(Proposal)
Oleh :
I. PENDAHULUAN
upaya yang paling strategis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masalah
moral merupakan persoalan mendasar yang mengisi kehidupan manusia
kapanpun dan dimanapun.
Perkembangan teknologi yang sudah canggih saat ini membuka akses untuk
orang-orang dapat berbuat kejahatan seperti bullying dengan memanfaatkan
media elektronik, salah satu kejahatan yang menggunakan jejaring internet
atau media elektronik adalah cyberbullying. Cyberbullying merupakan isu
yang tengah menjadi perhatian serius di Indonesia. Beragam peristiwa
cyberbullying marak terjadi baik pada jenjang pendidikan dasar, menengah
hingga tinggi dan di seluruh lapisan masyarakat. Aktivitas cyberbullying bisa
di lakukan dengan dukungan dari alat-alat elektronik, maupun penggunaan
jejaring sosial dalam media sosial, masalah kecil yang sering terjadi di
kalangan selebritas yang juga banyak mengundang para natizen untuk
melakukan cyberbullying (Widyawati, 2017).
Tidak hanya itu pertumbuhan jejaring sosial atau media sosial mengundang
masyarakat melakukan hal-hal baru, maupun trend-trend sebagai alat untuk
melakukan hal negatif seperti halnya penindasan, diskriminasi online yang
biasa dikenal dengan cyberbullying. Cyberbullying yang merupakan hal-hal
negatif yang menyertai penggunaan teknologi informasi. Cyberbullying bisa
disebut dengan kekerasan tidak langsung yang melalui media sosial yang
bersasaran bukan fisik melainkan tertuju kepada mental korban sehingga hal
tersebut lebih menyakitkan dibandingkan dengan kekerasan yang secara
langsung atau secara fisik. Sehingga korban Cyberbullying banyak yang sering
kali mengalami depresi, merasa terisolasi, dan tidak berdaya ketika dia
diserang oleh pelaku (Syafira, 2021). Maka dibutuhkan penanaman moral yang
baik lagi bagi masyarakat¸ agar kasus cyberbullying dapat diminimalisir.
M.Ali & M. Asrori menyatakan bahwa moral merupakan standar baik buruk
yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu
sebagai anggota sosial. Moral menjadi dasar dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara (Lasmida, 20121). Banyak terjadi permasalahan
global di dunia yang berawal dari budaya nilai- nilai moral yang belum
sepenuhnya diajarkan dan dipahami oleh seluruh bangsa-bangsa di dunia
karena pada dasarnya moral merupakan cerminan dari implikasi perilaku dan
sikap warga negara dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
warga negara yang baik. Terdapat beberapa faktor yang merusak moral
generasi muda diantaranya perkembangan dan kemajuan teknologi, rendahnya
iman, pengaruh pergaulan lingkungan sekitar, dan lain-lain sebagainya. Maka
dari itu, hendaknya pendidikan moral menjadi landasan dasar utama bagi
5
Tujuan utama dari pendidikan moral adalah untuk membantu mahasiswa agar
mereka bisa memahami dunia ini dari sudut pandang orang lain, terutama
yang berbeda dari pengalaman mereka. Oleh karenanya pendidikan moral itu
sejatinya merupakan proses pembelajaran yang dengannya seseorang mampu
memahami diri mereka sendiri, dan dunia yang ada di sekitarnya. Pengetahuan
tentang bagaimana berperilaku dalam kehidupan ini, baik dalam konteks
tempat maupun waktu tertentu.
Pendidikan moral diperlukan dalam hal ini. Remaja diberi pengarahan agar
bijak dalam menggunakan sosial media. Selain itu, agar mereka memiliki etika
dan membatasi diri ketika akan melakukan suatu hal. Remaja juga harus
berpikir panjang atas apa yang ia perbuat, dan memperhatikan dampaknya
6
bagi diri sendiri ataupun orang lain. Kejahatan cyberbullying memiliki jejak
digital yang dapat menjadi bukti dan di pidanakan. Cyberbullying diatur dalam
UU ITE dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara atau denda maksimal Rp.
12.000.000.000, 00 (Pasal 45 ayat 3) Apabila remaja sudah diberi pengertian
terkait hal tersebut, ia akan sedikit memikirkan akibat dari apa yang ia lakukan
jika melanggar hal tersebut dan menjadikannya patokan agar melakukan hal
yang baik ketika bersosial media.
Pendidikan moral adalah salah satu mata kuliah wajib yang harus diampu
mahasiswa Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, pendidikan moral
mengajarkan mengenai nilai-nilai kebaikan yang meliputi perilaku baik sesuai
dengan aturan normative dan juga tentang sikap dan tingkah laku manusia
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu mahasiswa ppkn seharusnya
memiliki kesadaran terhadap adanya tindakan cyberbullying. Namun, pada
kenyataannya masih terdapat mahasiswa ppkn yang melakukan tindakan
cyberbullying secara sadar maupun tidak sadar. Berdasarkan hasil wawancara
terhadap salah satu mahasiswa bahwa tindakan cyberbullying tersebut di
antaranya menghina fisik, dipojokkan pada sebuah forum chat/diskusi, dan
mendapat perlakuan yang tidak sepantasnya. Sebagian dari pelaku
mengungkapkan bahwa hal yang mereka lakukan tersebut hanyalah lelucon
dan sesuatu hal yang mereka rasa tidak melanggar aturan apapun. Meskipun
demikian hal tesebut menyebabkan korban cyberbullying menjadi kurang
memiliki kepercayaan diri.
Berdasarkan latar belakang masalah inilah peneliti merasa penting untuk lebih
mengetahui bagaimana “ Pengaruh Pendidikan Moral Terhadap
PerilakuCyberbullying Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Universitas Lampung “
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan
beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut :
1. Adanya tindakan cyberbullying melalui platform sosial media.
2. Kurang adanya empati bagi pelaku cyberbullying.
3. Pelaku cyberbullying kurang mampu mengambil keputusan dalam
bertindak ketika bermedia social
4. Masih adanya mahasiswa PPKn yang mengucilkan orang lain melalui
media sosial
8
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, peneliti membatasi
masalah dalam penelitian ini pada Pengaruh Pendidikan Moral Terhadap
PerilakuCyberbullying Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Universitas Lampung
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah pengaruh
Pendidikan Moral Terhadap PerilakuCyberbullying Mahasiswa Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Lampung.
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi Pengaruh Pendidikan Moral
Terhadap PerilakuCyberbullying Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Universitas Lampung
F. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini ialah:
1. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap mahasiswa mengenai pentingnya pendidikan moral agar dapat
mencegah cyberbullying, sehingga meminimalisir tindakan cyberbullying
khususnya di perguruan tinggi.
2. Kegunaan Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan-masukan
yang berguna bagi peningkatan kualitas pendidikan, yaitu:
9
a. Bagi Peneliti
Melalui penelitian ini diharapka dapat memberikan masukan serta
menambah wawasan seorang peneliti dan sebagai generasi muda agar
mampu memiliki moral yang baik yang sesuai dengan moral yang
berlaku di masyarakat. Peneliti juga berharap agar dengan adanya
penelitian ini maka dapat meminimalisir tindakan cyberbullying di
masa yang akan datang serta sebagai calon pendidik, peneliti juga
dapat menanamkan pendidikan moral bagi peserta didik kelak.
b. Bagi Tenaga Pengajar atau Pendidik
Penelitian ini berguna untuk memberikan kesiapan mengenai
penanaman pendidikan moral baik bagi perguruan tinggi maupun
sekolah-sekolah supaya dapat memberikan wawasan pentingnya
memiliki moral yang baik, di ataranya dapat mencegah cyberbullying.
c. Bagi Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Universitas Lampung
Penelitian ini sebagai bahan masukan untuk mahasiswa Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Lampung tentang
pentingnya pendidikan moral terhadap pencegahan cyberbullying
sehingga dapat dijadikan sebagai pembelajara di masa yang akan
datang.
A. Deskripsi Teoritis
1. Tinjauan Tentang Pendidikan Moral
a. Pengertian Pendidikan
Secara etimologi, kata pendidikan berasal dari kata “paedagogie” dari
bahasa Yunani, terdiri dari kata “pais” artinya anak dan “again” artinya
membimbing, jadi jika diartikan, paedagogie artinya bimbingan yang
diberikan kepada anak. Dalam bahasa Romawi pendidikan berasal dari
kata “educate” yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada dari
dalam. Dalam bahasa inggris disebut dengan education, dalam bahasa
latin pendidikan disebut dengan educatum yang tersusun dari dua kata
yaitu E dan Duco dimana kata E berarti sebuah perkembangan dari
dalam ke luar atau dari sedikit banyak, sedangkan Duco berarti
perkembangan atau sedang berkembang. Jadi, Secara Etimologi
pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan diri
sendiri dan kekuatan individu.
b. Pengertian Moral
Secara etimologi, kata moral berasal dari bahasa Belanda “moural”
yang berarti kesusilaan, budi pekerti.Dalam kata “moral‟ berasal dari
bahasa Arab jama’ dari “khulqun‟ yang berarti budi pekerti.
Menurut W.J.S Poerwadarminta menyebutkan Moral adalah ajaran baik
buruk perbuatan dan kelakuan. Jika dikaitkan dengan individu, moral
13
orang dewasa dalam membentuk tingkah laku yang baik, yaitu tingkah
laku yang sesuai dengan harapan masyarakat yang dilakukan secara
sadar.
2. Tinjauan Cyberbullying
a. Pengertian Cyberbullying
Patchin dan Hinduja (2015) menyatakan bahwa cyberbullying adalah
perlakuan yang disengaja dan dilakukan secara berulang yang ditimbulkan
melalui media teks elektronik atau internet. Cyberbullying adalah bentuk
intimidasi yang pelaku lakukan untuk melecehkan korbannya melalui
perangkat teknologi. Pelaku ingin melihat seseorang terluka, ada banyak
cara yang mereka lakukan untuk menyerang korban dengan pesan kejam
dan gambar yang mengganggu dan disebarkan untuk mempermalukan
korban bagi orang lain yang melihatnya. Selaras dengan hal tersebut,
menurut Mira (2016) Cyberbullying adalah bentuk intimidasi yang pelaku
lakukan untuk melecehkan korbannya melalui perangkat teknologi. Pelaku
ingin melihat seseorang terluka, ada banyak cara yang mereka lakukan
untuk menyerang korban dengan pesan kejam dan gambar yang
mengganggu dan disebarkan untuk mempermalukan korban bagi orang lain
yang melihatnya.
3. Bentuk perilaku non verbal langsung antara lain meliat dengan sinis,
menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang mengejek.
4. Perilaku non verbal tidak langsung antara lain mendiamkan seseorang,
memanipulasi persahabatan, mengucilkan, dan mengabaikan seseorang
5. Pelecehan seksual, kadang dikategorikan sebagai perilaku agresif.
c. Antisipasi Cyberbullying
Fitria (2021) Pencegahan Cyberbullying yang dapat kita lakukan untuk
menghindari perilaku cyberbullying dengan cara mengontrol diri sendiri
dalam berperilaku terutama menggunakan media sosial dengan bijak,
pertimbangkan sebelum memposting sesuatu di media sosial, memilih
lingkungan sosial yang memiliki nilai dan ajaran yang positif, hindari
memberikan informasi yang tidak valid, mencegah seseorang agar tidak
menjadi pelaku cyberbullying. Sedangkan menurut Flourensia (2012) untuk
mencegah terjadinya cyberbullying ada beberapa peranan, yaitu;
1. orang tua harus memberikan edukasi kepada anak-anak mereka
tentang perilaku online yang benar dan aman. Orang tua juga harus
melakukan pemantauan terhadap aktivitas online anak-anak mereka
yang bisa dilakukan baik secara informal maupun formal. Cukup
menyedihkan melihat hasil kuesioner yang menyatakan bahwa para
remaja lebih cenderung untuk menceritakan pengalaman mereka
kepada teman-teman mereka dari pada kepada orang tua mereka.
Ini menandakan bahwa kurang ada hubungan dan komunikasi yang
baik dan terbuka antara orang tua dengan anak mereka. Untuk itu
orang tua harus dapat menumbuhkan dan memelihara komunikasi
yang terbuka dengan anak sehingga saat mereka mengalami hal-hal
26
d. Karakteristik Cyberbullying
Terdapat beberapa karakteristik cyberbullying menurut Shariff dalam
Mulyadi, dkk (2016) yaitu:
1. Anonim
Keadaan yang anonim atau tanpa identitas membuat pelaku
cyberbullying bisa secara bebas melakukan bullying kepada banyak
orang secara terang-terangan.
2. Audiens yang tidak terbatas
Banyaknya audiens menyebabkan mereka ikut serta beramai-ramai
melakukan bullying. Hal ini dapat terjadi di forum-forum diskusi atau
kolom komentar di laman berita tertentu.
3. Prevalensi seksualitas dan pelecehan homofobik
Terkadang permasalahan orientasi seksual terbawa dalam ejekan di
dalam obrolan daring, muncul makian, atau ejekan dengan
menyebutkan istilah tertentu yang berkaitan dengan orientasi seks
tertentu.
4. Ekspresi yang permanen
28
e. Faktor Cyberbullying
Cyberbullying merupakan masalah yang umum terjadi di kalangan para
remaja dalam era globalisasi saat ini. Bayraktar, dkk (2014) mengatakan
ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku cyberbullying, yaitu :
1. Bullying Tradisional
Korban cyberbullying sering juga menjadi korban dari bullying
tradisional, dan pelaku intimidasi telah ditemukan sebagai cyberbullies
juga. Fenomena tersebut juga memiliki ciri-ciri yang sama, seperti
30
4. Harga Diri
Pada umumnya korban memiliki harga diri yang lebih rendah
dibandingkan dengan non-korban dan pengganggu. Korban
cyberbullying dan cyberbully cenderung memiliki harga diri yang lebih
rendah dibandingkan dengan orang lain, namun masih sedikit yang
diketahui tentang harga diri pelaku cyberbullying.
C. Kerangka Pikir
Agar lebih jelas mengenai pengaruh pendidikan moral terhadap pencegahan
cyberbullying Mahasiswa Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan
Universitas Lampung, maka dapat dilihat melalui bagan di bawah ini:
1. Mampu 1. Menyebarkan
Memahami Nilai- Informasi
Nilai Budi Orang Lain
Pekerti 2. Mengucilkan
2. Mampu Orang Lain
Mengembangkan Melalui Media
Wataknya secara Sosial
Konsisten
3. Mampu
Menghadapi
Masalah Nyata
D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian dan
didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data
(Sugiyono (2019). Adapun hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
33
A. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kuantitatif.
Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya
dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiono, 2016).
1 2020 75
2 2021 86
3 2022 118
2. Sampel
Sugiyono (2015:81) “Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. sedangkan menurut
Margono “Sampel adalah bagian dari populasi”. Penelitian ini
merupakan penelitian sampel karena subjek yang diteliti hanya
sebagian dari populasi. Sedangkan untuk menentukan besar kecilnya
sampel, peneliti menggunakan rumus Taro Yamane (Riduwan, 2013:
65) rumus yang dimaksud sebagai berikut:
N
n=1+
N ( d 2 ) +1
Keterangan:
n : Jumlah Sampel
N : Jumlah Populasi
N 279 279
n=1+ = = =73 , 61=73
N ( d ) +1
2
279 ( 0 , 01 ) +1 3 , 79
ni = ¿ . N
N
Keterangan:
Ni : Jumlah populasi secara stratum
n : Jumlah sampel seluruh
ni : Jumlah sampel menurut stratum
N : Jumlah populasi seluruh
1 2020 75 75 20
×73=19 , 6
279
37
2 2021 86 86 22
×73=22 ,5
279
C. Variabel Penelitian
Sugiyono (2015) “Variabel penelitian pada dasarnya segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut yang kemudian ditarik
kesimpulannya”. Sedangkan menurut Margono (2014) “Variabel adalah
konsep yang mempunyai variasi nilai (misalnya variabel model kerja,
keuntungan, biaya promosi, volume penjualan, tingkat pendidikan manajer
dan sebagainya). Variabel dapat juga diartikan sebagai pengelompokan yang
logis dari dua atribut atau lebih”.
2. Definisi Operasional
P.V. Young mengemukakan bahwa Definisi operasional adalah
mengubah konsep-konsep yang berupa constructs atau sesuatu yang
bersifat abstrak (tidak empiris) menjadi bentuk yang dapat diukur secara
empiris dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala
yang dapat diamati (abservable), dapat diuji, dan dapat ditentukan
kebenarannya oleh orang lain (Bakry, 2016). Pendapat lain
dikemukakan oleh Sarwono Definisi operasional adalah definisi yang
menjadikan variabel-variabel yang sedang diteliti menjadi bersifat
operasional dalam kaitannya dengan proses pengukuran variabel-
variabel tersebut (Shela 2019). Definisi operasional yang dimaksud pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan Moral
Pendidikan moral berusaha untuk mengembangkan pola perilaku
seseorang sesuai dengan kehendak masyarakatnya. Kehendak ini
berwujud moralitas atau kesusilaan yang berisi nilai-nilai dan
kehidupan yang berada dalam masyarakat. Karena menyangkut dua
aspek inilah, yaitu nilai-nilai dan kehidupan nyata yang berguna
untuk mengambil keputusan moral yang terbaik bagi diri dan
masyarakatnya. Dalam penelitian ini untuk dapat mengukurnya,
maka dapat dilihat dari indikator sebagai berikut :
b. Perilaku Cyberbullying
Cyberbullying merupakan perbuatan bullying melalui media
internet dan teknologi digital. Dalam penelitian ini untuk dapat
mengukur perilaku Cyberbullying , maka dapat dilihat dari
indicator sebagai berikut :
1. Menyebarkan Informasi Orang Lain
2. Mengucilkan Orang Lain
sesuai dengan kolom yang telah disediakan oleh peneliti. Peneliti memilih
teknik angket agar lebih memudahkan peneliti dalam mengumpulkan
data. Sasaran angket ini yaitu Mahasiswa PPKn angkatan 2020-2022 di
Universitas Lampung, Skala angket dalam penelitian ini menggunakan
skala Likert. Sugiyono (2012:136) menyatakan skala Likert digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang, atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan kata lain, skala Likert
merupakan skala untuk mengukur sikap atau pendapat seseorang dengan
penilaian negatif atau positif pada objek yang akan diukur. Instrumen
penilitian dengan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk checklist
maupun pilihan ganda. Dalam penggunaan skala ini, peneliti
menggunakan bentuk checklist. Untuk melakukan kuantifikasi maka skala
tersebut kemudian diberi angka-angka sebagai simbol agar dapat
dilakukan perhitungan. Umumnya pemberian kode angkanya sebagai
berikut:
2. Wawancara
Dalam penelitian ini menggunakan teknik pendukung salah satunya
adalah wawancara. Dalam penelitian kuantitatif wawancara menjadi
metode pengumpulan data yang dapat mendukung hasil penelitian.
Menurut Sugiyono (2011:137) wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan
untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila
peneliti ingin mengetahui dari hal-hal responden yang lebih mendalam
dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Sedangkan menurut Esterberg
dalam Sugiyono (2015:72) wawancara adalah pertemuan yang
dilakukan oleh dua orang untuk bertukar informasi mupun suatu ide
42
F. Instrumen Penelitian
menempati posisi teramat penting dalam hal bagaimana dan apa yang harus
dilakukan untuk memperoleh data di lapangan. Untuk menghasilkan data
dalam penelitian ini, selanjutnya penulis gunakan instrumen penelitian untuk
menghasilkan data yang hendak diukur atau diteliti yaitu mengenai pendidikan
moral dan perilaku cyberbullying. Adapun instrumen yang digunakan dalam
penelitian gunakan adalah angket dan wawancara.
1. Angket
Alat bantu berupa pernyataan yang harus dijawab oleh responden yang
digunakan untuk mengetahui pendidikan moral dan perilaku cyberbullying.
Pada penyusunan angket nanti nya peneliti akan menggunakan lembar kisi-
kisi angket dan pedoman penskoran. Angket pendidikan moral dan perilaku
cyberbullying nanti nya juga akan dituliskan dalam lampiran. Instrumen
angket merupakan instrumen utama dalam penelitian ini. Mengingat data
penelitian merupakan aspek yang penting dalam penelitian, maka
instrumen atau alat yang digunakan mengukur harus terpercaya.
2. Wawancara
Insrumen wawancara merupakan pedoman peneliti dalam mewawancarai
subjek penelitian untuk menggali sebanyak-banyaknya tentang apa,
mengapa, dan bagaimana mengenai masalah yang diberikan oleh peneliti.
Pedoman ini merupakan garis besar pertanyaan-pertanyaan yang akan
diberikan peneliti kepada subjek penelitian sebagaimana yang nanti nya
akan terlampir pada lampiran. Jika selama wawancara subjek mengalami
kesulitan dengan pertanyaan tertentu yang diajukan oleh peneliti, maka
mereka didorong untuk merefleksikan dan menjelaskan kesulitan yang
dihadapinya. Kemudian wawancara akan dilaksanakan secara offline dan
apabila tidak memungkinkan wawanara akan dilakukan secara online,
maka subjek pun diperkenankan menggunakan penjelasan secara tertulis
untuk menguatkan jawaban yang diberikan. Untuk memaksimalkan hasil
wawancara peneliti menggunakan fitur screenshoot, tujuannya untuk
mengantisipasi keterbatasan peneliti dalam mengingat informasi pada saat
wawancara berlangsung.
44
1. Uji Validitas
Pengertian validitas menurut Suharsimi Arikunto (2010) menyebutkan
bahwa Validitas adalah suatu ukuran untuk menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau keshahihan suatu instrumen. Semakin tinggi validitas dari
sebuah instrumen maka instrumen tersebut valid, namun sebaliknya
semakin rendah validitas dari sebuah instrumen maka nilai dari sebuah
instrumen kurang valid atau memiliki validitas rendah. Dari penjelasan
tersebut, dapat disimpulkan jika uji validitas instrumen dapat digunakan
untuk menghitung sejauh mana alat ukur yang dipakai bisa mengukur apa
yang dapat diungkapkan dan apa yang diinginkan data dari variabel yang
45
diteliti secara tepat. Metode uji validitas angket yang diterapkan dalam
penelitian ini adalah Korelasi Product Moment dengan rumus:
N ∑ XY −( ∑ X ) .(∑Y )
rₓᵧ =
√ {N ∑ X 2 −¿ ¿ ¿
Sumber : Sujarweni (2012:177)
Keterangan:
∑x = jumlah skor X
2. Uji Reliabilitas
Menurut Arikunto (2010), reliabilitas memiliki arti bahwa instrumen
dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas instrumen ialah syarat
pengujian validitas instrumen, maka dari itu instrumen yang valid
umumnya pasti reliabel namun pengujian reliabilitas instrumen tetap perlu
dilakukan. Uji reliabilitas dilakukan pada masing-masing variabel
penelitian. Menurut Suliyanto (Wibowo, 2012:52) cara mencari besaran
angka reliabilitas dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha
digunakan rumus berikut :
2
k ∑σ b
r11 = [ ] [1- 2 ]
k−1 σ1
46
Keterangan
r11 = reliabilitas instrumen
k = jumlah butir pernyataan/pertanyaan
2
∑ σ b = jumlah varian pada butir
2
σ1 = varian total
a. Uji Normalitas
Uji normalitas sebagai uji prasyarat analisis diperlukan untuk
mengetahui data yang akan diolah berdistribusi normal atau tidak,
sehingga langkah selanjutnya akan menggunakan analisis statistik
parametrik atau non-parametrik bisa jelas diputuskan. Uji normalitas
pada penelitian ini menggunakan SPSS 25 dengan mengacu pada
model uji Kolgomorov-Smirnov. Normal atau tidaknya sebaran data
penelitian dapat dilihat dari nilai signifikansi yang diperoleh. Hasil
perhitungan dinyatakan berdistribusi normal bila nilai signifikansi
lebih dari 0,05 (Priyatno, 2014:79).
48
b. Uji Linieritas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah Pendidikan
Moral (variabel X) dan Perilaku Cyberbullying (variabel Y)
memiliki hubungan yang linear secara signifikan atau tidak.
Uji linearitas dilakukan menggunakan SPSS 25 untuk
memperoleh koefisien signifikansinya. Dasar pengambilan
keputusan hasill uji linearitas adalah sebagai berikut:
1) Jika nilai Sig. > 0,05, maka ada hubungan yang linear
secara signifikan antara variabel X dan variabel Y.
2) Jika nilai Sig. < 0,05, maka tidak ada hubungan yang linear
secara signifikan antara variabel X dan variabel Y.
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis digunakan untuk menguji pengaruh antara Pendidikan Moral
dengan Perilaku Cyberbullying mahasiswa. Peneliti menggunakan
perhitungan analisis regresi linier sederhana dibantu dengan aplikasi SPSS
versi 25. Persamaan regresi sederhana diruuskan sebagai berikut :
Y = a + bX
Keterangan :
Y = Subjek variabel terikat yang diprediksikan
X = Variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu
a = Nilai intercept (konstanta) harga Y jika X = 0
b = Nilai arah atau nilai koefisien regresi
Daftar Pustaka
Nugraha, Fajar Briyanta Hari. 2014. Nilai Moral dalam Novel Pulang
Karya Leila S Chudori. Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta
Novan Ardy Wiyani. 2018. Save Our Children From School Bullying.
Jakarta: PT Grasindo