yang diteliti ini berjenis penelitian kualitatif, melalui studi lapangan yang melibatkan guru, orang
tua dan masyarakat. Teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Berdasarkan
hasil analisis diperoleh hasil bahwa kerja sama dan tanggung jawab antara guru, orang tua dan
masyarakat maka terciptalah kemudahan untuk mencari solusi dan menyamakan langkah dalam
membimbing anak didik sehingga dapat mencapai tujuan bersama, yaitu terbentukan karalter
peserta didik yang berakhlak mulia, dapat dipercaya dan dapat bertanggung jawab atas semua
tindakan yang dilakukannya.
Kata Kunci: Pendidikan karakter, Guru, Orang Tua, Masyarakat.

A. PENDAHULUAN
Memasuki era globalisasi, dalam dunia pendidikan timbul permasalahan-permasalahan
pendidikan yang kompleks. Indonesia saat ini berada dalam krisis multimensional yang tak
kunjung usai, kemerosotan moral saat ini sangatlah mengkhawatirkan. Bangsa Indonesia telah
menghadapi masalah krisis moral atau akhlak sehingga mengakibatkan munculnya krisis-krisis
lain dalam menjalankan kehidupan sebagai manusia. Krisis moral yang nyata dan
mengkhawatirkan ini menjadi suatu boomerang pada bangsa Indonesia. Tidak bisa dipungkiri
Indonesia sedang mengupayakan kondisi sekarang dalam menangani pembangunan karakter
dan nilai-nilai luhur.1
Pada saat ini, kondisi yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa pendidikan belum
berhasil membentuk karakter bangsa yang kuat. Hal ini terbukti dengan banyaknya tindakan
korupsi, ketidak jujuran, perusakan lingkungan, tidak disiplin, tidak bertanggungjawab, kurang
dapat menghormati keberagaman, kurang empati, dan lain-lain yang dapat merusak kehidupan
bangsa. Para guru disekolah pun masih cenderung fokus pada kemampuan kognitif peserta
didik daripada melakukan upaya-upaya untuk membangun karakter peserta didik.2
Nilai-nilai karakter (character building) peserta didik menjadi poin yang sangat penting
dari tugas pendidikan. Istilah karakter (character) berasal dari bahasa Yunani “charassian” yang
berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan
dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga jika orang itu rakus, tukang bohong, korupsi,
pemarah, semena-mena dan berperilaku buruk lainnya, maka dikatakan orang tersebut memiliki
karakter yang buruk atau tidak baik. Begitupun sebaliknya, jika orang tersebut berperilaku
sesuai dengan norma dan kaidah moral maka disebut sebagai orang yang berkarakter mulia (N.
A. Aeni, 2014, p. 50).3
Pengoptimalan dalam pendidikan akan membentuk kepribadian peserta didik yang baik
dalam memilah dan memilih pergaulan, perbuatan, dan tindakan sesuai dengan norma-norma
yang berlaku. Hal tersebut memberikan dampak yang positif bagi generasi masa depan agar
tidak mudah terpengaruh budaya luar maupun lingkungan sekitar yang kurang baik.
Pelaksanaan tersebut diharapkan mampu mencetak generasi unggulan untuk Indonesia dan
mampu merubah Indonesia lebih maju dan bermartabat. Pengoptimalan pendidikan karakter ,
saat ini disebut dengan sebutan revolusi mental, dimana Indonesia mengambil langkah
perbaikan, tanpa harus berupaya untuk menghilangkan proses perubahan dalam pembentukan
karakter yang telah ada, dalam menciptakan pembentukan karakter bangsa yang lebih baik. 4

1
Ida Destariana Harefa, Ahmad Tabrani, “Problematika Pendidikan Karakter, Antara Konsep dan Realita”,
Shamayim Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristani, Vol. 1 No. 2 Tahun 2021, h. 149-150.
2
Shelly Yulia, Tri Joko Raharjo, Fakhruddin dkk, “Problematika Pendidikan Karakter Pada Lembaga
Pendidikan Anak Usia Dini”, Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana Universitas Negeri Semarang ,4 Januari 2022,
h. 248-249.
3
Meti Hendayani, “Problematika Pengembangan Karakter Peserta Didik di Era 4.0” Jurnal Penelitian
Pendidikan Islam, Vol. 7 No. 2 Tahun 2019, h. 184.
4
Sofyan Mustoip, Muhammad Japar, Zulela MS, Implementasi Pendidikan Karakter, (Surabaya: CV. Jakad
Publishing, 2018), h. 4.
Proses pendidikan terjadi dalam kehidupan masyarakat yang berbudaya. Kebudayaan
manusia merupakan hasil interaksi dari anggota masyarakatnya yang kemudian diturunkan dari
satu generasi ke generasi selanjutnya dalam proses perubahannya. Apabila hakikatnya manusia
sebagai makhluk yang di didik, yang mempunyai potensi untuk di didik, maka secara implisit
pengakuan adanya kemampuan manusia untuk menjadi pendidik. Proses pendidikan bukannya
suatu proses satu arah tetapi suatu proses dua arah antara pendidikan dan peserta didik (Yamin
& Maisah, 2012; 3-4).5
Terbentuknya karakter peserta didik yang kuat dan kokoh diyakini merupakan langkah
penting dan mutlak dimiliki peserta didik untuk menghadapi tantangan hidup di masa
mendatang. Pengembangan karakter yang diperoleh melalui pendidikan, baik pada tingkat
sekolah maupun perguruan tinggi dapat mendorong mereka menjadi anak-anak bangsa yang
memiliki kepribadian unggul sebagaimana yang termaktub dalam tujuan UU Sisdiknas No. 20
Tahun 2003 Pasal 3 yang berbunyi, “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.”6
Pendidikan karakter di lingkungan keluarga dan di sekolah merupakan dua pilar utama
dari tiga pusat pendidikan, termasuk pendidikan karakter, yang dapat menjadi penyangga bagi
terwujudnya karakter di kalangan peserta didik yang pada akhirnya akan menjadi manusia
dewasa yang bertebaran di tengah-tengah masyarakat. Jika dua pusat pendidikan ini bisa dilalui
dengan baik oleh seorang anak (peserta didik), ia akan berhasil memasuki pusat pendidikan
yang lain (masyarakat) dengan baik. Lingkungan masyarakat yang tidak baik tidak akan
menjadi kendala bagi si anak yang sudah terdidik dengan baik untuk menjadi manusia yang
berkarakter mulia.7

5
Sigit Arwin, Mujahidin, “Problematika Pendidikan Karakter di MTS Al Urwatul Wutsqo Jombang”.
Irsyaduna: Jurnal Studi Kemahasiswaan, Vol. 1 No. 3 Tahun 2021, h. 240.
6
Wahyu, Ahmad Sofyan, Pendidikan Karakter, (Bandung:Wahana Jaya Abadi FKIP Unlam Press, 2014), h.
6-7.
7
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), h. 7.
Mohammad Mustari (2014: 153) mengemukakan di dalam pendidikan seorang anak
tidak akan pernah lepas dari tiga jalur pendidikan: informal, formal, dan nonformal. Untuk
mewujudkan suatu pendidikan yang berkualitas perlu mengintegrasikan ketiga jalur ini. Orang
tua perlu melakukan hubungan serta komunikasi yang baik terhadap sekolah agar anak mereka
bisa melakuakan pendidikan dan proses sosialisasi secara sempurna. 8
Pendidikan karakter merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh berbagai personil
sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat untuk
membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian, dan
bertanggung jawab (Daryanto, 2013). Dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan karakter
adalah proses pengubahan sifat, kejiwaan, akhlak, budi pekerti seseorang atau kelompok orang
agar menjadi dewasa (manusia seutuhnya/insan kami).9
Orang tua memang selayaknya memperhatikan pendidikan anak-anaknya, yaitu dengan
memberikan pengalaman yang dimilikinya dan menghargai setiap usaha yang dilakukan anak-
anak tersebut. Janganlah waktu belajar anak terlalu banyak disita oleh pekerjaan lain, maka
anak akan cepat merasa malas untuk belajar, sehingga akan mempengaruhi aktivitas belajarnya.
Orang tua dan guru disekolah sudah saatnya selalu bekerjasama dalam membimbing para anak
dan murid, terutama dalam mendorong dan meningkatkan aktivitas belaar para anak dan murid.
Tanpa kerjasama yang erat, maka proses pendidikan tidak akan dapat membuahkan hasil
sebagaimana yang diharapkan, yakni memberikan bekal kemampuan dasar kepada anak atau
peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga
negara dan umat manusia serta mempersiapkan anak untuk mengikuti pendidikan yang lebih
tinggi.10
Guru profesional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan tugas-tugas yang
ditandai dengan keahlian baik materi maupun metode. Dengan keahliannya itu seorang guru
mampu menunjukkan otonominya, baik pribadi maupun sebagai pemangku profesinya. Di
samping keahliannya, sosok profesional guru ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam

8
Agung Hastomo, “Bimbingan Orang Tua Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar”,
Fakultas Ilmu Pendidikan, UNY, 2006, h. 125.
9
Evinna Cinda Hendriana, Arnold Jacobs, “Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Melalui
Keteladanan dan Pembiasaan”, Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, Vol. 1 No. 2 Tahun 2016, h. 26.
10
Mohammad Roesli, Ahmad Syafi’i, Aina Amalia, “Kajian Islam Tentang Partisipasi Orang Tua Dalam
Pendidikan”, Jurnal Darussalam; Jurnal Pendidikan, Komunikasi dan Pemikiran Hukum Islam, Vol. IX No. 2 Tahun
2018, h. 334.
melaksanakan seluruh pengabdian profesionalnya hendaknya mampu memikul dan
melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat,
bangsa negara dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab sosial, intelektual,
moral dan spiritual.11
Pendidikan karakter sangat penting untuk membina kepribadian peserta didik. Karakter
sangat berpengaruh terhadap kelakuan seseorang dimanapun ia berada. Pentingnya pendidikan
karakter, sekarang ia mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tetapi di rumah dan di
lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini, peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini
hingga remaja, melainkan juga usia dewasa. Realitanya diperlukan untuk kelangsungan hidup
bangsa ini. Orang yang berpendidikan seharusnya adalah orang yang mengetahui, memahami
apa hakikat sebenarnya dari sebuah pendidikan dan mampu menerapkan apa yang telah
didapatkan dalam pendidikan. Namun, kenyataan banyak orang berpendidikan malah sebagai
pelaku utama dalam suatu hal menyimpang yang sedang terjadi di negara kita.12
Keterpaduan antara pendidik di sekolah, rumah dan masyarakat diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan yang menurut Habiyallah “lulusnya mampu hidup mandiri,
produktif, dan kreatif (qiyamuhu binafsihi) dan mampu memberikan kebaikan kepada semua
makhluk (rahmatan lil ‘alamin)”. Siswa yang berhasil dalam proses pembelajaran, disebabkan
karena adanya dukungan akademis yang kuat dari orang tua mereka yang terlibat menunjukkan
tentang sekolah yang efektif. Siswa yang memiliki ketercapaian akademis baik, menunjukkan
bahwa sekolah-sekolah tersebut sering bekerja sama di lingkungan sosial, memiliki hubungan
sekolah-rumah yang kuat dan positif. Sekolah menjadi sukses ketika hubungan yang kuat dan
positif antara siswa, orang tua, guru dan masyarakat telah ditetapkan.13

B. METODE PENELITIAN, PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN


Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif mencoba untuk mengerti, mendalami dan menerobos masuk di dalamnya
terhadap suatu gejala-gejala yang sangat dalam kemudian menginterprestasikan dan

11
Abdul Hamid, “Guru Profesional”, Al Falah, Vol. XVII No. 32 Tahun 2017, h. 277.
12
Masduki Ahmad, Gagasan Tentang Manajemen Pendidikan, (Jakarta Timur: Lembaga Pengembangan
Pendidikan Anak Bangsa (LP2AB), 2019), h. 78.
13
Nanat Fatah, Ade Aisyah, Hasbiyallah dkk, “Mutu Pendidikan: Kerjasama Guru dan Orang Tua”, Jurnal
Mudarrisuna, Vol. 8 No. 2 Tahun 2018, h. 313.
menyimpulkan gejala-gejala tersebut sesuai dengan konteksnya. Sehingga dicapai suatu
simpulan yang obyektif dan alamiah sesuai dengan gejala-gejala pada konteks tersebut yang
sifatnya subjektivitas.14
Data yang diperoleh melalui penelitian adalah data empiris (teramati) yang mempunyai
kriteria tertentu yaitu valid. Valid menunjukkan derajat ketepatan antara data yang
sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dapat dikumpulkann oleh peneliti. Untuk
mendapatkan data yang langsung valid dalam penelitian sering sulit dilakukan, oleh karena itu
data yang telah terkumpul sebelum diketahui validitasnya, dapat diuji melalui pengujian
reliabilitas dan obyektivitas.15
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam menyelesaikan permasalahan-permasalah yang ada, pendidikan karakter
merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dan dilaksanaan oleh sekolah serta para
pendidik lainnya. Lickona (Samani & Hariyanto: 2013: 44) menjelaskan secara sederhana
bahwa pendidikan karakter adalah sebagai upaya yang dirancang secara sengaja untuk
memperbaiki karakter siswa. Salah satu tujuan dari pendidikan dari karakter itu sendiri adalah
(Kemendiknas, 2010: 7) mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan
sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious. Tidak hanya itu
Sudarminta (Kemendiknas: 2010: 20) merumuskan pentingnya pendidikan karakter disekolah;
1) bagi siswa sekolah dasar, sekolah adalah tempat dalam proses pembiasaan diri, mengenal
dan mematuhi aturan bersama dan proses pembentukan identitas diri, 2) sekolah adalah tempat
sosialisasi kedua setelah keluarga, 3) pendidikan disekolah merupakan proses pembudayaan
subyek didik.16
Thomas Lickona mengatakan bahwa karakter memiliki tiga bagian yang saling
berhubungan; pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang baik
terdiri dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal yang
baik – kebiasaan dalam cara berpikir, kebiasaan dalam hati, dan kebiasaan dalam tindakan.

14
Nursapiah, Penelitian Kualitatif, (Medan: Wal Ashri Publishing, 2020), h. 20.
15
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 2-3.
16
Edo Dwi Cahyo, “Pendidikan Karakter Guna Menanggulangi Dekadensi Moral Yang Terjadi Pada Siswa
Sekolah Dasar”, EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 9 No. 1 Tahun 2017, h. 16-17.
Ketiga hal ini diperlukan untuk mengarahkan suatu kehidupan normal; ketiganya ini
membentuk kedewasaan moral.17
Telah disebutkan pada pasal 13 ayat 1 bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan
formal, nonformal dan informal dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan
informal jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya
memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Selama ini,
pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti
dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan
dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tingi, kurangnya pemahaman orang tua dalam
mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh
media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif pada perkembangan dan pencapaian hasil
belajar anak didik. Salah satu alternatif untuk menangani masalah tersebut yaitu melalui
pendidikan karakter terpadu, dengan memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan
informal di sekolah.18
Peningkatakan kualitas diri dalam bentuk kepribadian yang bersahaja dan baik
merupakan usaha yang dilakukan dalam proses pendidikan. Begitu pentingnya peran
pendidikan dalam kehidupan manusia, sehingga pendidikan menjadi sebuah tujuan dan prioritas
utama sebuah bangsa. Oleh karena itu pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab guru
saja di lingkungan sekolah, tetapi juga menjadi tanggung jawab semua pihak baik orang tua,
keluarga, dan lingkungan masyarakat. Hasgimianti, Nirwana dan Daharni (2017) menjelaskan
bahwa orang tua memiliki bagian penting untuk membantu anak mencapai hasil belajar yang
lebih baik dengan memberi kasih sayang dan pendidikan melalui nilai-nilai kehidupan, baik
nilai agama maupun nilai budaya sosial. Salah satu bentuk peran orang tua memberi perhatian
pada anak mereka dalam membentuk karakter akhlakul karimah dalam diri anak. Lingkungan
keluarga yang mampu menerapkan kedisiplinan pada anak turut berdampak pada kedisiplinan
siswa di sekolah (Monalisa; 2016). Pembentukan akhlakul karimah siswa bukan hanya terjadi

17
Ifham Choli, “Problematika Pendidikan Karakter Pendidikan Tinggi”, Tahdzib Akhlak, Vol. 1 No. V Tahun
2020, h. 59.
18
Edy Riyanto, Implementasi Pendidikan Agama dan Pendidikan Karakter, (Banten: Media Edukasi
Indonesia (Anggota IKAPI), 2019), h. 4-5.
di lingkungan madrasah saja, lingkungan masyarakat terutama keluarga juga berperan penuh
dalam pembentukan dasar akhlakul karimah siswa.19
Selain guru, yang paling utama berperan penting dalam dunia pendidikan adalah orang
tua. Orang tua sebagai pembimbing dalam lingkungan keluarga disebabkan karena secara alami
anak-anak pada masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah ayah ibunya. Orang tua yang
merupakan titik dan pemeran awal dalam membimbing, mengasuh, memberikan perhatian,
kasih sayang, dan memotivasi sehingga anak didik dapat mencapai kesuksesan dalam belajar.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam mencapai tujuan pendidikan yang efektif dan
efisien maka diperlukan mitra yang mendasar antara orang tua dan pendidik lainnya. Kerja sama
yang terjalin bagus akan memberikan kemudahan untuk mencari solusi dan menyamakan
langkah dalam membimbing anak didik.20
Kerja sama antara guru dan murid menyebabkan terjadinya pertukan informasi antara
guru dan orang tua sekitar fenomena dan peristiwa yang melingkupi diri murid dalam kehidupan
sehari-harinya. Pertukaran informasi sekitar fenomena kehidupan murid baik dalam lingkungan
sekolah, keluarga maupun masyarakat merupakan suatu titik nadi kehidupan yang perlu
diperhatikan oleh guru dan orang tua dalam rangka mengawasi aktivitas keseharian murid,
khususnya dalam aktivitas belajarnya. Kerja sama pengawasan antara guru dan orang tua murid
tersebut agar aktivitas keseharian setiap murid tidak larut dalam aktivitas yang dapat
mengganggu aktivitas belajarnya, dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan
belajar mengajar (pembelajaran) merupakan kegiatan yang paling pokok.21
Dalam upaya pembentukan karakter bagi peserta didik, saat ini telah diperkuat dengan
adanya Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
adalah suatu gerakan pendidikan dibawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk
memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah
raga dengan pelibatan dan kerja sama antar satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat
sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Melalui Keppres tersebut

19
Ayu Lusiyana, Fatkhur Rohman, Saifur Rohim, “Peran Bimbingan Konseling Berbasis Tiga Pilar (Guru,
Orang Tua, dan Lingkungan Masyarakat), dalam Pembentukan Akhlakul Karimah Siswa di SMA Nurul Huda
Kabupaten OKU Timur”, Ristekdi: Jurnal Bimbigan dan Konseling, Vol. 3 No. 2 Tahun 2018, h. 69-70.
20
M. Ramli, “Hakikat Pendidik dan Peserta Didik”, Tarbiyah Islamiyah, Vol. 5 No. 1 Tahun 2015, h. 66.
21
Rofiatun Nisa’, Eli Fatmawati, “Kerjasama Orang Tua dan Guru Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar
Peserta Didik”, Ibtida: Media Komunikasi Hasil Penelitian Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Vol. 01 No. 02
Tahun 2020, h. 136-137.
tekah dijelaskan bahwa Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter dilangsungkan pada setiap
jenjang pendidikan. Pelaksanaan gerakan penguatan pendidikan karakter (PPK) pada tiap
jenjang melibatkan dan memanfaatkan ekosistem pendidikan yang ada di lingkungan sekolah.22
Begitu besar peran orang tua terhadap pendidikan anaknya, begitu luasnya aspek
pendidikan anak, sementara itu terbatasnya kemampuan orang tua untuk selalu mengawasi
anaknya maka tidak mungkin pendidikan tersebut dilaksanakan dalam lingkungan keluarga
saja, karenanya harus dibantu oleh lembaga formal (sekolah), karena pendidikan juga
merupakan tanggung jawab bersama dalam kehidupan bernegara, tugas mendidik anak bagi
orang tua tersebut dapat dibantu oleh sekolah dan masyarakat, sebagaimana tertuang dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 pada Bab IV Pasal 10 Ayat 1, yang
menyatakan bahwa: “Penyelenggara Pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur pendidikan:
jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah”. Akan tetapi, pada dasarnya sekolah
hanya bersifat melanjutkan pendidikan anak-anak yang telah dilaksanakan di lingkungan
keluarga sedangkan berhasil tidaknya pendidikan sekolah tergantung pada pengaruh pendidikan
dalam keluarga (Roja, 2017).23
Koesoema (2010: 2) memberikan formula bahwa pendidikan karakter jika ingin efektif
dan utuh harus menyertakan tigas basis desain dalam pemogramannya:24
1. Desain pendidikan karakter berbasis kelas. Desain ini berbasis pada relasi guru sebagai
pendidik dan siswa sebagai pembelajar. Konteks pendidikan karakter adalah proses
relasional komunitas kelas dalam konteks pembelajaran. Relasi guru-pembelajar bukan
monolog, melainkan dialog dengan banyak arah sebab komunitas kelas terdiri dari guru
dan siswa yang sama-sama berinteraksi dengan materi.
2. Desain pendidikan karakter berbasis kultur sekolah. Desain ini mencoba membangun
kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial
sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa. Untuk menanamkan
nilai kejujuran tidak cukup hanya dengan memberikan pesan-pesan moral kepada anak
didik. Pesan moral ini mesti diperkuat dengan penciptaan kultur kejujuran melalui

22
Novrian Satria Perdana, “Implementasi Peranan Ekosistem Pendidikan Dalam Penguatan Pendidikan
Karakter Peserta Didik”, Jurnal Refleksi Edukatika, Vol. 2 No. 2 Tahun 2018, h. 185.
23
Anik, Abdulloh Hamid, “Kolaborasi Peran Orang Tua dan Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam Berbasis Online di Rumah”, Intizar, Vol. 26 No. 1 Tahun 2020, h. 18.
24
Jito Subianto, “Peran Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat dalam Pembentukan Karakter Berkualitas”,
Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, Vol. 8 No. 2 Tahun 2013, h. 334.
pembuatan tata peraturan sekolah yang tegas dan konsisten terhadap setiap perilaku ketidak
jujuran.
3. Desain pendidikan karakter berbasis komunitas. Dalam mendidik, komunitas sekolah tidak
berjuang sendirian. Masyarakat di luar lembaga pendidikan, seperti keluarga, masyarakat
umum, negara juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengintegrasikan pembentukan
karakter dalam konteks kehidupan mereka.

Banyak orang yang mengartikan hubungan sekolah dan masyarakat itu dalam
pengertian yang sempit. Mereka berpendapat bahwa hubungan kerja sama itu hanyalah dalam
hal medidik anak belaka. Asalkan orang tua dan guru-guru di sekolah telah bersama-sama
berusaha mendidik anak/muridnya, cukuplah sudah. Hubungan kerja sama antara sekolah dan
masyarakat itu mengandung arti yang lebih luas dan mencakup beberapa bidang. Purwanto
(2007: 194-196) berpandapat “Hubungan kerjasama sekolah dengan masyarakat itu
digolongkan menjadi tiga jenis hubungan, yaitu (1) hubungan edukatif, (2) hubungan kultural,
dan (3) hubungan institusional”. Kerja sama sekolah dengan orang tua merupakan usaha
sekolah dan orang tua bertanggung jawab meningkatkan dan mengembangkan pendidikan dan
perkembangan anak acara multidimensional untuk mencapai tujuan bersama. Kegiatan kerja
sama antara sekolah dan orang tua dapat dikelompokkan menjadi keterlibatan dan partisipasi.25

D. KESIMPULAN
Kunci utama keberhasilan dalam membangun karakter positif pada anak adalah
keteladanan dimana orang tua harus menjadi orang yang memiliki karakter positif. Tigas dan
tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak meliputi segala hal, baik yang berkaitan
dengan anak di dalam rumah maupun di luar rumah. Pendidikan seorang anak tidak akan pernah
lepas dari tiga jalur pendidikan: informal, formal, dan nonformal. Pendidikan tidak hanya
menjadi tanggung jawab guru saja di lingkungan sekolah, tetapi juga menjadi tanggung jawab
semua pihak baik orang tua, keluarga, dan lingkungan masyarakat.
Pendidikan karakter di lingkungan keluarga dan di sekolah merupakan dua pilar utama
dari tiga pusat pendidikan, termasuk pendidikan karakter, yang dapat menjadi penyangga bagi

25
Mumu, A. Majid, Aang Rohyana, “Hubungan Kualitas Kerja Sama Sekolah dan Orang Tua Dengan
Intensitas Usaha Belajar Siswa di SMP Negeri Kota Tasikmalaya”, Metaedukasi, Vol. 1 No. 1 Tahun 2019, h. 39-40.
terwujudnya karakter di kalangan peserta didik yang pada akhirnya akan menjadi manusia
dewasa yang bertebaran di tengah-tengah masyarakat.
Tugas dan peran pendidik sangat berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, tugas pendidik
adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan segala tindakan yang baik agar mampu
menghadapi segala tantangan yang ada dalam kehidupannya, sedangkan peran pendidik adalah
sebagai pemimpin dan pelaksana pendidikan dalam suatu masyarakat dan sekaligus sebagai
anggota masyarakat, sehingga dengan demikian dituntut guru atau pendidik dalam
meningkatkan tugas dan perannya.
E. REFEENSI
Abdul Hamid. “Guru Profesional”. Al Falah. Vol. XVII No. 32 Tahun 2017.
Agung Hastomo. “Bimbingan Orang Tua Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Sekolah
Dasar”. Fakultas Ilmu Pendidikan. UNY. 2006.
Ahmad Masduki. 2019. Gagasan Tentang Manajemen Pendidikan. Jakarta Timur: Lembaga
Pengembangan Pendidikan Anak Bangsa (LP2AB).
Anik, Abdulloh Hamid. “Kolaborasi Peran Orang Tua dan Guru dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Berbasis Online di Rumah”. Intizar. Vol. 26 No. 1 Tahun
2020.
Ayu Lusiyana, Fatkhur Rohman, Saifur Rohim. “Peran Bimbingan Konseling Berbasis Tiga
Pilar (Guru, Orang Tua, dan Lingkungan Masyarakat), dalam Pembentukan Akhlakul
Karimah Siswa di SMA Nurul Huda Kabupaten OKU Timur”. Ristekdi: Jurnal
Bimbigan dan Konseling. Vol. 3 No. 2 Tahun 2018.
Edo Dwi Cahyo. “Pendidikan Karakter Guna Menanggulangi Dekadensi Moral Yang Terjadi
Pada Siswa Sekolah Dasar”. EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 9 No. 1
Tahun 2017.
Evinna Cinda Hendriana, Arnold Jacobs. “Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Melalui Keteladanan dan Pembiasaan”. Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia. Vol. 1 No.
2 Tahun 2016.
Ida Destariana Harefa, Ahmad Tabrani. “Problematika Pendidikan Karakter, Antara Konsep
dan Realita”. Shamayim Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristani. Vol. 1 No. 2 Tahun
2021.
Ifham Choli. “Problematika Pendidikan Karakter Pendidikan Tinggi”. Tahdzib Akhlak. Vol. 1
No. V Tahun 2020.
Jito Subianto. “Peran Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat dalam Pembentukan Karakter
Berkualitas”. Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam. Vol. 8 No. 2 Tahun 2013.
M. Ramli. “Hakikat Pendidik dan Peserta Didik”. Tarbiyah Islamiyah. Vol. 5 No. 1 Tahun 2015.
Marzuki. 2015. Pendidikan Karakter Islam. Jakarta: Amzah.
Meti Hendayani. “Problematika Pengembangan Karakter Peserta Didik di Era 4.0” Jurnal
Penelitian Pendidikan Islam. Vol. 7 No. 2 Tahun 2019.
Mohammad Roesli, Ahmad Syafi’i, Aina Amalia. “Kajian Islam Tentang Partisipasi Orang Tua
Dalam Pendidikan”. Jurnal Darussalam; Jurnal Pendidikan, Komunikasi dan Pemikiran
Hukum Islam. Vol. IX No. 2 Tahun 2018.
Mumu, A. Majid, Aang Rohyana. “Hubungan Kualitas Kerja Sama Sekolah dan Orang Tua
Dengan Intensitas Usaha Belajar Siswa di SMP Negeri Kota Tasikmalaya”.
Metaedukasi. Vol. 1 No. 1 Tahun 2019.
Mustoip Sofyan. Japar Muhammad. MS Zulela. 2018. Implementasi Pendidikan Karakter.
Surabaya: CV. Jakad Publishing.
Nanat Fatah, Ade Aisyah, Hasbiyallah dkk. “Mutu Pendidikan: Kerjasama Guru dan Orang
Tua”. Jurnal Mudarrisuna. Vol. 8 No. 2 Tahun 2018.
Novrian Satria Perdana. “Implementasi Peranan Ekosistem Pendidikan Dalam Penguatan
Pendidikan Karakter Peserta Didik”. Jurnal Refleksi Edukatika. Vol. 2 No. 2 Tahun
2018.
Nursapiah. 2020. Penelitian Kualitatif. Medan: Wal Ashri Publishing.
Riyanto Edy. 2019. Implementasi Pendidikan Agama dan Pendidikan Karakter. Banten: Media
Edukasi Indonesia (Anggota IKAPI).
Rofiatun Nisa’, Eli Fatmawati. “Kerjasama Orang Tua dan Guru Dalam Meningkatkan
Motivasi Belajar Peserta Didik”. Ibtida: Media Komunikasi Hasil Penelitian Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidaiyah. Vol. 01 No. 02 Tahun 2020.
Shelly Yulia, Tri Joko Raharjo, Fakhruddin dkk. “Problematika Pendidikan Karakter Pada
Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini”. Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana
Universitas Negeri Semarang. 4 Januari 2022.
Sigit Arwin, Mujahidin. “Problematika Pendidikan Karakter di MTS Al Urwatul Wutsqo
Jombang”. Irsyaduna: Jurnal Studi Kemahasiswaan. Vol. 1 No. 3 Tahun 2021.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Wahyu. Sofyan Ahmad. 2014. Pendidikan Karakter. Bandung:Wahana Jaya Abadi FKIP
Unlam Press.

Anda mungkin juga menyukai