DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. Sariyatun, M.PD., M.Hum
OLEH :
1. Aulia Tsaabita Qurrotu’ain K4420017
2. Bagus Triwidodo K4420018
3. Benanda Tesa Terara K4420019
4. Bilqis Fauzyah K4420020
5. Bintang Putra Rachmad K4420021
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses yang mencakup tiga dimensi, individu,
masyarakat atau komunitas nasional dari individu tersebut, dan seluruh kandungan
realitas, baik material maupun spiritual yang memainkan peranan dalam
menentukan sifat, nasib, bentuk manusia maupun masyarakat (Nurkholis, 2013: 24).
Pendidikan berproses agar menjadi keseimbangan dalam perkembangan individu
maupun masyarakat. Dengan demikian, diperlukan sinergi yang baik antara
komponen sekolah dengan masyarakat. Namun, dalam proses penyinergian sering
kali menemukan hambatan dan tantangan yang menimbulkan permasalahan.
Permasalahan yang datang harus segera diselesaikan agar tidak semakin
menghambat proses pendidikan. Di sisi lain, mengkaji permasalahan pendidikan di
Indonesia sebenarnya bukan soal yang mudah, karena dari tahun ke tahun
penyelesaian masalah pendidikan seperti tidak ada realisasinya, layaknya hanya
sebuah ucapan tanpa tindakan. Melihat dari permasalahan umum pendidikan
Indonesia, di mana tingginya tingkat pendidikan tidak mengurangi jumlah
pengangguran yang justru semakin banyak. Bukan hal yang asing ketika
menemukan pengangguran yang berijazah Strata 1 dikarenakan rendahnya tingkat
kualitas lulusan perguruan tinggi di Indonesia. Di era sekarang ini, pendidikan juga
memiliki masalah baru yaitu timbulnya rasa radikalisme dan terorisme, radikalisme
dan terorisme ini merupakan salah satu permasalahan yang mempunyai potensi
besar untuk mempengaruhi generasi muda memiliki pikiran untuk melakukan
tindakan radikal atau bahkan mempunyai pandangan untuk mengganti ideologi
pancasila.
Dalam data yang dikeluarkan oleh Global Talent Competitiveness Index pada
2019 yaitu data yang menunjukkan pemeringkatan daya saing berdasarkan
kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki negara tersebut. Indikator yang
digunakan dalam data ini yaitu pendapatan per kapita, infrastruktur teknologi,
lingkungan, stabilitas politik, dan yang paling utama yaitu pendidikan. Di ASEAN,
Singapura menjadi peringkat pertama yang mempunyai skor 77,27. Selanjutnya ada
Malaysia dengan skor 58,62, Brunei Darussalam dengan skor 49,91. Indonesia
berada di peringkat enam dari sembilan negara dengan skor 38,61. Sedangkan
menurut International Student Assessment (PISA) 2018 penilaian berdasarkan
membaca, berhitung,ilmu pengetahuan Indonesia berada pada Peringkat 72 dari 77
negara, Indonesia mempunyai angka 371 dalam membaca, 379 untuk matematika,
396 terkait ilmu pengetahuan, hasil ini bahkan lebih rendah dari negara Thailand
dan Malaysia.
Banyak faktor yang menyebabkan kecilnya angka indeks pendidikan Indonesia
dibandingkan negara lain, dari permasalahan dalam lingkungan keluarga yang
berdampak dalam dunia pendidikan anak, permasalahan pendidikan di jenjang SD,
SMP, dan SMA, ataupun permasalahan pendidikan di perguruan tinggi.
Permasalahan pendidikan sudah menjadi masalah yang cukup lama di Indonesia,
Oleh karena itu dalam setiap permasalahan dalam dunia pendidikan haruslah ada
solusi dalam mengatasi masalah baik dari pemerintahan pusat, daerah, masyarakat
umum, lembaga pendidikan ataupun inisiatif pelajar sendiri agar permasalahan
pendidikan bisa diselesaikan sehingga kualitas pendidikan di Indonesia bisa
meningkatkan kualitas manusia maupun untuk kemajuan negara.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana permasalahan pokok dalam dunia pendidikan di Indonesia?
2. Bagaimana solusi mengatasi masalah pendidikan di Indonesia?
3. Bagaimana permasalahan dan solusi saat situasi pandemi dalam pendidikan di
Indonesia?
C. Tujuan
1. Memahami dan mengetahui permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan
di Indonesia.
2. Mengetahui beberapa solusi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan dalam dunia pendidikan di Indonesia.
3. Meningkatkan motivasi pembaca agar menyadari bahwa permasalahan
pendidikan di Indonesia merupakan masalah yang harus diselesaikan dengan
kerjasama semua lapisan masyarakat Indonesia
4. Mengetahui permasalahan pendidikan di era pandemi dan solusi untuk
mengatasi masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Permasalahan Pokok Pendidikan di Indonesia
Pendidikan di Indonesia tentu mempunyai permasalahan di setiap lingkungan
pendidikannya, dari pendidikan yang pertama yaitu keluarga lalu tingkat sekolah
dasar hingga sekolah menengah keatas lalu dilanjutkan ke perguruan tinggi.
Berbagai masalah yang dihadapi tentunya diupayakan agar segera diselesaikan
permasalahannya untuk tujuan pendidikan yang baik dan membentuk pelajar atau
sumber daya manusia yang mempunyai keunggulan dan kualitas. Berikut poin
penjabaran dari masing-masing lingkup permasalahan pendidikan di Indonesia :
A. Permasalahan pendidikan di lingkungan keluarga
Lingkungan yang pertama mempunyai peran penting sebagai pendidik adalah
lingkungan keluarga. Keluarga adalah lingkungan pendidikan paling mendasar bagi
anak (Sudardja Adiwikarta: 1988:65). Keluarga menjadi salah satu faktor penting
dalam tumbuh kembang perilaku maupun pola pikir anak yang terbentuk oleh
hubungan ibu dengan anak, ataupun ayah dengan anak, ataupun anak dengan anak.
Hubungan di dalam keluarga ini bisa mempengaruhi anak dalam hal pendidikan
pula. Namun dalam keluarga tidak jarang juga ada permasalahan yang bisa
menghambat anak dalam kegiatan pendidikannya seperti : rendahnya ekonomi
keluarga, kurangnya percaya diri dari orang tua ataupun sekolah untuk bekerja
sama, kesibukan pekerjaan orang tua sehingga waktu untuk mendidik dan
mengawasi anaknya berkurang, kebiasaan orang tua yang menyerahkan
permasalahan perkembangan anak kepada guru di sekolah, dan anak yang terlahir
dalam kondisi keluarga broken home. Permasalahan ekonomi merupakan yang
paling banyak ditemui, Dilansir melalui web Badan Pusat Statistik presentase
penduduk miskin di Indonesia berjumlah 11,16 juta orang pada Maret 2020
meningkat dari 9,86 pada September 2019. Dilansir melalui web Badan Pusat
Statistik jumlah siswa putus sekolah di Indonesia pada tahun 2016-2018 terus
mengalami kenaikan, ekonomi yang rendah bisa saja mengakibatkan permasalahan
jumlah siswa putus sekolah yang cukup besar di Indonesia.
Masalah lainnya yaitu anak kurang mendapatkan pendidikan di rumah dan kasih
sayang orang tua karena orang tua terlalu sibuk sehingga kurangnya waktu yang
dihabiskan untuk anaknya ini dapat menyebabkan perilaku anak yang kurang
terawasi dan bisa menjadi perilaku yang tidak sesuai norma dan nilai. Selain
kurangnya waktu untuk anak dari orang tua permasalahan keluarga lainnya yang
cukup penting adalah anak lahir dan tumbuh di keluarga broken home. Menurut
Matinka (2011, h. 6) Broken home adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suasana keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalannya
kondisi keluarga yang rukun dan sejahtera yang menyebabkan terjadinya konflik
dan perpecahan dalam keluarga tersebut. Suasana keluarga yang tidak harmonis,
tidak rukun, dan kurang sejahtera ini bisa menimbulkan akibat buruk terhadap
psikologis anak, pola pikir anak, mental anak lalu masalah-masalah ini bisa
menyebabkan terganggunya pendidikan anak tersebut, dari mulai hilangnya
motivasi belajar, stress, ataupun orang tua yang tidak mendukung anaknya untuk
bersekolah karena ada masalah dalam keluarganya. Masalah-masalah dalam
keluarga yang sudah umum di Indonesia ini menjadi salah satu faktor turunnya
kualitas pendidikan dan turunnya kualitas pelajar.
B. Permasalahan di tingkat pendidikan SD-SMA
Pendidikan dalam lingkungan SD sampai SMA. Masyarakat Indonesia pada
umumnya mendapatkan pendidikan dalam lembaga pendidikan formal, dari Taman
Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi. Indonesia dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 Bab 1 Pasal 1 tentang wajib belajar
menyebutkan bahwa wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus
diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan
pemerintah daerah. Program wajib belajar selama 9 tahun dari setingkat SD, SMP,
dan SMA merupakan program pemerintah Indonesia untuk mengupayakan
masyarakatnya mendapatkan pendidikan, walaupun pada tahun belakang pemerintah
mengusulkan untuk mengganti aturan wajib belajar menjadi 12 tahun. Dari lembaga
pendidikan setingkat SD-SMA.
1. Pemasalahan di Sekolah Dasar (SD)
a. Permasalahan Sekolah Dasar di Daerah Terpencil
Pasal 31 UUD 45 yang menjelaskan tentang hak bagi setiap warga negara
mendapatkan pendidikan serta peran pemerintah untuk mendukung dan
membiayai kegiatan pendidikan belum benar-benar terealisasikan. Indonesia
yang mempunyai wilayah luas dengan bentang alam yang berbeda-beda ini
pemerataan kualitas pendidikan belumlah maksimal masih banyak dijumpai
ketimpangan pendidikan dari sekolah di kota dengan sekolah di daerah yang
sulit dijangkau ataupun terpencil. Standar sarana dan prasarana sekolah
dasar atau setingkat telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 yang menjelaskan baik
sekolah dasar negeri maupun swasta wajib memenuhi standar yang telah
ditetapkan. Fasilitas seperti ruang kelas, laboratorium, perpustakaan,
lapangan, tempat ibadah, UKS, dan sebagainya. Namun masih banyak
dijumpai sekolah dasar yang memiliki fasilitas tidak memenuhi syarat
terutama di sekolah dasar yang ada di daerah 3T (terdepan, terpencil, terluar)
Selain sulitnya akses yang menghambat pelajar untuk pergi kesekolah, SD di
daerah 3T mempunyai masalah lain yaitu berupa kurangnya fasilitas yang
mendukung seperti gedung yang tidak memadai, perpustakaan dengan buku
yang tidak lengkap, atapun sarana penunjang seperti teknologi yang tidak
terpenuhi. Jadi pemenuhan kebutuhan pendidikan oleh pemerintah untuk
mengakomodasi sekolah dasar di daerah 3T kurang maksimal.
b. Sistem Pengajaran Kurang Kreatif Dan Inovatif
Guru hanya menggunakan metode ceramah dan siswa hanya sebagai
pendengar sehingga pelajaran terasa kurang menarik sehingga siswa menjadi
jenuh dan kurang memperhatikan.
c. Kurangnya Interaksi Antara Guru Dan Siswa
Guru yang cenderung kaku dan kurang bersahabat dengan siswanya akan
membuat hubungan terasa ada jarak. Sehingga jika terjadi kebingungan
siswa terkadang malu dan takut untuk bertanya sehingga siswa menjadi
pasif. Guru juga penting untuk meningkatkan motivasi dan semangat belajar
peserta didik di sekolah dasar.
d. Kurangnya Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar
Sekolah Dasar merupakan sarana anak untuk mengetahui cara berteman
yang baik, menghargai guru atau orang yang lebih tua, membentuk sikap
cinta lingkungan, namun dengan adanya kemajuan teknologi yang bisa
membuat anak mudah membuka informasi ini terkadang anak-anak sekolah
dasar terpengaruh oleh informasi buruk seperti perkataan kotor, ataupun
informasi-informasi yang seharusnya butuh pendampingan orang yang lebih
mengerti, adanya kebiasaan saling ejek juga masih ada dalam kebudayaan
sekolah dasar Indonesia. Kurangnya pendidikan karakter untuk
menyadarkan anak sekolah dasar agar bersikap baik terhadap sesama,
lingkungan atapun teknologi merupakan salah satu permasalahan yang harus
dihadapi.
2. Permasalahan di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
a. Rendahnya fasilitas dan perawatan fasilitas sekolah pada tingkat SMP
Saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun ruang kelas dalam
kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Selain itu alat peraga pendidikan
dan fasilitas pendidikan juga masih terlihat seadanya, pembelajaran
berlangsung akan mudah diterima oleh siswa SMP jika menggunakan alat
peraga pembelajaran yang lebih memadai. Kondisi rusak yang tinggi juga
menjelaskan bahwa pemberdayaan alat yang sudah ada termasuk rendah,
entah dari pembiayaan perawatan, ataupun kurangnya kemampuan dan
kesadaran sekolah maupun pelajar untuk bersama-sama menjaga fasilitas
sekolah.
b. Tingginya Angka Putus Sekolah di SMP
Menurut Badan Pusat Statistik dalam kurun waktu 2016 sampai 2018
tercatat lebih dari 51 ribu pelajar SMP putus sekolah, sedangkan pada tahun
2019 masih tetap besar karena hanya naik sebesar 1,07 % padahal
pemerintah melalui program Indonesia Pintar ingin menurunkan angka
sebesar 1%.
c. Perubahan Kurikulum Dan Implementasi Kurang Maksimal
Perubahan kurikulum sekolah menimbulkan masalah seperti tujuan yang
akan dicapai mungkin akan berubah, isi pendidikan berubah, kegiatan belajar
mengajar berubah serta evaluasi berubah. Kenyataan di Indonesia yaitu
bahwa setiap pergantian menteri, kurikulum juga kebanyakan berubah,
dengan perubahan yang cepat ini terkadang guru kurang benar-benar
menerapkan acuan kurikulum untuk memenuhi tujuan kurikulum.
3. Permasalahan di Sekolah Menengah Atas (SMA)
a. Permasalahan Belajar Siswa-Siswi SMA dengan dirinya sendiri :
Permasalahan belajar individu tidak bisa dilepaskan dari aspek fisik dan
psikologinya. Perkembangan individu bukan hanya ditandai oleh
pertumbuhan fisik semata, tetapi juga dibarengi dengan kematangan aspek
psikologis dalam rangka aktivitas-aktivitas tugas perkembangannya
(Suyitno, 2009: 88). Ketika siswa memiliki kekurangan fisik, hal itu akan
menimbulkan rasa rendah diri dan malu di hadapan teman-temannya dan
kondisi ini bisa berpengaruh pula terhadap konsentrasi belajar.
b. Permasalahan Belajar Siswa-Siswi SMA dipengaruhi oleh lingkungan
masyarakat :
Teman Sebaya. Siswa remaja lebih mempercayai temannya
dibanding dengan orang tuanya. Bergaul dengan lingkungan teman
yang salah dapat mengakibatkan prestasi belajar siswa menurun.
Contohnya seperti siswa yang bergaul dengan siswa malas cenderung
akan ikut malas. Hal tersebut dapat dipengaruhi juga oleh
kematangan psikologis dan pendidikan dasar yang ditanamkan oleh
keluarga. Selain itu ada tindakan bullying yang mengakibatkan anak
jadi takut untuk pergi ke sekolah bahkan hingga prestasi belajarnya
menurun.
Orang yang Lebih Tua. Permasalahan yang dihadapi siswa diantara
masalah dengan orang yang lebih tua, semisal tetangga, kakak kelas.
Contoh masalahnya berupa pelecehan, ancaman dan perilaku buruk
lainnya.
Lawan Jenis. Pada masa ini (puber), remaja sangat menonjol
perkembangan nafsu birahinya, karena aktifnya kelenjar-kelenjar
hormone sex dan mulai tertarik dengan lawan jenisnya. Tidak jarang
anak melakukan masturbasi dengan gejala pengiringnya rasa dosa
yang mengganggu kata hatinya, kadang-kadang menimbulkan
masalah dan konflik di dalam dirinya yang sering nampak dalam
kekurangmampuan bergaul dengan teman sebayanya (Konstham,
2009: 101). Berdasarkan kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa
rasa cinta terhadap lawan jenis dapat mengakibatkan permasalahan
dalam interaksi sosial dengan teman sebayanya. Bahkan parahnya
mengakibatkan tindakan agresi seperti pelecehan seksual dan
penyimpangan seksual.
c. Permasalahan Belajar Siswa Siswi SMA yang dipengaruhi oleh lingkungan
sekolah :
Hubungan pelajar dengan pelajar lainnya permasalahan yang dialami
oleh siswa seperti perilaku siswa lainnya yang memberikan
pelabelan, bodoh, nakal, miskin, malas dan hal itu berpengaruh buruk
pada perkembangan kognitif dan psikologi anak.
Hubungan pelajar dengan gurunya, hubungan buruk antara pelajar
dengan gurunya akan berakibat buruk bagi siswa. Jika guru terlalu
arogan, suka memberi stigma negatif terhadap siswa sehingga siswa
menjadi sakit hati, maka berdampak terhadap kesungguhan belajar
siswa yang mana siswa akan menjadi malas dan memendam
kebencian pada guru yang bersangkutan.
Hubungan pelajar dengan fasilitas sekolahnya. Hubungan pelajar
dengan fasilitas sekolah yang mengakibatkan penurunan prestasi
belajar diantaranya, kurangnya bahan atau sumber belajar, kondisi
kelas yang tidak mendukung aktivitas belajar dan lokasi sekolah yang
rawan terkena bencana alam seperti banjit, longsor dan lain lain.
Tingginya angka putus sekolah. Menurut Badan Pusat Statistik
jumlah siswa putus sekolah di Indonesia pada tahun 2016 sampai
2018 masih tergolong tinggi terutama di tingkat SMA/SMK, jumlah
siswa SMA yang putus sekolah lebih dari 73 ribu. Hal tersebut
menunjukkan siswa yang mengalami putus sekolah kurang
mendapatkan pendidikan secara menyeluruh sehingga kualitas siswa
tersebut tidak memenuhi kriteria layaknya lulusan SMA pada
umumnya.
Hingga kini masih banyak pendidikan tinggi yang belum memiliki fasilitas
pendidikan yang lengkap, sehingga proses pembelajaran dan hasil lulusan menjadi
kurang optimal. Perlu diingat bahwa tanpa fasilitas yang memadai dan relevan
dengan kebutuhan, maka hasil pendidikan tidak akan optimal. Hal ini pada
umumnya terjadi di berbagai fakultas yang membutuhkan alat peraga dan alat
praktek dalam proses pembelajaran seperti fakultas kedokteran, fakultas teknik,
fakultas peternakan, fakultas pertanian, dan lain sebagainya.
2. Efektivitas pendidikan terkait erat dengan kualitas sumber daya manusia yang
dihasilkan oleh pendidikan tinggi, Belum memadainya fasilitas pendidikan,
Mahalnya biaya pendidikan, Masalah pengangguran terdidik
1. Ketersediaan waktu orang tua dalam mendampingi anak belajar, karena seorang
anak akan memiliki sikap positif yang lebih tinggi terhadap belajar, apabila
kedua orang tuanya memberikan pendidikan di rumah dengan pembiasaan baik
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Keluarga mengetahui fungsi-fungsi yang wajib dilaksanakan, karena keluarga
merupakan institusi pertama yang memiliki fungsi-fungsi yang wajib
dilaksanakan, diantara fungsi itu antara lain: agama, biologis, pendidikan,
ekonomi, perlindungan, dan lain sebagainya. Fungsi-fungsi diatas lah yang
menjadikan sebuah barometer/tolak ukur mengenai sebuah keluarga yang ideal
dan harmonis. Keluarga sebagai media sosialisasi anak terhadap lingkungan
masyarakat sangatlah penting dan juga bisa memberikan dampak yang baik
terhadap anak.
3. Perhatian yang cukup dari orang tua, orang tua adalah pendidik sejati, karena
kodratnya. Oleh karena itu, kasih sayang yang diberikan orang tua hendaklah
kasih sayang yang sejati pula. Yang berarti pendidik/orang tua mengutamakan
kepentingan dan kebutuhan anak-anak, dengan mengesampingkan keinginan dan
kesenangan sendiri sesuai kondisi.
4. Banyak orang berspekulasi bahwa anak-anak yang berasal dari keluaga tidak
utuh akan menjadi pribadi yang nakal, suka menyendiri, tidak bisa berekspresi
dengan baik, dan tidak bisa sukses seperti yang lainnya. Semua itu salah, karena
justru anak-anak broken home memiliki kelebihan yang tidak dimiliki anak-anak
normal lainnya. Misalnya, karena semua kejadian yang dialami semenjak kecil
tidak sedikit dari mereka yang menjadi dewasa sebelum waktunya.
Ketidakhadiran salah satu orang tua , atau bahkan keduanya membuatnya
menjadi pribadi yang mandiri. Terkadang mereka juga memiliki mental yang
tangguh, karena biasanya mereka sudah biasa menerima hinaan dan cacian
semenjak kecil. Karena hal itu, anak broken home biasanya memiliki motivasi
sendiri untuk hidup lebih baik dan bisa menunjukka diri kepada orang-orang
bahwa mereka bisa sukses seperti orang lain. Sebagai contoh, bapak presiden
kita yang ke 6 yaitu, Susilo Bambang Yudhoyono. Siapa sangka, beliau
merupakan salah satu anak yang tumbuh dan berkembang di lingkungan
keluarga broken home. Orang tua beliau bercerai ketika beliau masih remaja.
Sempat merasa terguncang dengan kejadian yang dialaminya, itu pasti. Akan
tetapi, dari situlah ia bertekad untuk mengubah hidupnya sambal berkata “di
persimpangan itu, saya bersumpah harus keluar dari situasi broken home dan
menjadi seseorang”. Dengan disertai tekad dan semangat yang kuat serta selalu
berdoa kepada Allah, kata-kata yang beliau ucapkan pun terbukti dengan
menjadi presiden Republik Indonesia selama 2 periode. Agar bisa membentuk
anak brokem home menjadi anak yang mandiri dan memiliki mental yang baik
perlu adanya bimbingan dari pihak luar. Berdirinya komunitas sepeti Anak
Muda Peduli Indonesia (AMPI) di Bogor dan komunitas Hamur yaitu komunitas
yang mengumpulkan anak-anak dari keluarga broken home, komunitas tersebut
dapat membantu perkembangan anak agar dapat melakukan kegiatan positif
yang bermanfaat dari pertumbuhan dan pemahaman yang bagi anak broken
home adanya komintas dengan anggotanya yang mempunyai permasalahan yang
sama juga bisa meningkatkan kasih sayang antar sesama anggota, selain itu
peran BK ataupun guru di sekolah dalam menciptakan lingkungan yang baik
juga sangat penting untuk mengarahkan perkembangan anak agar tidak merasa
stress, ataupun tertekan.
Dalam solusi mengatasi paham radikalisme dan terorisme di dunia Pendidikan bisa
melalui solusi pencegahan berupa:
1. Dalam lingkungan sekolah diberikan sosialisasi mengenai paham radikalisme
dan terorisme yang sebisa mungkin dihindari, sosialisasi ini bisa dilakukan oleh
pihak kepolisian ataupun Badan Nasional Penangulangan Terorisme Indonesia
(BNPT). Selain memberikan pemahaman juga diberikan solusi agar tidak
terkena dampaknya.
2. Guru sebagai agen pendidik di sekolah tidak boleh mempengaruhi siswanya
untuk menguatkan paham radikalisme atau terorisme kepada pelajar.
3. Meningkatkan rasa cinta tanah air kepada masyarakat Indonesia, menyadarkan
bahwa negara Indonesia yang penuh keberagaman ini perlu untuk dijaga dan
dikembangkan.
4. Pemerintah ataupun sekolah mengadakan program kegiatan yang bersifat
produktif dan membangun intelektual ataupun kemampuan pelajar, agar
kemampuan bisa tersalurkan secara maksimal.
5. Menanamkan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila yang terkandung sudah
memenuhi segala unsur pokok kehidupan berbangsa dan bernegara adanya
kampus yang menerapkan program seperti Kampus Benteng Pancasila patut
diapresiasi karena ini merupakan salah satu inovasi untuk menanamkan nilai-
nilai Pancasila.
6. Menumbuhkan nilai kebudayaan bangsa, meningkatkan rasa toleransi dan kasih
sayang terhadap manusia.
(Zaidan & Hukum, 2017) BNPT menggunakan upaya pencegahan melalui kontra-
radikalisasi (penangkalan ideologi). Hal ini dilakukan dengan membentuk Forum
Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di daerah, Pelatihan anti radikal-
terorisme bagi ormas, Training of Trainer (ToT) bagi sivitas akademika perguruan
tinggi, serta sosialiasi kontra radikal terorisme siswa SMA di empat provinsi.
Apapun yang melatar belakangi tindakan radikalisme dan terorisme merupakan
tanggung jawab harus diemban oleh lapisan masyarakat dari pemerintah sampai
masyarakat sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan dalam mengakhiri makalah
ini ialah semua pihak harus dapat bekerjasama dalam menanggulangi masalah
pendidikan di Indonesia ini, baik dari pemerintah hingga keluarga atau
masyarakat sekitar. Untuk meminimalisir pengaruh negatif dalam permasalahan
ini ialah harus adanya perencanaan yang baik dan matang, penyedian sarana dan
prasana dalam menunjang keberlangsungan pendidikan, dan meningkatkan
kualitas pendidik di Indonesia. Kita sebagai mahasiswa sekaligus penerus
keberlangsungan pendidikan di bangsa ini, seyogyanya harus menyadari dan
memahami berbagai problematika yang timbul di negara ini, sehingga kita dapat
mencari alternatif pemecahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Academia Edu. (23 April 2019). Mahalnya Biaya Pendidikan. Diakses
pada 02 Desember 2020, dari
https://www.academia.edu/32268785/Mahalnya_Biaya_Pendidikan_A_Inti_Mas
alah
Anugrahana,Andri. (03 September 2020).Hambatan, Solusi, dan
Harapan: Pembelajaran Daring Selama Masa Pandemi Covid-19 oleh Guru
Sekolah Dasar.ejournal.uksw.edu. Diakses pada 02 Desember 2020 melalui
https://ejournal.uksw.edu/scholaria/article/view/4033
Alius, Suhardi (05 Mei 2017) Terorisme Menyasar Generasi Muda
diakses pada 08 Desember 2020 melalui
https://mediaindonesia.com/opini/103385/terorisme-menyasar-generasi-muda
Badan Pusat Statistik.(15 Juli 2020). Persentase Penduduk Miskin Maret
2020 naik menjadi 9,78 persen. Diakses pada 02 Desember 2020, dari
https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/07/15/1744/persentase-penduduk-
miskin-maret-2020-naik-menjadi-9-78-persen.html
Bimawa UAD. (28 Desember 2019). Faktor-faktor Penyebab Pendidikan
Tidak Merata di Indonesia. Diakses pada 03 Desember 2020, dari
https://bimawa.uad.ac.id/wp-content/uploads/Paper-Seminar-Nasional-2.pdf
Halal,Rizqon Syah Aji’.(17 Mei 2020).Dampak Covid-19 pada
Pendidikan di Indonesia: Sekolah, Keterampilan, dan Proses
Pembelajaran.journal.uinjkt.ac.id. Diakses pada 03 Desember 2020 melalui
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam/article/view/15314
Utomo, Prastyo Deny. (02 Desember 2020) Polisi Tangkap 5 Orang soal
Tawuran yang Tewaskan Remaja di Surabaya, diakses pada tanggal 08 Desember
2020 melalui https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5278558/polisi-tangkap-
5-orang-soal-tawuran-yang-tewaskan-remaja-di-surabaya?
_ga=2.25461950.282856658.1607347169-1238668129.1600762322
WordPress. (19 Mei 2019). Permasalahan Dalam Bidang Pendidikan.
Diakses pada 03 Desember, dari
https://rahmilyaciwitha.wordpress.com/2019/05/19/permasalahan-dalam-bidang-
pendidikan/
Nugraha, Fajar. Permasalahan Permasalahan Belajar Siswa siswi SMA
dalam Sudut Pandang Teori Humanistik Maslow. Diakses pada 8 Desember 2020
melalui
https://www.academia.edu/19931279/Permasalahan_Permasalahan_Belajar_Sisw
a_siswi_SMA_dalam_Sudut_Pandang_Teori_Humanistik_Maslow?
show_app_store_popup=true