Anda di halaman 1dari 10

ESAI BAHASA INDONESIA

Peran Pendidikan Karakter dalam Membentuk Remaja


Jambi yang Berkualitas

NAMA : MEYNA CAHYANI SAHDA


KELAS : XII MIPA 5

SMAN 1 KOTA JAMBI


TAHUN AJARAN 2018/2019
Di Indonesia pelaksanaan pendidikan karakter saat ini memang dirasakan amat mendesak
mengingat makin meningkatnya tawuran antar-pelajar, serta bentuk-bentuk kenakalan remaja
lainnya terutama di kota-kota besar, pemerasan/kekerasan, kecenderungan dominasi senior
terhadap junior, penggunaan narkoba dan lain-lain.

Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno,
bahkan menegaskan: ‘’Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter
karena pembanguna karakter inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar,
maju jaya, serta bermartabat”.

Pendidikan karakter seperti yang di tegaskan oleh para pendiri negara, sangat penting
bagi keberhasilan sebuah masyarakat demokratis. Pada masa-masa awal berdirinya republik ini,
sekolah-sekolah memberikan pendidikan karakter. Melalui disiplin,contoh-contoh baik dari para
guru,dan kurikulum, sekolah berupaya mengajarkan nilai-nilai patriotisme, kerja keras,
kejujuran, hemat, kedermawanan dan keberanian pada anak-anak.

Karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas dari tiap individu
untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap
mempertanggung jawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter adalah perilaku yang
tampak dalam kehidupan sehari hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak. Menurut
kamus besar bahasa Indonesia (2008) Karakter merupakan sikap-sikap kejiwaan,akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dengan orang yang lain.

Pendidikan karakter adalah upaya dalam rangka membangun karakter peserta didik untuk
menjadi lebih baik. Sebab, karakter dan kepribadian peserta didik sangat mudah untuk dibentuk.
Secara etimologis karakter dapat dimaknai sesuatu yang bersifat pembawaan yang
mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, tabiat, ataupun perangai.

Sedangkan secara terminologis, karakter dapat dimaknai dengan sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang menjadi ciri seseorang atau suatu kelompok. Hal ini bertujuan untuk
menciptakan karakter peserta didik yang paripurna, sampai mendekati titik terwujudnya insan
kamil. Namun, bisa diperjelas pada upaya untuk mewujudkan kecerdasan spiritual, emosional,
intelektual, dan estetika.

Berkaitan dengan itu, dalam alam empiris dapat dilihat bahwa karakter anak bangsa ini
semakin menunjukkan gejala yang sangat miris dan merisaukan kita semua. Kehidupan mereka
yang kontradiktif, tidak hanya di luar lingkungan pendidikan, tetapi juga justru dilakukan oleh
anak-anak didik dalam masa pendidikan. Sungguh miris melihat realitas dan kenyataan yang
seperti ini.

Pendidikan karakter akan mengantarkan peserta didik pada pengenalan nilai secara
kognitif, lalu penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya pada pengamalan nilai secara nyata.
Pendidikan telah dipahami mempunyai dua tujuan yang besar, yaitu: membantu peserta didik
menjadi pandai dan membantu peserta didik menjadi baik (Lickona, 1991). Pendidik memiliki
tugas utama untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dan menanamkan karakter dan nilai-nilai
kemanusiaan pada peserta didiknya. Sebagaimana dikatakan (Winarno, 2014) tugas utama
pendidik dalam hal transfer of knowledge dan transfer of value.

Pendidikan sebagai konstribusi terbesar dalam pengaruh menciptakan generasi terbaik


yang seharusnya memiliki karakteristik untuk memenuhi kebutuhan peserta didiknya.
(Abdussalam, 2011). Sebagai amanat, peserta didik merupakan titipan yang harus diperlakukan
dengan sebaik-baiknya oleh yang diberi amanat. Bentuk pelaksanaan amanah itu adalah dengan
melaksanakan hak-hak peserta didik dengan baik, serta memberikan pendidikan yang layak
dengan mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya. Pembangunan karakter generasi
muda akan mendorong identitas anak bangsa di tengah era globalisasi dan akuluturasi budaya
dunia. Mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam pendidikan mutakhir sangat diperlukan,
sehingga bangsa Indonesia memiliki generasi yang berkompetensi dan terampil secara maksimal
guna menyongsong MEA.

Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan kemajuan suatu
bangsa. Kualitas pendidikan yang baik akan mampu menghasilkan sumber daya manusia yang
unggul dan berkualitas, terlebih pada era globalisasi seperti sekarang ini, yang mana
perkembangan teknologi dan informasi sangat pesat. Untuk menghasilkan sumber daya manusia
yang unggul dan berkualitas serta memiliki daya saing yang tinggi, maka pendidikan yang
diberikan kepada warganya harus dilaksanakan secara tepat dan maksimal. Sejalan dengan
pernyataan itu, pemerintah dan semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan sebaiknya
lebih peka dan tanggap terhadap perkembangan yang terjadi di masyarakat. Pendidikan
hendaknya berorientasi dan dilaksanakan demi pengembangan anak didik dalam rangka
memelihara dan meningkatkan martabat manusia dan budayanya (Suparno, dkk, 2002).

Akan tetapi dewasa ini, kualitas pendidikan bukan hanya menjadi fokus utama dalam
keberhasilan dunia pendidikan Indonesia, melainkan menurunnya karakter bangsa terutama
remaja yang menjadi penerus bangsa. Permasalahan ini dapat terlihat dari berbagai kejadian
kenakalan remaja di Provinsi Jambi. Seperti kasus pencurian helm oleh dua remaja pada hari
Sabtu, 9 Maret 2019 dilansir detiknews.com.

Kehidupan pemuda bangsa beberapa tahun terakhir ini telah berada pada titik nadir.
Kebanyakan dari pemuda lebih suka bermalas-malasan, terlalu banyak bermain, dan enggan
bekerja keras. Jikalau ada pemuda yang gemar bekerja keras, itupun hanya untuk sekedar
memenuhi tuntutan gaya hidup yang bersifat konsumtif saja. lebih banyak lagi yang hanya
memikirkan dirinya sendiri. Sedikit sekali pemuda yang matang secara emosional, cerdas dalam
berpikir, dan kaya dengan keimanan. Pemuda yang hebat bukan hanya dilihat dari kesuksesan
akademiknya saja. Bukan pula dilihat dari kepopulerannya, apalagi kepandaiannya dalam
mencari uang. Semua itu adalah capaian semu bersifat pragmatis yang seolah menjadi prestasi
besar yang telah berhasil mereka raih.

Pemuda ideal adalah pemuda yang matang dengan kecerdasannya, kesantunannya,


Ketaqwaannya, mandiri finansialnya, kuat fisiknya, jujur, dan kedewasaannya. Semua capaian
itu bukanlah mustahil untuk dilakukan. Diperlukan adanya sistem dan formula khusus untuk
mewujudkanya dalam sistem pendidikan di sekolah. Sistem yang mampu menyatukan segala
aspek karakter positif dan mengintegrasikannya ke dalam materi pembelajaran sekolah,
keteladanan, dan lain sebagainya. Sistem pendidikan yang tengah marak dibicarakan dan populer
di kalangan praktisi pendidikan ini adalah pendidikan karakter.
Banyaknya permasalahan kenakalan remaja di Indonesia diakibatkan kurang seriusnya
pemerintah dan tenaga pendidik (guru) dalam menjalankan dan melakukan kontrol maupun
evaluasi dalam pelaksanaan pendidikan karakter yang diterapkan di berbagai sekolah di
Indonesia, karena jika dilihat dalam tataran teori, pendidikan karakter sangat menjanjikan untuk
menjawab persoalan pendidikan Indonesia. Namun, dalam tataran praktik, seringkali terjadi bias
dalam penerapannya.

Anak adalah pusat pendidikan dan pembelajaran dalam keluarga. Pendidikan yang
diberikan oleh orang tua kepada anak hendaknya beorientasi pada kebutuhan anak sebagai
makhluk biopsikososialreligius serta menggunakan cara-cara yang sesuai dengan perkembangan
anak, baik perkembangan fisik-biologisnya, perkembangan psikisnya, perkembangan sosial serta
perkembangan religiositasnya. Pendidikan bagi remaja hendaknya mengacu pada prinsip
pendidikan orang dewasa.

Pendidikan karakter merupakan upaya integrative dan komprehensif yang bertujuan


membentuk dan mengembangkan potensi kemanusiaan sehingga menghasilkan generasi yang
kompeten dan berwatak (berakhlak) mulia. Upaya ini harus melibatkan semua pihak, keluarga,
sekolah dan masyarakat. Pembentukan dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama tidak
ada harmonisasi dan kesinambungan antara ketiga lingkungan tersebut.

Menurut McComb dan Whisler (1997), bahwa dalam pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik (anak), ada lima factor penting yang harus diperhatikan, yaitu factor metakognitif
dan kognitif, factor afektif, factor perkembangan, factor pribadi dan sosial dan factor perbedaan
individual. Factor metakognitif dan kognitif menggambarkan bagaimana anak berpikir dan
mengingat, serta penggambaran factor-factor yang terlibat dalam proses bentukan makna
informasi dan pengalaman. Factor afektif menggambarkan bagaimana keyakinan, emosi dan
motivasi memengaruhi cara seseorang menerima situasi pembelajaran, seberapa banyak orang
belajar dan usaha yang mereka lakukan untuk mengikuti pembelajaran. Kondisi emosi seseorang,
keyakinan tentang kompetensi pribadinya, harapannya terhadap kesuksesan, minat pribadi dan
tujuan belajar, semua itu mempengaruhi bagaimana motivasi anak untuk belajar. Factor
perkembangan menggambarkan kondisi fisik, intelektual, dan emosional dipengaruhi oleh factor
genetic yang unik dan factor lingkungan. Factor keempat, yaitu factor pribadi dan sosial
menggambarkan bagaimana orang lain berperan dalam proses pembelajaran dan cara-cara orang
belajar dalam kelompok. Factor keempat ini mencerminkan bahwa dalam interaksi sosial, orang
akan saling belajar dan dapat saling menolong melalui saling berbagi perspektif individual.
Terakhir, factor perbedaan individual menggambarkan bagaimana latar belakang individu yang
unik dan kapasitas masing-masing berpengaruh dalam pembelajaran. Factor-factor ini membantu
menjelaskan mengapa individu mempelajari sesuatu yang berbeda, waktu yang berbeda, dan
dengan cara-cara yang berbeda pula.

Pembelajaran sejati lebih berdasar pada penjelajahan yang terbimbing dengan


pendampingan daripada sekedar transmisi pengetahuan. Pembelajaran memberikan kesempatan
dan pengalaman dalam proses pencarian informasi, menyelesaikan masalah, dan membuat
keputusan bagi kehidupan pembelajar sendiri. Kegiatan pembelajaran dimulai dari “apa yang
diketahui anak.” Orang tua/guru/tokoh masyarakat tidak dapat mengindoktrinasi gagasannya
supaya anak mengganti gagasan yang telah dimiliki. Arsitek pengubah gagasan anak adalah anak
sendiri sementara orangtua/guru/tokoh masyarakat berperan sebagai fasilitator dan penyedia
kondisi supaya proses belajar dapat berlangsung efektif. Melalui pembelajaran yang berpusat
pada anak yang berdasar pada filosofi kontruktivisme ini maka fungsi orang tua/guru/ tokoh
masyarakat berubah dari pengajar menjadi mitra pembelajaran (fasilitator).

Orang tua mampu memberikan teladan, mampu memberikan motivasi dan semangat belajar,
serta mampu mendorong dan menguatkan anak untuk terus menerus meningkatkan kualitas diri.
Belajar dari pengalaman dalam keluarga dapat diterapkan bagi semua anggota keluarga melalui
kehidupan sehari-hari. Misalnya, untuk memberikan kemampuan berdisiplin dan bertanggung
jawab, anggota keluarga dapat memilih sendiri pekerjaan rumah tangga yang menjadi tugas dan
tanggung jawabnya. Dalam pelaksanaan tugas tersebut anggota keluarga memonitor sendiri
pelaksanaannya serta mendapatkan umpan balik dari anggota keluarga yang lain. misalnya,
kakak memilih untuk tugas menyiram pot bunga maka ibu, bapak dan adik dapat memberikan
umpan balik atas kinerja kakak. Demikian juga untuk penanaman kebiasaan baik,
misalnya:kejujuran, kerja keras, suka menolong, dilakukan melalui keteladan nyata dan umpan
balik bersama seluruh anggota keluarga.
Remaja mengalami gejolak emosi karena perubahan berat dan tinggi badan yang
berpengaruh juga terhadap perkembangan psikisnya. Pada masa gejolak itu merupakan masa
sulit sehingga remaja memerlukan pengendalian diri yang kuat ketika berada di sekolah, di
rumah, di lingkungan masyarakat. Dalam keadaan seperti ini, remaja membutuhkan orang
dewasa untuk mengarahkan dirinya. Untuk itu, agar tidak terjurumus pada hal-hal negatif, remaja
harus mempunyai pendidikan karakter.

Pendidikan karakter sangat penting diberikan kepada remaja karena masa remaja adalah
masa-masa dimana seorang anak mudah sekali menerima pengaruh dari luar baik itu pengaruh
baik maupun pengaruh buruk. Jika pengaruh baik itu tidak ada masalah tetapi bagaimana dengan
pengaruh buruk? Untuk itulah dengan adanya pendidikan karakter dapat menekan pengaruh yang
tidak baik terhadap remaja yang datang dari luar lingkungan.
Dasar pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Jika seorang anak mendapatkan
pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya.
Namun, banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang
pendidikan karakter. Banyak orang tua gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya karena
kesibukan atau justru karena lebih mementingkan aspek kognitif saja.

Untuk itulah perlunya pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya, kebijakan


pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan belum lama ini
pentingnya pendidikan karakter menjadi perbincangan pusat di dalam dunia pendidikan. Ada
yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan
pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya, sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak
dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya, sejak usia dini, sebagian besar anak-
anak akan merasa bodoh karena kesulitan dalam menyesuaikan dengan kurikulum yang ada.
Ditambah dengan adanya sistem rangking yang telah mengecap anak-anak yang tidak masuk
dalam peringkat 10 besar sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti ini tentunya dapat
membunuh rasa percaya diri seorang anak yang akan berdampak tidak baik terhadap
perkembangan karakter anak.
Rasa percaya diri yang muncul pada anak akan membuat anak mengalami stress yang
berkelanjutan. Pada usia remaja, biasanya keadaan ini akan mendorong untuk berperilaku
negative. Maka, tidak heran kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat
kriminalitas, membolos, putus sekolah yang kemudian itu semua telah membuat menurunnya
mutu lulusan SMP dan SMA. Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti lebih adalah sesuatu
yang penting untuk dilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP,
dan SMA, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia.

Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, sebaiknya seorang remaja di bangun agar
mempunyai rasa percaya diri yang baik dan kuat. Rasa percaya diri ini dapat membuat anak
dapat mengembangkan potensi/bakat yang dimilikinya secara optimal.seperti kita ketahui, setiap
orang di dunia ini diberikan anugrah oleh Tuhan memiliki kelebihan masing-masing. Kelebihan
tersebut hendaknya kita kembangkan agar nantinya kelebihan yang dimiliki oleh remaja dapat
bermanfaat bagi orang lain. Disinilah seharusnya seorang guru jeli untuk membuat peserta didik
atau remaja agar memiliki rasa percaya diri agar dapat memunculkan potensi dan bakat yang ada
dalam diri peserta didik tersebut.

Salah satu jalan untuk membangun karakter pada remaja adalah dengan cara memunculkan
kemampuan kerja sama diantara mereka. Dengan mempunyai sikap kerja sama seorang remaja
dapat mencapai keberhasilan dalam belajar, baim di sekolah ataupun nantinya setelah lulus.
Menjalin kemampuan kerja sama antara remaja dan orang lain ini dapat di terapkan oleh guru
melalui proses pembelajaran yang di dalamnya membentuk sebuah kelompok diskusi, kelompok
belajar dan lain sebagainya.

Pendidikan karakter ini dapat membentuk remaja menjadi berprestasi. Di dalam pendidikan,
mereka diajarkan nilai religius yang menguraikan kebaikan agar remaja tumbuh sebagai manusia
yang peka terhadap lingkungan sosial. Di samping itu, mereka diajarkan juga nilai toleransi dan
nilai cinta damai atau nilai-nilai kemanusiaan yang membentuk remaja mempunyai sifat
pengasih, berbudi pekerti, dan cinta damai. Dalam pendidikan karakter itu mereka diajarkan juga
nilai suka bekerja keras, kreatif, mandiri, dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi yang dapat
menjadikan remaja sebagai orang yang berprestasi. Nilai positif dalam pendidikan karakter dapat
membentuk remaja yang unggul. Remaja yang memiliki karakter kuat akan tumbuh sebagai
remaja yang unggul dan dibanggakan karena sehat secara fisik, stabil dalam emosi, dan
intelektualnya yang berkembang baik.

Seperti kita ketahui bersama, apa yang telah terjadi pada moral remaja Indonesia. Disana-
sini terjadi berbagai kasus yang menyimpang dari nilai-nilai moral yang ada pada masyarakat
kita. Misalya saja yang terjadi di kalangan remaja yaitu pergaulan bebas, tawuran,
penyalahgunaan narkoba, kekerasan diantara remaja, kebut-kebutan di jalan dan lain sebagainya.
Hal tersebut memperlihatkan betapa sudah semakin buruknya moral para remaja. Jika semua
bentuk kenakalan tersebut terus terjadi di negara kita ini, bagaimanakah nasib mereka di masa
depan? Bukankah remaja adalah salah satu aset yang dimiliki oleh bangsa untuk memajukan
bangsa di masa mendatang? Dari kasus-kasus yang terjadi tersebut menandakan betapa
pentingnya perbaikan terhadap karakter dan kepribadian para remaja. Salah satu hal yang bisa
dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan karakter untuk para remaja.

Pendidikan karakter sangat penting diberikan kepada remaja karena masa remaja adalah
masa-masa dimana seorang anak mudah sekali menerima pengaruh dari luar baik itu pengaruh
baik maupun pengaruh buruk. Jika pengaruh baik itu tidak ada masalah tetapi bagaimana dengan
pengaruh buruk? Untuk itulah dengan adanya pendidikan karakter dapat menekan pengaruh yang
tidak baik terhadap remaja yang datang dari luar lingkungan.

Pendidikan karakter memiliki fungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang
multikultur; (3) meningkatkan peadaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

Dalam arah dan kebijakan serta prioritas pendidikan karakter ditegaskan bahwa
pendidikan karakter sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pencapaian visi
pembangunan nasional. Berkaitan dengan semakin mendesaknya implementasi pendidikan
karakter di Indonesia, Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Pendidikan Nasional dalam publikasinya berjudul Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter
(2011) menyatakan bahwa pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh
iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan pancasila.

Pendidikan karakter merupakan sesuatu yang sangat penting dan harus dipahami serta
dipraktekkan secara menyeluruh. Pembentukan karakter yang pada umumnya terjadi pada masa
anak-anak, mendorong para orangtua untuk bersikap serius dalam masalah ini. Orangtua harus
memberikan pendidikan yang baik dalam rangka membentuk karakter anak. Sehingga
diharapkan lahir generasi penerus bangsa yang memiliki karakter kuat dalam rangka memajukan
bangsa dan negara.

Hal yang sama juga harus dilakukan para pendidik baik di sekolah (guru), di Perguruan
Tinggi, atau dimanapun berada, yang merupakan orangtua kedua bagi anak. Budaya yang baik di
lingkngan tempat belajar harus dibangun dan diaplikasikan oleh semua pihak, agar tercipta
manusia-manusia yang berkarakter di masa mendatang.

Berdasarkan kondisi bangsa sekarang ini, maka pendidikan karakter sangat penting
diterapkan kepada generasi penerus bangsa agar tercapainya pembangunan nasional serta
membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila terutama membentuk remaja-
remaja Jambi menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya guna.

Anda mungkin juga menyukai