Anda di halaman 1dari 15

MANFAAT PENDIDIKAN BAHASA BAGI USIA DINI

KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)

DI

OLEH :

NAMA : SAHNIARA NOVITA

NPM :15 5304 8574

JURUSAN/PRODI :TARBIYAH / TBI

Dosen Pembimbing

ALSABARNI AMD,M.Pd

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


GAJAH PUTIH TAKENGON
2016
STANDARISASI PENDIDIKAN NASIONAL

A. Gerakan Standarisasi dan Kompetensi Dalam Dunia Pendidikan

Pendidikan merupakan pemasok sumber daya manusia yang

dibutuhkan oleh dunia kerja, serta bagi perkembangan ekonomi.

Lembaga-lembaga pendidikan lebih berfungsi sebagai lembaga-

lembaga pelatihan untuk memperoleh kompetensi-kompetensi yang

dibutuhkan oleh masyarakat. Memasukin abad ke-21 dunia pendidikan

Indonesia di bikin heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan karena

kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih bnyak disebabkan

karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di

Indonesia. Hal ini bukan berarti tidak terjadi sesuatu di dalam

perkembangan pendidikan nasional sejak kemerdekaan 1945. Dilihat

secara objektif, perkembangan itu sangat pesat apabila kita lihat

misalnya dari jumlahpenduduk indonesia yang dapat mengenyam

pendidikan dibandingkan dengan pada masa kolonial.

Dalam masa Orde Baru terjadi suatu perkembangan yang pesat

di dalam kehidupan bangsa Indonesia sehingga digolongkan sebagai

salah satu dari Miracle Asia dengan pertumbuhan ekonominya yang

sangat cepat. Prinsip Trilogi pembangunan yang dijadikan dasar

perkembangan masyarakat Indonesia dalam era Orde Baru yaitu

pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan, dan stabilitas

keamanan telah membawa pendidikan nasional sebagai alat politik

untuk mencapai tujuan tersebut. Era reformasi menuntut pelaksanaan


demokrasi dalam kehidupan masyarakat, mengantikan cara hidup yang

didasarkan kepada stabilitas keamanan, dan pemerataan diganti dengan

kebebasan individu.

Dunia pendidikan modern menurut epistema ekonomi diukur

pada sejauh mana dunia pendidikan memberikan sumbangan terhadap

kebutuhan perkembangan ekonomi. Epistema ekonomi menguasai

pemikiran pendidikan. Kualitas pendidikan dapat dilihat dari segi

ekonomi, dari segi sosial politis, sosial budaya, dari perspektif

pendidikan itu sendiri ( educational perspective ) dan dari perspektif

proses globalisasi. Pendidikan yang berkualitas hanyalah pendidikan

yang dilaksanakan berdasarkan prinsip efisiensi.

Berikut beberapa era perkembangan kualitas pendidikan di

Indonesia, yaitu :

A. Era Kolonial

Pendidikan kolonial untuk golongan penguasa serta bangsawan tidak

dapat diragukan mempunyai mutu yang dapat dibanggakan. Latar

belakang pendidikan dari founding fathers yang telah memperoleh

pendidkan kolonial tetapi yang justru telah menjadi bumerang

terhadap kekuasaan kolonial. Dalam sejarah pendidikan kita dapat

katakan bahwa inteligensi manusia Indonesia tidak kalah dengan apa

yang dimiliki oleh kaum penjajah.

B. Era Orde Lama

Dalam masa revolusi telah dapat dirumuskan Undang-Undang

Pendidikan Nasional yang pertama tahun 1950. Dimulai dari


runtuhan pendidikan pada masa revolusi, berhasil membangun suatu

sistem pendidikan yang tidak kalah mutunya. Pada era Orde Lama

tersebut telah dimulai pendidikan indoktrinasi yaitu menjadikan

pendidikan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan Orde

Lama. Suatu kebijakan yang diambil pada masa Orde Lama dalam

bidang pendidikan tinggi ialah mendirikan universitas di stiap

provinsi.

C. Era Orde Baru

Dalam era ini dikenal sebagai era pembangunan nasional. Untuk

pendidikan dasar dan menengah khususnya pendidikan dasar terjadi

suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya INPRES

Pendidikan Dasar. Tujuan utama INPRES Pendidikan Dasar adalah

kuantitas dan belum kualitas. Banyak kritik yang muncul dari dunia

pendidikan tinggi seperti untuk memperbaiki UMPTN seperti yang

dikemukakan oleh mendiang Prof. Dr. Andi Hakim Nasution,

mantan rektor IPB. Beliaulah yang menganjurkan di samping

UMPTN, pendidikan tinggi negeri mengadakan penelusuran minat

dari para siswa SMA yang berpotensi.

D. Era Reformasi

Era reformasi yang dimulai sejak 1998 merupakan suatu era transisi

dengan tumbuhnya proses demokratisasi di dalam masyarakat

Indonesia proses demokratisasi juga memasuki dunia pendidikan

nasional antara lain dengan lahirnya Undang-Undang No. 20 Tahun

2003 tentang sistem Pendidikan Nasional.


Sebagai suatu paradigma, RENSTRA Depertemen Pendidikan

Nasional di dalam pengembangan sistem pendidikan nasional jelas-jelas

menekankan kepada masalah institusional yaitu manajemen dan

kepemimpinan dan bukan kepada masalah pokok, ialah pengembangan

anak indonesia. Menghilangnya anak Indonesia di dalam proses

pendidikan Indonesia telah menjadikan anak indonesia sebagai objek

semata-mata. Objektivikasi anak Indonesia telah membawa proses

pendidikan kepada proses reifikasi. Proses reifikasi pendidikan bearti

membedakan segala sesuatu yang dapat diukur, yang dapat memenuhi

tuntutan-tuntutan tertentu, yaitu kompetensi-kompetensi yang dapat di

ukur.

Reifikasi proses pendidikan secara logis melahirkan berbagai

ukuran standarisasi serta kompetensi-kompetensi untuk memenuhi

standar tersebut. Proses pendidikan yang telah direifikasi merupakan

bagian dari proses produksi yang dilaksanakan menurut prinsip-prinsip

manajemen seperti yang telah diletakkan oleh taylor.

B. Standar Nasional Pendidikan

Dalam konteks pendidikan nasional Indonesia diperlukan

standar yang perlu dicapai di dalam kurun waktu tertentu di dalam

rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Rumusan tujuan pendidikan

dapat berupa tujuan ideal, tujuan jangka panjang, tujuan jangka

menengah dan rencana strategis yang terlihat dengan keadaaan dan

waktu tertentu. Syarat utama di dalam proses pendidikan adanya


rumusan tujuan yang jelas. Setiap proses yang bertujuan tentunya

mempunyai ukuran atau yardstick sudah sampai dimana perjalanan kita

dalam mencapai tujuan tertentu. Tujuan pendidikan merupakan suatu

yang intangible dan terus- menerus berubah dan meningkat. Tujuan

pendidikan selalu bersifat sementara atau “tujuan yang berlari”. Hal ini

berarti tujuan pendidikan setiap saat perlu direvisi dan disesuaikan

dengan tuntutan perubahan.

Sistem pendidikan nasional merupakan suatu upaya untuk

mewujudkan cita-cita ideal tersebut ialah warga negara Indonesia yang

cerdas. Manusia yang cerdas adalah manusia Indonesia yang

mempunyai pengetahuan dan keterampilan berprestasi sebagai seorang

yang bermoral.

Uraian di atas menunjukkan bahwa sistem pendidikan nasional

memerlukan standar. Standar tersebut bukanlah standar dalam

pengertian yang kaku tetapi standar tang terus-menerus meningkat.

Dengan kata lain kualitas pendidikan nasional semakin lama semakin

meningkat. Pertanyaan mengenai perlunya standarisasi pendidikan

nasional,4 jawabannya ialah ” Ya ” dalam arti :

1. Standarisasi pendidikan nasional merupakan suatu tuntutan politik,

2. Standarisasi pendidikan nasional merupakan suatu tuntutan

globalisasi,

3. Standarisasi pendidikan nasional merupakan suatu tuntutan dari

kemajuan (progress).
Apabila kualitas pendidikan tingginya sudah demikian redah,

apa lagi pendidikan dasar dan menengah, tentunya kualitasnya tidak

lebih baik. Beberapa sarjana tamatan univesitas-iniversitas di Indonesia

dapat membuat prestasi di negara asing secara keseluruhan kualitas

pendidikannya belum termasuk berkualitas internasional. Lembaga

pendidikan nasional merupakan suatu institusi publik untuk

mewujudkan suatu tujuan bersama ialah mencerdaskan kehidupan

manusia Indonesia. Sebagai suatu lembaga publik tentunya lembaga

tersebut haruslah akuntabel, nearti transparan, terbuka, dapat dinilai

oleh anggota masyarakat. Lahirnya PP No. 19 Tahun 2005 sebagai

penjabaran dari UU No. 20 Tahun 2003 mengupayakan adanya standar

nasional. Fungsi standar nasional pendidikan adalah untuk pengukuran

kualitas pendidikan. Standar tersebut tentunya bukan merupakan ukuran

yang statis yang tidak berubah, tetapi semakin lama semakin

ditingkatkan, dan penyusunan strategi dan rencana pengembangan

sesudah diperoleh data-data dari evaluasi secara nasional seperti Ujian

Nasional.

Gerakan reformasi melalui standarisasi diterima secara antusias

oleh masyarakat Amerika. Golongan kelompok yang pro terhadap

standarisasi menyimpulkan adanya hal-hal yang positif yang telah

dicapai antara lain sebagai berikut:

1. Terdapat harapan dari para siswa untuk berprestasi lebih baik.

2. Para siswa menemui tantangan yang akan diatasi

sehinggamemotivasi proses belajar.


3. Terjadi pengelompokan yang lebih heterogen dari para siswa karena

terarah kepada standar yang sama.

4. Para siswa lebih responsif atas kebutuhan keragaman kebutuhannya.

5. Para siswa lebih aktif belajar.

6. Terbentuknya kelompok-kelompok belajar siswa (small group

learning)

7. Performance para siswa lebih baik dari hanya menggunakan tes

multiple choice.

8. Perkembangan berpikir kritis para siswa.

9. Siswa belajar untuk pengertian dan bukan sekedar untuk

meningkatkan nilai.

10. Siswa mempelajari hal-hal yang esensial.

11. Waktu di sekolah banyak tersita untuk organisasi belajar.

12. Terjadi variasi di dalam proses belajar dan mengajar.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kelompok yang

kontra terhadap standarisasi memberikan hasil-hasil penelitian yang

berlawanan dengan apa yang telah dicapai menurut kelompok yang pro.

C. Profil Pendidikan Nasional

Profil pendidikan di Indonesia itu ternyata sangat kompleks.

Berbeda dengan pendidikan di negara yang kurang lebih homogen.

Maka profil pendidikan Indonesia menunjukkan suatu profil yang

sangat beragam oleh karena perbedaan yang mencolok antar daerah

khususnya perbedaan antara pulau jawa dan yang lain. Oleh sebab itu
berbicara mengenai standar pendidikan nasional merupakan suatu yang

niscaya. Perlu kita mempunyai gambaran yang jelas mengenai

bagaimana sebenarnya standar pendidikan di masing-masing daerah.

Dalam teori perencanaan pendidikan dikenal tiga komponen

besar yang menentukan standar pendidikan yaitu :

1. Komponen standar kurikulum atau dikenal pula sebagai standar isi.

Di dalam kurikulum ditentukan mata-mata pelajaran untuk masing-

masing jenjang pendidikan serta pengaturan mengenai alokasi

jamnya setiap minggu, bulan, tahun. Selain dari pada itu kurikulum

disusun berdasarkan berbagai sudut pandang seperti kurikulum yang

berorientasi kepada mata pelajaran (subject matter curriculum),

kurikulum yang berorientasi kepada kebutuhan anak (child centered

curriculum), kurikulum yang berdasarkan kepada kebutuhan

kehidupan yang nyata (life-skill curriculum). Pendidikan yang

terintegrasi dari kemampuan manusia menuntut suatu kurikulum

yang terbuka yang memungkinkan perkembangan pribadi manusia

sebagai keseluruhan.

2. Standarisasi performance (unjuk kerja). Standar isi baru merupakan

tuntutan yang dimajukan kepada peserta-didik untuk dikuasai.

Tingkat penguasaan materi yang disodorkan kepada peserta-didik

bahkan yang sangat menentukan standar proses pendidikan.

Performance (unjuk kerja) di dalam proses pendidikan merupakan

suatu kumpulan dari berbagai faktor yang sangat kompleks.


3. Kesempatan belajar (opportunity to learn-OTL). Di dala OTL

tersebut termasuk biaya yang tersedia untuk melaksanakan tugas-

tugas rutin dan tugas-tugas inovatif di dalam lingkungan sekolah.

Dunia pendidikan di Indonesia, masyarakat luas, terutama para

orang tua, digegerkan dengan keputusan pemerintah pada tahun 2006

melaksanakan Ujian Negara. Padahal berkali-kali pemerintah

menjanjikan bahwa ujian negara tidak akan dilaksanakan lagi pada

tahun 2006. Janji tersebut pada tahun 2005 telah dikemukakan bahkan

sejak tahun 2004 ketika Undang-Undang Sistem Pendidikan disetujui

pada tahun 2003. Tentunya pemerintah mempunyai alasan-alasan untuk

melaksanakan ujian nasional tersebut. Menurut pemerintah ujian

nasional perlu dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP)

No.19 Tahun 2006 yang mengatakan antara lain “pendidikan nasional

perlu ditentukan standarnya.” Salah satu upaya untuk meningkatkan

kualitas pendidikan ialah menentukan standar, menaikkan standar setiap

tahun melalui ujian nasional.

Terlepas dari benar-tidaknya pemenuhan anggaran pendidikan

nasional sebesar 20% dari APBN / APBD, marilah kita teliti berbagai

konsekuensi dari komitmen pemerintah kepada amanat UU 1945.

Asumsi yang digunakan di sini ialah dana yang diamanatkan oleh

konstitusi dapat diwujudkan.

Terlepas pendapat penulis ada lima masalah besar yang perlu

dihadapi dalam menyongsong komitmen dana pendidikan nasional

sesuai dengan amanat konstitusi tersebut. Kelima masalah tersebut ialah


1. Adanya rencana pemerintah yang mantap berdasarkan pemetaan

permasalahan pendidikan.

2. Kesiapan birokrasi pemerintah baik di pusat maupun di daerah.

3. Pelaksanaan wajib belajar di daerah serta anggaran dan sumber daya

manusia di daerah.

4. Sasaran tembak.

5. Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP).

Sejak disahkannya Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional mestinya telah disiapkan atau mulai

disiapkan suatu grand design pembangunan pendidikan sesuai dengan

cita-cita reformasi. Namun demikian hal ini tidak terlaksana. Malahan

sejak tahun 2003 telah terjadi polemik mengenai apakah perlu-tidaknya

diadakan ujian akhir nasional (UAN) yang berlaku untuk seluruh

Indonesia.meskipun sejak semula telah diperingatkan bahwa ujian

negara dalam bentuknya yang tradisional tidak sesuai lagi dengan jiwa

UU No.20 Tahun 2003. Tetapi ternyata UAN atau yang kemungkinan

menjadi ujian nasioal (UN) tetap dilaksanakan. Malahan hasil UN

tersebut merupakan penentu dari kelulusan seorang peserta didik.

Kita telah mempunyai UU Sistem Pendidikan Nasional yaitu

UU No. 20 Tahun 2003 sebagai pengganti UU No. 2 Tahun 1989.

Demikian pula berdasarkan UU pendidkan yang baru itu kita telah

mempunyai UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Meskipun

besarnya dana tidak dengan sendirinya dapat menghasilkan kualitas

pendidikan yang tinggi namun suatu adagium mengatakan bahwa


“founds is the life-blood of a system.” Suatu sistem pendidikan hanya

dapat dilaksanakan dan berhasil mencapai sasarannya atau mewujudkan

visi dan misi sistem tersebut apabila didukung oleh dana yang

memadai.

Prof. Dr. Winarno Surakhmad, pakar pendidikan di Indonesi

menyatakan betaka kekacauan pendidikan kita telah berada pada titik

nadir. Akhirnya selama 61 tahun merdeka belum pernah dicapai suatu

arah yang tegas mengenai tujuan pendidikan nasional. Seperti yang kita

ketahui di dalam heboh Ujian Nasional tahun 2005, lahir polemik yang

berkepanjangan mengenai dapat-tidaknya diselenggarakan. Tahun 2005

merupakan penjabaran dari UU No. 20 Tahun 2003 antara lain untuk

meningkatkan mutu pendidikan ialah perlunya standar nasional

pendidikan. Menurut PP tersebut terdapat delapan standar pendidikan

nasional yang digarap oleh badan standar nasional pendidikan :

1. Standar isi, merupakn materi dari tingkat kompetensi yang harus

dikuasai oleh setiap peserta-didik di dalam berjenis tingkat dan jenis

pendidikan.

2. Standar proses, meliputi pelaksanaan pembelajaran pada satuan

pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

3. Standar kompetensi lulusan, merupakan kualifikasi kemampuan

lulusan yang berkaitan dengan sikap, pengetahuan, dan

keterampilan.

4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan, merupakan standar

nasional tentang kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik


maupun mental serta pendidikan dalam jabatan dari tenaga guru serta

tenaga kependidikan lainnya.

5. Standar sarana dan prasarana, mengenai kriteria minimal tentang

ruang belajar, perpustakaan, tempat olah raga, tempat ibadah, tempat

bermain dan rekreasi, laboratorium, bengkel kerja, sumber belajar

lainnya yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran.

6. Standar pengelolaan, meliputi perencanaan pendidikan, pelaksanaan

dan pengawasan kegiatan pedidikan pada tingkat satuan pendidikan,

pengelolaan pendidikan di tingkat kabupaten/kota, provinsi,dan pada

tingkat nasional. Tujuan dari standar ini ialah meningkatkan efisiensi

dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

7. Standar pembiayaan, merupakan standar nasional yang berkaitan

dengan komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan

selama satu tahun.

8. Standar penilaian pendidikan, merupakan standar nasional penilaian

pendidikan tentang mekanisme, prosedur, instrumen penilaian hasil

belajar peserta-didik.

Penentuan kedelapan standar di atas merupakan salah satu tugas

dari BSNP. Selain dari tugas tersebut terdapat tugas lainnya yang tidak

kurang dan beratnya yaitu :

a. Menyelengarakan ujian nasional.

b. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat dan pemerintah

daerah dalam penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan.

c. Merumuskan kriteria kelulusan pada satuan pendidikan.


d. Menilai kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan kegrafikaan buku teks

pelajaran.

BSNP menurut PP No. 19 Tahun 2005 merupakan suatu

lembaga independem. Ini artinya lembaga tersebut terlepas dari campur

tangan secara langsung atau tidak dari pemerintah. Tetapi kenyataannya

BSNP merupakan anak kandung dari birokrasi pemerintah dalam hal ini

Departemen Pendidikan Nasional. Seharusnya keputusan-keputusan

yang direkomendasikan BSNP kepada pemerintah perlu didukung oleh

lembaga/pelaku riset pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Anwar, 2006 , Format Baru Pengelolaan Pendidikan, Pustaka

Indonesia, Jakarta.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2005, perlindungan dan pemenuhan

hak atas pendidikan, jakarta.

Riyadi, Ali, 2006, politik pendidikan. Menggugat birokrasi pendidikan

nasional, Al-Ruzz, yogyakarta.

Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang

standar nasional pendidikan

Usman, husaini,2006, manajemen, teori, praktek, dan riset pendidikan,

bumi aksara, jakarta,.

Tilaar, H.A.R.,1999, pendidikan, kebudayaan, dan masyarakat madani

indonesia, remaja rosdakarya, bandung.

Tilaar, H.A.R., 2006, Standarisasi Pendidikan Nasional suatu tinjauan

kritis, RINEKA CIPTA, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai