Anda di halaman 1dari 17

Isu-Isu Kritis dalam Membangun Karakter Demokrasi pada

Siswa Jenjang Pendidikan Dasar


Enung Nugraha1
Abstrak
Pada masa kini Indonesia sedang giat membangun, setelah
proses penggulingan Orde
Baru berganti zaman yaitu masa
reformasi. Masa reformasi adalah era terbuka dan era kebebasan.
Akan tetapi tentu saja keterbukaan dan kebebasan yang
dijalankan tetap harus berlandaskan hukum, atau memperhitungkan untung dan rugi terutama untuk kepentingan hidup seluruh
masyarakat. Selain itu juga perkembangan dunia globalisasi terus
meningkat. Tuntutantuntutan itulah yang mengharuskan masyarakat Indonesia terus meningkatkan kualitas, baik dari sisi jasmani
maupun rohani. Baik melalui pendidikan informal, formal maupun
nonformal.
Pemerintah melalui pendidikan formal, sejak mulai
Pendidikan Dasar, SLTA dan perguruan tinggi terus berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Penataan baik dari segi
sarana, prasarana, guru, kurikulum, pelatihan-pelatihan. Selain itu
juga. Berbagai macam usaha dilakukan untuk memaksimalkan
serta mengoptimalkan hasil. Meskipun demikian pada pelaksanaanya tetap saja harus berhadapan dengan berbagai rintangan.
Pendidikan dasar adalah pendidikan yang diwajibkan oleh
pemerintah untuk diikuti oleh seluruh masyarakat Indonesia, usia
6-12 tahun. Diharapkan pada usia pendidikan dasar dimaksimalkan untuk usaha mengembangkan sikaf (afektif, kognitif dan
psikomotorik). Salah satunya adalah karaker berdemokrasi.
Kata Kunci: Pendidikan Dasar, Demokrasi, Pendidikan Karakter
Latar Belakang Masalah
Meningkatkan mutu pendidikan merupakan program yang
terus dikembangkan oleh hampir semua negara. Baik itu negara
miskin, berkembang bahkan negara maju sekalipun. Mutu
pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat kemajuan
suatu bangsa dan diharapkan akan memperbaiki tingkat
kemakmuran suatu Negara.
Isu-Isu Kritis dalam Bidang Pendidik
Membangun Karakter Demokrasi

Enung Nugraha | 165

pada Siswa Jenjang

Pendidikan Dasar


Akan tetapi meningkatkan mutu pendidikan bukanlah
merupakan suatu hal yang mudah, sebab pada kenyataannya
sampai saat ini mutu pendidikan masih tetap merupakan hal yang
memprihatinkan.Hal tersebut dapat dipahami karena pendidikan
terkait dengan berbagai macam hal yang sangat kompleks
sehingga kadang-kadang banyak hal yang yang sulit ditangani.
Misalnya jumlah penduduk Indonesia yang tersebar di berbagai
wilayah serta masyarakat yang heterogen, kurikulum yang
berubah-rubah, jumlah materi tak sepadan dengan waktu yang
tersedia dan lain-lain.
Pendidikan sebagai sebuah system
memiliki berbagai
komponen yang memiliki keterkaitan antara satu dengan
lainnya.Komponen tersebut antara lain kurikulum,guru atau
tenaga pendidikan dan kependidikan, siswa, pembiayaan, sarana
dan prasarana, manajemen,evaluasi, lingkungan dan lain
sebagainya. Meski secara hukum mestinya sama akan tetapi
kenyataannya di lapangan berbeda-beda pada pelaksanaanya
Paradigma mengukur kemajuan suatu bangsa pada saat ini
mengalami perubahan yaitu tidak tertumpu lagi pada kekayaan
sumber daya alam akan tetapi dengan mengukur kemajuan pada
kekuatan sumber daya manusia. Dengan adanya paradigma baru
tersebut mengharuskan suatu bangsa dimanapun memperkuat
sector pendidikan.Suatu bangsa yang menginginkan kemajuan
tentu saja harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Dengan demikian maka akan menciptakan sumber daya manusia
yang unggul. Dengan demikian mengharuskan adanya berbagai
komponen atau aspek yang unggul pula.
Dalam berbagai komponen pendidikan tersebut
telah
terjadi paradigma baru sebagai akibat dari proses globalisasi,
reformasi,perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
perkembangan masyarakat, pemahaman agama, Filsafat, ideology
sebuah bangsa, perkembangan politik dan lain sebagainya.
Beberapa paradigma baru pendidikan tersebut adalah sebagai
berikut:
Pertama: visinya adalah menyiapkan masa depan bangsa
agar mampu berkompetisi di era glogal.Di dalam rencana strategis
Volume 03 No. 02 (Juli - Desember 2011)

PRIMARY|166


pendidikan nasional tahun 2005-2009 adalah terwujudnya system
pendidikan sebagai pranata social yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan setiap warga Negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan yang selalu berubah (Depdiknas 2009,6).
Kedua: dari segi misinya adalah 1) perluasan dan pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh
rakyat Indonesia; 2) membantu dan memfasilitasi pengembangan
potensi anak bangsa secara utuh sejak dini sampai akhir hayat
dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; 3) meningkatkan
kesiapan masukan dan kualitas
proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian kepribadian yang
bermoral; 4) meningkatkan keprofesionalan dan akuntablitas
lembaga
pendidikan
sebagai
pusat
pembudayaan
ilmu
pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai
berdasarkan standar nasional dan global; dan 5) memberdayakan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pendidikan Dasar merupakan program yang diwajibkan oleh
pemerintah untuk diikuti oleh setiap lapisan masyarakat sesuai
dengan usianya. Oleh karena diwajibkan mka pemerintah melalui
berbagai macam usaha
mencari solusi supaya setiap warga
Negara
bisa menyelesaikan jenjang pendidikan dasar, tak
terkecuali orang-orang tidak mampu secara materi.UndangUndang Dasar 1945 juga telah mengamanatkan bahwa setiap
warga Negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
Selain itu juga pada Undang-Undang Sitem Pendidikan Nasional
Bab V tentang Standar Kompetensi Lulusan pasal 26 ayat 1 tertulis
bahwa standar kompetensi pada jenjang
pendidikan dasar
bertujuan untuk meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Jelas nyata tak dapat ditawar lagi bahwa pendidikan
seharusnya terdiri dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Ketiga asfek tersebut harus memiliki prioritas yang seimbang.
Isu-Isu Kritis dalam Bidang Pendidik
Membangun Karakter Demokrasi

Enung Nugraha | 167

pada Siswa Jenjang

Pendidikan Dasar


Namun pada kenyataanya porsi besar adalah kognitif saja,
sedangkan afektif masih belum memiliki prioritas. Padahal sikaf
merupakan suatu kompetensi yang tak dapat diabaikan. Salah
satu bukti adalah soal Ujian Nasional hanya kisaran tentang
kognitif saja. Maka tak heran jika ada siswa yang bermasalah di
masyarakat (nakal) atau penyimpangan kelakuan yang lain tetapi
karena nilai ujiannya tinggi maka lulus. Oleh karena itu untuk
meningkatkan kemampun afektif, khususnya di jenjang Pendidikan
Dasar perlu usaha lebih intensif salah satunya dengan
mengembangkan pendidikan karakter. Ada beberapa hal yang
perlu dipertanyakan dalam konteks ini, yaitu: pertama, Bagaimana
dimensi demokrasi Pendidikan Dasar,khususnya SD di Indonesia?
kedua, Bagaimana usaha membangun karakter
berdemokrasi
pada siswa jenjang Pendidikan Dasar?
Dimensi Demokrasi Dan Pendidikan Dasar
Demokrasi berasal dari kata Demos dan kratos yang
artinya rakyat dan pemerintah. Kedua kata tersebut membentuk
kata demokratia yang berarti pmerintaha oleh rakyat.Prinsipnya
adalah menghargai pluralism. Bahwa pemangku jabatan terpilih
harus berbakti kepada rakyatnya bertanggung jawab terhadap
rakyat bukan sebaliknya.Gagasan demokrasi pendidikan dijelaskan
oleh John Dewey dalam bukunya Democracy and Education
(1916). Untuk melaksanakan demokrasi setiap rakyat harus
memiliki budaya demokrasi dan itu hanya diperoleh melalui
pendidikan. Pendidikan dasar yang demokratis memerlukan cara
mendidik yang demokratis. Hakikatnya demokrasi adalah memiliki
tradisi memperbaiki diri sendiri serta dinamika perubahan sebagai
akibat dari hasil rekonstruksi pengalaman yang terus menerus
berlangsung dalam masyarakat, maka pendidikan dasar
hendaknya
memberikan
pengalaman
agar
peserta
didik
menemukna dan memecahkan masalah atau hal baru yang
esensial baik dalam pribadi maupun kehidupan soaial.
Misi yang ingin diimplementasikan dalam praktek pndidikan
yang sesuai dengan tahap perkembangan anak adalah didasarkan
pada
beberapa
prinsip
yaitu:
berpusat
pada
potensi,
Volume 03 No. 02 (Juli - Desember 2011)

PRIMARY|168


perkembangan dan kebutuhan, prinsip beragam dan terpadu,
tanggap terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,prinsip
relevan denggan kebutuhan hidup, prinsip menyeluruh dan
berkesinamungan, belajar sepanjang hayat, seimbang antara
kepentingan nasional dan lokal. Dengan demikian misi pada
pendidikan sekolah dasar adalah belajar untuk beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, belajar untuk
menghayati, beljar untuk mempu melaksanakan, berbuat untuk
melksanakan secara afektif, belajar untuk hidup bersama dan
social untuk orang lain, belajar untuk menemukan jati diri melalui
pembelajaran aktif, kreatif efektif dan menyenangkan. Oleh karena
itu, pendekatan yang digunakan adalah bukan hanya memberikan
materi ajar tetapi membina akhlaknya pula. Di kelas diperlukan
bobot pengajaran akhlak lebih besar.Menurut pendapat Ki Hajar
Dewantoro
membedakan antara pelajaran di sekolah zaman
Belanda dan pengajaran di sekolah pada zaman Republik, dengan
menekankan istilah teknis pengajaran nasional sebagai sinonim
dari pendidikan sekolah yang baik.
Di kalangan organisasi internasional akhir-akhir ini
memperluas daftar hak azazi manusia yaitu tentang hak atas
pendidikan dimasukan ke dalam daftar HAM. Bahwa kesempatan
pendidikan harus diakui hak bawan setiap anak (United States
Information Agensi;1991).
Hidup adalah hak azazi manusia. Berkenaan dengan ini
maka manusia harus hidup sebagaia manusiaa bukan hanya
sekedar hidup, Pada hakikatnya adalah bereksistensi sesuai
dengan kodrat dan martabatnya sebagai manusia. To be a maan is
to become a man demikian menurut Karl Jespers. Maka dari itu
maka manusia perlu pendidikan dan mendidik diri. Ini adalah
asumsi pedagogik dan sebagaimana dikutip oleh Stella Van Petten,
Imanuel Kant menyatakan bahwa Man can became man
thoroughly education only (Tatang Syarifudin, 1996). Jelas bahwa
hak hidup mengimplikasikan hak untuk mendapatkan pendidikan,
sebab tanapa adanya pendidikan manusia belum tentu hidup
sebagai manusia. Dalam konteks ini pendidikan daan mendidik diri
bukan hanya hak azazi manusia akan tetapi merupakan kewajiban
Isu-Isu Kritis dalam Bidang Pendidik
Membangun Karakter Demokrasi

Enung Nugraha | 169

pada Siswa Jenjang

Pendidikan Dasar


setiap manusia. Maka dalam konsep islam mencari ilmu adalah
wajib bagi muslimin dan muslimat.
Di dalam hak kebebasan dan berkumpul tidak ada
diskriminasi Diakui adanya persamaan sosial dan demokrasi,
Memang telah diakui bahwa setia individu adalah bebas untuk
berkumpul berserikat, berpendapat dan menyatakan pendapatnya
serta mnentukan pilihanya serta berpartisifasi dalam sistem
pemerintahan tetapi dalam demokrasi tidak akan tercapat secara
penuh jika rakyatnya belum belum berpendidikan secara memadai.
Sebab keadilan social baru merupakan suaatu yang ditawarkan
sedangkan pencapaiannya haarus diperjuangkan oleh semua
rakyat. Dan perjuangan tersebut menuntut budaya setiapa warga
Negara yang demokratis pula.Sebagaimana maaklum bahwa
budaya tidak dimiliki manusia secara otomatis sejak ia
dilahairkana akan tetapi harus ia pelajari demikian juga budaya
demokrasii. Menurut Anderson Karena tidak ada manusia yang
lebih dari manusia lainnya maka setiap manusia memiliki hak yang
sama. Demikian pula dalam hal pendidikan. Thomas Jeferson
menyatakan bahwa pendidikan adalah syarat mutlak dari
pendidikan. Tanpa pendidikan kemerdekaan menjadi tidak
mungkin.Atas dasar gagasan di atas maka lahirlah pendidikan
yang demokratis lahir dan dilaksanakanlah gagasan wajib
belajar.Dari perkembangan ini pada abad ke 19 mulai terbentuk
system pendidikan rakyat di Amerika Serikat di bawah pimpinan
Horace Mann, yang melahirkan suatu system pendidikan rakyat
dengan kewajiban belajar.
Sejak awal kemerdekaan bangsa Indonesia hakekatnya
telah mengakui hak atas pendidikan sebagai HAM.Hal ini tersurat
dan tersirat dalam pernyataan tentang hak untuk mendapatkan
pendidikan bagi setiap warganya yang telah dinyatakan sejak
tanggal 18 Agustus 1945 ketika PPKI menetapkan Undang-Undang
Dasar 1945 sebagai dasar konstitual Negara RI.
Pasal 31 UUD 45 menyatakan bahwa :1) Tiap-tiap warga
Negara berhak mendapat pendidikan, 2) Setiap warga Negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya,3)pemerintah menyelenggarakan satu sistem
Volume 03 No. 02 (Juli - Desember 2011)

PRIMARY|170


pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa yang diatur dengan Undang-Undang, 4) Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20%
dari anggaran
pendapatan dan belanja Negara serta dari
anggaran belanja daerah unuk memenuhi kebutuhan anggaran
pendidikan nasional. Selnjutnya di dalam Undang-Undand
SISDIKNAS, ayat 1 pasal 4 dan ayat 1 pasal 5 menyatakan bahwa;
pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak azazi
manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, dan kemajemukan
bangsa; Setiap Negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu.
Selain pemerintah orang tua serta masyarakat pun wajib
mendukung pelaksanaan wajib belajar supaya dapat tercapai
secara optimal. Diantaranya yaitu dalam pasal 7 Undang-Undang
SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ditegaskan bahwa orang tua dari
anak usia wajib belajar , berkewajiban memberikan pendidikan
dasar kepada anaknya. Masyarakat berkewajiban member
dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan (pasal
9) adapun kewajiban pemerintah diatur dalam pasal 11, yaitu: 1)
pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan
dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan
yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi, 2)
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya
dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga Negara
yang brusia 7 sampai dengan 15 tahun.
Konsep pendidikan demokratis menuntut guru memiliki
sifat sebagai berikut: Permissive, friendly,a guide, open minded,
enthusiastic,creative,social aware,alert, patient, cooperative and
sincere (Calahan and Clark 1983)
Usaha Membangun Karakter pada Siswa Sekolah Dasar
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah
dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam
pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut,
pendidikan memiliki peran yang sangat penting.
Isu-Isu Kritis dalam Bidang Pendidik
Membangun Karakter Demokrasi

Enung Nugraha | 171

pada Siswa Jenjang

Pendidikan Dasar


Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas
bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah
Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna
mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan
pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing,
beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan
masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika
Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang
tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan
teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola
diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan,
kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan
sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di
dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung
kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan
bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting
untuk ditingkatkan.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat
istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilainilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
Volume 03 No. 02 (Juli - Desember 2011)

PRIMARY|172


melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan
karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus
dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri,
yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas
hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan kokurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan
ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik
pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional
pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP),
dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan
pendidikan di SMP sebenarnya dapat dicapai dengan baik.
Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus
diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan
karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan
pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan
internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu
pendidikan
karakter,
Kementerian
Pendidikan
Nasional
mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap
jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi
rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan,
dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.
Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan
sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual
and emotional development), Olah Pikir (intellectual development),
Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development),
dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development).
Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu
dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur
Isu-Isu Kritis dalam Bidang Pendidik
Membangun Karakter Demokrasi

Enung Nugraha | 173

pada Siswa Jenjang

Pendidikan Dasar


pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal
yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan
informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi
yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik
mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau
kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam
keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek
kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya
sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan
keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung
pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik.
Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi,
kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di
lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar,
dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh
negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar
peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan
tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu
memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal
lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam
hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan
agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama
dalam pembentukan karakter peserta didik.
Pendidikan
karakter
dapat
diintegrasikan
dalam
pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran
yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata
pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan
konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran
nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi
menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam
kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan
sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk
Volume 03 No. 02 (Juli - Desember 2011)

PRIMARY|174


pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta
didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di
luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik
sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka
melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh
pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan
berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler
diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa
tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan
manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud
adalah
bagaimana
pendidikan
karakter
direncanakan,
dilaksanakan,
dan
dikendalikan
dalam
kegiatan-kegiatan
pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut
antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan
kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga
kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian,
manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif
dalam pendidikan karakter di sekolah.
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter
seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara
kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke
pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter
yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji, dan dicari
altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara
lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah
pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta
didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar
kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan
peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi
serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia
sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Isu-Isu Kritis dalam Bidang Pendidik


Membangun Karakter Demokrasi

Enung Nugraha | 175

pada Siswa Jenjang

Pendidikan Dasar


Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah
pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang
melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbolsimbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan
masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas,
karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata
masyarakat luas.
Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Indonesia negeri maupun swasta.
Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan
administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini.
Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan
pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices,
yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah
lainnya.
Melalui program ini diharapkan lulusan SMP memiliki
keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan
terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai normanorma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas,
pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.
Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui
melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana
tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan SMP, yang antara
lain meliputi sebagai berikut:
1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan
tahap perkembangan remaja;
2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
3. Menunjukkan sikap percaya diri;
4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam
lingkungan yang lebih luas;
5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan
golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar
dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;

Volume 03 No. 02 (Juli - Desember 2011)

PRIMARY|176


7.

Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan


inovatif;
8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai
dengan potensi yang dimilikinya;
9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari;
10. Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
11. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa,
dan
bernegara
demi
terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik
Indonesia;
13. Menghargai karya seni dan budaya nasional;
14. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan
untuk berkarya;
15. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan
memanfaatkan waktu luang dengan baik;
16. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam
pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan
pendapat;
18. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah
pendek sederhana;
19. Menunjukkan
keterampilan
menyimak,
berbicara,
membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris sederhana;
20. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti
pendidikan menengah;
21. Memiliki jiwa kewirausahaan.
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan
karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku,
tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus
berlandaskan nilai-nilai tersebut. Menelaah setiap kata pada
penjelasan di atas maka penulis menaik kesimpulan tentang usaha
membangun karakter pada siswa sekolah dasar adalah:
Isu-Isu Kritis dalam Bidang Pendidik
Membangun Karakter Demokrasi

Enung Nugraha | 177

pada Siswa Jenjang

Pendidikan Dasar


1) Dari pihak orang tua: a. Senantiasa mendampingi dan
membimbing,
serta
membantu
menyelesaikananak
setiap
perkembangan anak, b. memberikan tauladan, c. membiasakan
baik pada diri anak, d. menyadari kewajiban untuk menyekolahkan
anak
2) Pihak pemerintah: a. Merger sekolah-sekolah SD dipimpin
oleh kepala sekolah yang mumpuni di bidangnya, guru-guru yang
berkualitas tinggi serta lokasi sekolah dan baiay yang terjangkau,
disatukan supaya kualitasnya sama, b. Melaksanakan kewajiban
sesuai dengan amanat Pancasila UUD 45, Undang-Undang
SISDIKNAS, c. Meningatkan kualitas guru sehingga memiliki 4
kompetensi yaitu pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional
yang memadai.
3) Masyarakat: a. Bagi yang memiliki dana membantu orang
yang tidak mampu untuk menjadi ibu dan bapak asuh, b.
mengawasi secara objektif kinerja pemerintah, d. menyampaikan
aspirasi positif kepada pemerintah.
Isu Kritis Pembentukan Karakter Berdemokrasi Pada Siswa
Pendidikan Dasar Di Indonesia
Demokrasi secara etimologis berasal dari dua suku kata
berasal dari bahasa Yunani yaiu demos (rakyat) dan kratos
(pemerintah). Kedua kata tersebut membentuk istilah demokratia
yang berarti pemerintahan oleh rakyat.Sedangkan secara leksikal
demokrasi adalah perwujudan hak kebebasan dan persamaan
rakyat; hak kebebasan
dan persamaan setiap pribadi untuk
berpartisifasi dalam system pemerintahan, yang acapkali
dipraktekan melalui pemilihan wakil-wakil rakyat.
Dalam sejarah praktek dan perjuangan penegakan
demokrasi kebebasan dan persamaan yang menghargai pluralisme
serta mengimplikasikan partisifasi rakyat atau warga Negara
dalam
masyarakat
dan
poemerintahan
selalu
dijadikan
prinsip.Dalam demokrasi bagaimanapun jenis prosedur pemilihan
pejabat pemerintah yang dipraktekan melalui pemilihan secara
langsung ataupun melalui perwakilan, bahwa pemangku jabatan

Volume 03 No. 02 (Juli - Desember 2011)

PRIMARY|178


pemerintahan terpilih harus berperan sebagai kawula rakyat dan
bertanggung jawab kepada rakyat bukan sebaliknya.
Dalam demokrasi, sekalipun keputusan diambil melalui
suara minoritas tetapi tegaknya hak azazi manusia individual dan
mayoritas tetap harus terjamin. Suara mayoritas tidak dapat dan
tidak boleh menghapus hak minoritas.Konstitusi, hukum dan
lembaga-lembaga sosial harus melindungi hak-hak semua warga
Negara. Sebaliknya demokrasi bukan sebagai gelanggang dimana
setiap individu hanya mengejar tujuan-tujuan mereka sendiri
melainkan setiap individu juga harus
berpartisifasi
dalam
kehidupan masyarakat dan bangsanya.
Setiap individu menggunakan hak dan kebebasannya,
memberikan suara dan bertanggung jawab atas pilihan dan
tindakannya, bertoleransi dan bermufakat dalam rangka mengejar
keadilan sosial. Sesuai dengan pendapat itu maka Abraham Lincoln
mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dari, oleh dan
untuk rakyat.
Demokrasi tidak memberikan jaminan apapun, demokrasi
hanya merupakan janji, harapan dan sekaligus juga adalah
tantangan dan resiko.Keadilan social yang dijanjikan hanyalah
suatu tawaran yang mana pencapaiannya harus diperjuangkan
oleh semua warga Negara.Adapun perjuangan tersebut menuntut
budaya setiap warga Negara yang demokratis pula.
Isunya adalah bagaimana semua warga Negara mampu dan
dapat berdemokrasi jika dalam kehidupan sehari-hari baik di
rumah maupun di sekolah tidak memperoleh pendidikan tentang
bagaimana berdemokrasi. Sedanhkan menurut pendapat Diane
Ravitch
dalam
pidatonya
pada
konferensi
pendidikan
kewarganegaraan internasional yang berjudul Education and
Culture in a free society (1991), buday dalam hal ini tidak
menunjukan kepada seni, sastra dan atau music tetapi merujuk
kepada perilaku, praktek dan norma,- norma, yang menjelaskan
kemampuan rakyat untuk memerintah diri sendiri.(USA,1991).
Meskipun pidato itu terjadi telah lama sekali dan di Negara
Amerika akan tetapi juga bermakna di Negara Republik kita ini,
yang nota bene berdemokrasi Pancasila.Sebagaimana kita
Isu-Isu Kritis dalam Bidang Pendidik
Membangun Karakter Demokrasi

Enung Nugraha | 179

pada Siswa Jenjang

Pendidikan Dasar


maklumi bahwa kebudayaan hanya menjadi milik ,manusia
manakala manusia mengalami dunia pendidikan atau istilah
koentjaraningrat (1985).adalah melalui belajar.
Hal itu menunjukan bahwa untuk mampu berdemokrasi
setiap orang harus memiliki budaya demokrasi, Adapun budaya
demokrasi
akan dimiliki seseorang
melalui
pendidikan.
Sehubungan
ini
dapat
dipahami
bahwa
demokrasi
mengimplikasikan pendidikan. Gagasan ini dikemukakan oleh John
Dewey dalam bukunya Democracy and Education (1916).
Mempelajari budaya tidak cukup satu, hari atau satu
minggu bahkan satu tahun,.Perlu usaha yang intensif, bertujuan,
terarah serta melibatkan dunia pendidikan secara mikro maupun
makro. Misalnya kurikulum dari mulai Pendidikan Dasar ada mata
pelajaran tentang
demokrasi secara sfesifik, memadukan
kurikulum terintegrasi pada saat guru mengajar.
Kesimpulan
Karakter demokrasi yang dimiliki oleh anak terutama pada
usia pendidikan dasar sangat diperlukan untuk mengembangkan
jiwa sosial, tidak egois.Sehingga diharapkan dapat memunculkan
sifat-sifat positip lainya.
Catatan Akhir:

DosenFakultasTarbiyahdanAdabIAINSMHBanten

DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Mendiknas RI No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
untuk
Satuan
Pendidikan
Dasar
dan
Menengah,
Jakarta:Ditjen Manajemen DIkDasMen.
Beeby, CE.Pendidikan di Indonesia (Alih Bahasa).Jakarta: LP3ES,
1979
Volume 03 No. 02 (Juli - Desember 2011)

PRIMARY|180

Drijarkara, N.Percikan Filsafat.Jogjakarta: Kanisius.2008


Farrant,JS. Principles and Practice of Education. London:Longman
Group Ltd:1971
Goodlad.JI. A Placed Called School, Prosfect For The Future. New
York: McGraw Hill, 1984.
Power EJ. Philosophy Of Education. Englewood Cliffs,NJ: Prentice
Hall, 1982
UU RI No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU RI
No.32 tentang pemerintahan Daerah; UU RI No.14/2005
tentang Guru dan Dosen

Isu-Isu Kritis dalam Bidang Pendidik


Membangun Karakter Demokrasi

Enung Nugraha | 181

pada Siswa Jenjang

Pendidikan Dasar

Anda mungkin juga menyukai