Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian dan Tujuan Good Citizen

Good citizen adalah sebuah harapan dan tujuan, sebagai harapan dan tujuan
ia tidak bisa terlaksana jika tidak di pahami secara mendasar apa sebenarnya
maksud good citizen tersebut. Setidak-tidaknya, ia dapat diartikan sebagai sebuah
masyarakat yang hidup dalam keadaan damai, sejahtera, tentram, aman dan
memiliki apresiasi yang besar terhadap adanya perbedaan. Good citizen ini dapat
juga di artikan sebagai masyarakat madani atau civil society (mudah-mudahan tidak
salah), yang menurut Anwar Ibrahim (mantan Deputi Perdana Mentri Malaysia )
dalam forum ilmiah festival istiqlal ialah sistem sosial yang subur yang diazaskan
kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan
dengan kestabilan masyarakat. Masyarakat mendorong daya usaha serta inisiatif
individu baik dari segi pemikiran, seni pelaksanaan pemerintahan mengikuti undang-
undang dan bukan nafsu atau keinginan individu menjadikan keterdugaan atau
predictability serta ketulusan atau tranparency. Dengan pengertian yang demikian
maka secara normatif apa yang dimaksudkan good citizen itu tidak jauh berbeda
dengan apa yang dimaksud dengan masyarakat madani, sebab corak kedua
masyarakat tersebut merupakan pencerminan dari sistem pemerintahan yang baik
pula. Itulah sebabnya keberhasilan pendidikan untuk menciptakan masyarakat yang
diharapkan tersebut, terpulang kembali bagaimana pemerintah menyelenggarakan
pendidikan. Namun saat ini kita banyak menghadapi masalah, baik yang berbentuk
ancaman, tantangan, hambatan maupun gangguan. Berbagai krisis yang dialami
saat ini memaksa kita untuk bekerja keras mengatasinya, hal ini dilakukan sejalan
dengan tuntutan agar pendidikan di semua sektor baik formal, informal dan non-
formal dapat berjalan dengan baik.

Tingkat kemampuan dan upaya yang dikembangkan oleh manusia mengatasi


ATHG yang dihadapi, sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, pemahaman,
kesadaran, penghayatan, dan keterampilan yang dimilikinya masing-masing. Secara
spontan dari waktu ke waktu, kemampuan tadi terus berkembang, namun belum
tentu cocok dan sesuai dengan tuntutan yang melaju amat cepat. Oleh karena itu,
kemampuan tersebut wajib dikembangkan secara sengaja melalui pendidikan yang
terencana dan terarah melalui pengembangan sumber daya manusia (human
resources development) dalam arti yang seluar-luasnya, dalam hal ini meliputi
pendidikan keluarga (informal), di masyarakat (non-formal), dan di sekolah (formal)
(Sumaatmadja, 2000:3).

Menurut Emil Salim (1991:30-31) jika kita bertolak dari tujuan jangka panjang
pembangunan manusia Indonesia maka jelaslah bahwa beberapa segi kualitas
manusia perlu memperoleh penekanan, seperti kualitas spiritual, menyangkut ciri

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 1


manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Dalam hubungan ini, perlu
ditumbuhkan kesadaran mengembangkan segi-segi kehidupan spiritual yang benar
dan menghindari subjektivisme intuisi yang tidak terkontrol oleh dimensi sosial yang
menjurus kepada kultus. Penekanan kedua adalah pada kualitas bermasyarakat dan
kualitas berbangsa. Masyarakat Indonesia bersifat majemuk, sehingga memerlukan
keterikatan lintas bangsa. Penekanan ketiga adalah pada kualitas kekayaan yang
dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni faktor pribadi (seperti kecerdasan, pengetahuan,
ketermpilan, dan pengalaman, sikap, kerja), faktor lingkungan dalam organisasi
(seperti situasi kerja, kepemimpinan, dan yang serupa), serta faktor lingkungan luar
organisasi (seperti nilai sosial ekonomi, keadaan tekanan ekonomi, dan yang
serupa).

Pemikiran tersebut mencerminkan kegelisahan sejak awal terhadap kondisi


yang dirasakan Indonesia pada masa yang akan datang. Sebab untuk menciptakan
good citizen atau masyarakat madani tersebut tidak tercapai dengan baik, malahan
sampai saat ini kita menghadapi krisis multi dimensi yang belum juga diperoleh
bagaimana agar keluar dari krisis tersebut. Krisis multi dimensi ini disebabkan oleh
karena kecurangan dan keculasan penyelenggaran negara yang tidak amanah
terhadap tugasnya. Oleh karena itu pendidikan atau sistem pendidikan yang kita
terapkan di masa lalu harus direformasi secara total, dengan memperhatikan fungsi
dasar pendidikan dalam upaya menciptakan masyarakat madani, yang menurut
Syarif (2002:52-54) dapat dirinci sebagai berikut :

1.2 Fungsi Dasar Pendidikan dalam Upaya Menciptakan GOOD CITIZEN

1.    Pendidikan merupakan investasi manusia (human invesment) yang berdampak


pada pertumbuhan ekonomi. Dalam pengertian ini, sumber daya manusia
ditempatkan sebagai salah satu dari faktor produksi, yang dapat memberikan
kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi

2.    Pendidikan mempunyai dampak peningkatan derajat kesejahteraan masyarakat.


Ada korelasi positif antara tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dengan status
pendidikan yang dimilikinya. Masyarakat yang berpendidikan mempunyai
kemampuan untuk menentukan pilihan (alternatif) dan mempunyai keberdayaan
untuk meningkatkan derajat kehidupan.

3.    Pendidikan merupakan wahana untuk membangun dan meningkatkan martabat


bangsa. Pendidikan yang berkualitas akan menciptakan manusia yang cerdas dan
kreatif, masyarakat yang berkualitas dan bangsa yang unggul dengan berbagai
keahlian.

4.    Pendidikan akan memperbesar peluang terjadinya mobilitas vertikal. Pendidikan


melahirkan lapisan elite sosial di dalam masyarakat yang bisa menjadi motor
penggerak pembangunan dan pelopor ke arah kemajuan.

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 2


5.    Sejalan dengan butir keempat, pendidikan dapat memperkuat lembaga-lembaga
sosial serta dapat memberi sumbangan yang berarti dalam proses pembentukan
masyarakat madani.

Dengan menyadari berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan tersebut,


dapat dipahami bahwa pendidikan formal, informal dan non-formal harus mengacu
kepada prinsip-prinsip pendidikan diatas. Sebab prinsip-prisip yang dikemukakannya
tidak hanya sepihak saja, tetapi telah mengcu kepada penyadaran dari
penyelenggaraan negara, khususnya departemen pendidikan untuk memberikan
penjelasan dan penerangan, bagaimana sebaiknya pendidikan dilaksanakan secara
simultan tersebut.

Pendidikan formal dilaksanakan hanya sebatas di persekolahan, anak didik


dikembangkan secara proporsional sehingga potensi yang dimilikinya berkembang
dengan kapasitas yang ada. Pendidikan sangat strategis, sebab segala sesuatu
yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan anak berada dalam keluarga.
Keluargalah yang akan memberikan penyaringan terhadap kekeliruan yang terjadi di
luar rumah tangga. Itulah sebabnya anak akan menjadi apa sangat ditentukan oleh
keluarga. Sedangkan pendidikan non-formal yang berlangsung di masyarakat akan
memberikan pengayaan terhadap pengalaman hidup anak, namun demikian
pendidikan nonformal kerap menjadikan anak mengalami benturan dengan prinsip-
prinsip yang diajarkan padanya baik di rumah tangga maupun di persekolahan.
Secara sepihak dapat dikatakan bahwa pendidikan nonformal mempengaruhi sikap
dan pengalaman hidup anak, karena memang disitulah realitas sosial manusia. Oleh
karena itu pendidikan formal dan informal berperan memberikan penerang terhadap
gejala-gejala sosial yang dapat menghambat anak untuk menjadi bagian dari upaya
pendidikan agar tercipta good citizen Indonesia.

1.3 Pengembangan strategi pendidikan sesuai dengan kondisi-potensi

kewilayahan nusantara Indonesia.

Wilayah nusantara yang sangat luas dengan berbagai pulau, etnis dan
bahasa yang berbeda memerlukan sebuah strategi yang tepat untuk melaksanakan
pembangunan yang menyeluruh dan berkeadilan. Hal ini perlu dilakukan untuk
menghadapi berbagai permasalahan yang sedang dihadapi. Permasalahan tersebut
jika ditelaah mencakup beberapa hal yang berkaitan langsung dengan kondisi
kekinian dan kedinian yang sedang dialami.

Khusus masalah pendidikan, sebagai salah satu masalah krusial dalam krisis
yang sedang dihadapi saat ini, ternyata melibatkan bergai dimensi atau aspek lain
dalam penyelenggaraannya. Hal ini menggambarkan bahwa sektor pendidikan
mempengaruhi pola pembangunan dan pola pembangunan yang diterapkan selama
ini juga mempengaruhi pendidikan. Dengan demikian terdapat korelasi antara

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 3


pelaksanaan pembangunan dengan sistem penyelenggaraan pendidikan yang
dilakukan selama ini.

Pada saat ini pendidikan nasional juga masih dihadapkan pada beberapa
permasalahan yang menonjol yaitu: (1) masih rendahnya pemerataan memperoleh
pendidikan, (2) masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, dan (3) masih
lemahnya manajemen pendidikan, disamping belum terwujudnya kemandirian dan
keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademis (Propenas, 2000-
2004:165).

Salah satu arah kebijakan Propenas seperti tertera pada butir 5 (terdiri dari 8
butir) menyebutkan “melakukan pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan
nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan, dan manajemen”.
Persoalan yang di hadapi dengan luasnya wilayah nasional nusantara ini,
mengharuskan kebijakan pendidikan dilakukan sesuai dengan karakter setiap
daerah, sebab perlakuan yang bersipat uniformitas seperti  yang dilakukan selama
ini telah menghancurkan nilai-nilai tradisi kewilayahan. Padahal nilai-nilai ini jika di
kebangkan sesuai dengan karakternya akan dapat menjadi kekuatan dahsyat.

Dalam kerangka memberikan apresiasi yang bersifat holistik terhadap


luasnya wilayah nusantara ini diperlukan suatu kebijakan yang dapat menentramkan
kegelisahan uniformitas yang dilakukan selama ini. Oleh karena itu desentralisasi
atau otonomi penyelenggaraan negara, khususnya penyelenggaraan sistem
pendidikan perlu dilaksanakan secepatnya. Jika selama ini sentraliasi telah
menciptakan penderitaan terhadap pendidikan, diharapkan dengan adanya otonomi
dari setiap wilayah, akan mencabut penderitaan itu sehingga muncul harapan baru
bagi pengembangan potensi ke wilayahan.

Studi-studi kasus tentang upaya desentralisasi dari berbagai penjuru dunia


menujukan bahwa desentralisasi  dilakukan dengan beraneka ragam alasan baik
yang tersurat maupun yang tersirat, alasan politik, pendidikan, administrasi, dan
keuangan. Alasan-alasan ini dapat dikelompokan dan berada adalam suatu
spektrum yang luas (Fiske, 1996:24). Dalam konsteks kekinian Indonesia semua hal
tersebut dapat dijadikan alasan mengapa kita harus melakukan desentralisasi.
Sampai saat ini jalan itulah yang memungkinkan kita dapat melepaskan diri dari
penderitaan pendidikan. Pendekatan sentralisasi yang dilakukan selama ini
mengakibatkan lemahnya institusi pendidikan melakukan kebijakan, sebab semua
kebijakan ditentukan secara netral, pemerintah pusat tidak dapat memahami apa
yang menjadi tuntutan dan kebutuhan daerah.

Untuk mengatasi berbagai kendala karena adanya kelemahan institutional


tersebut, seperti desentralisasi merupakan jalan keluar yang terbaik. Oleh kaena itu
untuk mengatasi kelemahan institusional tersebut adalah dengan: “(a)
pemberdayaan lokal, (b) menetapkan kembali tanggung jawab atas perencanaan
jangka panjang daerah tingkat II sebagai titik berat pengelolaan merupakan rencana
panjang dengan desentralisasi, (c) pembangunan kemampuan kelembagaan, (d)

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 4


memberikan otonomi yang lebih besar dengan manajemen sekolah yang
bertanggung jawab, (e) sistem pendanaan yang menjamin pemerataan dan efisiensi”
(Jiyono, dalam Supriadi dan Jalal, 2001:156-157).

Desentralisasi diharapkan dapat melihat dengan jernih kondisi Indonesia


sebagai suatu realita alamiah, negara-negara (nation-state) di Indonesia beraspek
majemuk, baik dari aspek etnik-religius, sosial-budaya, dan sosial-ekonomi, maupun
fisikal-alamiah kewilayahan. Kondisi yang diinginkan adalah kondisi yang dapat
membangun bangsa menjadi lebih baik melalui pendidikan. Sebab pendidikan akan
memberikan kesadaran dan sekaligus penyadaran terhadap tanggung jawab
individu dan juga tanggung jawab kebangsaan.

1.4 Pendekatan sistem dalam pengembangan pendidikan

Pendekatan sistem merupakan sebuah pendekatan yang menyeluruh yang


dapat mengarahkan apa yang dipikirkan dan direncanakan terealisir dengan
baik. The system approach is away of thinking toward a more precise understanding
of the relevant concepts and their applications (Jhonson, et-al, 1973:xi). Pendekatan
sistem memiliki prinsip mendasar dalam menyelesaikan rencana yang telah
ditetapkan, oleh karena itu untuk melaksanakan suatu rencana diperlukan
pendekatan sistem.

Dalam pendidikan dan organisasi pendidikan, pendekatan sistem merupakan


suatu keharusan yang dan tidak dapat diabaikan sama sekali. Kekeliruan
pengembangan SDM Indonesia selama ini adalah karena mengabaikan pendidikan
sebagai sebuah sistem sehingga pendekatan sistem yang digunakan tidak tepat
sasaran dan tepat guna.

Berbagai gejala tersebut tentu saja menjadikan kita tidak siap menghadapi
“the future war” yang cenderung harus memiliki SDM yang andal. Apalagi
kecenderungan “the future war” tersebut tidak lagi mengandalkan kekuatan personil
militer dalam jumlah besar, tetapi cenderung lebih mengandalkan kekuatan
teknologi, ilmu pengetahuan, ekonomi dan juga politik. Kakuatan teknologi dan ilmu
pengetahuan akan meningkatkan kemampuan suatu bangsa dalam hal ekonomi dan
politik. Kekuatan iptek hanya dapat diperoleh dengan baik jika pendidikan memiliki
sistem yang tepat dan sesuai dalam menghadapi tantangan zaman ke depan.

Pendidikan yang dapat melakukan tranformasi, dengan transformasi tersebut


diharapkan seluruh elemen transformasi, sepreti globalisasi, struktur ekonomi, politik
ideologi, kebudayaan nasional, manusia dan masyarakat, iptek dan informasi dapat
didekati dengan sistem yang sesuai kebutuhan. Sekali lagi pendekatan sistem
diperlukan karena: the system approach is way of thinking about the job of
managing. It provide a framework for visualizing internal and external factor as an
integral whole (Jhonson, et-al, 1973:3). Menghadapi masa depan yang lebih

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 5


kompleks dan penuh dengan chaos seperti yang terjadi saat ini, telah menimbulkan
keputusasaan dikalangan sebagian masyarakat. Hal ini terjadi karena tidak jelasnya
sistem yang dikonstruk dalam melakukan pembangunan secara menyeluruh sesuai
dengan kebutuhan pembangunan. Hal ini dikemukakan setelah melihat berbagai
kebijakan yang dilakukan oleh beberapa kepemimpinan nasional. Seluruhnya
mengecewakan, sebab tidak satupun mereka menggunakan pendekatan sistem
yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, kecuali hanya kebutuhan
kelanggengan atau kelestarian kekuasaannya saja. Jika ditelaan dari perjalanan
kepemimpinan tersebut, maka dapat dilihat bahwa sebenarnya mereka lengser
karena tidak “bersahabat” dengan ekonomi. Dari sini dapat dikatakan bahwa
pembangunan ekonomi akan mempengaruhi tingkat kredibilitas kepemimpinan
bangsa. Indikasi bahwa ekonomi merupakan sebuah kekuatan semakin jelas setelah
msuknya era globalisasi saat ini. Oleh karena itu sistem pendidikan yang baik akan
dapat meningkatkan harapan yang baik bagi sebuah bangsa untuk menghadapi
masa depan yang diindikasikan sebagai era “the future war”. Sistem pendidikan
yang ditawarkan sifatnya beragam, hal ini terjadi karena berbagai kalangan ingin
menjadikan pendidikan sebagai leading sector dalam pembangunan. Kesamaan visi
antara satu orang dengan orang yang lain adalah agar pendidikan dijadikan leading
sector. Sedangkan polanya bervariasi sesuai dengan paradigma dan pengalaman
yang diperoleh selama ini. Namun semua tawaran yang dikemukakan tersebut
adalah dalam rangka memperbaiki sistem yang dikontruksi selama ini. Tinggal lagi
bagaimana penanggung jawab pendidikan dapat melakukan sebuah strategi
sehingga tawaran-tawaran yang dikemukakan tidak berserakan secara sia-sia.
Upaya yang dilakukan untuk menangkap berbagai pesan dari berbagai kalangan
tersebut harus ditampung dalam suatu sistem dengan menggunakan pendekatan
sistem yang andal.

1.5 Strategi pendidikan mengatasi “krisis identitas” bangsa

Krisis identitas yang terjadi saat ini merupakan bagian dari krisis multi
dimensi, yaitu krisis yang telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Akibat krisis multi dimensi tersebut,
tingkat kepercayaan diri dan kepercayaan tehadap orang lain atau sesama menjadi
terpengaruh. Krisis ini bukan terjadi begitu saja, ia terjadi karena ketidak-mampuan
pemegang amanah negara dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan,
khususnya sistem pendidikan. Pendidikan yang diselenggarakan cenderung hanya
untuk mengejar materi semata, sehingga melahirkan manusia-manusia yang
materialistik dan cenderung hedonistik.

Pendidikan seharusnya tidak hanya memproduksi masyarakat sekarang


(mempertahankan status qua), tetapi diarahkan untuk menciptakan masyarakat baru
dengan kualitas lebih tinggi. Dalam kaitan ini ada faktor-faktor seleksi yang harus
diubah dengan rekayasa, sehingga kualitas yang baiklah yang terseleksi positif.

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 6


Dengan demikian, pendidikan mempersiapkan manusia menjadi lebih berkualitas,
tidak hanya menjadi pekerja perusahaan yang dapat diperjualbelikan (salable) tetapi
juga lebih manusiawi dan tidak menjadi sumber bencana bagi sesamanya dan
lingkungannya (Jacob, 1993:32-33). Kualitas SDM yang dibutuhkan adalah yang
sesuai dengan rumusan tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk meningkatkan
kualitas manusia Indoesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, bertangung jawab,
dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Rumusan tujuan belum tercapai
dengna baik sehingga memunculkan krisis identitas sebagai akibat multi krisis saat
ini. Multi krisis yang berlarut ini telah menjadi beban dan berimplikasi luas terhadap
kesiapan manusia Indonesia mengadapi masa depan yang semakin kompleks. Jika
situasi ini terus tidak terpecahkan maka krisis ini tidak hanya sampai disini saja,
tetapi ia akan membawa ancaman yang lebih besar yaitu adanya ancaman
disintegrasi. Sebuah contoh yang cukup menarik dapat dikemukakan, bahwa
Amerika Serikat walaupun saat ini telah mengukuhkan dirinya sebagai satu-satunya
negara super power dalam segala hal (ekonomi, iptek, militer, politik, budaya dan
sebagainya) masih tetap mengutamakan pendidikan sebagai bagian dari strategi
pengembangan dan pembangunan bangsanya agar identitasnya tetap terjaga dan
terpelihara dengan baik. Program baru pendidikan mereka tersebut disebut oleh
Presiden George W Bush sebagai No Child Left Behind yang digulirkan tahun 2002.
Program ini berorientasi pada persoalan global yang mereka hadapi. Inti dari
program ini adalah melibatkan secara menyeluruh semua pihak dalam kebijakan dan
praktisi pendidikan ditingkat federal, negara bagian, dan distrik untuk menggunakan
standar, penilaian, akuntabilitas, fleksibilitas, dan berbagai bentuk pilihan dalam
setiap upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Program ini berupaya
melakukan beberapa hal, dinataranya: pertama, upaya untuk menghilangkan
kesenjangan prestasi belajar antara anak yang beruntung dan anak yang kurang
dan bahkan tidak beruntung dalam arti sosial-ekonomi, dan kultur; kedua,
pemberdayaan keluarga dengan cara menyediakan berbagai pilihan dalam
menentukan pendidikan bagi anak-anaknya, pemerintah memberikan kemudahan
bagi keluarga dalam memperoleh dana pendidikan yang bebas pajak untuk
membiayai anak-anak mereka sejak tamn kanak-kanak sampai perguru/ dosenan
tinggi; ketiga, meningkatkan fleksibilitas dan mengurangi birokrasi dalam dunia
pendidikan. Regulasi semakin dikurangi di berbagai jenjang pendidikan agar
program pendidikan lebih mengutamakan kreativitas masyarkat dalam memecahkan
berbagai persoalan yang dihadapinya; keempat, mendorong peningkatan dalam
bidang-bidang yang menentukan kualitas pendidikan, hal ini dilakukan dengan
meningkatkan kemampuan membaca, matematika, sains, peningkatan kualitas guru/
dosen, peningkatan keselamatan lingkungan sekolah, dan penggunaan teknologi
(Suyoto, 2002:105-106). Dalam kerangka yang demikian itu maka diperlukan
berbagai strategi pendidikan agar krisis identitas yang terjadi saat ini dpat
diatasi. Salah satu jalan terbaik untuk mengatasi krisis tersebut adlah dengan
melakukan desentralisasi pendidikan. Sebab desentralisasi akan memberikan
peluang yang besar bagi setiap karakter kewilayahan membangun dirinya sendiri,

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 7


dengan demikian uniformitas akan dapat dilihangkan. Desentralisasi dapat
membebaskan pendidikan dari ketertindasan, selama ini penindasan dilakukan
secara sistematis sehingga seluruh proses pendidikan dan pembelajaran
dipersekolahan tidak dapat memerdekakan diri sesuai dengan tujuan atau tuntutan
pendidikan. Desentralisasi yang diterapkan telah merusak tatanan budaya
kewilayahan sehingga identitas diri kewilayahan musnah secara perlahan. Dengan
desentralisasi perubahan paradigma akan terjadi, sebab paradigma baru dengan
desentralisasi tersebut memberikan ruang yang cukup luas bagi stakholder
pendidikan mengembangkan aspirasi dan inspirasinya. Jika paradigma lama
cenderung bersifat birokratis hirarkis dalam penyelenggaraan pendidikan, dengan
paradigma baru tersebut maka pendidikan akan dilaksanakan secara demokratis.
Paradigma baru pendidikan inilah yang diharapkan akan menjadi instrumen dalam
upaya mengatasi “krisis identitas” yang terjadi saat ini.

1.6 Kriteria warga negara yang baik ( Good citizens)

good citizen perlu diwujudkan oleh para anggota pemerintahan dan juga seluruh
masyarakan untuk membangun negara yang baik dengan pemerintahan yang baik
juga serta tidak tertinggal oleh arus jaman. Sekarang, akan dijelaskan kriteria –
kriteria good citizen yang telah kami buat dan kami lampirkan:
1. Active, untuk menjalankan suatu pemerintahan yang baik, tentunya
dibutuhkan suatu masyarakan yang aktif,tidak pasif. Aktif itu contohnya
seperti mengikuti pemilu, tidak golput ( golongan putih), mengikuti kegiatan –
kegiatan komunitas dan menyampaikan opini kepada pemerintahan untuk
membangun pemerintahan yang lebih baik lagi.
2. Be Cooperative, masyarakat juga harus mendukung program – program
pemerintah dalam menciptakan negara yang baik. Seperti, melaporkan jika
ada kasus kejahatan, mentaati peraturan program pemerintah. Pada contoh,
jika pemerintah menetapkan bahwa pada hari senin rabu jumat hanya boleh
kendaraan yang bernomor plat ganjil yang boleh beredar dijalanan,maka kita
harus melaksanakannya dan bekerja sama dengan pemerintah untuk
menciptakan kota tanpa kemacetan.
3. Self Control, untuk menjadi masyarakat yang baik tentunya  kita harus dapat
mengendalikan diri sendiri. Masyarakat yang baik adalah apabila masyarakat
itu tahu apa posisinya dan melakukan hal – hal yang seharusnya ( norma hak
dan kewajiban).
4. Obey the Laws, patuhi peraturan – peraturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Karena jika kita berada disuatu wilayah , tentunya kita harus
mengikuti dan menjalani peraturan – peraturan yang ada di wilayah tersebut.
Karena kita hidup harus mematuhi format – format yang ada dan kenali
otoritas anda. Namun, jika ada yang kalian anggap itu merugikan kalian,
kalian sebagai masyarakat dapat menyampaikan opini – opini kalian untuk
membangun pemerintahan yang lebih baik(aktif).

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 8


5. Love Country, mencintai negeri atau nasionalisme. Kita harus memupuk rasa
nasionalisme kita terhadap negara. Tentunya banyak alasan untuk memupuk
rasa ini. Rasa nasionalisme dapat kita wujudkan dalam kehidupan sehari –
hari kita. Seperti, memakai produk – produk dalam negri, melestarikan
kebudayaan bangsa sendiri. Karena , hal ini pun juga akan menguntungkan
pemerintah dengan mendatangkan devisa, dan peningkatan keuntungan.
6. Unite, atau persatuan. Kita sebagai satu bangsa, satu negri dan satu tanah air
merupakan satu keluarga yang besar. Kita seharusnya selalu membangun
rasa persatuan dan kesatuan. Untuk melindungi negara jika ada datangnya
ancaman dari luar. Dengan memupuknya rasa persatuan dan kesatuan, juga
akan menghindari adanya gerakan separatisme di dalam negeri kita.
7. Truthful and Trustworthy, jujur dan dapat dipercaya. Kepercayaan adalah hal
yang sulit didapat. Maka dari itu, diperlukanlah tindakan – tindakan yang jujur
dan tidak menipu sehingga kita dapat saling percaya dengan orang – orang
sekeliling kita.
8. Express Opinion, kita harus dapat mengekspresikan dan menyalurkan
pendapat kita. Baik itu terhadap sesama masyarakat maupun terhadap
pemerintah. Karena kita memerlukan masukkan atau pendapat dari orang
lain juga untuk lebih berkembang dan menjadi lebih maju dari sebelumnya.
9. Love Others, mengasihi sesama. Jika kita saling mengasihi satu sama lain,
maka perdamaian, keamanan dan kesejahteraan pun dapat dicapai bersama
– sama. Meskipun hal ini tentunya tidak mudah untuk dilakukan. Namun , jika
kita melakukan hal – hal berdasarkan kasih, maka hal itu pun akan berbuah
baik juga

Warga Negara yang baik kaitannya dengan UUD serta hak dan kewajiban warga
Negara Dalam suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, seperti NKRI, orang –
oranga yang berada diwilayah suatu Negara dapat dibagi atas penduduk dan bukan
penduduk.

Penduduk dapat pula dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Penduduk warga Negara Penduduk bukan warga Negara yang disebut orang
asing.
Dalam UUD 1945 pasal 26 dinyatakan bahwa yang menjadi warga Negara adalah
orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan oleh
undang-undang sebagai warganegara sedangkan syarat-syarat yang mengenai
kewarganegaraan RI ditetapkan oleh UU. Adapun UU kewarganegaraan RI adalah
UU no. 62 tahun 1958.

2. Selanjutnya dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945 ditetapkan bahwa segala warga
Negara sama kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa ada pengecualian.
Bukan warga Negara yaitu orang yang berada disuatu Negara tetapi secara hukum
tidak menjadi anggota Negara yang bersangkutan, namun tunduk pada
pemerintahan dimana mereka berada. Contoh : kontraktor, duta besar,
konsuler.Sedangkan penjelasan umum UU no 62 tahun 1958 yang dimaksud

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 9


dengan kewarganegaraan adalah segala jenis hubungan antara seseorang dan
Negara yang mengakibatkan adanya kewajiban Negara itu untuk melindungi orang
yang bersangkutan.

1.7 Hak , kewajiban dan tanggung jawab warganegara Indonesia

Setiap warga Negara RI memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain
tanpa terkecuali. Persamaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk
menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai
permasalahan dikemudian hari.Warga Negara yang baik sudah sewajarnya
melaksanakan hak dan kewajibannya terhadap hukum, Negara dan pemerintah.
Selain itu setiap warganegara Indonesia harus turut bertanggung jawab atas
kemajuan dan kemunduran Negara dan bangsanya. Untuk tercapainya
kesejahteraan masyarakat Indonesia, hendaknya tidak seorangpun warga
negaranya boleh menghindarkan diri dari kewajiban dan tanggung jawab.
Rasa bertanggung jawab tidak akan dapat meresap dalam sanubari apabila pada
diri kita tidak ada kesadaran bahwa kita adalah warga organisasi masyarakat yang
bernama NKRI. Dan kesadaran bernegara itu akan hidup dinamis, jika kesadaran
bahwa kita adalah anggota dari suatu kesatuan dan persatuan manusia yang
disebut bangsa Indonesia.Seorang warganegara mempunyai kesadaran bernegara
dan kesadaran berbangsa jika ia mempunyai semangat kenegaraan, ia selalu
menempatkan kepentingan Negara diatas segala kepentingan, juga diatas
kepantingan golongan dan kepentingan sendiri. Ia merasa bertanggung jawab
terhadap keselamatan umum, tunduk dan taat kepada peraturan perundangan
Negara (peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan mentri, UUD 1945
ketetapan MPR,  UU) serta menjalankan kewajibannya terhadap negara Indonesia
dengan setia dan jujur.

Berikut ini beberapa contoh hak warga Negara Indonesia :

 Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hokum


 Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
 Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di
dalam pemerintahan
 Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama
dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai
 Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
 Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan
Indonesia atau nkri dari serangan musuh
 Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat,
berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-
undang yang berlaku.

Sedangkan contoh Kewajiban Warga Negara Indonesia

 Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam


membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan
musuh

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 10


 Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah
ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
 Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara,
hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-
baiknya
 Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala
hukum yang berlaku di wilayah negara Indonesia.
 Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk
membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah
yang lebih baik.

Kesadaran bernegara dan kesadaran berbangsa merupakan kekuatan pokok bagi


pengembangan dan pembangunan Negara menuju kepada suatu Negara yang
makmur, material dan spiritual berdasarkan pancasila.Dalam pembentukan
kesadaran berbangsa dan bernegara ini perlu ditanamkan sejak dini pada para
generasi penerus agar melalui pendidikan baik disekolah maupun dikeluarga agar
mereka bisa lebih menghargai bangsa dan negaranya sendiri juga menanamkan
jiwa nasionalisme dan patriotisme.
.
Suatu masyarakat Indonesia yang tertib, aman dan tentram serta adil dan makmur
berdasarkan pancasila, hanya akan dapat dicapai jika kesadaran berbangsa dan
bernegara ini tertanam pada setiap individu dan diterapkan dikehidupan berbangsa
dan bernegara. Keseimbangan hak dan kewajiban warga Negara sangat diperlukan,
setiap warga Negara tidak hanya menuntut hak yang dimiliki tetapi juga menjalankan
kewajibannya sesuai UUd 1945.

Sebagai warga Negara maka ia memiliki hubungan timbal balik yang sederajat
dengan negaranya. Dengan memiliki status sebagai warga Negara, maka orang
memiliki hubungan hukum dengan Negara. Hubungan itu berwujud status, peran,
hak dan kewajiban secara timbal balik. Warga Negara memiliki hak dan kewajiban
terhadap Negara begitupun sebaliknya. Harus ada keseimbangan antara dua belah
pihak.

BAB II

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 11


PENERAPAN GOOD CITIZEN

2.1 Karakter Baik

Terdapat keragaman pendapat mengenai apa itu karakter yang “baik”.


Konsep karakter baik ( good character) menurut Thomas Lickona (1991), sebagai
suatu kebajikan ( virtue) yang bisa dibagi dalam dua kategori, yakni kebajikan pada
diri sendiri ( self-oriented virtuous) dan kebajikan terhadap orang lain ( other –
oriented virtuous). Kebajikan pada diri sendiri ( self-oriented virtuous) misalnya
pengendalian diri dan kesabaraan. Kebajikan terhadap orang lain ( other –oriented
virtuous). misalnya kesediaan berbagai dan merasakan kebahagiaan. Kebajikan itu
bukan sekedar sikap, tetapi juga merupakan pengetahuan dan perilaku. Oleh karena
itu secara populer, karakter itu meliputi tiga hal, yakni mengetahui yang baik (
knowing the good), merasakan hal baik ( feeling the good) dan melakukan hal baik (
acting the good). Selanjutnya, ia mengemukakan dari sejumlah kebajikan, ada 10
(sepuluh) kebajikan utama ( Ten Essential Virtues) yang perlu dalam pendidikan
karakter yakni: wisdom, justice, fortitude, self control, love, integrity, hard work,
gratitude, humiility, dan positive attitude (Thomas Lickona, 2003).

Karakter baik juga diperkenalkan oleh MS Branson (1998), bahwa karakter


sebagai suatu kebajikan ( virtue) yang meliputi dua hal, yakni kebajikan publik (
public character) dan kebajikan privat ( privat character). Karakter publik itu
misalnya: public spiritedness, civility, respect for the rule of law, critical mindedness,
and willingness to listen, negotiate, and compromise. Karakter privat itu misalkan
moral responsibility, self discipline, and respect for the worth and human dignity of
every individual are imperative. Berdasar dua pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa karakter baik meliputi dua hal, yakni karakter yang sifatnya
individual/privat/ditujukan pada diri sendiri dan karakter yang sifatnya publik,
ditujukan pada orang lain.

Konsep karakter sebagai suatu kebajikan atau virtue, bisa dirunut dari
pernyataan Aristoteles yang menyebut bahwa warga negara yang baik itu ditandai
oleh adanya civic virtue, yang meliputi 4 hal yakni temperance (kesederhanaan)
termasuk self-control dan avoidance of extremes; (keadilan); courage (keberanian
atau keteguhan) termasuk patriotism dan wisdom or prudence (kebijaksanaan atau
kesopanan), termasuk the capacity for judgment. (Derek Heater, 2004).
Sebelumnya, ia membedakan dua macam kebajikan ( virtue) yakni kebajikan
intelektual dan kebajikan moral (Cheppi Hericahyono, 1995). Kebajikan intelektual
bisa diajarkan, sementara kebajikan moral melalui kebiasaaan.Kabajikan moral
inilah yang dikenal sebagai karakter. Oleh karena itu, Aristoteles terkenal dengan
pernyataannya bahwa karakter itu adalah suatu kebiasaan ( characterishabit).
Karakter itu dapat diajarkan melalui pembiasaan. Pernyataan ini sekaligus
memperbaiki ajaran filosofi Socrates tentang knowledge is virtue dan kebajikan itu
tidak bisa diajarkan.

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 12


Untuk konteks Indonesia, konsep karakter “baik” dipahami sebagai nilai-nilai
yang baik ( good values). Desain Induk Pembangunana Karakter Bangsa tahun
2010-2015 mendefinisikan karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik (tahu nilai
kabaikan, mau berbuat baik dan nyata berkehidupan baik) yang terpatri dalam diri
dan terejawantahkan dalam perilaku (Pemerintah RI, 2010). Selanjutnya dalam buku
Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Bahan Pelatihan
Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk
Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa, dikatakan karakter adalah watak,
tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi
berbagai kebajikan ( virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk
cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai,
moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat
kepada orang lain (Kemdiknas, 2010).

Dengan dua sumber resmi ini, setidaknya dapat dijadikan rujukan mengenai
bagaimana pandangan masyarakat Indonesia mengenai karakter.Karakter dipahami
terdiri atas sejumlah nilai kebajikan yang hendaknya bisa diketahui, dirasakan dan
dilakukan. Dari sejumlah nilai kebajikan itu diidentifikasi ada 18 (delapan belas) nilai
kebajikan sebagai karakter bangsa, yakni : Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja
Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta
Tanah Air, Menghargai Prestasi, Bersahabat/komunikatif, Cinta Damai, Gemar
Membaca, Peduli Lingkungan, Peduli Sosial dan Tanggung-jawab (Kemdiknas,
2010). Sumber lain menyebut bahwa nilai kebajikan itu terdiri dari dua yakni intra
personal berasal dari olah pikir dan olah hati, seperti bervisi, cerdas, kreatif, terbuka,
jujur, ikhlas, religius, dan adil. Inter personal yang berasal dari olah raga dan olah
rasa/karsa, seperti gigih, kerja keras, disiplin, bersih, bertanggungjawab, peduli,
demokratis, gotongroyong, dan suka membatu. Dari ragam nilai kebajikan itu, ada 4
(empat) yang dianggap mendesak dan penting yakni jujur, cerdas, tangguh, dan
peduli (Rencana Induk Pendidikan Karakter Bangsa, tanpa tahun).

Dari uraian di atas, pendidikan karakter kita dihadapkan pada sejumlah


pilihan akan nilai kebajikan. Belum lagi pilihan nilai-nilai kebajikan (karakter) yang
ditawarkan olah para penulis atau ahli pendidikan, misal dalam Ratna Megawangi
(2004), Ari Ginanjar Agustin (2005), Doni Koesoema (2007), dan Furqon
Hidayatullah (2009). Menurut hemat penulis, sejumlah nilai kebajikan di atas lebih
banyak ditentukan melalui analisis deduktif, yang kemungkinan belum tentu tepat
secara kontekstual.Oleh karena itu, berdasar temuan deduktif di atas, perlu
dilakukan analisis induktif, misal melalui penelitian untuk mengidentifikasi dan
menemutunjukkan kembali nilai-nilai kebajikan mana sajakah yang menjadi
kebutuhan dan pilihan tepat dalam konteks waktu dan tempat tertentu.

2.2 Karakter Cerdas

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 13


Menurut Prayitno dalam Budimansyah (2010), kecerdasan didefinisikan
sebagai kemampuan memanipulasi unsur-unsur kondisi yang dihadapi untuk
suskses mencapai tujuan.Individu yang memiliki kecerdasan dalam taraf tertentu
tercermin dari perilakunya yang aktif, objektif, analitis, aspiratif, kreatif, inovatif,
dinamis dan antisipatif.Definisi lain menyebut, kecerdasan ialah istilah umum yang
digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan,
seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir
abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar.Kecerdasan erat
kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu (wikipedia.org).

Perkembangan selanjutnya kecerdasan manusia tidak hanya berkaitan


dengan aspek kognitif. Howard Gardner, seorang psikolog terkemuka dari Harvard
University, menemukan bahwa sebenarnya manusia memiliki beberapa jenis
kecerdasan. Ia menyebutnya sebagai kecerdasan majemuk atau multipleintelligence
yang terdiri atas 8 (delapan) jenis kecerdasan yakni : Kecerdasan Linguistik ( word
smart), Kecerdasan Spasial ( picture smart), Kecerdasan Matematis ( logic smart),
Kecerdasan Kinestetis ( body smart), Kecerdasan Musik ( music smart), Kecerdasan
Interpersonal ( people smart), Kecerdasan Intrapersonal ( self smart) dan
Kecerdasan Naturalis ( nature smart). Setiap manusia memiliki semua jenis
kecerdasan itu, namun hanya ada beberapa yang dominan atau menonjol dalam diri
seseorang.

Karakter “cerdas” mulai dikembangkan sebagai salah satu dimensi dari


karakter. Model pendidikan karakter di ITS Surabaya mengemukakan cerdas
sebagai salah satu dari karakter CAK (Cerdas, Amanah, Kreatif). Cerdas
mengandung pengertian: Tajam pikiran dan berfikir solutif, Cepat tanggap terhadap
perubahan lingkungannya, Cepat mengerti dan memahami masalah akibat
perubahan lingkungannya, Tajam analisisnya dan memiliki banyak alternatif
penyelesaian masalah yang sedang dihadapi, Dengan cepat mampu memilih
alternatif penyelasaian masalah yang sesuai dan benar (Syamsul Arifin, dkk, 2010).

2.3 Warga negara yang baik, manusia yang baik ?

Berdasar uraian di atas, karakter pada dasarnya melekat pada diri pribadi
atau seseorang, yang sifatnya individual.Karakter yang baik dan cerdas adalah
karakter yang dimiliki seorang pribadi. Artinya ia baik dan cerdas secara moral tidak
tergantung pada konteks. Dalam perspektif etika, manusia berbuat baik bahkan
cerdas itu dalam kaitannya dengan norma moral yakni berusaha untuk mengarahkan
perbuatannya ke tujuan tertinggi hidupnya sebagai manusia atau menyesuaikan
tindakannya dengan norma yang mengatur perihal bagaimana manusia seharusnya
hidup. Ia adalah orang yang selalu berusaha untuk hidup sesuai dengan tuntutan
hatinuraninya atau sesuai dengan kesadarannya akan apa yang secara konkret
menjadi kewajiban moralnya (Soedarminta, 1997). Jadi karakter “baik dan cerdas”
adalah dalam konteks ia sebagai manusia yang dipandu oleh hati nurani, terlepas
dari atribut ataupun prestasi dibelakangnya.

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 14


Oleh karena itu, istilah warga negara yang baik berbeda dengan manusia
yang baik.Istilah warga negara adalah manusia dengan atribut tertentu yakni
memiliki identitas, kepemilikan hak dan kewajiban, keterlibatan dalam masalah
publik dan penerimaan atas nilai-nilai sosial (Cogan & Derricot, 1998).Aristoteles
membedakan antara good man dan good citizen. Dikatakan “we must notes that
different consitution require different type of good citizen, while the good man is
always same” (Derek Heater, 2004). Warga negara yang baik itu ukurannya adalah
konstitusi negara yang bersangkutan. Sepanjang warga negara itu sikap dan
perilakunya tidak bertentangan dan mematuhi konstitusi maka ia berkategori warga
negara baik, sementara manusia /orang yang baik pada dasarnya sama di semua
negara, karena ia ditentukan oleh hati nuraninya. Jadi warga negara yang baik
belum tentu manusia yang “baik”.Kita mungkin mendengar ada anggota DPR atau
pejabat negara yang taat membayar pajak, melaporkan kekayaaan pribadinya,
memenuhi panggilan sidang, dan mematuhi peraturan berlalu lintas.Akan tetapi juga
berperilaku yang a- moral, misal melakukan perselingkuhan, suka marah, dan
sebagainya.Ia adalah warga negara yang baik tetapi belum tentu sebagai manusia ia
berkarakter “baik”.

Dalam wacana kewarganegaraan, warga negara yang baik dan cerdas (


smart and good citizen), merupakan titik temu antara civic confidence, civic
competence dan civic commitment. Civic confidence merupakan irisan dari civic
knowledge dan civic dispositions, civic competence merupakan irisan dari civic
knowledge dan civic skill dan civic commitment merupakan irisan dari civic
dispositions dan civic skill. Warga negara yang memiliki civic knowledge, civic
dispositions dan civic skill adalah warga negara yang confidence, competence dan
commitment yang selanjutnya disebut sebagai smart and good citizen. Skema dari
ketiga komponen dan sasaran pembentukan warganegara tersebut sebagai berikut:

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 15


Berkaitan dengan karakter, perlu dibedakan antara pendidikan
kewarganegaraan dengan pendidikan karakter.Pendidikan kewarganegaraan dan
pendidikan karakter meskipun saling berkaitan (Branson, 1998) memiliki fokus
penekanan yang berbeda. Alberta School (2005) menyatakan “citizenshipeducation
has traditionally been more concerned with individuals’ participation in their
communities, nation and the global world, character education has been more
centred on individuals’ development”. Lebih lanjut dikatakan “Citizenship education
recognizes the need for attributes and virtues—respect, responsibility, fairness,
honesty, caring, loyalty and commitment to democratic ideals. Character education
recognizes that commitment and responsibility to community and a democratic
society are part of what constitutes ‘good character”.

Bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah bagian dari pendidikan karakter


dalam arti luas, oleh karena pendidikan kewarganegaraan memfokuskan pada
pembentukan karakter individu dalam hubungannya dengan partisipasinya dalam
komunitas, seperti hormat, tanggung jawab, terbuka, perhatian, jujur, loyal dan
komit.Karakter demikian merupakan bagian dari karakter baik.Sementara pendidikan
karakter lebih menekankan pada pengembangan karakter individual. Jika dikaitkan
dengan pembedaan karakter privat dan publik atau other –oriented virtuous dan self
–oriented virtuous, dapat dikemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan lebih
memfokuskan pada karakter publit sedang pendidikan karakter pada karakter publik.
Dalam tradisi Barat, karakter privat dan publik memang dapat menjadi misi dari
pendidikan kewarganegaraan (Branson, 1998), namun dalam tradisi negara non
sekuler, seperti Indonesia pendidikan karakter tidak hanya dapat dilakukan oleh
pendidikan kewarganegaraan tetapi juga oleh pendidikan agama.Van Good dalam
Syarkawi (2006) menyatakan bahwa pendidikan karakter (moral) di negara sekuler
dilakukan melalui pendidikan kewarganegaraan, sedang di negara agama melalui
pendidikan agama.

2.4 Guru yang Smart and Good Citizen?

Bagaimana sosok guru sebagai warga negara yang baik dan cerdas itu?Jika
kita kembali pada konsep warga negara yang baik dan cerdas, kiranya sosok guru
sebagai warga negara yang baik tidak jauh dari kreteria warga negara yang baik
pada umumnya.Artinya sebagai warga negara, guru dituntut memiliki karakter publik
yang baik, memiliki identitas, memiliki dan melaksanakan hak dan kewajibannya,
berpartisipasi dalam kebijakan publik dan menerima adanya nilai-nilai sosial
bersama.Karakter-karakter demikian merupakan atribut kewarganegaraan/ atributes
of citizenship (Cogan & Derricot, 1998). Guru sebagai profesi dan profesi lain seperti
dokter, sopir, pengacara, polisi, dan lain-lain adalah warga negara yang memiliki
atribut kewarganegaraan yang sama.

Menurut hemat penulis, karakter guru yang baik dan cerdas lebih tepat
melekat pada pribadinya sebagai seorang pendidik.Jadi melekat pada pribadi
sebagai individu bukan sebagai warga negara.Dengan demikian guru sebagai sosok

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 16


pribadi pendidikan dituntut memiliki kepribadian yang baik.Kata kepribadian
menunjuk pada “pribadi” atau “individu”.Sebagai pribadi/manusia individu, guru
adalah manusia yang dituntut memiliki moralitas yang bersumber dari hati nurani
yang bersih.Selanjutny guru sebagai manusia dituntut memiliki karakter yang “lebih”
dikarenakan fungsi dan status yang melekat dalam dirinya.

Sebenarnya kepribadian guru yang “lebih” tersebut telah dikemukakan dalam


kompetensi kepribadian guru, sebagaimana termuat dalam Undang Undang No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) No 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru. Berdasarkan sumber ini, kepribadian guru yang “baik” tersebut
dideskripsikan sebagai berikut;

a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan


nasional Indonesia
b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan
bagi peserta didik dan masyarakat
c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa.
d. Menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga menjadi
guru, dan rasa percaya diri.
e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru

Jika dijabarkan lanjut maka karakter guru yang baik adalah yang memiliki
karakter : jujur, akhlak mulia, teladan, pribadi mantap, stabil, arif, berwibawa,
memiliki etos kerja, bertanggung jawab, rasa bangga dan percaya diri. Karakter
demikian mungkin akan berbeda dengan pendapat para ahli tentang bagaimana
profil guru yang baik dan cerdas itu. Namun sebagai dokumen formal, kreteria
demikian setidaknya dapat menjadi rujukan dan batu ujian untuk menilai guru yang
baik.

Untuk mengembangkan lagi, menurut hemat penulis, perlu diidentifikasi lebih


lanjut melalui analisis induktif misal dengan penelitian, bagaimana sesungguhnya
karakter guru yang “baik dan cerdas” itu.Dengan teridentifikasinya karakter guru
yang baik dan cerdas berdasarkan temuan lapangan, maka dapat direkomendasikan
sejumlah program kegiatan yang tepat bagi pendidikan guru ataupun pendidikan
profesi guru.

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 17


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Good citizen sebagai sebuah masyarakat yang hidup dalam keadaan damai,
sejahtera, tentram, aman dan memiliki apresiasi yang besar terhadap adanya
perbedaan.secara pendalaman good citizen harus melelui tahap-tahap dasar baik
dari segi pendidikan maupun pendekatan.good citizen dapat terwujud melalui
dukungan dari masyarakatnya dan dari keinginan individu masing – masing yang
ingin menyciptakan masyarakat madani.pengembangan dalam upaya untuk
menyciptakan good citizen yaitu melalul lingkungan sekitar dan bekerjasama untuk
menycapai tujuan tersebut ,lalu kemudian keseluruhan masyarakat /penduduk

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 18


negara.dengan demikian keinginan tersebut akan menyjadi lebih erat dan
menyciptakan keharmonisan dalam hidup bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.

3.2 Saran

Makalah ini disusun berdasarkan ide-ide, pemikiran dan disertai pengalaman yang
berusaha untuk bisa memenuhi persyaratan dan pokok–pokok makalah good citizen
yang sempura, karena itu keritik dan saran sangat penting untuk penyempurnaan
makalah ini.

Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN 19

Anda mungkin juga menyukai