Makalah
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah: Isu Kontemporer Penelitian SD
Dosen Pengampu: Ririn Andriani Kumala Dewi, M. Pd.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagaimana mestinya.
Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman
kemajuan pada saat ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Isu
Kontemporer Penelitian SD yang diampu oleh Ibu Ririn Andriani Kumala Dewi,
M. Pd. Adapun judul makalah ini adalah “Kesenjangan Pendidikan di Indonesia”.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis harap
pembaca dapat memberikan kritik dan saran membangun, untuk perbaikan
penulisan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kesenjangan pendidikan yang terjadi di Indonesia?
2. Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan pendidikan di
Indonesia?
3. Bagaimana dampak yang terjadi dari kesenjangan Pendidikan pada jenjang
Sekolah Dasar?
4. Bagaimana solusi mengatasi kesenjangan yang terjadi di Indonesia?
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kesenjangan-kesenjangan yang terjadi di Indonesia.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan
di Indonesia.
3. Untuk mengetahui dampak dari kesenjangan Pendidikan pada jenjang
Sekolah Dasar.
4. Untuk mengetahui solusi untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi di
Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Menurut hasil dari penelitian ini, terdapat beberapa hal yang
mencirikan adanya kesenjangan layanan Pendidikan di Indonesia
pada masa covid-19.
a. Menurut Afriansyah, akses menjadi kata kunci dalam
pembelajaran daring (Afriansyah, 2020). Terdapat tiga variable
yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran daring, yaitu:
umur, akses terhadap computer dan internet, serta kesenjangan
digital.
b. Kebijakan belajar dari rumah (BDR) dilakukan, namun kondisi
infrastruktur pendukung pembelajaran daring di Indonesia belum
merata. Statistik Pendidikan di Indonesia menunjukkan hanya
46,33 persen sekolah yang memiliki jaringan internet (Solihin
dkk., 2018). Artinya masih banyak sekolah yang selama ini belum
terpapar dan terbiasa menggunakan teknologi ini. Cakupan sinyal
yang kuat hanya menjangkau 66,22 % wilayah Indonesia, serta
kemampuan menggunakan perangkat digital yang hanya 28,43 %
(BPS, 2018) juga menjadi tantangan dalam implementasi
kebijakan ini.
c. Beberapa sekolah di Kawasan wilayah terdepan, terluar dan
tertinggal (3T) yang guru/siswanya tidak terjangkau internet
memindahkan proses belajar dari sekolah ke rumah guru ataupun
rumah siswa. Agustina Arloy, guru SD Kristen Rebi dari
kepulauan Aru, Maluku mengatakan : “Disini tidak ada jaringan
listrik, ibu. Saya numpang isi (charg) HP di kampung sebelah,
setiap hari sa suruh siswa belajar ke rumah.” Dengan kondisi
yang seperti ini, pembelajaran pada akhirnya dilakukan di rumah
guru.
d. Beberapa sekolah yang juga tanpa jaringan internet, salah satunya
di kabupaten Wamena melaksanakan belajar dari rumah hanya
memanfaatkan TV/radio untuk menyebarkan penugasan dari guru.
Pembelajaran dari TV juga merupakan bagian dari upaya
kemendikbud dalam mengurangi kesenjangan kualitas belajar
4
selama belajar dari rumah. Adapun hasil dari wawancara penulis
menunjukkan hanya sedikit wilayah tertinggal yang dapat
menikmati program tersebut karena ketersediaan jaringan listrik
yang tidak memadai, rendahnya daya jangkau program serta factor
kemiskinan. Untuk menyiasati keterbatasan akses tersebut
Sebagian guru menggunakan “pesan berantai” sebagai media
penyampaian atau pengumpulan tugas kepada siswa, praktik ini
ditemukan di Kabupaten Halmahera Timur dan Sebagian wilayah
Papua.
5
b. Permasalahan pokok yang perlu menjadi perhatian di Provinsi
NTT adalah tingginya persentase penduduk usia 15 tahun ke atas
yang tidak punya ijazah. sehingga dipastikan tidak dapat terserap
pada pasar tenaga kerja yang menuntut adanya capaian tingkat
pendidikan tertentu.
c. Sebagian besar anak usia sekolah memilih untuk berhenti pada
jenjang pendidikan SMA/sederajat.
d. Permasalahan pendidikan lainnya adalah masih rendahnya angka
melek huruf, masih rendahnya tingkat pendidikan tertinggi yang
ditamatkan, masih tingginya angka putus sekolah, rendahnya
kualifikasi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan,
ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang belum
memadai.
e. Sarana dan prasarana, yaitu kekurangan sarana penunjang
f. Kekurangan guru yang berkualitas
g. Terbatasnya kemampuan masyarakat dalam membiayai
pendidikan anak-anaknya. Tingkat kesejahteraan ekonomi
masyarakat perbatasan di pedalaman dan pulau-pulau kecil terluar
dalam membiayai pendidikan anak-anaknya sangat rendah karena
penghasilan yang didapat juga rendah.
h. Keterbatasan fasilitas dan tenaga pendidik yang kurang
menyebabkan adanya kesenjangan kemampuan dan keterampilan
i. Pengelolaan sekolah masih belum optimal; dan Kurangnya
keterampilan dan pengetahuan dalam mengelola sekolah
j. Peran serta masyarakat belum optimal dalam mengembangkan
partisipasi untuk meningkatkan kinerja sekolah.
3. Selain di Provinsi NTT, Provinsi Kalimantan Timur pun mengalami
kesenjangan pendidikan. Kesenjangan yang terjadi di Kalimantan
Timur adalah kesenjangan akses pendidikan, antara lain:
a. Selama periode 2019 hingga 2020 kurang dari satu persen
penduduk usia 7-15 tahun di Kalimantan timur belum bersekolah
atau sudah tidak bersekolah lagi.
6
b. Kesempatan menuju akses Pendidikan dasar juga sudah
menunjukan distribusi yang merata yang ditandai dengan indeks
ketimpangan kesempatan pada Pendidikan dasar yang relative
kecil. Hal ini menandakan bahwa program wajib belajar 9 tahun
yang dicanangkan pemerintah di Kalimantan Timur dapat
dikatakan berhasil. Hampir seluruh penduduk berusia 7-15 tahun
telah dapat mengenyam pemdidikan dasar.
c. Terdapat kesenjangan terhadap aspek Pendidikan menengah. Hal
ini perlu menjadi perhatian pemerintah bahwa ternyata kebijakan
untuk menengah belum memberikan hasil yang maksimal seperti
pada Pendidikan dasar.
d. Faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara
Pendidikan dasar dan Pendidikan menengah yakni faktor tempat
tinggal anak.
e. Sekolah SD/SMP sederajat lebih mudah dijangkau oleh anak
karena tersebar hamper diseluruh wilayah dibandingkan sekolah
SMA sederajat yang Sebagian besar terdapat di kota.
f. Jumlah sekolahan SD/SMP sederajat sebanyak 2.883 unit yang
tersebar diseluruh kabupaten atau kota. Sedangkan jumblah
sekolahan SMA sederajat hannya berjumlah 523 unit. Hal ini
dikarenakan kebanyakan sekolah menengah (SMA
Sederajat)berada di ibukota kecamatan atau perkotaan.
g. Secara umum faktor yang memberikan pengaruh cukup besar
terhadap aspek Pendidikan dasar di Indonesia adalah kondisi anak
tersebut, yakni Pendidikan kepala keluarga, pengeluaran
perkapita, dan wilayah tempat tinggal anak.
h. Kondisi keluarga juga cukup berpengaruh terhadap ketimpangan
kesempatan terhadap akses pendidikan menengah seorang anak.
Kapala keluarga dengan Pendidikan rendah dan kondisi ekonomi
yang buruk dapat menyebabkan seorang anak tidak dapat
menikmati akses ke pendidikan menengah.
7
i. Masyarakat telah memandang anak memiliki kesempatan yang
sama untuk mengenyam Pendidikan tanpa melihat jenis kelamin.
j. Sarana dan fasilitas Pendidikan Pendidikan yang tidak merata
dianatara wilayah perkotaan dan pedesaan menyebabkan masih
adanya ketimpangan terhadap akses Pendidikan.
k. Sulitnya akses menuju sekolah dapat menurunkan minat orang tua
untuk menyekolahkan anaknya.
l. Ketimpangan kesempatan terhadap akses Pendidikan menengah
diwilayah pedesaan diakibatkan jumlah anggota rumah tangga
dalam keluarga dan kondisi ekonomi keluarga, serta faktor lain
seperti status bekerja kepada keluarga, serta jenis kelamin anak.
m. Banyaknya jumlah anggota keluarga menjadi pertimbangan bagi
rumah tangga untuk mengambil keputusan mengenai
kelangsungan Pendidikan.
n. Bagi keluarga dengan kondisi ekonomi kurang baik, orang tua
akan mempertimbangkan diantara anggota rumah tangga siapakah
yang akan melanjutkan Pendidikan.
o. Ekonomi rumah tangga ayang buruk menyebabkan tingginya
ketimpangan Pendidikan. Kondisi ekonomi keluarga yang baik
akan menyebabkan orang tua tidak ragu untuk menyekolahkan
anaknya.
4. Selain di provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Timur ada
juga kesenjangan pendidikan yang terjadi di Nusa Tenggara Barat
yaitu sebagai berikut.
a. Biaya Pendidikan Tinggi
Nampaknya pendidikan di Indonesia masih dianggap mahal
di negeri ini. Misalnya, biaya sekolah untuk pra sekolah dan
sekolah dasar berkisar antara 2 juta hingga 4 juta, belum lagi
tingkat menengah dan universitas. Terlepas dari masalah tersebut,
siswa perlu mengeluarkan uang ekstra untuk seragam mereka,
transportasi dari rumah ke sekolah, makan, dan bahan belajar.
Situasi ini membuat orang miskin tidak bisa bersekolah.
8
Meski pemerintah Indonesia telah menggalakkan
pendidikan wajib 12 tahun gratis bagi warga negara Indonesia,
'gratis' tidak berarti benar-benar gratis karena siswa masih harus
mengeluarkan banyak uang untuk biaya sekolah lainnya sepanjang
tahun. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa orang
miskin mungkin tidak bersekolah.
b. Ukuran kelas
9
c. Faktor usia ini mempengaruhi daya ingat guru yang mungkin
sudah berkurang sehingga sulit untuk mempelajari dan mengingat
langkah -langkah yang di buat dalam pengembangan
pembelajaran seperti bahan ajar, media pembelajaran, dan masih
banyak lainnya.
d. Faktor dari sekolah juga tidak menuntuk guru untuk menggunakan
TIK, karena disekolah pun fasilitas TIK seperti LCD, komputer
dan internet pun kurang memadai.
e. Ketidakmampuan individu dalam merasakan manfaat dari
teknologi informasi karena kurangnya akses dan kemampuan
dalam penggunaan TIK.
B. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Kesenjangan Pendidikan di
Indonesia
Kesenjangan pendidikan yang terjadi di Indonesia bukan tanpa sebab,
adapun beberapa penyebab terjadinya kesenjangan pendidikan terutama di
daerah Sumatera Barat menurut (Rudagi & Siska, 2021), antara lain:
10
Sulitnya akses dan keterbatasan dalam internet menjadi hambatan
bagi anak-anak untuk kuliah online. Kondisi ini jauh dari idealnya potret
pendidikan di Indonesia. Selain akses transportasi dan keterbatasan dalam
internet, kondisi listrik (penerangan) juga menjadi faktor penting untuk
kuliah online karena menggunakan teknologi berupa handphone dan laptop.
Bantuan PLN untuk Jorong Simawik, Jorong Rumbai, dan Jorong Subalin
baru dialiri listrik tahun 2019. Artinya, Nagari Sisawah merupakan daerah
yang benar-benar berada di pedalaman.
2. Daerah yang tidak terjangkau oleh jaringan telepon seluler dan jaringan
internet
Permasalahan besar lain yang dihadapi oleh anak-anak sekolah di
Nagari Sisawah adalah tidak ada jaringan internet dan sinyal telepon seluler.
Seperti yang diketahui sebelumnya, permasalahan yang sering terjadi di
sekolah-sekolah wilayah terpencil atau pedalaman adalah keterbatasan-
keterbatasan fundamental seperti akses internet yang tidak ada atau tidak
stabil, keterbatasan finansial keluarga murid, dan fasilitas digital di sekolah
yang masih terbatas. Kondisi tersebut tentu akan mempengaruhi seluruh
aspek, baik dari sisi siswa yang belajar maupun guru yang memberi materi
pembelajaran. Adapun hasil wawancara Indah Pratiwi (2020:82) dengan
guru SD Kristen Rebi dari kepulauan Aru, Maluku mengatakan :
“Disini tidak ada jaringan listrik, ibu. Saya numpang isi (charg) HP
di kampung sebelah, setiap hari sa suruh siswa belajar ke rumah.”
Setiap Jorong (Dusun) di Nagari Sisawah terdapat sekolah PAUD,
TK, dan SD. Sedangkan untuk SMP hanya ada di pusat Nagari yakni di
Jorong Koto Sisawah dan Jorong Kabun. Sementara itu, keseluruhan Jorong
(Dusun) di Nagari Sisawah tidak memiliki akses internet dan sinyal telepon.
Untuk mendapatkan jaringan internet saja harus menempuh kurang lebih
setengah sampai satu jam perjalanan dan bukan terletak di wilayah
pemukiman. Hal tersebut menjadi indikator bahwa masih terdapat
kesenjangan pendidikan terutama di daerah-daerah terpencil.
3. Tidak semua anak memiliki peralatan penunjang untuk pembelajaran daring
11
Permasalahan lain pada pembelajaran daring ini adalah ketersediaan
peralatan atau saran dan prasarana yang dimiliki oleh anak yang terbatas.
Permasalah ini lebih banyak melanda anak-anak yang bersekolah di luar
karena mereka harus belajar daring atau online.
4. Sulitnya menentukan metode pembelajaran untuk anak-anak yang
bersekolah di dalam Nagari Sisawah
Guru-guru yang mengajar di Nagari Sisawah umumnya berasal dari
pusat Kabupaten Sijunjung. Dengan diberlakukannya pembelajaran online
di hampir seluruh jenjang di Nagari Sisawah, para guru masih kesulitan
dalam menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk para siswa.
12
D. Solusi Mengatasi Kesenjangan Pendidikan di Indonesia
13
d. Program sarjana kedua (S-2) adalah program peningkatan
profesionalitas guru yang diikuti oleh guru yang telah lulus
sertifikasi dalam bidang tertentu.
5. Meningkatkan budaya baca masyarakat
6. Meningkatkan keterampilan penduduk usia kerja.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Pada pembuatan makalah ini, penulis menyadari bahwa banyak sekali
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa
dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber, penulis akan memperbaiki
makalah tersebut. Oleh sebab itu, penulis harapkan kritik serta sarannya
mengenai pembahasan makalah di atas.
15
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, S. R. C., Khoirot, S., Sawitri, S. S., & Nurjanah, N. (2021). Dampak
Pembelajaran Jarak Jauh Pada Masa Covid-19 di SMK Muhammadiyah 1
Sukoharjo. JURNAL PENDIDIKAN, 30(1), 53–58
BNPP, 2015, Peraturan BNPP Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Rencana Induk
Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015-2019, Jakarta.
Kennedy, P., dkk. (2019). Isu Strategis Kesenjangan Pendidikan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Jurnal Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2(1), 619-629.
16
Pada Masa Darurat Covid-19: Telaah Demografi atas Implementasi
Kebijakan Belajar Dari Rumah. Jurnal Kependudukan Indonesia, 81-84.
Solihin, L., Utama, B., & Pratiwi, I. (2018). Indeks Aktivitas Literasi Membaca
2018 Laporan Penelitian Pemeringkatan Literasi Melalui Instrumen Indeks
Literasi Nasional. Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan
Kebudayaan, Balitbang, Kemendikbud
17