Anda di halaman 1dari 3

NAMA : NURUL AUDINA

NIM : 201022167 / PPG Prajab Pendidikan Sejarah


MATA KULIAH : FILOSOFI PENDIDIKAN

Pendidikan Indonesia memiliki perjalanan yang cukup panjang, dari ketika Indonesia
masih dijajah sampai abad ke 21 seperti sekarang ini. Banyak sekali faktor-faktor yang
mempengaruhi pendidikan Indonesia sehingga seperti sekarang. Salah satu faktor yang
mempengaruhi pendidikan Indonesia adalah social,budaya, ekonomi dan politik. Faktor-faktor
tersebut memberikan tantangan tersendiri bagi para peserta didik, terlebih tentang bagaimana
proses pembelajaran apat berjalan sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman.
Pendidikan adalah suatu proses yang tidak diam. Ia harus terus berubah dan berkembang
sesuai dengan kondisi zaman, dan juga kondisi peserta didik. Jangan bayangkan sistem pendidikan
sebagai sebuah sistem besar yang hanya dapat dipikirkan dan diurusi oleh para pakar dan penentu
kebijakan di pusat. Sekolah atau bahkan kelas juga merupakan suatu sistem pendidikan dengan
ruang lingkup yang kecil. Setiap sekolah memiliki kondisi dan permasalahan masing-masing,
sehingga pengembangan satu sekolah dengan sekolah lain tidak benar-benar sama. Ki Hajar
Dewantara mengenalkan kita dengan Asas Trikon, Asas tersebut dinamankan dengan asas trikon
karena terdiri atas tiga asas yang berawalan “kon” yaitu kontinyu, konvergen dan konsentris.
Kontinyu. Artinya pengembangan yang dilakukan harus berkesinambungan, dilakukan secara
terus-menerus dengan perencanaan yang baik. Suatu kondisi yang baik tidak mungkin dapat
dicapai dalam sekali waktu seperti sebuah sulap. Tahap demi tahap pengembangan dilakukan
dengan rencana yang matang. Dengan perencanaan tersebut maka suatu tahap dilanjutkan oleh
tahap berikutnya dengan melalui evaluasi dan perbaikan yang tepat. Pengembangan yang sifatnya
tiba-tiba untuk kemudian hilang semangat di waktu-waktu setelahnya tidk akan menghasilkan
perubahan berarti di jangka Panjang. Konvergen. Artinya pengembangan yang dilakukan dapat
mengambil dari berbagai sumber di luar, bahkan dari praktik pendidikan di luar negeri. Seperti
yang dilakukan oleh Ki Hadjar ketika mempelajari berbagai praktik pendidikan dunia misalnya
Maria Montessori, Froebel dan Rabindranath Tagore. Praktik-praktik tesebut dapat kita pelajari
untuk nantinya disesuaikan dengan kebutuhan yang kita miliki sendiri. Saat ini teknologi informasi
telah sedemikian canggih sehingga guru atau kepala sekolah dapat mempelajari berbagai kemajuan
pendidikan dari mana saja dan kapan saja. Konsentris. Artinya pengembangan pendidikan yang
dilakukan harus tetap berdasarkan kepribadian kita sendiri. Tujuan utama pendidikan adalah
menuntun tumbuh kembang anak secara maksimal sesuai dengan karakter kebudayaannya sendiri.
Oleh karena itu, meskipun Ki Hadjar menganjurkan kita untuk mempelajari kemajuan bangsa lain,
namun tetap semua itu ditempatkan secara konsentris dengan karakter budaya kita sebagai
pusatnya. Pendidikan yang menggunakan teori dan dasar kebudayaan bangsa lain (walaupun
bangsa yang maju) secara langsung tanpa mengkaji ulang, menyesuaikan dan mengevaluasinya
tidak akan menghasilkan kemajuan.
Faktor yang membuat pendidikan Indonesia menjadi beragam karena adanya faktor budaya
dimana faktor budaya sangatlah erat hubungannya dengan karakter manusia Indonesia. Manusia
dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dimana kebiasaan dan tingkah laku
terbentuk karena budaya tersebut berada di lingkungan mereka. Dalam persepektif pendidikan,
kekuatan sosio-kultural di Indonesia dimaknai sebagai salah satu upaya untuk mengurangi
pengaruh budaya asing dengan menerapkan pembelajaran yang berbasis sosio-kultural yang
menuntun membentuk karakter peserta didik sesuai dengan kodratnya untuk mencapai
kebahagiaan dan keselamatan seluas-luasnya. Oleh karena itu, perkembangan peserta didik
sangatlah penting dalam setiap proses pembelajaran. Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik dan
mengajar adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dan
segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental , jasmani dan rohani.
Identitas Manusia Indonesia adalah sebagai manusia Pancasila, dimana Pancasila sebagai
landasan filosofi memuat jiwa bangsa, cita-cita luhur bangsa, rasa-perasaan sebagai bangsa dan
nilai-nilai luhur yang hidup dalam kebiasaan sehari-hari dan menjadi nafas dalam setiap langkah
manusia Indonesia. Nilai-nilai luhur yang bersumber dari Pancasila ini yang menjadi akar dari
pendidikan karakter sehingga ditanamkan kuat-kuat dalam pendidikan nasional melalui proses
belajar untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila. Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar
Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan
berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.
Pentingnya Pancasila sebagai fondasi pendidikan di Indonesia tercermin pada maksud dari
tujuan kelima nilai Pancasila. Perbedaan tak lagi menjadi hambatan bagi bangs aini untuk terpecah
melainkan perbedaan harus dijadikan sebagai kekuatan yang dapat membawa bangsa Indonesia ke
level yang lebih tinggi dari negara-negara lain. Pancasila menuntun peserta didik sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat agar keketuhanan, berkemanusiaan, Bersatu dalam
keberagaman, mementingkan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi, serta keadilan
untuk mencapai kebahagiaan dan keselematan yang seluas-luasanya dalam hidupnya.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam perjalanan pendidikan Indonesia
dari zaman penjajahan hingga sekarang telah melalui proses yang panjang dan dalam prosesnya
selalu menyelaraskan dengan identitas manusia Indonesia itu sendiri. Nilai-nilai sosio-kultural
serta nilai-nilai luhur yang ada dalam Pancasila menjadi fondasi yang kuat dalam pendidik di
Indonesia untuk mempertahankan identitas dan entitas manusia Indonesia melalui penguatan
pendidikan karakter profil pelajar Pancasila (PPP).

Anda mungkin juga menyukai