Anda di halaman 1dari 11

DEBAT AGAMA

1)Dewan ini setuju media sosial  memiliki peran yang


besarterhadappembentukan karakter pemuda dalam kehidupan
sehari-hari
 
media sosial menjadi salah satu elemen penting  yang tak terpisahkan dalam kehidupan
sosial masyarakat. Yang pastinya juga berhubungan atau berdampak kepada karakter
peranan media sosial dalam membentuk karakter generasi muda Indonesia sangat terbuka.
Ada berbagai macam dampak yang akan terjadi dan secara tidak langsung turut membentuk
karakter daripada generasi muda itu sendiri, mulai dari dampak positif sampai dampak yang
negatif. Hal semacam inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan karakter bagi generasi
muda. dari hasil survei melaporkan bahwa 256.2 juta orang di Indonesia menggunakan
internet dari setengahnya yaitu 132.7 juta jiwa, sedangkan untuk usia remaja 23,8 juta jiwa. 

18% persen dari penduduk Indonesia, ini membuktikan bahwa media sosial turut mengambil
peran dalam membentuk karakter generasi muda, di tambah dengan dampak yang begitu
signifikan di lihat dari sisi positif maupun negatifnya. Dampak positif yang bisa kita lihat dari
menggunakan internet atau media sosial bagi generasi muda yaitu, mereka dapat belajar
meningkatkan dan mengembangkan keterampilan teknis dan social yang memang sangat di
butuhkan dalam zaman digital sekarang ini. 
Namun ketika kita lihat dari sisi negatif dari menggunakan media sosial yang cukup
transparan dan terbuka ini membuat para remaja Dengan leluasa mengakses konten-konten
Yang berbau pornografi, selain itu juga media sosial akan membuat anak dan remaja lebih
mementingkan diri sendiri. Mereka menjadi tidak sadar akang lingkungan virtual, karena
kebanyakan menghabiskan waktu di internet, hal semacam ini dapat mengakibatkan anak
kurang berempati dengan lingkungan di dunia nyata.

Sadar maupun tidak sadar media sosial turut mengambil peran dalam membentuk karakter
daripada generasi muda itu sendiri, dengan  dampak yang di timbulkan Secara tidak langsung
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap tingkah laku orang yang
menggunakannya, untuk itu dalam mengunakan media sosial kita haruslah cerdas, cerdas
dalam artian mengerti apa yang seharusnya kita lakukan dalam menggunakannya, agar
tercipta generasi yang cerdas dan berkompeten dalam mengelola media informasi sebagai
basis data dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Dan seharusnya media sosial hadir sebagai
spot education dalam hal ini menjadi wadah ataupun tempat belajar mengelola arus
modernisasi berupa teknologi, informasi dan komunikasi, agar generasi muda Indonesia
tampil sebagai generasi yang cerdas dalam segala bidang, dan lebih kepada cerdas dalam
mengunakan media sosial.

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI GERAKAN


SOSIAL DI MEDIA SOSIAL
Pengaruh Media sosial dalam komunikasi antar budaya juga
membentuk karakter remaja karena dapat menerima keberagaman
dan membuka wawasan luas terkait keberahaman budaya dan
komunikaai lainnya

2)Dewan ini setuju demokrasi melunturkan nilai-nilai kejujuran dalam


kehidupan masyarakat.
Dalam rangka mengawasi pemilu supaya pemilu berlangsung demokratis secara normatif, maka
semua tahapan  pemilu harus dilaksanakan sesuai perundang-undangan.

“Di Indonesia semua mengaku beragama, biasanya orang yang beragama itu pasti jujur, akan
tetapi pada saat berpemilu sebagian besar tingkat kejujurannya merosot di bawah rata-rata,’’
ungkap Nelson

Nelson menambahkan, Bawaslu bertekad melakukan pemilu yang demokratis sejak reformasi.
Kondisi kepemiluan di Indonesia merosot terutama pada tingkat kejujuran. Pelanggaran yang
terjadi di pemilu sebetulnya diinisiasi oleh peserta pemilu, misalkan ketidakjujuran saat
berkampanye dan mempengaruhi penyelenggara pemilu. Hampir semua peserta pemilu
membeli suara dari rakyat selaku pemilih, dan yang paling parah berusaha mengubah hasil
pemilu.

Salah satu tugas Bawaslu melakukan proses pengawasan dalam hal pencegahan, dengan cara
mengajak masyarakat melalui sosialisasi agar tidak melakukan pelanggaran dan mendorong
masyarakat untuk jujur dalam demokrasi dan Pemilu.

“Walaupun sebetulnya tidak mudah menemukan segelintir masyarakat yang seperti


itu,’’pungkasnya.

Bawaslu juga berharap partisipasi dari para tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Tetapi setelah melihat proses-proses pengambilan keputusan dalam struktural keagamaan,
tidak sedikit dari mereka juga ikut-ikutan bermain politik uang. Jadi apa yang akan diharapkan
dari para tokoh ini, padahal peran mereka sangat diperlukan?

“Saya sempat tidak percaya diri dalam melakukan pengawasan dengan melihat kondisi seperti
sekarang ini, tapi saya yakin masih banyak masyarakat yang mempunyai niat kejujuran dalam
berpemilu,’’katanya

Selain itu salah satu pendiri JEMARI Sabar Mangado mengatakan, secara formal ada hirarki
sistem aturan dan peraturan  yang dijalankan negara. Tapi fakta di lapangan aturan dan
peraturan yang sifatnya baku tidak mampu dihayati oleh masyarakat dengan benar sehingga
menjadi celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dan memanfaatkan itu secara
pragmatis.
3)Dewan ini setuju penerapan kultur keberagaman sulit dilaksanakan dalam
lembaga pendidikan

Multikultural di Indonesia: sebuah Tantangan Pendidikan


Indonesia merupakan bangsa dengan aneka suku, agama, golongan, ras, kelas sosial, dan sebagainya.
Singkatnya, multikultural sebagaimana Amerika, Australia, Inggris, dan negara maju lainnya. Walaupun
tersusun atas berbagai keragaman, masing-masing bangsa mempunyai latar belakang (alasan historis)
dalam mengembangkan pendidikan multikultural (Isnarmi Moeis, 2014: 7). Latar belakang ini pun
memberikan warna bagaimana pendidikan multikultural dilaksanakan.
Pendidikan multikultural Amerika Serikat bermula dari gerakan multikulturalisme yang dimulai tahun
1950-an dalam bentuk gerakan civil rights. Persoalannya adalah persamaan kaum kulit hitam dan kaum
kulit putih. Jadi, tuntutan rasial (diskriminasi) menjadi faktor pemicu pendidikan multikultural. Sementara
itu, Inggris mengembangkan pendidikan multikultural karena migrasi penduduk Karibia dan Asia, serta
Negara-Negara Persemakmuran. Tuntutannya adalah kesetaraan hak sosial, kesetaraan perlakukan di ruang
publik dan pendidikan. Selanjutnya, pendidikan multikultural di Australia berlatar belakang diskriminasi
suku Aborigin. Lain halnya latar belakang pendidikan multikultural di Kanada. Pendidikan multikultural
hadir bersamaan dengan perkembangan sosial dimana memang sejak awal terdiri dari budaya yang berasal
dari imigran. Dari beberapa negara tersebut, terlihat bahwa pendidikan multikultural bisa mempunyai
polanya sendiri-sendiri sesuai dengan kesadaran dan proses pengolahannya (Isnarmi Moeis, 2014: 8-10).
Bagaimana dengan Indonesia? 
Dalam upaya membangun Indonesia, gagasan multikulturalisme menjadi isu strategis yang merupakan
tuntutan yang tidak bisa ditawar lagi. Alasannya adalah bahwa Indonesia merupakan bangsa yang lahir
dengan multikultur dimana kebudayaan tidak bisa dilihat hanya sebagai kekayaan (yang diagungkan) tetapi
harus ditempatkan berkenaan dengan kelangsungan hidup sebagai bangsa. Dalam konteks Indonesia,
pendidikan multikultural merupakan keharusan, bukan pilihan lagi. Di dalamnya, pengelolaan
keanekaragaman dan segala potensi positif dan negatif dilakukan sehingga keberbedaan bukanlah ancaman
atau masalah, melainkan menjadi sumber atau daya dorong positif bagi perkembangan dan kebaikan
bersama sebagai bangsa (Scholaria, Vol. 2, No. 1, Januari 2012: 116).
Upaya pengembangan kurikulum berbasis lokal (yang memasukkan muatan-muatan lokal) menjadi contoh
upaya pengembangan pendidikan multikultural. Hanya saja, pendidikan multikultural di sini hanya
mempersiapkan anak didik dengan kesadaran budaya etnik mereka sendiri, padahal “tujuan pendidikan
multikultur adalah untuk mempersiapkan anak didik dengan sejumlah pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diperlukan dalam lingkungan budaya etnik mereka, budaya nasional, dan antar budaya
etnik lainnya”. Pendidikan sebagai pengembangan kesadaran budaya seperti ini masih berada dalam taraf
soft multikulturalisme (kesadaran multikultural yang hanya di permukaan saja) (Isnarmi Moeis 2014: 10-
11).
Kenyataan bahwa Indonesia mempunyai keanekaragaman, tidak bisa dipungkiri. Harapan bahwa
keanekaragaman menjadi kekayaan yang memajukan dan mengembangkan bangsa, juga selalu diimpikan.
Tetapi, jurang antara kenyataan dan harapan memang mimpi yang belum tahu kapan akan terwujud. Situasi
tersebut bisa kita lihat dalam dua sisi. a) Dari sisi negatif, pendidikan multikultural penting tetapi
terabaikan. b) Di sisi positif, masih terbentang luas pembentukan suatu model pendidikan multikultural
Indonesia (bukan adopsi model Barat) yang mampu mengolah kenyataan bangsa yang multikultural ini
sedemikian rupa sehingga bukan hanya potensi kekayaan melainkan menjadi kekayaan yang dirasakan
seluruh anggota masyarakat. Lalu bagaimana? Sebagai kail gagasan, ada dua hal yang patut dicermati.
Pertama, nilai inti pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural mengusung minimal tiga nilai
penting, yaitu: a) apresiasi terhadap adanya kenyataan pluralitas budaya, b) pengakuan terhadap harkat dan
hak asasi manusia, c) pengembangan tanggung jawab masyarakat dunia, dan pengembangan tanggung
jawab manusia terhadap planet bumi. Kedua, tujuan pendidikan multikultural. Dalam prosesnya,
pendidikan multikultural bisa menyasar beberapa gapaian penting, yaitu: a) mengembangkan kesadaran
diri dari kelompok-kelompok masyarakat, b) menumbuhkan kesadaran budaya masyarakat, c)
memperkokoh kompetensi interkultural budaya-budaya dalam masyarakat, d) menghilangkan rasisme dan
berbagai prasangka buruk (prejudice), e) mengembangkan rasa memiliki terhadap bumi, dan terakhir, f)
mengembangkan kesediaan dan kemampuan dalam pengembangan sosial (Scholaria, Vol. 2, No. 1, Januari
2012: 125-126).
Akhirnya, demi pengembangan pluralitas bangsa, pendidikan multikultural di Indonesia sekiranya
memperhatikan beberapa hal: pertama, pendidikan multikultural menghadirkan atau menyediakan tempat
yang luas bagi pengolahan keberbedaan atau keragaman bangsa. Kedua, pendidikan multikultural
mendasarkan diri pada Pancasila sebagai pilihan terbaik dalam kemajemukan bangsa Indonesia. Ketiga,
pendidikan multikultural mendasarkan diri pada sosio-politik, ekonomi, dan budaya Indonesia. Keempat,
pendidikan multikultural membutuhkan metode pembelajaran secara tepat sehingga internalisasi nilai dapat
terwujud dengan baik 
Pendidikan multikultural bertujuan untuk menjelaskan pentingnya menjaga nilai-nilai
keberagaman yang ada di Indonesia serta menegakkan sikap toleransi. Pendidikan
multikultural diajarkan disemua jenjang sekolah SD/SMP/SMA. Penerapan pendidikan
multikulturalisme di sekolah antara lain:

1. menyamaratakan hak dan kewajiban seluruh siswa di sekolah tanpa


memandang perbedaan masing-masing siswa
2. menanamkan sikap saling peduli dan toleransi antar siswa di sekolah.   

3. maka dapat disimpulkan sebagai berikut:


4. 1. Implementasi pendidikan multikultural berbasis nilai karakter toleransi dan
demokratis
5. di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta dapat diamati dan
diteliti melalui tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi. Berikut
adalah deskripsi dari tiga tahap tersebut :
6. a. Perencanaan pendidikan multikultural berbasis nilai karakter toleransi dan
7. demokratis di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta tersebut
terdiri dari analisis terhadap kondisi lapangan di sekolah; menyusun program-
program dan dokumen perencanaan berupa visi, misi, dan tujuan serta tata tertib
sekolah yang memuat rencana-rencana kegiatan sekolah; sosialisasi kebijakan
baik kepada guru, karyawan, peserta didik, maupun orangtua wali dalam
melaksanakan pendidikan multikultural berbasis nilai karakter toleransi dan
demokratis; serta perencanaan pengkondisian dilaksanakan terkait dengan
penyediaan fasilitas sarana prasarana sekolah; dan memberikan keteladanan dari
kepala sekolah dan guru.
8. b. Pelaksanaan pendidikan multikultural berbasis nilai karakter toleransi dan
demokratis di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta, terdiri dari
pengintegrasian dalam mata pelajaran PPKn, IPS, Ketamansiswaan, dan SBdP.
Kemudian melalui program pengembangan diri berupa kegiatan rutin yang
dilakukan agar peserta didik terbiasa berinteraksi dengan warga sekolah yang
bersifat heterogen. Sekolah juga melakukan kegiatan spontan berupa teguran,
ucapan maaf, serta terimakasih. Dalam kegiatan rutin dan spontan tersebut,
kepala sekolah dan guru sangat mendukung dengan memberikan keteladanan
terhadap peserta didik dengan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan
selalu memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menjalankan ibadah,
melakukan musyawarah dalam pengambilan keputusan tanpa memaksakan
kehendaknya sendiri. Kegiatan tersebut didukung dengan suatu pengkondisian
berupa tersedianya tempat-tempat ibadah, lift untuk peserta didik yang tidak
mampumenggunakan tangga, dan tersedianya poster terkait pendidikan
multikultural. Kemudian dilakukan melalui proses pengembangan muatan lokal
berupa SDA, SDM, Letak geografis, dan budaya yang dimiliki sekolah. Dalam
kegiatan tersebut ditumbuhkan nilai toleransi dan nilai demokratis. Nilai toleransi
sangat ditumbuhkan karena adanya perbedaan di sekolah sehingga warga sekolah
mampu untuk saling menerima dan menghargai. Nilai demokratis ditumbuhkan
untuk memberikan kepada seluruh peserta didik untuk mengemukakan
pendapatnya tanpa melihat perbedaan, dan menumbuhkan keadilan terhadap
seluruh peserta didik.
9. c. Evaluasi pendidikan multikultural berbasis nilai karakter toleransi dan
demokratis di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta dilakukan
dengan mengkontrol dan memonitoring langsung program dan kegiatan yang
dilakukan di sekolah; melakukan pencatatan tentang program dan kegiatan yang
sudah terlaksana; kepala sekolah melakukan wawancara tidak terjadwal dengan
guru, peserta didik, dan juga orangtua peserta didik terkait perkembangan
pendidikan multikultural berbasis nilai karakter toleransi dan demokratis di
sekolah; kepala sekolah ikut berpartisipasi dalam segala kegiatan yang dilakukan
di sekolah dilanjut dengan musyawarah terkait pendidikan multikultural berbasis
nilai karakter toleransi dan demokratis di sekolah.

2. Faktor pendukung pelaksanaan pendidikan multikultural berbasis nilai karakter


toleransi dan demokratis yaitu iklim sekolah, sarana prasarana, peran guru, program
dan kegiatan sekolah, dan interaksi antarkomponen di sekolah. Sedangkan faktor
penghambat pelaksanaan pendidikan multikultural berbasis nilai karakter toleransi
dan demokratis yaitu media keberagaman yang digunakan dalam proses
pembelajaran, sosialisasi tentang pendidikan multikultural yang mampu memberikan
pengarahan tentang pentingnya pendidikan multikultural, dan sikap individu.

4)Dewan ini setuju media sosial berdampak buruk bagi penerapan nilai-


nilai ukhuwah islamiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

1) Maraknya pembulian yang terjadi di media sosial Membuat konflik antara individu
maupun kelompok sehingga terciptanya kerusuhan dan ketidak harmonisan antara
individu maupun kelompok sehingga berdampak buruk bagi penerapan nilai Ukuwah
Islamiah
2) Terlalu lalai dalam menggunakan media sosial sehingga mengurangi interaksi Antar
sesama di lingkungan masyarakat sehingga mengakibatkan berkurangnya Silaturahmi
Antar kelompok maupun individu
3) Dampak positif dari media sosial adalah memudahkan kita untuk berinteraksi
dengan banyak orang, memperluas pergaulan, jarak dan waktu bukan lagi masalah,
lebih mudah dalam mengekspresikan diri, penyebaran informasi dapat berlangsung
secara cepat, biaya lebih murah.
4) Sedangkan dampak negatif dari media sosial adalah menjauhkan orang-orang yang
sudah dekat dan sebaliknya, interaksi secara tatap muka cenderung menurun,
membuat orang-orang menjadi kecanduan terhadap internet, menimbulkan konflik,
masalah privasi, rentan terhadap pengaruh buruk orang lain.
5) Dengan adanya media sosial sebagai media komunikasi dapat menambah pengalaman
relasi teman yang berasal dari belahan dunia lain
6)

5)Dewan ini setuju masyarakat modern semakin hilang rasa kepedulian


terhadap sesama
1. Contohnya pada saat seseorang mengalami kecelakaan sering kita lihat bahwa
masyarakat sekitar bukannya menolong tapi malah Mengabadikan momen tersebut
ke dalam media sosialnya sehingga mengakibatkan Oknum yang mengalami
kecelakaan tersebut tidak secepatnya ditangani
2. Contohnya murid yang asyik bermain handphone pada saat guru sedang
menjelaskan materi sehingga hal tersebut mengakibatkan murid tidak fokus dengan
apa yang dijelaskan oleh guru dan hal tersebut berakibat buruk kepada karakter
Kepedulian antara siswa terhadap guru
3.

6)Dewan ini setuju tidak pidana terhadap pelaku penyebaran berita hoax


melalui media sosial
Hukum positif yang dimaksud adalah hukum yang berlaku. Maka, penebar hoax
akan dikenakan KUHP, Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan
Diskriminasi Ras dan Etnis, serta tindakan ketika ujaran kebencian telah
menyebabkan terjadinya konflik sosial.
Rikwanto mengungkapkan, penebar hoax di dunia maya juga bisa dikenakan ujaran
kebencian yang telah diatur dalam KUHP dan UU lain di luar KUHP.
Ujaran kebencian ini meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan,
perbuatan tidak menenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita
bohong.
"Jadi, hoax ini harus ada yang dirugikan, baik itu seseorang atau korporasi yang
merasa dirugikan. Kalau enggak ada, ya cenderung gosip di dunia maya. Perlu ada
obyek dan subyek dari hoax ini," ujar Rikwanto di Dewan Pers, Jakarta, Kamis 12
Januari 2017.
Rikwanto menjelaskan, ujaran kebencian ini biasanya bertujuan untuk menghasut
dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat, antara
lain suku, agama, aliran keagamaan, keyakinan/kepercayaan, ras, antargolongan,
warna kulit, etnis, gender, kaum difabel, hingga orientasi seksual.

SETUJU
Agar mendapatkan efek jera atas hal yang sebelumnya dilakukan yang tidak
berdasar tersebut, karena penyebar hoax dapat mencemarkan nama baik orang lain
sehingga merugikan orang tersebut

TIDAK SETUJU
Kembali kepada masing masing bahwa mungkin orang tersebut tidak berniat untuk
menyebarkan hoax namun hanya meneruskan informasi tersebut dari orang lain ke
orang lain lagi yang dimaksudkan untuk hanya sebagai memberikan informasi
Yang di mana di sini iya posisinya hanya sebagai penerus pesan namun bukan
sebagai pembuat pesan hoax tersebut
:Semua itu kembali lagi kepada masing masing orang Yang secara bijak
menggunakan sosial media sebagai sarana menerima informasi dari orang lain
Contohnya pada saat Pandemi banyak sekali informasi yang beredar tentang hal
hal yang terkait seputar Pandemi Contohnya adalah vaksin yang di ray rumorkan
bahwa vaksin tersebut tidak efektif dan tidak baik apabila vaksin tersebut
digunakan kepada manusia hal tersebut bagi sebagian orang yang awam merasa
bahwa hal tersebut adalah hal yang falid dan dapat di akui kebenarannya sehingga
orang tersebut merasa bahwa informasi seperti ini harus di sebarkan kepada orang
lain yang niatnya untuk membantu dan menginformasikan terkait hal tersebut
7)Dewan ini setuju etika pergaulan islami menjadi norma hukum dalam
masyarakat.
SETUJU
-Karena etika Pergaulan Islami tersebut mengajarkan kita untuk menghindari
Pergaulan bebas dan hal hal yang menyimpang sehingga lebih mengarahkan kita
kepada hal hal yang lebih positif lagi dan menjaga diri kita dari hal hal yang
menyimpang yang tidak dinginkan
-Dapat meningkatkan moral seseorang seseorang menjadi ciri khas seseorang yang
berlandaskan etika dan moral yang baik dalam Pergaulan sehingga orang”
memberikan kesan Yang baik dan membuat orang orang pandangan orang orang
Terhadap individu tersebut dibesarkan oleh nilai dan moral yang Terpuji

TIDAK SETUJU
Seperti yang kita lihat pada zaman sekarang, kenyataannya Banyak sekali orang
orang yang dalam bergaul mengikuti etika Pergaulan layaknya orang Barat karena
terkesan lebih ekspresif dan lebih leluasa dalam bergaul dan mengekspresikan diri
Contohnya saja misalnya di sekolah pada saat adik adik kelas yang memanggil
kakak kelasnya dengan sebutan lama langsung apapun ataupun lebih ekspresif
dalam bergaul dengan kakak kelasnya, dan lebih santai, Sehingga memberikan
kesan kepada orang tersebut lebih santai lebih santai ekspresif dan lebih gampang
mengembangkan diri dalam bergaul
-Atau contoh lain Dapat membatasi interaksi antara laki laki dan perempuan dalam
bergaul sehingga menimbulkan keterbatasan dalam interaksi sosial

8)Dewan ini menolak pembatasan terhadap penggunaan seragam dengan ciri


agama di sekolah.
SETUJU
Mencerminkan karakter siswa yang sopan dan juga berpenampilan rapi dan sesuai
dengan norma agama, serta menampilkan kesan bahwa siswa tersebut termasuk
siswa yang agamis di mana kesan tersebut juga memberikan hal hal yang berkesan
baik

TIDAK SETUJU
-SEKOLAH UMUM: biasanya di sekolah umum terdapat siswa siswa yang
menganut kepercayaan berbeda beda tidak hanya yang berlandaskan Islam
sehingga untuk penggunaan seragam dengan ciri agama pastinya berbeda tiap
pemakaian pakaiannya
-
9) Dewan ini setuju pajak rokok sebagai salah satu sumber devisa Negara

10) Dewan ini menolak adanya penerapan religious culturedi sekolah.


*TIDAK SETUJU*
1) Selama ini dalam sistem pendidikan nasional Indonesia, pendidikan agama
hanya dilakukan melalui kegiatan pembelajaran dengan alokasi waktu selama 2
jam pada kurikulum 2006 dan 3 jam pada kurikulum 2013. Inilah yang kemudian
dianggap tidak efektif jika hanya dengan cara tersebut, perlu upaya lain yang
dilakukan secara rutin agar siswa menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
serta berakhlak mulia, salah satunya dengan diterapkannya kultur keberagamaan
atau budaya religius di sekolah.

2) Budaya religius sekolah adalah cara berfikir dan cara bertindak warga sekolah
yang didasarkan atas nilai-nilai religius (keberagamaan). Religius menurut Islam
adalah menjalankan ajaran agama secara menyeluruh (kaffah).

3) Dalam tataran nilai, budaya religius berupa: semangat berkorban (jihad),


semangat persaudaraan (ukhuwah), semangat saling menolong (ta’awun) dan
tradisi mulia lainnya. Sedangkan dalam tataran perilaku, budaya religius berupa:
berupa tradisi solat berjamaah, gemar bersodaqoh, rajin belajar dan perilaku yang
mulia lainnya.

4) Religious culture dalam konteks ini berarti pembudayaan nilai-nilai agama


Islam dalam kehidupan di sekolah dan di masyarakat, yang bertujuan untuk
menanamkan nilai-nilai agama Islam yang diperoleh siswa dari hasil pembelajaran
di sekolah, agar menjadi bagian yang menyatu dalam perilaku siswa sehari-hari
dalam lingkungan sekolah atau masyarakat. Bentuk kegiatan pengamalan budaya
agama Islam di sekolah, di antaranya adalah; membiasakan salam, membiasakan
berdoa, membaca al- Qur’an sebelum pelajaran dimulai, membiasakan kultum,
membiasakan shalat dhuha, shalat dhuhur berjamaah, dzikir setelah shalat.

5) Dengan menjadikan agama sebagai tradisi dalam sekolah maka secara sadar
maupun tidak ketika warga sekolah mengikuti tradisi yang telah tertanam tersebut
sebenarnya warga sekolah sudah melakukan ajaran agama.
6) Oleh karena itu, untuk membudayakan nilai-nilai keberagamaan (religius) dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui: kebijakan pimpinan sekolah,
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas, kegiatan ektrakurikuler di luar
kelas serta tradisi dan perilaku warga sekolah secara kontinyu dan konsisten,
sehingga tercipta religious culture tersebut dalam lingkungan sekolah.

7) Lalu bagaimana jika suatu sekolah terdapat siswa nonmuslim? Jika pendidikan
agama Islam selama ini masih konvensional dengan lebih menekankan pada
proses how to know, how to do dan how to be, maka pendidikan agama Islam
berwawasan multikultural menambahkan proses how to live and work together
with other.

8) Lalu apa tujuan dengan adanya kultur keberagamaan? Tujuannya yaitu


menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan
pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim
yang terus berkembang keimanannya dan ketakwaannya kepada Allah SWT.

9) Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu
manusia yang berpengetahuan, rajin ibadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis,
berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan, secara personal dan
sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.

10) Dengan kata lain, yang diutamakan oleh pendidikan agama (Islam) bukan
knowing
(mengetahui tentang ajaran dan nilai-nilai agama) ataupun doing
(bisa mempraktekkan apa yang diketahui) setelah diajarkan di sekolah, tetapi justru
mengutamakan being-nya (beragama atau menjalani hidup atas dasar ajaran dan
nilai-nilai agama). Hal ini sejalan dengan esensi Islam adalah sebagai agama amal
atau kerja (praksis).

11) Dan dengan adanya religious culture pula lah siswa diajarkan untuk
mempunyai sikap toleransi untuk mempererat ukhuwah, bukan hanya sesame
muslim tapi kepada semua, sesama makhluk ciptaan Allah SWT.

12) Jadi, meskipun budaya Islami yang diterapkan di sekolah, maka bukan berarti
mengucilkan atau mendiskriminasi yang nonmuslim.

11) Dewan ini setuju pelajaran Pendidikan Agama Islam diajarkan oleh guru
non-muslim di sekolah
12) Dewan ini menolak adanya moderasi beragama di sekolah

Anda mungkin juga menyukai