Anda di halaman 1dari 21

Kritik Filsafat Terhadap Konsep dan Konteks Problematika

Pendidikan Islam di Indonesia

Muhammad Hila Azka & Muhammad Zul Hazmi

madilazkar@gmail.com & azmisaaa@gmail.com

Program Magister Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin dan Humaniora

UIN Walisongo Semarang

Tahun 2023

Abstrak

Di era milenial seperti saat ini pendidikan menempati posisi yang sangat
penting dalam perkembangan manusia. Akan tetapi kualitas Pendidikan di
Indonesia masih tertinggal jauh diantara negara-negara sekitarnya Disamping
rendahnya kualitas Pendidikan siswa di Indonesia, ternyata dalam perilaku sehari-
hari, khususnya dalam aspek toleransi bahwa Indonesia masih memiliki
kekhawatiran yang cukup besar terhadap pemikiran ataupun tindak intoleran yang
ada di lingkungan sekolah. Pendidikan keislaman juga tidak lebih memprihatinkan
dari sekolah umum lainnya. Pendidikan memiliki peranan penting dalam
membangun bangsa, terkhusus dalam menyelesaikan persoalan-persoalan terkini,
kemisikinan, budaya korupsi, kerusakan lingkungan, dampak Artivicial Intelegent
(AI) terhadap masa depan bangsa. Makalah ini untuk mengkaji, meneliti dan
membahas secara lebih dalam terkait dengan problematika Pendidikan di
Indonesia, serta memberikan solusi dan upaya dalam menyelesaikan persoalan-
persoalan tersebut.

Kata Kunci: Problematika, Pendidikan, Indonesia


Abstract

In the current millennial era, education occupies a very important position


in human development. However, the quality of education in Indonesia is still far
behind among surrounding countries. Apart from the low quality of student
education in Indonesia, it turns out that in daily behavior, especially in the aspect
of tolerance, Indonesia still has quite big concerns about intolerant thoughts or
actions in the environment. school. Islamic education is also no more worrying than
other public schools. Education has an important role in building the nation,
especially in solving current problems, poverty, a culture of corruption,
environmental damage, the impact of Artificial Intelligence (AI) on the nation's
future. This paper is to study, research and discuss in more depth the problems of
education in Indonesia, as well as provide solutions and efforts to resolve these
problems.

Keywords: Problems, Education, Indonesia

PENDAHULUAN

Pendidikan memiliki peranan penting dalam memajukan suatu bangsa.


Pendidikan menjadi gerbang awal dalam pembentukan sistem yang baik dalam
kehidupan masyarakat, terkhusus dalam hal ini mewujudkan cita-cita setiap bangsa.
Pendidikan diharapkan dapat memberikan solusi atas permasalahan terkini dan
yang akan datang. Lebih dari pada itu Pendidikan juga berperan penting dalam
upaya mewujudkan keadailan sosial, kedamaian sejati dan kebebasan.

Setelah berakhirnya perang dunia pertama dan kedua, salah satu organisasi
terbesar antar bangsa, yaitu Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mencari rumus baru
dalam menghindari kelanjutan perang dan memajukan dunia. Menurut PBB, bahwa
pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan komunikasi merupakan ‘the
weapon of peace’ abad 21.1 Sehingga di era saat ini, setiap bangsa meyakini bahwa
untuk memajukan suatu bangsa diperlukan Pendidikan yang memadai.

Di Indonesia sendiri Pendidikan menjadi focus point dalam pembangunan


bangsa. hal ini terbukti dari adanya perhatian yang ditunjukan oleh tokoh-tokoh
terdahulu, Soekarno, Sultan Syahir, Muhammad Yamin, Agus Salim dan tokoh
penting lainnya menjadikan Pendidikan sebagai elemen penting yang harus
diperhatikan dan dirasakan oleh setiap warga negara. Hal ini sesuai dengan apa
yang tertuang didalam UUD 1945. Dalam pasal 31 UUD 1945 disebutkan bahwa:

1. Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.


2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional, yang diatur dengan undang-undang.

Dalam menjalankan pasal 31 UUD 1945, pemerintah terus berusaha


memberikan inovasi dan perhatian terhadap Pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari
sistem Pendidikan yang terus dibangun. Dalam rentang waktu lebih dari 70 tahun,
sistem Pendidikan yang ada di Indonesia telah mengalami lebih dari 10 kali
pergantian sistem. Meskipun begitu tentu dalam hal ini tidak terlepas warna politik,
ekonomi, sosial hingga kebudayaan sekitar.

Di era milenial seperti saat ini pendidikan menempati posisi yang sangat
penting dalam perkembangan manusia.2 Akan tetapi kualitas Pendidikan di
Indonesia masih tertinggal jauh diantara negara-negara sekitarnya. Tercatat melalui
data yang dihimpun oleh OECD dalam program PISA3 pada tahun 2018 bahwa
Indonesia menempati posisi 74 dari 79 negara yang mengikuti survey tersebut, alias
peringkat keenam dari bawah. Kemampuan membaca siswa Indonesia di skor 371
berada di posisi 74, kemampuan Matematika mendapat 379 berada di posisi 73, dan

1
Jerome Binde. 2001.Keys to The 21st Century, New York, Unisco, p.ix
2
Sarica, Gulcin Nagehan, and Nadire Cavus. 2009. “New Trends in 21st Century English Learning.”
Procedia - Social and Behavioral Sciences 1 (1): 439–45
3
PISA (Programme for International Student Assessment) adalah salah satu program yang dilakukan
oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) yang berfokus dalam
menghitung dan mengevaluasi kemampuan sautu negara dalam menghadapi tantangan dikemudian
hari. Dalam hal ini Lembaga survey tersebut menghitung dari kemampuan murid mulai dari usia 15
tahun dalam kemampuan membaca, matematika dan sains.
kemampuan sains dengan skor 396 berada di posisi 71.4 Hal ini menunjukkan
bahwa kualitas Pendidikan Indonesia masih sangat jauh tertinggal dengan negara-
negara lainnya, baik itu dalam bidang membaca, matematika ataupun sains.

Disamping rendahnya kualitas Pendidikan siswa di Indonesia, ternyata


dalam perilaku sehari-hari, khususnya dalam aspek toleransi bahwa Indonesia
masih memiliki kekhawatiran yang cukup besar terhadap pemikiran ataupun tindak
intoleran yang ada di lingkungan sekolah. Survei toleransi pelajar Indonesia yang
dilakukan oleh Setara Institute pada 2016 menyimpulkan bahwa 35,7% siswa
memiliki paham intoleran yang baru dalam tataran pemikiran, 2,4% persen sudah
menunjukkan sikap intoleran dalam tindakan dan perkataan dan 0,3% berpotensi
menjadi teroris. Survei ini dilakukan atas 760 responden yang sedang menempuh
pendidikan SMA Negeri di Jakarta dan Bandung, Jawa Barat.5

Bagaimana Pendidikan yang dinaungi oleh lembagai keislaman?


Bagaimana Pendidikan yang mereka gagas dalam upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa? dalam hal ini kekhawatiran akan Pendidikan keislaman juga tidak lebih
memprihatinkan dari sekolah umum lainnya. Bahkan tercatat bahwa Pendidikan
yang diajarkan di beberapa sekolah keislaman sejalan dengan pemikiran dan
perilaku intoleran yang tumbuh subur dilingkungan tersebut. Radikalisme dan
intoleransi sudah ditanamkan dari pendidikan usia dini (PAUD), sebagai contoh
diplesetkan lagu Tepuk Anak Soleh, Tantang Islam Yess Kafir No yang
mengakibatkan banyak anak usia dini tidak mau berkawan dengan teman seusia
yang beda agama karena dianggap kafir.6

4
Lihat dalam Medkom.id: Skor PISA Indonesia, Nadiem: Jangan Ekspektasi Tinggi,
https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/aNrxlwak-skor-pisa-indonesia-nadiem-
jangan-ekspektasi-
tinggi#:~:text=Hasil%20survei%20PISA%202018%20menempatkan,396%20berada%20di%20po
sisi%2071. Diakses pada 29 September 2023, pada pukul 15.12.
5
Lihat dalam The Conversation: Radikalisme di Sekolah Swasta Islam: Tiga Tipe Sekolah yang
Rentan, https://theconversation.com/radikalisme-di-sekolah-swasta-islam-tiga-tipe-sekolah-yang-
rentan-96722. Diakses pada 29 September 2023, pada pukul 15.24.
6
Lihat dalam Berita Satu: Radikalisme Masuk Kesokalah, Bahkan dari PAUD.
https://www.beritasatu.com/nasional/710489/ken-setiawan-radikalisme-masuk-ke-sekolah-bahkan-
dari-paud diakses pada 29 September 2023, pada pukul 15.19.
Ternyata kekhawatiran yang mewarnai dunia Pendidikan islam di
lingkungan sekolah tidak hanya bersumber dari bibit pengajarannya saja, melainkan
perilaku tenaga pendidik juga sering mengotori dinamika Pendidikan islam.
Terdapat beberapa Lembaga Pendidikan yang terbukti secara fakta dan data
melakukan Tindakan asusila terhadap peserta didiknya. Seperti kasus asusila yang
dilakukan pimpinan pondok pesantren di Nusa Tenggara Barat terhadap 41
santriwati,7 kasus asusila yang dilakukan pengasuh pondok pesanteren di Jombang,8
dan berbagai macam kasus yang terjadi di Lembaga Pendidikan islam lainnya.

Pendidikan memiliki peranan penting dalam membangun bangsa, terkhusus


dalam menyelesaikan persoalan-persoalan terkini, kemisikinan, budaya korupsi,
kerusakan lingkungan, dampak Artivicial Intelegent (AI) terhadap masa depan
bangsa, bahaya narkoba, pengangguran dan berbagai permasalah penting lainnya
yang belum dapat diselesaikan dengan baik oleh Pendidikan.

Di Indonesia sendiri permasalahan yang menghambat kemajuan bangsa


dalam Pendidikan sangatlah beraneka ragam, mulai dari merosotnya mutu
Pendidikan formal, rendahnya IQ siswa, kurangnya kompetensi guru, tingginya
angka korupsi dalam bidang Pendidikan, kesenjangan antara Pendidikan sekolah
dikota dan daerah, fasiltas dan infrastuktur yang tidak memadai dan berbagai
persoalan penting lainnya.

Indicator-indikator diatas menunjukkan bahwa sistem Pendidikan yang


digagas oleh pemerintah tidak berjalan dengan baik sehingga apa yang dicita-
citakan oleh UUD 1945 belum berhasil secara maksimal. Maka muncullah
pertanyaan, apa yang salah dalam Pendidikan kita? Kenapa bangsa-bangsa lain
seperti halnya singapura, korea dan china bisa lebih baik Pendidikan dan kemajuan

7
Lihat dalam Tvonesnews.com: Kasus Asusila Berujung Pembekuan Pondok Pesantren di NTB,
https://www.tvonenews.com/channel/news/124100-kasus-asusila-berujung-pembekuan-pondok-
pesantren-di-ntb. diakses pada 1 oktober, pada pukul 14.40
8
Lihat dalam Kompas.id: Terdakwa Asusila Santriwati di Jombang Dihukum Tujuh Tahun Penjara,
https://www.kompas.id/baca/nusantara/2022/11/17/terdakwa-asusila-santriwati-di-jombang-
dihukum-tujuh-tahun-penjara, diakses pada 1 oktober 2023, pada pukul 14.42
bangsanya dari pada bangsa kita? sisi mana yang harus dibenah untuk
mengwujudkan cita-cita bangsa dalam mukadimah UUD 1945?

Untuk itu perlu kiranya membahas persoalan Pendidikan di Indonesia ini


dalam menanamkan semangat kritis analisis yang akan melahirkan gagasan baru
yang menjadi alat intelektual yang sangat penting bagi ilmu lain. Singkatnya
peninjauan dalam sudut pandang filsafat sangat perlu dilakukan untuk merumuskan
ideologi Pendidikan baru.

Melihat beberapa pemaparan diatas, penulis tertarik untuk mengkaji,


meneliti dan membahas secara lebih dalam terkait dengan problematika Pendidikan
di Indonesia, serta memberikan solusi dan upaya dalam menyelesaikan persoalan-
persoalan tersebut. Kami berharap tulisan ini dapat memberikan sedikit gambaran
terkait dengan kondisi Pendidikan Indonesia saat ini serta bagaimana solusi yang
bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia.

PENDIDIKAN ISLAM DALAM TINJAUAN ONTOLOGI,


EPISTIMOLOGI DAN AKSIOLOGI
Untuk mengetahui pandangan ontology terhadap Pendidikan islam perlu
kiranya kita mengetahui esensi dan eksitensi manusia sebagai bahan lahan di dalam
proses pendidikan, apa dan untuk apa kehadirannya di dunia. Dengan diketahuinya
esensi dan eksistensi manusia, maka secara otomatis akan dapat dipahami dan
ditemukan pandangan ontologi terhadap pendidikan Islam itu. Dari kajian dan
informasi yang ada, manusia dicip-takan tidak dengan main-main dan tidak pula
secara kebetulan, melainkan ia (manusia) diciptakan oleh Allah (penciptanya) dan
diserahi tanggung jawab besar yang disebut amanah. Amanah tersebut adalah
fungsi tran-sendensi diri manusia yang terefleksikan pada pribadinya dalam
menapaki perjalanan hidupnya, yaitu sebagai hamba Allah (abdullah) dan sebagai
wakil Allah (kholifatullah) dalam mengatur, mengelola, dan memakmurkan bumi
ini.

Selanjutnya dalam memproses esensi dan eksistensi manusia itu,


pendidikan Islam berusaha menyadarkan subjek didik (manusia) akan fungsi
keberadaan dirinya di dalam tatanan hidup di dunia, baik dirinya sebagai pribadi,
anggota sosial, bagian dari semesta, maupun sebagai ciptaan Tuhan. Dengan
kesadaran itu diharapkan subjek didik menjadi pribadi yang mampu berinteraksi,
mampu menyesuaikan diri dan berbuat yang bermanfaat seta mampu menempatkan
diri sebagai hamba Allah dan mampu pula mengatur, mengelola dan memakmurkan
bumi in sebagai wakil Allah di bumi (kholifatullah fil ardli).

Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendidikan Islam memiliki


perhatian dan kepedulian yang sangat besar terhadap upaya mengembang-
tumbuhkan subjek didik. Hal in sejalan dengan pandangan filsafat pro-gresivisme
yang member kebebasan dan kemerdekaan kepada subjek kepada subjek didik
sehingga mampu berinisiatif, percaya diri serta dapat mengembangkan watak dan
bakat terpendam yang ada didalam dirinya.9

Hal in sejalan dengan pandangan filsafat esensialis yang beranggapan


bahwa ontologi pendidikan adalah pemeliharaan nilai-nilai pokok yang bersifat
konstan danjelas yang dapat dianggap mendatangkan kestabilan.10 Nilai pokok
yang dimaksud adalah nilai-nilai lama yang telah ada semenjak peradaban manusia,
yang telah teruji dan banyak berbuat kebaikan untuk kepentingan umum manusia.11
Nilai-nilai yang ditransformasikan dan dinternalisasikan dalam pendidikan Islam
adalah semua nilai llahiah dan nilai insaniah. Nilai Ilahiah bersumber pada ayat-
ayat Allah, baik yang tertulis (tanziliah) maupun yang tidak tertulis (kauniah), dan
sifat-sifat Allah yang terdapat dalam asmaul husna. Nama-nama itu terpatri
menyatu dengan potensi dasar (fitrah) manusia, dan juga daya cipta, rasa, dan karsa
manusia yang timbul untuk memenuhi kebutuhan dirinya, baik kebutuhan jasmani
maupun kebutuhan rohani. Nilai-nilai yang ada dalam pendidikan Islam, di samping
menjadi rujukan dalam merumuskan tujuan pendidikan, juga menjadi acuan dalam
sistem, strategi, dan teknologi pendidikan yang mencakup pendidik, subjek didik,
kurikulum, metode, dan media pendi- dikan.

9
H. B Hamdani, Filsafat Pendidikan. (Yogyakarta: Kota Kembang, 1990) hal. 152
10
I Bernabib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode (Yogyakarta: Andi Ofset, 1988), hal. 38
11 11
H. B Hamdani, Filsafat Pendidikan, hal 116.
Dalam tinjauan epistimologi Pendidikan islam ialah proses pembentukan
tingkah laku individu terhadap kehidupan pribadi, Masyarakat, dan lingkungan
sekitarnya, dengan melalui pengajaran sebagai bentuk aktivitas basic dan guna
untuk profesi asasi dalam Masyarakat.12 Dalam pengertian lain dijelaskan bahwa
pendidikan islam merupakan pembentukan pribadi muslim, atau pembentukan
sikap dan tingkah laku yang sesui dengan ajaran islam.13 Pada dasarnya Pendidikan
itu bertujuan untuk membentuk pribadi muslim secara utuh (kaffah), dan
mengembangkan potensi manusia yang baik berbentuk jasmani ataupun Rohani.14

Implikasi lebih lanjut proses transformasi dan internalisasi nilai-nilai dalam


pendidikan Islam adalah mampu melahirkan keluaran (out put) pendidikan yang
berkualitas, baik kualitas iman (moral) maupun kualitas ilmu (intelektual) dan amal
(profesional) sehingga mampu melaksanakan fungsi transendentalnya di dalam
kehidupan keseharian, baik sebagai hamba Alah (abdullah) maupun sebagaiwakil
Alah (Kholifatullah)di muka bumi ini. Dengan man (nilai-nilai religius-moralitas)
yang dimili- kinya, manusia akan mampu melaksanakan fungsinya sebagai
abdullah, dan dengan ilmu dan amal (nilai-nilai logik, etik, dan estetik) yang
dimilikinya, ia akan mampu melaksanakanfungsinya sebagai kholifatullah fil ardli,
dalam mengolah, memelihara, dan memakmurkan bumi ini untuk menyejahterakan
manusia sendiri.

Kemampuan untuk menjadi abdullah dan kholifatullah sebagai tujuan akhir


pendidikan Islam, kiranya dapat mempertemukan dua kutub yang selama in
terkesan dikotomik-polemistik, yaitu antara pendidikan agama versus pendidikan
umum, ilmu aqliah versus ilmu nagliah, ilmu agama versus ilmu umum, dunia
versus akhirat, tradisional versus modern, anthroposentrisme versus
theoposentrisme, membangun dunia surga di akhirat versus membangun akhirat di
dunia, yang kesemuanya ini meng- hendaki keseimbangan (equilibrium). Antara

12
Omar Mohammad At-toumy, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang 1979, hal. 399
13
Zakiah Dradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, hal 28
14
Hasan Baharun, Pengembangan Kurikulum : Teori Dan Praktik (Konsep, Prinsip, Model,
Pendekatan Dan Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum PAI), Yogyakarta: Cantrik Pustaka,
2017, hal 88
keduanya sebenarnya meru- pakan satu kesatuan yang terpadu sehingga tidak
menimbulkan kepribadian yang pecah (splir ofpersonality) sebagaimana yang ada
dan terjadi selama

Dalam kegiatan pendidikan islam itu dilaksanakan dengan sistematis dan


terencana untuk mengembangkan kemampuan anak didik yang berlandaskan pada
kaidah-kaidah agama islam. Dan bertujuan untuk mencapai keseimbangan
pertumbuhan individu manusia dengan menyeluruh yang memlalui pelatihan
kejiwaan, akal, pikiran, kecerdasam serta perasaan panca indra yang dimilikinya.
Adapun tujuan akhirnya yaitu pembentukan tingkah laku Islami dan kepasrahan
terhadap Allah yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis.15

Adanya pendidikan islam yang berpijak pada Aqidah dan keyakinan tauhid
di tengah-tengah khidupan Masyarakat yang sudah tertanam Aqidah dan keyakinan
pagaganisme, majusianisme, nashranianisme dan yahudianisme ini menarik untuk
ditelaah, tidak hanya karena pendidikan islam telah mampu mengeluarkan
Masyarakat dari keterpurukannya selama berates-ratus tahun, akan tetapi lebih
penting jika digali mengenai eksistensi pendidikan islam yang bertauhidan, baik
dalam segi institusional, materi, metodologis, kurikulum atau epistemologinya.16

Pendidikan islam merupakan suatu proses mempersiapkan genersi penerus


untuk mengisi peranan, pengetahuan dan nilai-nilai islam yang dihubungkan
dengan fungsi manusia untuk melakukan beramal di dunia dan memetik hasilnya di
akhirat. Dalam pengertian di atas adalah suatu proses pembentukan individu yang
berdasarkan ajaran islam yang melalui wahyu Allah kepada Nabi Muhammad
dengan proses dimana individu dibentuk supaya dapat mencapai derajat yang
tinggi, sehingga dapat menunaikan tugasnya sebagai penerus di bumi ini, dalam
kerangka lebih lanjut yaitu untuk mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.17

15
2Fathul Jannah, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional, Jurnal Dinamika Ilmu,
Vol. 13. No. 2, Desember 2013, hal 164
16
M. Hasyim Syamhudi, Pendidikan Agama Islam Zaman Mekah Awal (Di antara Dua Peradaban
Jahiliyah Dan Romawi/Persi), Jurnal at-turas Vol. 3 No. 1, Januari-Juni 2016, hal 91
17
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1980,
hal 94
Beberapa konsep pendidikan Islam diantaranya ialah tarbiyah, ta’lim,
ta’dib. menurut kamus bahasa arab lafadz At-Tarbiyah berasal dari tiga kata yaitu
yang pertama raba-yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh, kedua rabiya-
yarba kata ini mengikuti wazan khafiyayakhfa yang berarti menjadi besar, ketiga
rabba-yarubbu merupakan kata yang mengikuti wazan madda-yamuddu yang
artinya memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, dan memelihara.
Kata tarbiyah merupakan mashdar dari rabba-yurabbiy-tarbiyatan dengan
mengikuti wazan fa’ala-yaf’ilu-taf’ilan. Kata ini ditemukan dalam Al-qur’an surah
al-isra’ ayat 24 yang artinya “dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : wahai tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku waktu kecil”. Dari ketiga
asal kata tersebut dapat disimpulkan bahwa tarbiyah memiliki empat unsur yaitu :
menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh, mengembangkan seluruh
potensi dan kesiapan yang bermacammacam, mengarahkan seluruh fitrah dan
potensi anak menuju kepada kebaikan dan kesempurnaan yang layak baginya,
proses ini dilaksanakn secara bertahap.18

Ta’lim merupakan sebuah proses pemberian pengetahuan, pemahaman,


pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah, sehingga terjadi penyucian
atau pembersihan diri manusia dari segala kotoran yang menjadikan diri manusia
itu berada dalam suatu kondisi yang bisa memungkinkan untuk menerima al-
hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat dan yang tidak diketahuinya.19

Pada zaman klasik orang hanya mengenal istilah ta’dib untuk mrnunjukkan
kegiatan pendidikan. Pengertian ini terus dipakai sepanjang masa kejayaan Islam,
hingga semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh akal manusia pada masa itu
disebut adab, baik yang berhubungan langsung dengan Islam maupun tidak.
Seorang pendidik pada masa itu disebut mu’addib. Ta’dib merupakan sebuah
pengenalan dan pengakuan yang terjadi secara berangsur-angsur ditanamkan

18
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, hal 23
19
Abdul Fatah Jalal, Min Al-ushul At-tarbawiyyah fi Al-Islam, Mesir: Dar Al-kutub Al-
Mishriyyah, 1977, hal 17
kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam
tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan
pengakuan kekuasaan dan keagungan tuhan di dalam tatanan wujud dan
keberadaannya.20

Sumber dari sistem Islami adalah Qur’an dan Sunah Rasul saw. Maka
Pendidikan Islam pun harus bersumber pada Al-Quran dan Sunah Rasul saw.
Kedudukan Al-Quran sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami dari
ayat Al-Qur’an itu sendiri. Sumber yang kedua, yaitu As-Sunnah. Amalan yang
dikerjakan oleh Rasulullah saw dalam proses perubahan hidup sehari-hari, menjadi
sumber utama pula dalam pendidikan Islam karena Allah telah menjadikan
Muhammad sebagai teladan bagi umatnya.21

Ada beberapa nilai fundamental dalam sumber pokok ajaran Islam yang
harus dijadikan dasar bagi pendidikan Islam, yaitu: (1) Aqidah (2) Akhlak (3)
Penghargaan kepada akal (4) Kemanusiaan (5) Keseimbangan (6) Rahmat bagi
seluruh alam (Rahmatan lil’alamin). Pendidikan Islam dalam perencanaan,
perumusan, dan pelaksanaannya pada pembentukan pribadi yang berakidah Islam,
berakhlak mulia, berpikiran bebas, untuk mengarahkan dan mengembangkan
potensi manusia secara terpadu tanpa ada pemisahan. Seperti aspek jasmani dan
rohani, akal dan hati, individu dan sosial, duniawiah dan ukhrawiahnya.22

Pada tujuanya, pendidikan Islam adalah untuk menjadikan manusia sebagai


‘abdi Allah atau hamba Allah. Pendidikan seharusnya bertujuan menciptakan
pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total manusia yakni dengan berbagai
latihan spiritual, intelektual, rasional, perasan bahkan kepekaan tubuh manusia.
Oleh karena itu, pendidikan semacam ini memerlukan suatu usaha dan pemikiran
yang keras dan serius dalam upaya mewujudkan cita-citanya.23 Karenanya,

20
Op.Cit, hal 26
21
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, hal 55
22
Abidin Ibn Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1998, hal 132-133
23
Hasan Baharun, ‘Pendidikan Anak Dalam Keluarga; Telaah Epistemologis’, Pedagogik, 3.2, 2016,
hal 96–107
pendidikan seharusnya menyediakan jalan bagi pertumbuhan potensi manusia
dalam segala aspek; spiritual, intelektual, imajinatif, fisikal, ilmiah, linguistik, dan
lain-lain.) baik secara individual, masyarakat dan manusia pada umumnya.24

PROBLEMATIKA KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA DALAM


TINJAUAN ETIKA FILSAFAT

1. Kualitas Tenaga Pendidik


Kualifikasi tenaga pendidik yang ada di Indonesia juga tergantung
dari institusi Pendidikan guru. Berdasarkan jenis Pendidikan, maka secara
umum tenaga pengajar di Indonesia terbagi kedalam dua bagian, yaitu
Pendidikan umum dan Pendidikan agama. Pendidikan umum dinaungi oleh
dua Lembaga kementrian, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) dan Kementerian Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi
(Kemenristek Dikti). Sedangkan Pendidikan agama dinaungi oleh
Kementrian Agama (Kemenag).
Menurut Ibnu Jama’ah berpendapat bahwa guru ideal dalam Islam
adalah guru yang menghiasi dirinya dengan akhlak mulia. Sifat-sifat rendah
hati, khusyuk, tawadhu’, dan berserah diri kepada Allah. Selain itu, guru
harus berkepribadian agamis, yakni memiliki tingkah laku sesuai dengan
tuntutan Rasul berdasarkan al-Quran dan Hadis.25 Adapun menurut Ibnu
Khaldun, guru ideal seharusnya mendidik dan melatih peserta didik secara
sistematis dengan disesuaikan kapasitas mereka. Kemudian menumbuhkan
kreativitas berpikir siswa dengan pembelajaran yang komprehensif, yaitu
sebelum peserta didik paham, guru tidak berpindah ke materi lain. Seorang
guru juga harus membiasakan diskusi dan tukar pikiran dengan peserta
didik, membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan
pemahaman materi yang baik.26 Dan menurut Al-Ghazali seorang guru

24
Ali Ashrof, Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993, hal 2
25
Abd al-Amir Syams al-Din, al-Mazhab al-Tarbawi ‘in Ibnu Jama’ah, (Beirut: Dar al-Iqra, 1404
H/1984 M), 23.
26
Abd al-Amir Syams al-Din, al-Fikr al-Tarbawy in Ibnu Khaldun wa Ibnu al-Azraq, cet ke-1,
(Beirut: Dar al-Iqra, 1413 H/1993 M), 87-89.
harus bertaggung jawab pada pelajaran yang diajarinya dan membuka jalan
yang seluas-luasnya untuk mempelajari bidang studi lain, maka harus
menjaga kemajuan murid secara bertahap.27

Jika kita meninjau secara langsung mutu dari tenaga pendidik di


Indonesia, maka kita akan menemukan suatu kondisi sosial yang sangat
memprihatinkan. Ditinjau dari kualisifikasi akademik, mutu guru indonesia
masih sangat rendah. Data penelitian dari pusat informasi data Balitbang
Depdiknas menunjukkan bahwa guru SD yang layak mengajar baru 38 %
atau baru 442.310 dari 1.141.168 orang sekolah dasar.28 Data ini
menunjukkan bahwa kualitas tenaga pengajar kita masih sangat jauh
dibawah standar yang ada, sehingga tidaklah mengherankan bahwa kualitas
murid yang dihasilkan tidak bisa mendapati hasil yang maksimal.
Dalam upaya meningkatkan kualitas Pendidikan, seorang tenaga pendidik
harus mampu mengingkatkan profesional dan pengatahuannya secara
mandiri. Tenaga pendidik memiliki peranan penting dalam mendidik,
mengajar dan melatih. Artinya seorang guru berkewajiban dalam
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, ilmu pengetahuan,
teknologi dan keterampilan- keterampilan pada peserta didik.
2. Kualitas Mutu dan Relevansi Pendidikan
Masalah mutu Pendidikan Indonesia adalah bagaimana system
Pendidikan yang diajarakan disekolah mampu menghasilkan peserta didik
yang mampu terjun ke lapangan kerja secara langsung (tidak melanjutkan
sekolah) dan memberikan bekal yang kuat dalam melanjutkan Pendidikan
ke perguruan tinggi sederajat (untuk meraka yang ingin lanjut).
Secara kuantitatif Pendidikan di Indonesia telah mengalami kemjuan yang
cukup lebih baik. Indicator kemajuan ini dapat terlihat dari angka

Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, (ttp: Masyadul Husaini, t.t.), Juz I, 46.


27
28
Andriani, D. e. (2000). Mutu Guru dan Implikasinya terhadap mutu pendidikan. Jurnal
Manajemen pendidikan No. 1 Th V April, 55.
kemampuan baca tulis masyarakat yang mencapai 67, 24%.29 Sedangkan
dari segi kualitas minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah, hal
ini dapat dilihat dari data yang dikeluarkan oleh UNESCO (The United
Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) dan
Kemenkominfo (Kementrian Komunikasi dan Informatika) bahwa minat
baca masyarakat Indonesia hanya berada diangka 0,001% saja.30
Banyak lulusan sekolah umum ataupun agama yang terkesan tidak
mampu mengembangkan kretivitasnya dalam kehidupan mereka. Sehingga
banyak lulusan sekolah yang tidak mampu bersaing dan memenuhi
kebutuhan industry karena tidak hanya lemah didalam teori akan tetapi juga
lemah dalam praktek. Salah satu factor yang mengakibatkan hal ini bisa
terjadi adalah kurikulum yang diajarkan disekolah di Indonesia terlalu
kompleks jika dibandingkan dengan kurikulum di negara maju. Sehingga
hal ini memberikan dampak beban yang terlalu berat bagi guru dan murid
dalam menguasai banyak materi tertentu yang ditergetkan. Lebih jauh
materi yang kompleks tersebut akan memberikan dampak dalam
ketidakpahaman siswa dalam materi yang diajarkan.
Sumber daya manusia yang diperlukan dalam pasar kerja saat ini
adalah mereka yang mampu mencari solusi masalah berdasarkan konsep
ilmiyah, memiliki keterampilan team work, mempelajari bagaimana belajar
yang efektif, berorientasi pada peningkatan yang terus menerus dan tidak
dibatas oleh target tertentu. Saat ini banyak lembaga industri (BUMN,
Swasta dan Pemerintah) menetukan standart tertentu terhadap lulusan
pendidikan formal untuk bekerja di lembaga-lembaga tersebut. Penguasaan
bahasa asing, keterampilan komputer dan pengalaman kerja merupakan
persyaratan utama yang diminta. Sementara ijazah yang diperoleh selama

29
Afifah, N. (2017). Problematika pendidikan di Indonesia. Elementary: Jurnal Iilmiah Pendidikan
Dasar, 1(1). 42
30
Lihat dalam DETIK EDU: Minat Baca Masyarakat Indonesia hanya 0,001 Persen, ini Kata Dosen
UNESA. https://www.detik.com/edu/edutainment/d-6869994/minat-baca-buku-masyarakat-
indonesia-hanya-0001-persen-ini-kata-dosen-
unesa#:~:text=UNESCO%20dan%20Kemenkominfo%20menjelaskan%20bila,orang%20yang%20
gemar%20membaca%20buku.
menempuh pendidikan formal kurang lebih selama 20-25 tahun terabaikan
begitu saja. hal inilah merupakan salah satu indikasi bahwa lulusan
pendidikan kita belum layak pakai. Dari kenyataan ini terlihat adanya
kesenjangan antara tujuan yang ingin dicapai dalam menghasilkan output
pendidikan formal dengan pengelolaan pendidikan, termasuk didalamnya
pengelolaan pembelajaran31
Lebih dari pada itu Pendidikan karakter yang diajarkan sekolah
terhadap siswa masih banyak yang keluar dari Batasan norma masyakarat.
Banyak diantara siswa tersebut yang rendah dalam sopan santun, akhlak dan
adab. Terbukti beberapa kasus tawuran antar pelajar, penindasan hingga
penganiayaan yang dilakukan siswa terhadap guru masih terjadi diberbagai
kota di Indonesia. Misalnya dalam kasus tawuran, kasus tawuran tidak
hanya merugiakn pihak pelaku saja, warga sekitar dan masyarakat luas juga
mengalami dampak kerugian dan kasus tersebut. Salah satu diantaranya
adalah banyaknya fasilitas umum yang rusak akibat dari tawuran antar
pelajar ini.
Adapun sistem pengajaran yang dilakukan beberapa Lembaga islam
terhadap peserta didiknya adalah menggunakan metode tradisional (klasik)
yang menitik beratkan pembelajara peserta didik dalam bidang hafalan dan
mengjarakan kepada peserta didik apa yang telah disiapkah oleh gurunya
saja. Dalam pembelajarannya juga, peserta didik diperlakukan sebagai
objek dan tenaga pendidik sebagai subjek. Sehingga dalam prosesnya
peserta didik kurang terlibat dalam proses pembelajaran dan mempersulit
siswa untuk mempelajari hal baru.
Tenaga pengajar yang berperan sebagai subjek dalam belajar-
mengajar jarang menggunakan strategi pembelajaran yang kreatif, inovatif
dan efektif. Kondisi seperti inilah yang menjadikan kelas seolah mati. Dan
juga orientasi Pendidikan menitikberatkan pada pembentukan abd atau

31
Afifah, N. (2017). Problematika pendidikan di Indonesia. Elementary: Jurnal Iilmiah Pendidikan
Dasar, 1(1). 42-43
hamba Allah dan tidak diimbangi dengan cita-cita karakter umat Islam
sebagai Khalifah Fi Al-Arḍ.32
3. Kualitas Fasilitas dan Infrastuktur
Fasilitas dan ifrastuktur Pendidikan yang ada di Indonesia masih
terdapat kesenjangan yang cukup besar, terkhusus antara sekolah yang ada
di kota dan di daerah. Seperti apa yang dialami di Sekolah Dasar Negeri
(SDN) nomor 388 Desa Hutarimbaru dan SDN nomor 390 Desa Salibaru,
Kabupaten Mandailing Datar, Provinsi Sumatra Utara.33 SDN 388 memiliki
135 siswa dan SDN 390 memiliki 137 siswa, kedua sekolah tersebut
memiliki enam tingkatan kelas, akan tetapi sekolah hanya memiliki tiga
ruangan kelas saja. Belum lagi kondisi pintu, atap dan plafon yang
memprihatinkan.
Kondisi bangunan yang tidak layak, atap kelas yang bocor,
kurangnya tenaga pengajar, kurangnya meja dan kursi adalah beberapa
contoh nyata dari kondisi sekolah dibeberapa daerah terpencil. Tentu
persoalan ini merupakan persoalan yang krusial dan harus dibenahi dalam
upaya memperbaiki dan membangun system Pendidikan yang lebih baik
kedepannya.
Bantuan yang diberikan pemerintah belum bisa memberikan
perbaikan secara maksimal. Dalam prosesnya hanya beberapa bagian
tertentu saja yang mengalami perbaikan. Kesenjangan lainnya adalah dalam
hal ketersedian buku. Kesenjangan dalam kesedian buku tidak hanya dalam
lingkup kuantitas buku saja, melainkan juga kualitas buku. Padahal
ketersedian buku merupakan penunjang penting dalam proses Pendidikan.
Pembenahan dalam kualitas fasilitas dan infrastuktur Pendidikan tidak
terlepas dari ketersediaan dana dan pengelolaan yang baik. Jika ada satu
diantara keduanya yang tidak saling berjalan maka permasalahan dalam

32
Assegaf, A. R. (2004). Membangun Format Pendidikan Islam Di Era Globalisasi, Pendidikan
Islam Dan Tantangan Globalisasi: Buah Pikiran Seputar; Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial, Dan
Budaya. Edited by Imam Machali. PRESMA Fak. Tarbiyah Dan Ar-Ruzz Media.
33
Lihat dalam Merdekea.com: 2 Sekolah di Sumut Kondisinya Memprihatinkan, Fasilitas Rusak
dan Kekurangan Kelas, https://www.merdeka.com/sumut/2-sekolah-di-sumut-kondisinya-
memprihatinkan-fasilitas-rusak-dan-kekurangan-kelas.html diakses pada 1 oktober 2023 17.51.
bidang fasilitas dan infrastuktur Pendidikan tidak akan pernah terselesaikan.
Banyak sekali kasus-kasus penggelapan dana bantuan untuk sekolah yang
dilakukan beberapa oknum pengelola sekolah, baik itu dari pemerintah
daerah, kepala sekolah hingga operator sekolah. Seperti halnya kasus yang
pernah terjadi di SMPN 6 Bojonegoro. Dalam kasus ini negara mengalami
kerugian sekitar 600 juta rupiah.34

KESIMPULAN

Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan islam adalah proses


mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, Masyarakat, dan
lingkungan sekitarnya, dan di harapkan bahwa Pendidikan islam di era sekarang ini
akan membantu siswa mengembangkan mental yang kuat dalam menghadapi
tantangan zaman. Dari paparan deskripsif di atas, bahwa ontology Pendidikan islam
adalah menjadikan Pendidikan sebagai ladang dalam pembentukan manusia yang
menghamba dan bekal dalam menjadi khalifah fil ard. Dan epistimolgi Pendidikan
islam merupakan proses pembentukan tingkah laku individu terhadap kehidupan
pribadi, Masyarakat, dan lingkungan sekitarnya, dengan melalui pengajaran
sebagai bentuk aktivitas basic dan guna untuk profesi asasi dalam Masyarakat.

Pandangan aksiologi pendidikan Islam adalah nilai-nilai Islami, yang meliputi nilai-
nilai insaniah yang terdiridari nilai etik, logik, dan estetik; dan nilai Ilahiah yang
disebut juga nilai religius-spiritualistik. Kedua nilai tersebut integratif dalam arti
merupakan satu kesatuan yang bulat, utuh, dan menyeluruh. Nilai-nilai inilah yang
ditransformasikan dan di- internalisasikan kepada subjek didik dengan cara yang
baik dan benar, terutama dengan teladanyang baik (uswatun hasanah) sebagaimana
yang telah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW

Dalam problema Pendidikan islam di Indonesia ini, ada faktor penyebabnya salah
satunya maraknya metode klasik dalam pembelajaranya, anak didik diperlukan

34
Lihat dalam Banyuurip.Com: Kisah Kontroversi: Operator Sekolah Jadi Terdakwa Korupsi Dana
BOS SMPN 6 Bojonegoro, https://suarabanyuurip.com/2023/08/15/kisah-kontroversi-operator-
sekolah-jadi-terdakwa-korupsi-dana-bos-smpn-6-bojonegoro/. Diakses pada 1 oktober 2023, pada
pukul 18.12
sebagai obyek, akan tetapi guru diperlakukan sebagai subyek. Sehingga anak yang
belajar menyebabkan proses pembelajaran menjadi monoton serta bosan. Guru
yang menjadi subyek proses belajar mengajar, terkadang miskin metode, inovasi
dan kreativitas dalam mengajar sangat kurang. Maka solusinya adalah dengan
menciptakan orienasi dan visi Pendidikan islam, integrasi ilmu agama dan umum,
pengembangan tradisi akademik, reorientasi visi misi guru, strategi pembelajaran,
penanaman serta penerapan nilai-nilai keislaman.
DAFTAR PUSTAKA

Binde, Jerome. Keys to The 21st Century. New York. UNESCO. 2001.

Sarica, Gulcin Nagehan, and Nadire Cavus. "New trends in 21st century
English learning." Procedia-Social and Behavioral Sciences 1.1. 2009.

Developer, Medcom. id. (2023). Skor PISA Indonesia, Nadiem: Jangan


Ekspektasi Tinggi. Dari https://www.medcom.id/pendidikan/news-
pendidikan/aNrxlwak-skor-pisa-indonesia-nadiem-jangan-ekspektasi-
tinggi#:~:text=Hasil%20survei%20PISA%202018%20menempatkan,396%20bera
da%20di%20posisi%2071, diakses pada 29 September 2023, pada pukul 15.12.

Agus Mutohar. PhD Candidate at Faculty of Education. (2022).


Radikalisme di sekolah swasta Islam: tiga tipe sekolah yang rentan. Dari
https://theconversation.com/radikalisme-di-sekolah-swasta-islam-tiga-tipe-
sekolah-yang-rentan-96722, diakses pada 29 September 2023, pada pukul 15.24.

BeritaSatu.com. (n.d.). Ken Setiawan: Radikalisme Masuk ke Sekolah,


Bahkan dari PAUD. Dari https://www.beritasatu.com/nasional/710489/ken-
setiawan-radikalisme-masuk-ke-sekolah-bahkan-dari-paud, diakses pada 29
September 2023, pada pukul 15.19.
Kasus Asusila Berujung Pembekuan Pondok Pesantren di NTB. (2023).
Dari https://www.tvonenews.com/channel/news/124100-kasus-asusila-berujung-
pembekuan-pondok-pesantren-di-ntb, diakses pada 1 Oktober 2023, pada pukul
14.40.
(N.d.). Dari https://www.kompas.id/baca/nusantara/2022/11/17/terdakwa-
asusila-santriwati-di-jombang-dihukum-tujuh-tahun-penjara, diakses pada 1
Oktober 2023, pada pukul 14.42.
Khalilurrahman, Khalilurrahman. "Pendidikan Islam Omar Muhammad Al-
Toumy Al-Syaibany Falsafah Al-Tarbiyah Al-Aslamiyyah." Tarbiyah Darussalam:
Jurnal Ilmiah Kependidikan dan Keagamaan 5.2, 2021.
Dradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2000.
Baharun, Hasan. "Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik (Konsep,
Prinsip, Model, Pendekatan dan Langkah-langkah Pengembangan Kurikulum
PAI)." Yogyakarta: Cantrik Pustaka. 2017.
Jannah Fathul. Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional,
Jurnal Dinamika Ilmu, Vol. 13. No. 2. Desember 2013.
Syamsudi, M. Hasyim. Pendidikan Agama Islam Zaman Mekah Awal (Di
antara Dua Peradaban Jahiliyah Dan Romawi/Persi). Jurnal at-turas Vol. 3 No. 1,
Januari-Juni 2016.
Langgulung Hasan. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam.
Bandung: Al-Ma’arif. 1980.
Umar, Bukhari. Hadis tarbawi: pendidikan dalam perspektif hadis. Amzah.
2022.
Jalal, Abdul Fattah. "Min Usul al-Tarbiyah fi al-Islam." Mesir: tpn. 1977.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. NIZAR, S. Jakarta: kalam mulia. 1998,
2002.

Rusn, Abidin Ibnu. Filsafat Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih. Yogyakarta,


Belukar. 1998.

Ashrof Ali. Horison Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1993.

al-Din, Abd al-Amir Syams. al-Mazhab al-Tarbawi ‘in Ibnu Jama’ah.


Beirut: Dar al-Iqra. 1404 H/1984 M.

Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin. Tp: Masyadul Husaini, t.t.. Juz I.

Andriani, Dwi Esti. "Mutu Guru Dan Implikasinyaterhadap Mutu


Pendidikan." Jurnal Manajemen Pendidikan 5.1. 2009.

Afifah, Nurul. "Problematika pendidikan di Indonesia." Elementary: Jurnal


Iilmiah Pendidikan Dasar 1.1. 2017.
Savitri, D. (n.d.). Minat Baca Buku Masyarakat Indonesia Hanya 0,001
Persen, Ini Kata Dosen Unesa. Dari https://www.detik.com/edu/edutainment/d-
6869994/minat-baca-buku-masyarakat-indonesia-hanya-0001-persen-ini-kata-
dosen-
unesa#:~:text=UNESCO%20dan%20Kemenkominfo%20menjelaskan%20bila,ora
ng%20yang%20gemar%20membaca%20buku, diakses 02 Oktober 2023, pada
pukul 15.30.
Assegaf, Abd Rachman. "Membangun format pendidikan islam di era
globalisasi." Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2004.

2 Sekolah di Sumut Kondisinya Memprihatinkan, Fasilitas Rusak dan


Kekurangan Kelas. (n.d.). Dari https://www.merdeka.com/sumut/2-sekolah-di-
sumut-kondisinya-memprihatinkan-fasilitas-rusak-dan-kekurangan-kelas.html.
diakses pada 1 Oktober 2023, pada pukul 17.51.
Nugroho, D. S. (2023). Kisah Kontroversi: Operator Sekolah Jadi Terdakwa
Korupsi Dana BOS SMPN 6 Bojonegoro. Dari
https://suarabanyuurip.com/2023/08/15/kisah-kontroversi-operator-sekolah-jadi-
terdakwa-korupsi-dana-bos-smpn-6-bojonegoro/, diakses pada 1 Oktober 2023,
pada pukul 18.12.

Anda mungkin juga menyukai