Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan di Indonesia saat ini mengalami kondisi yang  jauh  dari apa
yang  diharapkan. Masalah dalam dunia pendidikan di Negara ini sangat bermacam-
macam, meliputi hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat,
hubungan antar manusia di dalam sekolah,pengaruh sekolah terhadap perilaku dan
kepribadian semua pihak sekolah dan lembaga pendidikan dalam masyarakat.Untuk itu,
para guru dan calon guru harus paham dan dibekali sosiologi pendidikan serta terampil
mengoperasionalkan dalam kegiatan pendidikan.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan tali untuk mengantarkan peserta didik
menuju pada kesadaran sosial yang lebih tinggi dari sebelum ia mengenyam pendidikan.
Namun, kadang dalam perjalanannya pendidikan kerap kali malah memisahkan pesrta
didik dari kehidupan sosialnya. Hal ini terjadi karena pendidikan yang diberikan bukan lagi
berbasis akan realitas masyarakat. Akan tetapi lebih berorientasi apada pemenuhan
kebutuhan pasar baik yang sekarang ataupun yang akan datang. Sehingga peserta didik
setelah selesai mendapatkan pendidikan bukan peka akan realitas sosial malah hilang dari
realitas sosial yang ada dimasyarakat.
Melihat realitas tersebut perlu kiranya merubah akan orientasi dari pendidikan
tersebut. Agar pendidikan dapat memainkan peranannya sebagai motor penggerak
mobilitas sosial. Sebab, pendidikan sebagai pembentuk intelektual peserta didiknya
merupakan faktor yang sangat penting dalam peruabahan yang terjadi di masyarakat.
Bahkan boleh dikatakan, perubahan dalam kalangan masyarakat tergantung akan
pendidikan apa yang diterima oleh peserta didiknya. Sebagai contoh, apabila
pendidikan mengajarkan bahwa komunis, kapitalisme, dan anakirme tidak baik. Maka
peserta didik tidak akan melakukan hal tersebut. Misalnya juga, bahwa untuk dapat
mendekatkan diri kepada Tuhan harus dengan peka terhadap realitas sosial maka peserta
didik yang dihasilkan akan selalu melakukan analisa sosial.Mobilitas sebagai salah satu
indikator bahwa masyarakat kita mengalami kemajuan atau tidak cukup pantas kiranya
dijadikan sebuah orientasi dari pendidikan. Sebab, tanpa adanya mobilitas sosial
masyarakat tidak mungkin untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan.

1
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud Pendidikan sebagai sarana education?
2.      Apa yang dimaksud Mobilitas social cultural ?
3.      Apa yang dimaksud Tarikan sosial ?
4.    Apa yang dimaksud Percepatan atas keunikan membangun tradisi ?

C.    Tujuan
1.  Untuk Mengetahui Apakah yang dimaksud Pendidikan sebagai sarana education?
2.  Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud Mobilitas social cultural ?
3.  Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud Tarikan sosial ?
4.  Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud Percepatan atas keunikan membangun tradisi ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidikan Sebagai Sarana Education

Generasi muda yang berkualitas dihasilkan dari adanya sistem pendidikan yang
berkualitas pula. Tidak mungkin akselerasi kemajuan bangsa dapat terwujud di masa
datang tanpa didukung oleh kemajuan di bidang pendidikan. Pendidikan merupakan
investasi jangka panjang yang sangat berharga dan bernilai luhur, terutama bagi generasi
muda yang akan menentukan maju mundurnya suatu bangsa. Dalam kaitan ini, Rinehart
dalam Daulat P. Tampubolon (2001 : 344) menyatakan: Bertahun-tahun lamanya kita
membohongi generasi muda. Kita katakan mereka adalah masa depan bangsa dan negara,
tetapi tidak memperlengkapi mereka untuk membangunnya. Yang kita wariskan hanyalah
tanggung jawab atas kerusakan sosial, politik, keuangan, dan lingkungan). Gambaran
Rinehart tentang pentingnya mewarisi generasi muda untuk membangun bangsa,
menunjukkan secara jelas perlunya pendidikan yang bermutu. Adanya ajakan dari para
politisi dan pihak pemerintah untuk membangun bangsa ini, tidak akan dapat terealisasikan
tanpa didukung oleh ketersediaan sistem pendidikan yang bermutu. Berbagai ajakan dan
slogan tentang keberpihakan para politisi dan pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung
jawab terhadap pendidikan merupakan kebohongan besar, jika tidak ada kesungguhan dan
niat baik yang mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan yang sungguh-sungguh
bagi generasi muda sebagai penerus bangsa, sebagaimana dikemukakan Daulat P.
Tampubolon kita tidak mewariskan sistem pendidikan bermutu yang dapat
memperlengkapi generasi muda agar mampu membangun bangsa dan negara ini untuk
menghadapi tantangan zaman di masa datang. Disadari sepenuhnya dengan sistem
pendidikan bermutu, generasi muda, khususnya para pemimpin penerus, akan mampu
mengemban tanggung jawab berat itu. Mereka juga akan mampu memelihara dan
meningkatkan mutu dari hasil-hasil positif masa lalu. Semuanya itu mungkin, karena
sumber daya manusia. 1

1
Ramayulis, dkk. Dasar-dasar Pendidikan. 2009. Padang: The Zaky Press.

3
Sistem pendidikan yang bermutu membutuhkan manajemen pendidikan yang baik.
Berbagai dimensi manajemen pendidikan sebagai aspek pembangunan nasional mengarah
pada pencapaian hasil pembangunan bangsa yang bermutu. Dimensi-dimensi manajemen
pendidikan sebagai aspek pembangunan nasional tersebut dapat terdiri dari dimensi
ideologi, politikal, teknik, dan dimensi pembangunan. Adapun dimensi ideologi tentunya
bersifat umum, begitu pula dimensi politikal yang semakin ke bawah semakin bersifat
konkrit, karena dimensi pembangunan merupakan hasil-hasil nyata dari tindakan ideologis
dan politikal yang dicapai melalui dimensi teknikal. Dimensi teknikal merupakan kiat-kiat
dari para pendidik profesional yang menguasai ilmu pengetahuan kependidikan. Kiat-kiat
tersebut dari yang bersifat umum, misalnya dalam merumuskan tujuan dan fungsi
pendidikan nasional sampai kepada unsur-unsur proses pendidikan meliputi: kurikulum,
metode, supervisi, evaluasi, sampai kepada hasil dari proses itu sendiri berupa sikap,
penguasaan IPTEK, dan keterampilanketerampilan tertentu. Sehingga pada gilirannya hasil
pendidikan itu sendiri dievaluasi dengan kriteria keberhasilannya untuk pembangunan
masyarakat dan bangsa. Selanjutnya dasar filosofikal dan konstitusional pembangunan
sumber daya manusia Indonesia, pada alinea keempat dalam pembukaan Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia. 2

Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi setiap orang, karena itu pendidikan
menjadi hak bagi setiap warga negara. Pemerintah harus memberikan jaminan kepada
setiap warganya untuk mendapatkan pendidikan yang layak, tanpa membedakan apakah
laki-laki atau perempuan, anak-anak maupun orang dewasa yang sudah memenuhi usia
sekolah. Indonesia adalah negara yang memiliki aturan, kebijakan, dan undangundang
yang lengkap tentang pendidikan, akan tetapi dalam implementasinya seringkali terjadi
ketidaksesuaian dengan apa yang semestinya. Kelemahan dalam mengimplementasikan
ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan tersebut terletak pada para pelaku atau
pelaksananya. Ketidaksadaran akan pentingnya pendidikan yang baik menyebabkan bidang
pendidikan ini seringkali dilihat sebelah mata oleh pihak-pihak yang berkepentingan
(stakeholders), orientasi pendidikan tidak ditekankan pada kualitas, tetapi lebih banyak
pada kuantitas dan kepentingan individu semata, sehingga pendidikan belum mendapatkan
perannya sebagai landasan dalam membangun bangsa ini.
2
Ramayulis, dkk. Dasar-dasar Pendidikan. 2009. Padang: The Zaky Press.

4
Pendidikan sebagai kunci peningkatan kualitas bangsa Indonesia masih di pandang
sebelah mata oleh pihak-pihak pengambil keputusan, terutama pemerintah sebagai
pengayom masyarakat. Padahal sejarah membuktikan bahwa negara-negara maju seperti
Inggris, Rusia, Jepang, Cina, dan juga India menjadi maju karena negara-negara tersebut
membangun pondasi pembangunannya melalui sektor pendidikan. Mereka membangun
sistem pendidikan yang berkualitas. Cina dan India sekarang telah menjadi negara besar
yang tumbuh berkembang setelah kualitas sumber daya manusianya maju (Muhammad
Surya dalam Pikiran Rakyat 28 Juni 2003). Pada sisi lain, bidang pendidikan di Indonesia
menunjukkan, profesi guru dan dosen belum mendapatkan penghargaan yang baik. Padahal
profesi guru dan dosen harus menjadi profesi yang bergengsi seperti di Jerman.3

B. Mobilitas sosial cultural

Larson dan Smalley (1972: 39) menggambarkan sociocultural sebagai sebuah blue
print yang menuntun perilaku manusia dalam sebuah masyarakat dan ditetaskan dalam
kehidupan keluarga. Sociocultural mengatur tingkah laku seseorang dalam kelompok,
membuat seseorang sensitif terhadap status, dan membantunya mengetahui apa yang
diharapkan orang lain terhadap dirinya dan apa yang akan terjadi jika tidak memenuhi
harapan-harapan mereka. Sociocultural membantu seseorang untuk mengetahui seberapa
jauh dirinya dapat berperan sebagai individu dan apa tanggung jawab dirinya terhadap
kelompok. Sosiokultural (sociocultural) juga didefinisikan sebagai gagasan-gagasan,
kebiasaan, keterampilan, seni, dan alat yang memberi ciri pada sekelompok orang tertentu
pada waktu tertentu. Sosiokultural adalah sebuah sistem dari pola-pola terpadu yang
mengatur perilaku manusia (Condon 1973: 4). Menurut Borgatta (1992) terdapat titik
kesamaan, yaitu ”Socialization refers to the process of interaction through which an
individual acquires the norms, values, beliefs, attitudes, and language characteristics of his
or her group”. Pada umumnya sosialisasi berhubungan dengan proses interaksi di mana
seorang individu mendapatkan norma, nilai, keyakinan, sikap, dan bahasa dalam
kelompoknya. Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual,

3
Suprapti, Ni Wayan Sri. 2010. Perilaku Konsumen: Pemahaman Dasar dan Aplikasinya dalam Strategi Pemasaran,
Denpasar: Udayana University.

5
harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses
mengambil keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial antar komponen di sekolah.

Implementasi sosiokultural dalam pendidikan karakter yang berwawasan sosial dan


budaya atau dengan istilah Sociocultural Based Character Education berbasis pada kearifan
dan keunggulan lokal di suatu daerah kedalam materi pelajaran yang relevan menjadi salah
satu solusi alternative bagi pelaksanaan pendidikan karakter sesuai dengan keunggulan
sosial budaya daerah setempat. Sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang beradab
dan bermartabat, dapat menciptakan karakter anak, untuk mencegah dekadensi moral dan
karakter anak bangsa.

Sosiokultural merupakan gagasangagasan, kebiasaan, keterampilan, seni, dan alat yang


memberi ciri pada sekelompok orang tertentu pada waktu tertentu. Sosiokultural adalah
sebuah sistem dari pola-pola terpadu yang mengatur perilaku manusia. Budaya sekolah
cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi,
kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan
maupun interaksi sosialbantarkomponen di sekolah.4

C. Tarikan Pasar

Manajemen pemasaran bagi lembaga pendidikan (terutama madrasah) diperlukan


seiring dengan adanya persaingan antar sekolah yang semakin atraktif. Pemasaran
dibutuhkan bagi lembaga pendidikan dalam membangun citranya yang positif. Apabila
lembaga atau sekolah memiliki citra yang baik di mata masyarakat, maka besar
kemungkinan akan lebih mudah dalam mengatasi persaingan. Jadi, pemasaran merupakan
suatu proses yang harus dilakukan oleh madrasah untuk memberikan kepuasan pada
stakeholder dan masyarakat. Penekanan kepada pemberian kepuasan kepada stakeholder
merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap lembaga, agar mampu bersaing.2
Pemasaran tersebut dapat dilihat dari adanya berbagai upaya kreatif dan inovatif dari para
penyelenggara pendidikan untuk menggali keunikan dan keunggulan dari sekolahnya agar
semakin dibutuhkan dan diminati oleh para pengguna jasa pendidikan.Untuk menarik
calon peserta didik diperlukan strategi pemasaran yang bukan saja menjual jasa pendidikan
secara apa adanya melainkan bagaimana mendekatkan pendekatan sesuai dengan

4
Suprapti, Ni Wayan Sri. 2010. Perilaku Konsumen: Pemahaman Dasar dan Aplikasinya dalam Strategi Pemasaran,
Denpasar: Udayana University.

6
keinginan dan kepuasan konsumen. Sebuah lembaga yang ingin sukses untuk masa depan
dalam menghadapi persaingan, harus mempraktekkan pemasaran secara terus menerus.

Dalam kaitannya dengan pendidikan, jasa dapat didefinisikan sebagai kegiatan


lembaga pendidikan memberi layanan atau menyampaikan jasa pendidikan kepada
konsumen dengan cara memuaskannya. Pemasaran dalam konteks jasa pendidikan adalah
sebuah proses sosial dan manajerial untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan dan
diinginkan melalui penciptaan penawaran, pertukaran produk yang bernilai dengan pihak
lain dalam bidang pendidikan. Etika pemasaran dalam dunia pendidikan adalah
menawarkan mutu layanan intelektual dan pembentukan watak secara menyeluruh. Hal itu
karena pendidikan bersifat lebih komplek, yang dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab, hasil pendidikan mengacu jauh ke depan, membina kehidupan warga negara,
generasi penerus ilmuwan di masa yang akan datang.13 Untuk keberhasilan sebuah
lembaga dalam jangka panjang, maka lembaga tersebut harus menciptakan layanan yang
memuaskan ‘need and want’ pelanggannya. Guna menciptakan layanan yang memuaskan
ini, maka lembaga menciptakan bauran pemasaran. Bauran pemasaran (marketing mix)
merupakan unsur-unsur pemasaran yang saling terkait, dibaurkan, diorganisir dan
digunakan dengan tepat sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan pemasaran dengan
efektif, sekaligus memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.5

Dalam upaya meningkatkan eksistensi dan citra sebuah lembaga pendidikan,


hendaknya para pengelola pendidikan dapat menerapkan konsep strategi pemasaran jasa
pendidikan. Pemasaran jasa pendidikan merupakan langkah pembaruan lembaga
pendidikandalam rangka memasarkan produk layanan jasa pendidikan kepada masyarakat
dengan menciptakan dan menawarkan inovasi produk jasa yang sesuai dengan harapan dan
tuntutan pasar. Tujuan pemasaran dalam pendidikan adalah (1) memberi informasi kepada
masyarakat tentang produk-produk lembaga pendidikan, (2) meningkatkan minat dan
ketertarikan masyarakat pada produk lembaga pendidikan, (3) membedakan produk
lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan yang lain, (4) memberikan penilaian lebih
pada masyarakat dengan produk yang ditawarkan, dan (5) menstabilkan eksisensi dan

5
Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran; Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol, diterjemahkan oleh
Hendra Teguh, dari Marketing Management. Jakarta: Prehallindo

7
kebermaknaan lembaga pendidikan di masyarakat.Dalam merumuskan strategi pemasaran,
hendaknya memperhatikan apa saja yang menjadi harapan dan kebutuhan peserta didik
dengan cara mendengarkan keluhan- keluhan peserta didik dan mencari solusi yang dapat
memperbaiki strategi pemasaran yang sudah ada.Dengan langkah-langkah kegiatan
tersebut, madrasah dapat mencapai keseimbangan dalam operasionalisasi pengajaran
dalam kondisi memperebutkan pasar dari banyak penyelenggara sekolah. Dengan
demikian, masalah madrasah yang kekurangan murid diharapkan tidak terjadi lagi.

D. Percepatan atas keunikan membangun Tradisi

Bagi pemasaran, perubahan lingkungan dapat merupakan tantangan baru yang


memerlukan tanggapan dan cara penyelesaian yang baru pula, atau sebaliknya dapat
berupa suatu peluang atau kesempatan untuk mengembangkan usaha. Sehubungan dengan
hal itu, dibutuhkan suatu keahlian yang mampu memilah dan melaksanakan kegiatan
pemasaran dalam pencapaian tujuan perusahaan serta dalam menyesuaikan diri dengan
perubahan lingkungan. Kegiatan pemasaran ini harus dikoordinasikan dan dikelola dengan
cara yang benar, maka dikenalilah istilah manajemen pemasaran. Manajemen pemasaran
adalah penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program yang
bertujuan menimbulkan pertukaran dengan pasar yang dituju dengan maksud untuk
mencapai tujuan perusahaan. Begitujuga persaingan dalam dunia pendidikan menjadi tidak
dapat terelakkan lagi, banyak lembaga pendidikan yang ditinggalkan oleh pelanggannya
sehingga dalam beberapa tahun ini banyak terjadi merger dari beberapa lembaga
pendidikan. Kemampuan administrator untuk memahami pemasaran pendidikan menjadi
prasyarat dalam mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan lembaganya. 6

Konsep pemasaran tidak hanya berorientasi asal barang habis tanpa memperhatikan
sesudah itu, tetapi juga berorientasi jangka panjang yang lebih menekankan pada kepuasan
pengguna, dimana pemasaran itu sendiri adalah suatu usaha bagaimana memuaskan ,
memenuhi needs and wants dari konsumen, needs itu merupakan kebutuhan akan hal yang
dirasakan kurang oleh konsumen yang harus segera dipenuhi, sedangkan wants adalah
keinginan suatu kebutuhan yang sudah dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti daya beli,

6
Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran; Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol, diterjemahkan oleh
Hendra Teguh, dari Marketing Management. Jakarta: Prehallindo

8
pendidikan, agama, keyakinan, famili dan sebagainya. Beberapa ahli memberikan
pengertian yang mengemukakan bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan
manajerial, baik oleh individu atau kelompok, untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan
dan diinginkan melalui penciptaan(creation) penawaran, pertukaran produk yang bernilai
dengan pihak lain. Dengan kata lain bahwa etika pemasaran dalam dunia pendidikan
adalah menawarkan mutu layanan intelektual dan pembentukan watak secara menyeluruh.7

Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (self-actualization), kebutuhan ini


manifestasinya tampak pada keinginan mengembangkan kapasitas mental dan kapasitas
kerja, melalui on the job training, of the job training, seminar, konferensi, pendidikan
akademis dan lain-lain. Konsep pemasaran tidak hanya berorientasi asal barang habis tanpa
memperhatikan sesudah itu, tetapi juga berorientasi jangka panjang yang lebih
menekankan pada kepuasan pengguna, dimana pemasaran itu sendiri adalah suatu usaha
bagaimana memuaskan, memenuhi needs and wants dari konsumen, needs itu merupakan
kebutuhan akan hal yang dirasakan kurang oleh konsumen yang harus segera dipenuhi.
Kebutuhan manusia (human needs) adalah ketidakberadaan beberapa pemuas dasar.
Manusia membutuhkan makanan, pakaian, tempat berlindung, keamanan, hak milik dan
harga diri. Kebutuhan ini tidak diciptakan oleh masyarakat atau pemasar. Mereka
merupakan hakikat biologis dan kondisi manusia sedangkan wants adalah keinginan suatu
kebutuhan yang sudah dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti daya beli, pendidikan,
agama, keyakinan, famili dan sebagainya. Kebutuhan manusia (human needs) adalah
ketidakberadaan beberapa pemuas dasar. Manusia membutuhkan makanan, pakaian,
tempat berlindung, keamanan, hak milik dan harga diri. Kebutuhan ini tidak diciptakan
oleh masyarakat atau pemasar. Mereka merupakan hakikat biologis dan kondisi manusia
Perubahan-perubahan dalam aspek manajemen tersebut, harus dapat menciptakan
masyarakat sebagai pelanggan yang setia ( makes regular repeat purchases ) serta mampu
memberikan rekomendasi kepada mayarakat lainnya untuk andil dalam mengembangkan
lembaga pendidikan.

BAB III

7
Muhaimin. 2011. Manajemen Pendidikan; Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

9
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan dapat diartikan sebagai kegiatan seseorang dalam membimbing dan


memimpin anak menuju ke pertumbuhan dan perkembangan secara optimal agar dapat
berdiri sendiri dan bertanggun jawab. Sedangkan mobilitas sosial adalah gerak dalam suatu
struktur sosial atau perpindahan seseorang atau kelompok dari kedudukannya yang satu ke
kedudukan lainnya. Terdapat banyak faktor penghambat dan pendorong timbulnya
mobilitas sosial. Oleh karena itu pendidikan untuk mencapai mobilitas sosial ini maka
pendidikan merupakan anak tangga mobilitas yang penting. Selain itu, kita harus
mengupayakan supaya semua masyarakat memperoleh kesempatan pendidkan yang
sama tanpa memandang perbedaan status sosial.

DAFTAR PUSTAKA

10
Ramayulis, dkk. Dasar-dasar Pendidikan. 2009. Padang: The Zaky Press.

Suprapti, Ni Wayan Sri. 2010. Perilaku Konsumen: Pemahaman Dasar dan Aplikasinya
dalam Strategi Pemasaran, Denpasar: Udayana University.

Muhaimin. 2011. Manajemen Pendidikan; Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana


Pengembangan Sekolah/Madrasah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran; Analisis, Perencanaan, Implementasi dan


Kontrol, diterjemahkan oleh Hendra Teguh, dari Marketing Management. Jakarta:
Prehallindo

11

Anda mungkin juga menyukai