Anda di halaman 1dari 7

Medsos: Racun Atau Obat Untuk Perkembangan Sosial Budaya Di Era Digital

Karya Ini Disusun untuk Mengikuti Essay Competition TINTAFOR VI

“Perkembangan Komunitas Sosial-Budaya di Era Digital”

Disusun oleh:
Nur Irene Siswandari/170612634052

Universitas Negeri Malang


Fakultas Ilmu Keolahragaan
Malang
2019
Pendahuluan

Manusia merupakan makhluk sosial (zoon politicon) yang berarti bahwa


manusia sebagai seorang individu tidak akan hidup sendiri dan tidak dapat
berkembang sempurna apabila tidak hidup bersama dengan individu lain. 1
Sekumpulan individu yang saling membutuhkan tersebut kemudian membentuk
komunitas dan menciptakan tatanan masyarakat yang memiliki tujuan serupa.
Sistem masyarakat tersebut kemudian melahirkan sebuah perilaku yang menjadi
kebiasaan dan dilakukan terus-menerus. Perilaku tersebutlah yang kemudian
disebut sebagai sebuah budaya. Budaya merupakan salah satu jiwa dari berbagai
nilai yang ada di dalam masyarakat.2
Mengapa budaya bisa menjadi jiwa dari sebuah nilai yang ada di
masyarakat?. Hal tersebut dikarenakan budaya menjadi ciri khas yang
menggambarkan suatu masyarakat. Lalu apakah hubungan antara nilai sosial dan
budaya?, mengapa kedua kata tersebut selalu disandingkan?. Jawabannya adalah
karena budaya tak akan terbentuk tanpa interaksi sosial. Begitu pula sebaliknya,
interaksi sosial yang ada di masyarakat tidak akan memiliki identitas tanpa adanya
sebuah budaya.
Susenas menunjukkan tingkat partisipasi penduduk dalam kegiatan sosial
kemasyarakatan di lingkungan sekitar. Berdasarkan daerah tempat tinggal,
penduduk perdesaan lebih banyak mengikuti kegiatan sosial dibanding penduduk
perkotaan (87,87% berbanding 83,06%). Sedangkan persentase penduduk yang
mengunjungi peninggalan sejarah atau warisan budaya hanya sekitar 6,43%. Dan
hal tersebut terjadi hampir di seluruh provinsi. Tiga provinsi dengan persentase
terendah adalah Lampung (1,37%), Maluku (1,75%), dan Papua (1,90%).3
Lalu bagaimanakah perkembangan sosial budaya di era digital seperti saat
ini?. Dengan perkembangan teknologi tiada henti dan akses internet tiada batas,
tentu berpengaruh terhadap pola komunikasi sosial budaya dalam masyarakat.
Pada 2015 lebih dari 75 juta masyarakat Indonesia telah memiliki akses ke
internet dan hampir semuanya adalah pengguna aktif media sosial (Medsos).
1
Sarinah, Ilmu Sosial Budaya Dasar (di Perguruan Tinggi), Deepublish, Yogyakarta, 2016, hlm. 2.
2
Ibid., hlm. 1.
3
Badan Pusat Statistik, Statistik Sosial Budaya 2015, Badan Pusat Statistik, Jakarta, 2015,
ix-x
Jumlah pengguna medsos ini bertambah hampir 20% dari tahun sebelumnya
dengan rerata waktu akses 2,4 jam per hari.4
Melihat jumlah penggunaan internet masyarakat Indonesia yang tergolong
tinggi dapat dipastikan bahwa masyarakat mulai beralih menggunakan medsos
untuk berinteraksi dengan individu lain. Hal tersebut menyebabkan pola interaksi
masyarakat lebih condong aktif di dunia maya dan cenderung menjadi antisosial
di kehidupan nyata. Dan tentu saja pola tersebut menciptakan sebuah budaya baru.
Budaya dimana setiap orang dituntut untuk memiliki smartphone dan medsos.
Lalu apakah hal tersebut dapat dikatakan salah?. Tentu tidak juga, perilaku ini
akan menjadi kurang tepat bila berimbas pada kecenderungan individu menjadi
antisosial.
Pada era digital saat ini, penyebaran informasi telah beralih dari sistem
konvensional distribusi-sirkulasi media masa ke model participatory.5 Kini
masyarakat tidak lagi hanya berperan sebagai konsumen yang pasif, tapi juga
sebagai aktor yang berperan aktif dalam membentuk, menyebarkan, bahkan
mentransformasi berbagai informasi. Hal tersebut tentu juga berdampak terhadap
persebaran budaya Indonesia di dunia maya.
Saat ini, budaya digital didominasi oleh penggunaan medsos. Seiring
dengan meluasnya penetrasi jaringan internet ke berbagai daerah Indonesia, dalam
beberapa tahun ke depan sepertinya medsos masih akan menjadi pengaruh
terbesar dalam budaya digital Indonesia.6 Bagaimanapun juga tak dapat dipungkiri
bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menetapkan
tempatnya sendiri di masyarakat. Karena perubahan tren tersebut mau tidak mau
masyarakat akan ikut terseret dalam pusaran arus globalisasi.
Menurut Chairman Internet Data Center, Johar Alam Rangkuti, Indonesia
kini memiliki penetrasi internet 22% atau 55 juta pengguna. Movementi dalam
Meilani (2014) mengungkapkan, "Jumlah pengguna internet di Indonesia kini
menempati urutan ke-8, sedangkan pengguna medsos di urutan ke-4". 7
Penggunaan medsos dapat berdampak positif dengan adanya berbagai akun
4
Sutanto, Taufik, “Budaya Digital Indonesia”, diakses dari
https://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/16/04/19/o5va0622-budaya-digital-
indonesia, pada tanggal 5 Februari 2019 pukul 21.19.
5
Ibid.
6
Ibid.
7
Meilani, “Berbudaya Melalui Media Digita”, HUMANIORA. Vol. 5 No. 2, 2014, hlm. 1013.
komunitas pecinta budaya. Hal tersebutlah yang dapat menjadi media
pembelajaran bagi generasi penerus bangsa tentang budaya Indonesia. Berikut ini
adalah beberapa contoh komunitas pecinta budaya yang ada di medsos.

Penutup

Medsos bisa menjadi racun karena akses yang terbatas dapat membuat
masyarakat mempelajari lebih tentang budaya negara lain dan cenderung
melupakan budaya sendiri. Selain itu, interaksi sosial dengan orang sekitar juga
dapat berkurang karena lebih banyak waktu yang digunakan untuk bermain
smartphone. Akan tetapi di sisi yang lain, medsos juga dapat menjadi obat akan
hausnya eksplorasi terhadap budaya Indonesia. Banyak komunitas yang menjalin
silaturahmi melalui medsos, terutama yang ada di luar kota. Medsos juga dapat
menguatkan interaksi dengan orang lain yang berada di tempat lain. Dengan
medsos, seseorang dapat menambah relasi pertemanan yang lebih luas.
Menurut teori Paracelsus, Segala sesuatu adalah racun dan tidak ada yang
tanpa racun, hanya dosis yang membuat sesuatu menjadi bukan racun. 8 Sama

8
Dhwty, “Paracelsus: the Father of Toxicology and the Enemy of Physicians”, diakses dari
https://www.ancient-origins.net/history-famous-people/paracelsus-father-toxicology-and-enemy-
physicians-003958, pada tanggal 7 Februari 2019 pukul 22.23.
halnya dengan penggunaan medsos, bila digunakan seperlunya tentu tidak akan
menimbulkan banyak dampak negatif. Maka dari itu, berbagai bentuk
kecanggihan teknologi termasuk medsos harus dimanfaatkan sesuai dosis dan
takarannya. Jangan sampai medsos memegang kendali penuh terhadap pemikiran
generasi muda. Apalagi sampai membuat para pemuda menjadi antisosial dan
melupakan budaya bangsa. Bagaimanapun, kultur (sosial budaya) Indonesia
merupakan identitas generasi penerus bangsa, tanpanya pemuda Indonesia tidak
akan memiliki karakter yang dibutuhkan untuk memimpin bangsa.

Referensi

Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Sosial Budaya 2015. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Dhwty. 2015. Paracelsus: the Father of Toxicology and the Enemy of Physicians.
(Online),
(https://www.ancient-origins.net/history-famous-people/paracelsus-father-
toxicology-and-enemy-physicians-003958), diakses 7 Februari 2019.
Meilani. 2014. Berbudaya Melalui Media Digital. HUMANIORA, 5 (2): 1013.
Sarinah. 2016. Ilmu Sosial Budaya Dasar (di Perguruan Tinggi). Yogyakarta:
Deepublish.
Sutanto, Taufik. 2016. Budaya Digital Indonesia. (Online),
(https://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/16/04/19/o5va0622-
budaya-digital-indonesia), diakses 5 Februari 2019.

Anda mungkin juga menyukai