Anda di halaman 1dari 11

TANTANGAN DAN PERMASALAHAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

DISUSUN OLEH:

Nama : Alfredo Silalahi

NIM : 1193151033

DOSEN PEMGEMPU : Dr. Nurlaila,S. Pd., M.Pd

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PSIKOLOGI BIMBINGAN DAN KONSELING


Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Tahun 2003
menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan
merupakan hal terpenting yang harus didapatkan seseorang untuk mempersiapkan diri menuju
masa depan menjadi lebih baik. Pendidikan memiliki peranan penting dalam program-program
pembangunan, sehingga menentukan keberhasilan pembangunan.
Kunci pembangunan masa mendatang bagi Indonesia adalah pendidikan. Sebab dengan
pendidikan diharapkan setiap individu dapat meningkatkan kualitas keberadaannya dan mampu
berpartisipasi dalam program pembangunan. Dengan adanya pendidikan nonformal ini diharapkan
dapat memberi peluang kepada peserta didik untuk memperoleh kesempatan belajar pada jenjang
pendidikan tertentu yang belum berkesempatan memperoleh pendidikan di formal (sekolah) yang
karena mereka putus sekolah karena masalah ekonomi, usia ataupun faktor-faktor lain. Sehingga
tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dapat terwujud karena adanya
kerjasama antara semua pihak, termasuk masyarakat (peserta didik) dan pemerintah
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendidikan nonformal ?
2. Bagaimana sistem pendidikan nonformal di Indonesia ?
3. Apa masalah-masalah yang dihadapi pendidikan nonformal dan bagaimana solusi yang
diberikan ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian tentang pendidikan nonformal
2. Mengetahui sistem pendidikan nonfprmal di Indonesia
3. Dapat memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi pendidikan nonformal
BAB II
PEMBAHASAN

a. Pengertian Pendidikan nonformal


Pendidikan non formal menurut Philip H. Choombs ialah pendidikan luar sekolah yang
dilembagakan. Pendidikan nonformal dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan nonformal, diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka medukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Dalam hal ini, tenaga, pengajar, fasilitas, cara penyampaian, dan waktu
yang dipakai serta komponen-komponen lainnya disesuaikan dengan keadaan peserta atau peserta
didik supaya mendapatkan hasil yang memuaskan. Pendidikan menurut Sardjan Kadir adalah
suatu aktifitas pendidikan yang diatur diluar sistem pendidikan formal, baik yang berjalan
tersendiri ataupun sebagai suatu bagian yang penting dalam aktifitas yang lebih luas yang
ditunjukkan untuk melayani sasaran didik yang dikenal dan untuk tujuan-tujuanpendidikan.
Ini merupakan proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh
nilai, sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari
pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan
dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media
masa. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan
nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesertaan serta pendidikan
lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan
nonformal terdiri atas lembaga kurus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar
masyarakat dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Hasil pendidikan nonformal
dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian
penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu
pada standar nasional pendidikan.
Pendidikan nonformal berusaha membentuk manusia Indonesia seutuhnya, ini berarti
bahwa keseluruhan program pendidikan nonformal mengarah kepada upaya dan kegiatan
pengembangan kualitas manusia Indonesia agar memiliki pribadi, pekerjaan dan nilai-nilai
kemasyarakatan yang terpuji, memiliki nalar, budi dan gerak yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila, manusia yang mampu mengadakan hubungan baik dengan Tuhan, dengan sesama
manusia, dan dengan lingkungan alam di sekitarnya.
Manusia Indonesia seutuhnya yang dikehendaki tiada lain adalah manusia yang
mempunyai dinamika dalam keseimbangan dan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan
diri agar tingkah lakunya selaras dan serasi dengan tuntutan masyarakatan sekitar yang semakin
hari akan semakin tumbuh dan semakin berkembang.
b. Pendidikan Nonformal di Indonesia
Undang-Undang Dasar 1945 mengisyaratkan agar didalam usaha memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintah dan masyarakat segera
menentukan sikap dan langkah-langkah kependidikan, untuk bisa memberikan kesempatan kepada
setiap warga negara mendapat pengajaran. Terhitung sejak tahun 1954 usaha itu telah
dilaksanakan, antara lain dengan membentuk sebuah Panitia Negara yang dipimpin oleh Ki Hajar
Dewantara untuk menyusun Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran (UUPP).
Dari sini muncullah Undang-Undang Pendidikan Pengajaran no 4 tahum 1950 dan no 12
tahun 1954 disamping adanya Undang-Undang no 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi,
Undang-Undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tugas dan fungsi
pendidikan nonformal sudah secara eksplisit dirumuskan secara tegas.
Philip Coombs bersama dengan Manzoor Achmed menegaskan bahwa dalam menyusun
program kegiatan pendidikan nonformal 4 prinsip berikut perlu diperhatikan :
1. Bahwa setiap program adalah untuk mengadakan pendekatan yang merata
2. Bahwa program pendidikan nonformal perlu banyak memberikan latihan
3. Program pendidikan nonformal hendaknya dapat membantu warga belajar untuk menolong diri
mereka sendiri
4. Program pendidikan nonformal hendaknya merupakan kegiatan yang berintegrasi dengan
program pembangunan
Thus Harbison mengusulkan supaya program pendidikan nonformal itu mendasarkan pada
prinsip-prinsip untuk :
1. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, ketrampilan dan kesadaran untuk
mampu berdiri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain
2. Menyiapkan generasi muda untuk memasuki lapangan kerja.
3. Menambah pengetahuan dan ketrampilan bagi orang yang sudah bekerja.
Di Indonesia, program pendidikan nonformal mendasarkan seluruh kegiatannya pada usaha
untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nonformal adalah pendidikan yang sifatnya kemasyarakatan, termasuk latihan ketrampilan dan
pemberantasan buta huruf, dikembangkan dan diperluas dengan mendayagunakan sarana dan
prasarana yang makin ditingkatkan.
Dalam pendidikan nonformal perlu diselenggarakan untuk mengejar ketinggalan di bidang
ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk mempercepat pembangunan , dan merupakan usaha untuk
memperluas pendidikan dasar dalam rangka mewujudkan pelaksanaan wajib belajar, peningkatan
pendidikan teknik dan kejuruan.
Program pendidikan nonformal dalam bentuk pemberantasan buta aksara, buta huruf yang
telah diselenggarakan oleh Bidang Pendidikan Masyarakat Departemen Pendidikan Nasional(
dahulu namanya Kementrian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan) sejak tahun 1950 dan
banyak menghadapi kekecewaan, pada tahun 1979 diperbaiki dengan menerapkan cara baru yang
disebut “KEJAR” singkatan dari istilah bekerja dan belajar untuk mengejar ketinggalan, karena
KEJAR itu pada mulanya memang diperuntukkan bagi warga masyarakat yang sudah bekerja
tetapi yang masih punya semangat untuk belajar demi peningkatan diri. KEJAR juga berarti
kelompok belajar, karena minat warga masyarakat untuk masuk menjadi warga KEJAR ternyata
tidak terbatas hanya bagi mereka yang telah bekerja dan masih punya minat untuk belajar, tetapi
juga akhirnya diperuntukkan bagi anak usia sekolah yang karena tidak dapat mengikuti pendidikan
disekolah masuk menjadi warga KEJAR.
Disamping program kejar paket A, sejak tahun 1980 juga digalakkan program lain yang
dinamakan program Kelompok Belajar Usaha (KBU) yang juga merupakan kelompok kecil
beranggotakan 5-10 orang. Ini merupakan program pendidikan mata pencaharian, untuk mendidik
dan melatih warga belajar agar mampu membuka lapangan kerja sendiri dengan cara membuka
usaha bersama secara kooperatif.
Sepuluh program pendidikan yang menyangkut aspek-aspek progam pembangunan :
1. Penghayatan dan pengamalan pancasila
2. Gotong-royong
3. Makanan
4. Pakaian
5. Perumahan dan tata laksana rumah tangga
6. Pendidikan dan ketrampilan
7. Kesehatan
8. Mengembangkan kehidupan berkoperasi
9. Kelestarian lingkungan hidup
10. Perencanaan sehat
Peranan yang bisa dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dalam
hubungan ini hanyalah membina serta mengarahkan supaya kegiatan-kegiatan pendidikan
semacam itu bisa tumbuh subur, karena banyak memberikan keuntungan pada masyarakat. Bentuk
pembinaan dan pengarahan itu antara lain :
1. Penyelenggaraan ujian (ujian persamaan,ujian kejuruan,dan sebagainya)
2. Penyelenggaraan penataran bagi para sumber belajar
3. Pemberian perijinan/legalisasi bagi para penyelenggara kursus
4. Memberikan bimbingan dan motivasi demi peningkatan mutu pendidikan
5. Memberikan bantuan bila hal itu diperlukan
Disamping yang sudah diketengahkan, ternyata Dirjen Pendidikan Luar Sekolah
Departemen Pendidikan Nasional masih mempunyai program pendidikan luar sekolah dalam
bentuk yang lain seperti :
1. Program Karya Andalan Dikmas, mulai dari tingkat propinsi, kabupaten, kecamatan sampai ke
desa
2. Program Lintas Sektoral seperti KBPD, PKK, P2WKSS,
3. Keluarga Berencana, PKK Remaja, Karangtaruna dan sebagainya
4. Menyelenggarakan berbagai macam perlombaan, seleksi dan pameran yang berkaitan dengan
kegiatan pendidikan
Departemen Pendidikan Nasional telah menyelenggarakan program-program pendidikan
nonformal. Program-program yang dimaksud misalnya :
1. Departemen Pertanian dengan Program Penyuluhan Pertanian dan Klompencapir
2. Departemen Sosial dengan Program Karangtaruna, Rehabilitasi, Aneka Tuna
3. Departemen Tenaga Kerja dengan Program BLKI dan BLKK
4. Departemen Kehakiman dan HAM dengan BISPA dan usaha-usaha pemasyarakatan
5. Departemen Dalam Negeri dengan Program Pembinaan LKMD
6. Departemen Perdagangan dengan Program Program Pembinaan Mayarakat Ekonomian lemah
7. Departemen Agama dengan Program Pondok dan Pesantren, Penerangan Undang-Undang
Perkawinan dan BP3
8. Departemen Kesehatan dengan Program Puskesmas dan UKS
9. BKKBN dengan Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan NKK
10.PKBI dengan Program Sahabat Remaja (SAHAJA)
11. Departemen Koperasi dengan Program BUUD dan KUD
12. Perguruan Tinggi dengan Program PPL dan KKN alternatif, semua program tersebut
diselenggarakan melalui kegiatan-kegiatan pendidikan nonformal.
c. Masalah-masalah yang dihadapi
Ternyata melaksanakan kegiatan program pendidikan nonformal tidaklah semudah yang
dikatakan orang. Banyak kesulitan yang di hadapi, yang seringkali melibatkan terjadinya
kegagalan ataupun kurang berhasilnya suatu program pendidikan luar sekolah, dan akhirnya
muncul pula masalah-masalah baru di hadapan kita.
Masalah-masalah pendidikan luar sekolah yang kita hadapi adalah:
1. Adanya kelemahan di dalam menentukan diagnosa perencanaan program. Ini bersumber
pada kurang pandainya si perencana dalam mengidentifikasi masalah dan kebutuhan apa yang
sebenarnya di kehendaki oleh masyarakat, serta kurang bisa menggali, mengatur dan memanfatkan
sumber potensial yang ada.
2. Adanya program yang tidak konsepsional, asal dibuat dan asal dilaksanakan karena ada
sumber dananya. Sudah barang tentu hal yang demikian ini akan merupakan suatu pemborosan.
3. Adanya beberapa program kegiatan yang boleh di bilang sama, tetapi di laksanakan oleh
beberapa pihak. Program semacam ini tentu saja tidak efektif, tidak efesien karen abanyak
menghabiskan waktu, menghabiskan uang dan tenaga, dan akhirnya justru merupakan kegiatan
yang membosankan banyak orang.
4. Kurang atau tidak adanya pengertian, kesadaran serta tanggung jawab terhadap program
yang dilaksanakan, baik dari pihak pelaksana, para pejabat maupun masyarakat.
5. Heterogenitas latar belakang pendidikan dan pengalaman para petugas di satu pihak dan
warga belajar di lain pihak dapat menimbulkan perbedaan yang tajam, dalam hal ini nilai
kecakapan dan ketrampilan yang dimilikinya.
6. Karena banyaknya kebutuhan yang hendak dilayani, maka kurikulum yang disusun untuk
memenuhi kebutuhan tersebut kerap kali tumbuh dan kurang terperinci.
7. Kelemahan pada metode atau cara-cara pendekatan yang formal sehingga jarak antara
sumber belajar dan warga belajar tetap jauh, hal ini akan mempengaruhi proses dan hasil belajar.
8. Sikap warga belajar yang kurang serius atau unen-unen jawa, “obor blarak” “hangat-hangat
tai ayam”, hanya satu dua kali datang, sesudah itu menjadi bosan, dan akhirnya tidak pernah
kelihatan lagi.
9. Tidak adanya kemampuan warga belajar untuk berwiraswasta (meskipun semangat dan
minatnya ada) sehingga apa yang diharapkan sesudah selesai mengikuti kegiatan program,
akhirnya tetap hanya sebagai harapan saja.
10. Keterbatasan dalam hal sarana dan prasarana seta faktor penunjang kegiatan lainnya, boleh
dibilang merupakan sandungan yang bisa memporakporandakan kegiatan suatu program.
11. Kelemahan dalam hal koordinasi dan kerjasama dengan instansi atau lembaga terkait kurang
baik.
12. Cara-cara yang digunakan untuk mengadakan supervisi, monitoring dan evaluasi nampak
masih kurang tepat, dalam arti kurang sistemik dan kurang metodis, sehingga sulit diketahui
apakah suatu program itu berhasil ataukah tidak berhasil.
Permasalahan-permasalahan mengenai pendidikan ternyata banyak, bukan hanya satu atau
dua masalah saja, seperti uraian yang telah dipaparkan diatas. Banyak masalah tersebut perlu
ditindak lanjuti dan perlu kerjasama semua pihak dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Antara pemerintaha ataupun masyarakat. Berikut beberapa upaya yang bisa dilakukan bersama
untuk membantu menyelesaikannya :
1. program pasca melek aksara, yaitu program yang bertujuan mempertahankan dan
meningkatkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung (Calistung) dengan mendirikan
Taman Bacaan Masyarakat. Program mata pencaharian, yaitu program yang diarahkan untuk
meningkatkan ketrampilan bekerja secara berkelompok melalui Kelompok Belajar Usaha, juga
ada program peningkatan kualitas hidup, yang termasuk di dalamnya adalah penyelenggaraan
pendidikan ketrampilan hidup (life skills) yang diutamakan bagi mereka yang masih belum
memiliki pekerjaan agar bisa membuka lapangan kerja secara mandiri.
2. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat dengan memanfaatkan keberadaan kegiatan yang
ada di kampung, seperti arisan PKK, posyandu dan majlis taklim.
3. Pemberian Life Skill dan Semangat (Entrepreneur sikap kewirausahaan) terhadap
permasalahan di masyarakat, terutama anak usia sekolah yang tidak mampu melanjutkan
pendidikan, dan anak usia putus sekolah dengan alokasi waktu yang relatif cukup dalam proses
pembelajaran.
4. Perlu diadakan diklat yang berkesinambungan dan sasaran yang tetap sehingga hasil yang
diperoleh benar-benar dapat terserap dengan baik dan dapat direalisasikan di SKB masing-masing
untuk mendapatkan SDM yang baik (pendidik). Khususnya program ICT, kendala utama yang
dihadapi selama ini adalah tidak adanya tenaga staf maupun pamong belajar yang memang adalah
ahli komputer.
5. Perluasan pemerataan dan jangkauan pendidikan anak usia dini.
6. Peningkatan pemerataan, jangkauan dan kualitas pelayanan Kejar Paket A setara SD dan B
setara SLTP
7. Penuntasan buta aksara melalui program Keaksaraan Fungsional
Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan perempuan (PKUP)
8. Program Pendidikan Orang tua (Parenting)
Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program
pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang, beasiswa/kursus
9. Meningkatkan mutu sarana dan prasarana dapat memperluas pelayanan mampu meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, profesionalitas, produktivitas, dan daya saing dalam merebut peluang
pasar dan peluang usahaMeningkatkan mutu tenaga kependidikan.
Diatas adalah beberapa program yang dapat kita semua upayakan untuk membantu
menyelesaikan masalah kependidikan di negara kita ini, Indonesia. Selain itu banyak lagi
program yang dapat kita lakukan untuk berkontribusi membantu menyelesaikannya. Yang
terpenting adalah kerjasama semua pihak.
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya kualitaspendidikan di Indonesia. Faktor-
faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik,
mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya
relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan.
Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah
sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia
yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman
dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama antara
pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di Indonesia.
b. Saran
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem
pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah
satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-
negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.

Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan
semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala
bidang di dunia internasional.

Daftar Puktaka

Sutarto, Joko. Pendidikan nonformal (konsep dasar, proses pembelajaran, dan pemberdayaan
masyarakat : semarang, UNNES press, 2007
Nurhalim, Khomsun. Pendidikan Seumur Hidup. PLS FIP UNNES 2014
http://abdulraiz-raish.blogspot.com/2013/12/makalah-permasalahan-pendidikan.html
http://lutfysunk.blogspot.com/p/pemerintah-dan-solusi-permasalahan.html
http://muslimplus.wordpress.com/perencanaan-pnf/

Anda mungkin juga menyukai