Anda di halaman 1dari 56

Penggunaan

Terbatas

Buku Saku
Bimbingan Konseling
2 SKS

M. Arli Rusandi, M. Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS RIAU
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020
Prakata

Assalamualaikum wr wb.
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan
berkat dan rahmat-Nya lah sehingga “Buku Saku Bimbingan Konseling”
ini bisa diselesaikan.
Buku saku ini digunakan untuk pegangan dosen pengampu mata kuliah
Bimbingan Konseling dilingkungan FKIP Universitas Riau dan
diharapkan tidak disebarluaskan untuk umum, karena masih dalam tahap
pengembangan.
Saya menyadari bahwa Buku Saku Bimbingan Konseling ini masih jauh
dari kesempurnaan, namun saya berharap dengan ketidak sempurnaan
tersebut bisa menjadi bahan perbaikan di masa yang akan datang. Maka
dari itu saran dan masukan
Semoga Buku Saku ini bermanfaat untuk mengawali mata kuliah
Bimbingan Konseling di FKIP Universitas Riau.
Terima kasih,
Wassalamualaikum wr. wb.

Pekanbaru, September 2020

M. Arli rusandi

2
Daftar Isi
Cover --------------------------------------------------------------- 1
Prakata ------------------------------------------------------------ 2
Daftar isi ---------------------------------------------------------- 3
Bab I LATAR BELAKANG, PENGERTIAN, PERSAMAAN,
DAN PERBEDAAN BIMBINGAN DAN KONSELING
DI SEKOLAH ------------------------------------------------------ 4
A. Sejarah Singkat Lahirnya Bimbingan dan
Konseling di Indonesia -------------------------------- 4
B. Latar Belakang Perlunya Bimbingan dan
Konseling Di Sekolah ---------------------------------- 8
C. Pengertian Bimbingan dan Konseling ------------- 24
D. Persamaan dan Perbedaan antara Bimbingan
dan Konseling ------------------------------------------- 32
E. Beberapa Kesalahpahaman tentang Bimbingan
dan Konseling di Sekolah ----------------------------- 36
F. Ringkasan ------------------------------------------------ 40
G. Pertanyaan dan Tugas -------------------------------- 42
H. Daftar Pustaka ------------------------------------------ 42
BAB II URGENSI DAN KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN
KONSELING DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
FORMAL ----------------------------------------------------------- 44
A. Urgensi Bimbingan dan Konseling ----------------- 44
B. Kedudukan Bimbingan dan Konseling dalam
Pendidikan Formal ------------------------------------ 46
C. Keunikan dan Keterkaitan Tugas Guru dan
Konselor ------------------------------------------------- 50
D. Ringkasan ------------------------------------------------ 54
E. Pertanyaan dan Tugas -------------------------------- 55
F. Daftar Pustaka ------------------------------------------ 55

3
BAB I

LATAR BELAKANG, PENGERTIAN,


PERSAMAAN, DAN PERBEDAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI
SEKOLAH

A. Sejarah Singkat Lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia

Sebelum membahas secara mendalam dan terperinci tentang hal-hal apa


saja yang melatarbelakangi perlunya pelayanan Bimbingan dan Konseling di
sekolah, maka terlebih dahulu perlu mengetahui sejarah singkat tentang
lahirnya Bimbingan dan Konseling di di Indonesia.

Usaha bimbingan secara nyata muncul pada tahun 1909 yang


dipelopori oleh Frank Parsons, dengan mendirikan Boston Vocational
Bureau untuk membantu kaum muda menentukan keputusan karir
(Gladding, S.T., 2012: 32). Pada tahun itu pula Wiiliam Hearly
mendirikan klinik bimbingan khusus anak-anak (Child Guidance
Movement) dan tidak hanya ditujukan untuk menangani kesulitan
perkembangan anak, tetapi juga masalah perhatian dan perlakuan orang
tua kepada anak-anak tersebut. Pada tahun 2010 didirikan National
Vocational Guidance Association (NVGA) yang merupakan pendahulu
dari American Counseling Association (ACA).

Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari


dimasukkannya Bimbingan dan Penyuluhan pada setting sekolah.
Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu
hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Malang
1960. Untuk memenuhi kebutuhan petugas bimbingan dan penyuluhan
di sekolah maka pada perkembangan berikutnya tahun 1964 pada
Fakultas Ilmu Pendidikan di lingkungan IKIP didirikan Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan. Di sekolah-sekolah timbul berbagai sikap.
Ada pro dan kontra, ada yang acuh tak acuh, ada pula yang berusaha
keras untuk melaksanakan. Bagi yang melaksanakan, nampak
mengalami berbagai hambatan yang cukup sulit untuk diatasi.

Namun demikian peranan bimbingan ini semakin mendapat


perhatian dan posisi yang kuat sejak tahun 1971 beridiri Proyek Perintis
4
Sekolah Pembangunan (PPSP) yang dilanjutkan dengan lahirnya
Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas yang di dalamnya
memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan. Kurikulum 1975 berisi
layanan Bimbingan dan Konseling sebagai salah satu dari wilayah
layanan dalam sistem persekolahan mulai dari jenjang SD sampai dengan
SMA, yaitu pembelajaran yang didampingi layanan Manajemen dan
Layanan Bimbingan dan Konseling. Pada tahun 1976, ketentuan yang
serupa juga diberlakukan untuk SMK. Untuk memenuhi kebutuhan akan
tenaga guru Bimbingan dan Konseling maka pada tahun 1978 di
lingkungan IKIP membuka “crash-programme” Bimbingan dan
Penyuluhan melalui Pendidikan PGSLP yang disempurnakan. Usaha
semacam ini kemudian berlanjut dengan dibukanya program Deploma
tiga (D3) jurusan Bimbingan dan Penyuluhan sejak tahun 1982/1983.

Meskipun ketentuan perundang-undangan belum memberikan


ruang gerak, akan tetapi karena didorong oleh keinginan kuat untuk
memperkokoh profesi guru bimbingan dan konseling (guru BK), maka
dengan dipelopori oleh guru BK yang bertugas sebagai tenaga akademik
di beberapa LPTK, pada tanggal 17 Desember 1975 di Malang
didirikanlah Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), yang
menghimpun lulusan Program Sarjana Muda dan Sarjana yang bertugas
di sekolah dan para konselor yang bertugas di LPTK, di samping para
konselor yang berlatar belakang bermacam-macam yang secara de facto
bertugas sebagai guru pembimbing di lapangan.

Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Nomor


026 tahun 1989 menyebutkan secara eksplisit pekerjaan bimbingan dan
penyuluhan (konseling) dan pekerjaan mengajar yang satu sama lain
berkedudukasn seimbang atau sejajar.Keberadaan pelayanan bimbingan
dan penyuluhan di sekolah dipertegas oleh Peraturan Pemerintah No 28
tahun 1990 dan No 29 tahun 1990 yang menegaskan bahwa (1)
bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam
rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan
merencanakan masa depan. (2) bimbingan diberikan oleh guru
pembimbing.

5
Dengan diberlakukannya Kurikulum 1994, mulailah ada ruang gerak
bagi layanan ahli bimbingan dan konseling dalam sistem persekolahan
di Indonesia, sebab salah satu ketentuannya adalah mewajibkan tiap
sekolah untuk menyediakan 1 (satu) orang konselor untuk setiap 150
(seratus lima puluh) peserta didik, meskipun hanya terealisasi pada
jenjang pendidikan menengah. Sejumlah hal dilakukan sebagai
konsolidasi profesi sehingga Bimbingan dan Konseling menjadi profesi
yang utuh dan berwibawa antara lain kata penyuluhan menjadi
konseling dan pelayanan bmbingan dan konseling di sekolah hanya
dilakukan oleh guru Pembimbing. Pada tahun 2001 dalam kongres di
Lampung Ikatan Pertugas Bimbingan Indonesia (IPBI) berganti nama
menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Sudah
banyak peraturan pemerintah yang diterbitkan sebagai regulasi atas
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Berbagai peraturan perundangan baik berbentuk undang-undnag,


peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri Pendidikan telah
diterbitkan oleh pemerintah terkait dengan penyelenggaraan pelayanan
Bimbingan dan Konseling di sekolah, yang semuanya itu semakin
menguatkan dan membuktikan bahwa pelayanan Bimbingan dan
Konseling semakin diperlukan dalam penyelenggaraan Pendidikan di
Indonesia. Di antaranya adalah sebab berikut:

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional yang mengaskan bahwa menegaskan bahwa
konselor adalah pendidik.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional pendidikan, mengamanatkan bahwa Guru Bimbingan
Konseling di sekolah memberikan pelayanan Bimbingan dan
Konseling dalam memfasilitasi “Pengembangan Diri” siswa sesuai
minat, bakat serta mempertimbangkan tahapan tugas
perkembangannya.
3. Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 dirumuskan SKL yang harus
dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran bidang studi,
maka kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan
melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah kompetensi
kemandirian untuk mewujudkan diri (self-actualization) dan

6
pengembangan kapasitasnya (capacity development) yang dapat
mendukung pencapaian kompetensi lulusan.
4. Permendiknas 27 tahun 2008 Tentang standar kulaifikasi
akademik dan kompetensi konselor. Setiap satuan pendidikan
wajib mempekerjakan konselor yang memiliki standar kualifikasi
akademik dan kopetensi konselor yang berlaku secara nasional.
5. Permendiknas no 20 tahun 2007 Tentang standar penilaian
pendidikan. Tentang standar pelaksanaan penilaian di dalam
pendidikan dimana konselor juga merupakan pendidik.
6. PP No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru, yang mencantumkan beban
kerja guru bimbingan dan konseling/konselor.
7. Permendiknas No. 16 Tahun 2009, tentang Jabatan Fungsional
Guru dan Angka Kreditnya yang menyebutkan konselor juga
sebagai guru, menangani 150 siswa dan tugas guru BK.
8. Permendikbud No.18. A Tahun 2013 tentang Implementasi
Kurikulum. Pada lampiran IV Permen ini menjelaskan secara
detail tentang implementasi penyelenggaraan BK di sekolah
seperti jenis pelayanan, format layanan, kewajiban masuk kelas 2
jam per/minggu/rombongan belajar.
9. Permendikbud No. 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan
Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Secara resmi mulai diterapkannya pola Bimbingan dan Konseling
Komprehensif, sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 6 ayat 1
yang menyebutkan bahwa: “Komponen layanan Bimbingan dan
Konseling memiliki 4 (empat) program yang mencakup: (a)
layanan dasar; (b) layanan peminatan dan perencanaan
individual; (c) layanan responsif; dan (d) layanan dukungan
sistem”.

Dari perkembangan tersebut, kiranya dapat dibuktikan bahwa


pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah memang
benar-benar dibutuhkan dan semakin dirasakan dalam menunjang
tercapainya tujuan Pendidikan Nasional.

7
B. Latar Belakang Perlunya Bimbingan dan Konseling Di Sekolah

Bimbingan dan konseling merupakan salah satu bidang pelayanan


yang perlu dilaksanakan di dalam program pendidikan. Kebutuhan
pelaksanaan bimbingan dan konseling berlatar belakang beberapa
aspek, yaitu aspek psikologis, sosial budaya, Ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan pedagogies.

1. Latar Belakang Psikologis

Dalam proses pendidikan di sekolah, siswa sebagai subjek didik,


merupakan pribadi-pribadi yang unik dengan segala
karakteristiknya. Siswa sebagai individu yang dinamis dan berada
dalam proses perkembangan, memiliki kebutuhan dan dinamika
dalam interaksinya dengan lingkungannya. Sebagai pribadi yang
unik, terdapat perbedaan individual antara siswa yang satu dengan
siswa yang lainnya. Di samping itu, siswa sebagai pelajar, senantiasa
terjadi adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil proses belajar.

Hal tersebut di atas, merupakan beberapa aspek psikologis dalam


pendidikan yang bersumber dari siswa sebagai subyek didik, dan
dapat menimbulkan berbagai masalah. Timbulnya masalah-masalah
psikologis menuntut adanya upaya pemecahan melalui layanan
bimbingan dan konseling. Berikut ini akan diuraikan mengenai
beberapa masalah psikologis yang merupakan latar belakang
perlunya bimbingan dan konseling di sekolah.

1) Masalah Perkembangan Individu

Sejak individu terbentuk sebagai suatu organisme, yaitu pada


masa konsepsi (masa dibuahinya sel telur oleh sperma) yang
terjadi dalam kandungan ibu, individu terus tumbuh dan
berkembang. Proses ini berlangsung terus hingga individu
mengkhiri hayatnya. Proses pertumbuhan dan perkembangan
yang berlangsung sangat cepat terutama nampak sejak lahir yaitu
pada masa kanak-kanak, masa sekolah, masa pemuda, dan masa
permulaan dewasa. Tujuan proses pertumbuhan dan

8
perkembangan adalah mencapai kedewasaan yang sempurna
secara optimal.

Proses perkembangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik


dari dalam diri individu maupun dari luar. Dari dalam
dipengaruhi oleh faktor bawaan dan kematangan, sedangkan dari
luar dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Perkembangan akan
menjadi baik kalau faktor-faktor tersebut saling mendukung dan
saling melengkapai. Oleh karena itu harus ada asuhan yang
terarah. Adapun asuhan dengan melalui belajar sering disebut
pendidikan. Pendidikan sebagai salah satu bentuk lingkungan,
bertanggung jawab dalam memberikan asuhan terhadap
perkembangan individu. Dalam konsepsi tentang tugas-tugas
perkembangan (developmental task) dikatakan bahwa setiap
periode tertentu terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus
diselesaikan. Berhasil tidaknya individu dalam menyelesaikan
tugas-tugas tersebut akan berpengaruh bagi perkembangan
selanjutnya dalam penyesuaian dirinya di dalam masyarakat.

Sebagai komponen yang terpadu dalam sistem pendidikan,


bimbingan dan konseling memfasilitasi perkembangan peserta
didik/konseli untuk mencapai kemandirian, dalam wujud
kemampuan memahami diri dan lingkungan, menerima diri,
mengarahkan diri, dan mengambil keputusan, serta
merealisasikan diri secara bertanggung jawab, sehingga tercapai
kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupannya. Bimbingan
dan konseling pada satuan pendidikan diselenggarakan untuk
membantu peserta didik/konseli dalam mencapai tugas-tugas
perkembangannya.

Tugas perkembangan ini diantaranya meliputi: (1) Mencapai


perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa; (2) Mengenal sistem etika dan
nilai-nilai bagi pedoman hidup sebagai pribadi, anggota
masyarakat, dan minat manusia; (3) Mengenal gambaran dan
mengembangkan sikap tentang kehidupan mandiri secara
emosional, sosial, dan ekonomi; (4) Mengembangkan

9
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya
untuk mengikuti dan melanjutkan pelajaran dan/atau
mempersiapkan karir serta berperan dalam kehidupan
masyarakat; (5) Memantapkan nilai dan cara bertingkah laku
yang dapat diterima dalam kehidupan sosial yang lebih luas; (6)
Mencapai pola hubungan yang baik dengan teman sebaya dalam
peranannya sebagai pria atau wanita; (7) Mempersiapkan diri,
menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan
fisik dan psikis yang terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan
yang sehat; (8) Memiliki kemandirian perilaku ekonomis; (9)
Mengenal kemampuan, bakat, minat, serta arah kecenderungan
karir dan apresiasi seni; (10) Mencapai kematangan hubungan
dengan teman sebaya; dan (11) Mencapai kematangan dalam
kesiapan diri menikah dan hidup berkeluarga.

Sejalan dengan hal tersebut, Havighurst (Hurlock: 1990)


mengemukakan sejumlah tugas perkembangan yang harus
diselesaikan oleh remaja, diantaranya adalah: (1) Mencapai
hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik
priya maupun wanita. (2) Mencapai peran sosial pria dan wanita.
(3) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara
efektif; (4) Mencari kemandirian emosional dari orang tua dan
orang-orang dewasa lainnya; (5) Mencapai jaminan kebebasan
ekonomis; (6) Memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan; (7)
Persiapan untuk memasuki kehidupan keluarga. Mengingat
pentingnya tugas-tugas perkembangan seperti tersebut di atas,
maka sekolah mempunyai peranan yang penting dalam
membantu siswa untuk mencapai taraf perkembangan melalui
pemenuhan tugas-tugas perkembangan secara optimal.
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan komponen
pendidikan yang secara khusus dapat membantu siswa dalam
proses perkembangannya.

2) Masalah Perbedaan Individu

Setiap siswa sebagai individu sebenarnya mempunyai ciri-ciri


yang khas dan unik, baik ciri-ciri fisik maupun dinamika

10
psikisnya. Keunikan dari individu mengandung arti bahwa tidak
ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek
pribadinya, baik aspek jasmaniah maupun rohaniah. Individu
yang satu berbeda dari individu yang lainnya yang sering disebut
dengan istilah individual deffereces. Timbulnya perbedaan
individu ini dapat kita kembalikan kepada faktor bawaan dan
lingkungan sebagai komponen utama yang mempengaruhi.
Perbedaan pembawaan akan memungkinkan perbedaan individu
meskipun dengan lingkungan yang sama. Sebaliknya lingkungan
yang berbeda akan memungkinkan timbulnya perbedaan
individu meskipun pembawaannya sama. Dengan adanya ciri-ciri
yang khas ini maka perlu diperhatikan bahwa setiap individu
pasti memiliki perbedaan-perbedaan dimana perbedaan ini
sering disebut sebagai perbedaan perorangan.

Mengingat bahwa yang menjadi tujuan pendidikan adalah


perkembangan yang optimal dari setiap individu, maka masalah
perbedaan individu ini perlu mendapat perhatian dalam
pelayanan pendidikan. Sekolah hendaknya memberikan bantuan
kepada siswa dalam menghadapi masalah-masalah sehubungan
dengan perbedaan indidividu. Dengan kata lain sekolah
hendaknya memberikan pelayanan kepada para siswa secara
individual sesuai dengan keunikan masing-masing. Usaha
melayani siswa secara individual ini dapat diselenggarakan
melalui program bimbingan dan konseling. Dengan demikian
keunikan dari masing-masing siswa itu tidak akan begitu banyak
menimbulkan masalah yang menghambat mereka dalam seluruh
proses pendidikannya.

Beberapa aspek perbedaan individual yang perlu mendapat


perhatian ialah perbedaan dalam hal-hal sebagai berikut: 1)
kecerdasan, 2) kecakapan, 3) hasil belajar, 4) bakat, 5) sikap, 6)
kebiasaan, 7) pengetahuan, 8) kepribadian, 9) cita-cita, 10)
kebutuhan, 11) minat, 12) pola-pola dan tempo perkembangan,
13) cir-ciri jasmaniah, 14) latar belakang keluarga (lingkungan).
Dengan mengetahui data tentang perbedaan-perbedaan ini
mempunyai manfaat yang sangat besar bagi usaha bantuan yang

11
diberikan kepada siswa. Kenyataan adanya perbedaan tersebut
akan membawa konsekuensi bagi pelayanan pendidikan
khususnya yang menyangkut bahan pelajaran, metode belajar,
alat-alat belajar, penilaian, dan pelayanan lainnya. Di samping itu
perbedaan-perbedaan ini sering kali banyak menimbulkan
masalah-masalah baik bagi siswa itu sendiri maupun bagi
lingkungan. Siswa akan menghadapi kesulitan dalam
penyesuaian diri antara keunikan dirinya dengan tuntutan dalam
lingkungannya. Hal ini disebabkan karena pada umumnya
layanan program pendidikan memberikan pelayanan atas dasar
ukuran-ukuran umum atau rata-rata. Untuk mencapai
perkembangan setiap individu secara optimal maka walaupun
proses pembelajaran dilakukan secara klasikal namun tetap
berorientasi pada pendekatan individual.

3) Masalah Kebutuhan Individu

Kebutuhan merupakan dasar timbulnya tingkah laku individu.


Individu bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi
kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan ini sifatnya mendasar bagi
kelangsungan hidup individu itu sendiri. Jika individu berhasil
dalam memenuhi kebutuhannya, maka individu tersebut akan
merasakan kepuasan serta kebahagiaan dalam hidupnya.
Sebaliknya bila dorongan kebutuhan itu mengalami hambatan
atau kegagalan dalam pemenuhannya, maka individu akan
mengalami kekecewaan, bertingkah laku yang kurang sehat, serta
mengalami masalah-masalah bagi dirinya maupun
lingkungannya. Ada kalanya masalah tersebut dapat diatasi oleh
individu itu sendiri. Namun tidak jarang bahwa masalah-masalah
tersebut tidaklah dapat diatasi oleh individu itu sendiri, sehingga
dalam keadaan semacam ini individu memerlukan bantuan orang
lain. Oleh karena itu dapat dipahami dan dimengerti bahwa
melalui pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan masalah-
masalah tersebut dapat dibantu pemecahannya.

Pada dasarnya kebutuhan-kebutuhan individu banyak macam


dan jenisnya. Teori kebutuhan yang cukup terkenal adalah teori

12
kebutuhan menurut Maslow. Secara jelas Maslow
mengemukakan lima tingkatan kebutuhan sebagai berikut:

(1) Kebutuhan fisiologis yang merupakan kebutuhan primer


seperti lapar, haus, seks, tidur, menghindar dari rasa sakit.
(2) Kebutuhan akan rasa aman (safety needs).
(3) Kebutuhan akan rasa cinta dan kasih saying (love needs)
(4) Kebutuhan akan harga diri (the needs for esteem)
(5) Kebutuhan untuk aktualisasi diri (the self-actualization
need)

Disamping itu, secara praktis khususnya dalam pelayanan


bimbingan dan konseling dorongan kebutuhan yang perlu
diperhatikan di antaranya adalah:

(1) Kebutuhan memperoleh kasih sayang.


(2) Kebutuhan memperoleh rasa aman
(3) Kebutuhan untuk sukses
(4) Kebutuhan untuk memperoleh harga diri.
(5) Kebutuhan untuk diakui.
(6) Kebutuhan untuk memperoleh kebebasan

Dalam hubungannya dengan hal tersebut yang patut dicatat


adalah menganalisis kebutuhan mana yang secara spesifik
menimbulkan masalah. Dengan dasar pemikiran ini, maka
dapatlah direncanakan pelayanan bimbingan dan konseling
dalam rangka membantu memecahkan masalah terkait dengan
pemenuhan kebutuhan tersebut. Dapat pula dinyatakan bahwa
dengan membantu individu dalam memenuhi kebutuhan yang
mengalami hambatan tersebut, diharapkan individu dapat
memecahkan masalahnya.

Selain Guru Bimbingan dan Konseling, dalam


penyelenggaraan pendidikan di sekolah, guru bidang studi
hendaknya selalu sensitif terhadap kebutuhan para siswa
(remaja) dan berusaha memahaminya sebaik mungkin. Beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru bidang studi adalah
terlibat langsung dalam hal-hal sebagai berikut:
13
(1) Mempelajari kebutuhan remaja melalui berbagai
pendapat orang dewasa.
(2) Secara kontinyu mengidentifikasi masalah-masalah
yang dihadapi oleh siswa yang menjadi bimbingannya.
Misalnya dengan melakukan observasi, wawancara, dan
menyebar kuesioner/angket yang ditujukan kepada
para siswa.
(3) Bersikap sensitif terhadap kebutuhan yang tiba-tiba
muncul dari siswa yang berada di bawah bimbingannya.

4) Masalah Penyesuaian Diri

Dalam proses pemenuhan kebutuhan dirinya, individu


dituntut mampu menyesuaikan antara kebutuhan dengan segala
kemungkinan yang ada dalam lingkungannya. Adapun proses
penyesuaian diri akan melibatkan berbagai aspek, terutama
tingkat perkembangan individu, dorongan kebutuhan individu,
serta berbagai kemungkinan yang ada di dalam lingkungan sosial.
Suatu upaya untuk memenuhi dorongan kebutuhan dengan
mempertimbangkan daya atau tingkat kemampuannya sesuai
dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam lingkungan
hidupnya disebut sebagai proses penyesuaian diri. Pandangan ini
menunjukkan bahwa pada dasarnya proses penyesuaian diri
merupakan interaksi keadaan diri dan lingkungannya.

Pada dasarnya proses penyesuaian diri itu sebenarnya dapat


terjadi di dalam individu itu sendiri maupun dalam
hubungannnya dengan lingungan hidupnya. Proses penyesuaian
diri di dalam individu itu sendiri terjadi apabila individu mampu
memahami dan menerima keadaan dirinya baik mengenai
kelebihan maupun kekuarngannnya, sehingga dapat mencapai
keseimbangan pribadi. Di pihak lain penyesuaian diri memang
sering diartikan dalam hubungannnya dengan lingkungan sosial.
Dalam hubungan ini inidividu yang melakukan penyesuaian diri
dapat berbentuk penyesuaian diri dengan orang lain maupun

14
masyarakat. Proses penyesuaian diri dengan orang lain akan
efektif apabila individu dapat menerima penilaian-penilaian
orang lain terhadap dirinya secara wajar serta mampu menilai
orang lain secara objektif.

Dalam kenyataannya menunjukkan bahwa proses


penyesuaian diri tidaklah selalu dapat berlangsung secara efektif,
namun tidak jarang individu sering mengalami hambatan,
kecanggungan, atau bahkan salah dalam melakukan penyesuaian.
Berbagai akibat dari kekurangmampuan individu dalam
menyesuaian diri baik dengan diri sendiri maupun dengan
lingkungannya adalah timbulnya kelaian tingkah laku. Misal,
individu yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan dirinya
sendiri dapat mengakibatkan individu mengalami konflik batin,
tidak tenang, tidak puas terhadap dirinya sendiri, dan akhirnya
individu tersebut menjadi pasif, apatis, manarik diri dari
pergaulan, dan ragu-ragu. Bagi individu yang tidak mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan bisa berakibat tidak
diakuinya individu tersebut oleh lingkungannya, sehingga timbul
rasa tidak aman, terisolasi, rendah diri, agresif, merusak,
memberontak, membolos, mencuri, dan sebagainya.

Guru bidang studi yang senantiasa memiliki kesempatan


bertatap muka dengan para siswa dalam proses belajar
pembelajaran di kelas sudah sewajarnya kalau para guru tersebut
dapat memantau atau mengobseravasi secara langsung bebagai
perilaku para siswa yang dapat diidentifikasi mengalami masalah
dengan penyesuaian diri mereka. Untuk masalah yang ringan
guru bidang studi dapat menanganinya sendiri, namun untuk
masalah penyesuaian diri yang dianggap berat dan diluar
kemampuan guru bidang studi maka dapat direferal kepada guru
Bimbingan dan Konseling. Karena kalau masalah penyesuaian diri
ini dibiarkan dan tidak segera dibantu untuk mengatasinya akan
mengganggu proses belajar siswa dan tidak menutup
kemungkinan berakibat buruk pada pencapain pembelajarannya.
Oleh karena itu diperlukan usaha nyata untuk menanggulangi

15
gejala-gejala tersebut. Di sinilah peranan bimbingan dan
konseling sangat dibutuhkan.

5) Masalah belajar

Di sekolah, di samping banyaknya siswa yang berhasil secara


gemilang dalam belajar, tidak jarang dijumpai adanya siswa yang
mengalami kegagalan, seperti angka-angka rapot di bawah
standard ketuntasan yang telah ditentukan oleh sekolah, tidak
naik kelas, tidak lulus ujian akhir, dan prestasi di bawah
kemampuan dasar (underachiever), Secara umum siswa-siswa
seperti itu dapat dipandang sebagai siswa-siswa yang mengalami
masalah belajar. Secara lebih luas, masalah belajar tidak hanya
terbatas pada contoh-contoh tersebut. Gejala-gejala lain yang
menandakan siswa mengalami kesulitan belajar diantaranya
adalah: menunujukkan prestasi rendah yang dicapai oleh
kelompok kelas, hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha
yang dilakukan, lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar,
menunjukkan sikap yang kurang wajar, menunjukkan tingkah
laku yang berlainan, anak didik yang tergolong memiliki IQ tinggi,
yang secara potensial mereka seharusnya meraih prestasi belajar
yang tinggi, tetapi kenyataannya mereka mendapatkan prestasi
belajar yang rendah, anak didik yang selalu menunjukkan prestasi
belajar yang tinggi untuk sebagian besar mata pelajaran, tetapi di
lain waktu prestasi belajarnya menurun drastis.

Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan-kegagalan yang


dialami oleh siswa dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh
kebodohan atau rendahnya inteligensi. Beberapa penyebab
masalah belajar siswa tersebut misalnya pengaturan waktu
belajar yang kurang baik, memilih cara belajar yang kurang
efektif, kurang dalam mempersiapkan ujian atau ulangan, tidak
memiliki cara memusatkan perhatian (konsentrasi) belajar, dan
lain sebagainya. Kegagalan itu terjadi dapat disebabkan karena
mereka tidak mendapat layanan bimbingan yang memadai.

16
Sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar dalam
membantu siswa agar mereka berhasil dalam belajar. Untuk itu
hendaknya sekolah memberikan bantuan kepada siswa dalam
mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan belajar.
Di sinilah letak pentingnya program bimbingan dan konseling
untuk membantu mereka dalam keberhasilan belajar.

2. Latar Belakang Sosial Budaya

Telah lama diketahui kenyataan bahwa makin derasnya


perubahan sosial dan makin kompleksnya keadaan masyarakat akan
meningkatkan derajat rasa tidak aman bagi remaja dan pemuda.
Perubahan-perubahan bersejarah yang terjadi pada beberapa
dasawarsa terakhir ini, yang telaah mengubah kondisi kehidupan
sosial, ekonomi, politik, dan psikologis setiap orang, membawa
pengaruh besar terhadap perikehidupan dan perkembangan anak-
anak, remaja, dan pemuda. Dalam kaitan ini dirasakan bahwa sekolah
terlebih-lebih lagi menanggung akibat dari berbagai perubahan
besar. Bahkan dapat ditegaskan bahwa kehidupan anak-anak, remaja
dan pemuda dewasa ini adalah hasil dari perubahan-perubahan yang
terjadi itu (De Cecco & Richard dalam Soegiono: 1999).

Dikaitkan dengan era globalisasi dan informasi akan membawa


perubahan-perubahan-perubahan yang dibawa oleh semangat
glonalisasi dan arus informasi akan lebih deras lagi menggoncang
masyarakat dan sekolah, kampus dan tatanan kehidupan dalam
segenap seginya. Akibat yang timbul ialah semakin banyaknya
individu, anak-anak, dan siswa di sekolah, pemuda dan masyarakat
lainnya yang terhimpit oleh berbagai tantangan dan ketidakpastian,
dan terhempas dari berbagai harapan dan keinginana yang tidak
dapat dipenuhi. Kehendak akan pengembangan secara optimal
individualitas, sosialitas, dan relegiusitas dalam rangka
pembentukan manusia seutuhnya semakin mendapat tatangan.

Adapun arah perubahan sosial budaya, modernisasi dan


pembangunan yang akan dituju oleh semua masyarakat banngsa
dimanapun adalah meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran

17
yang diinginkan. Hidup di dunia sekarang dan masa depan, menuntun
penguasaan ilmu dan teknologi. Beberapa arah perubahan sosial
budaya menurut Syamsidar (2015) antara lain:

1) Konsumerisme (pandangan hidup bahwa lebih baik membeli


produk barang dan jasa daripada membuatnya sendiri)
2) Konsumtivisme (mengkonsumsi barang dan jasa yang
sebenarnya bukan merupakan keperluannya)
3) Hedonisme (cara hidup bermewah-mewah untuk mengejar
prestise atau gengsi tertentu)
4) Kesenjangan sosial dan ekonomi, yang terjadi karena
ketidakadilan dalam proses pembangunan. Munculnya
berbagai perilaku menyimpang, seperti kenakalan remaja,
prostitusi, dan sebagainya yang disebabkan oleh adanya
keinginan untuk menyesuaikan dengan taraf hidup, tetapi
tidak didukung oleh kemampuan dan ketrampilan yang
memadai.

Lebih lanjut Syamsidar menjelaskan tentang dapak negatif dari


suatu perubahan sosial sosial budaya terhadap pendidikan adalah:
ketidaksiapan pendidikan menerima perubahan yang begitu cepat
dan drastis, banyak pengaruh budaya dari luar yang merasuk pada
kehidupan dan cara hidup siswa melalui siaran televisi dan akses
internet yang sudah bisa dilakukan dimana saja, menjadi tantangan
terssendiri bagi dunia pendidikan untuk mengantisipasinya, jika kita
tidak siap terhadap perubahan tersebut maka siapa pun akan
tergusur, tetapi tidak jika para pegiat pendidikan senantiasa
berinovasi dan berkreasi dalam mengantisipasi perubahan tersebut,
dengan menggunakan fasilitas teknologi tersebut.

Atas dasar keadaan tersebut di atas, sekolah sebagai suatu


lembaga pendidikan formal harus bertanggung jawab untuk
mendidik dan menyiapkan siswa agar berhasil menyesuaikan diri di
masyarakat dan mampu memecahkan berbagai masalah yang
dihadapinya. Kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan salah
satu kegiatan yang diberikan di sekolah, namun sesungguhnnya
kegiatan itu saja belum cukup memadai dalam membantu siswa

18
mengatasi berbagai permasalahan yang dilaminya dan menyiapkan
siswa terjun di masyarakat dengan berhasil. Oleh karena itu,
sangatlah diperlukan adanya layanan bimbingan dan konseling di
sekolah, yang secara khusus diberi tugas dan tanggung jawab untuk
memberi bantuan kepada siswa dalam mencegah terjadi
permasalahan sebagai akibat dari perubahan sosial budaya,
memecahkan berbagai masalah, baik masalah belajar, penyesuaian
diri, maupun masalah-masalah pribadi, yang apabila dibiarkan akan
menghambat tercapainya tujuan belajar siswa di sekolah.

3. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek)

Dewasa ini penyatuan komputer dengan teknologi komunikasi


menghasilkan transformasi sosial utama yang membetuk ulang
masyarakat dan ekonomi kita. Dan yang paling menakjubkan dari
semuanya, jaringan komputer mempengaruhi dengan cepat
penstrukturan semua organisasi sehingga kinerjanya bisa dilakukan
dan dievaluasi dengan segera, para pekerja dapat menyelesaikan dan
menejemen berfungsi lebih menyeluruh dan cepat dalam satu
tatapan kontrol. Keadaan ini membawa dampak bahwa profesi
konseling sangat dipengaruhi oleh teknologi globalisasi (Gibson, R.L.
dan Mitchell M. H., 2010: 32) Banyak orang berpendapat dan
argumen mereka benar juga, kalau perkembangan teknologi
mempercepat proses komunikasi tanpa ia perlu terjatuh lagi dalam
kekeliruan dan bias. Namun yang dihilangkan di sini adalah proses
komunikasi antar-pribadi, padahal profesi sebagai konselor
meyakini kalau keuntungan besar bisa diperoleh justru dari
komunikasi antar-pribadi, atau minimal komunikasi tatap-muka.
Faktanya banyak melihat konselor melihat kecenderungan
impersonalisasi ini sebagai ancaman bagi profesi dan aktivitas
mereka sebagai konselor.

Kendati banyak konselor yang terpaksa mengikuti tren konseling


online ini, namun mereka sangat ragu akan hasilnya, karena klien
yang mereka tangani tidak pernah berdiskusi berhadapan muka
selain hanya lewat tulisan, dan beberapa klien bahkan kemudian
tidak pernah meninggalkan rumah. Gibson, R.L. dan Mitchell M. H., (

19
2010: 32 ) menjelaskan kelemahan potensial dari penggunaan sistem
teknologi baru ini meliputi: (a) tidak diketahuinya efektivitas hasil
konseling dengan biaya yang sudah dikeluarkan, (b) efek konseling
bagi motivasi klien tidak diketahui secara pasti, dan (c) klien bisa
keliru dalam menafsirkan diskusi apapun kalua kehadiran konselor
terus dihilangkan.

Tetapi apapun keraguan dan kerugian potensialnya, konseling


online sekarang menjadi tren baru yang semakin menggila. Mallen
dan Vogel (2005: 761) dalam Gibson, R.L. dan Mitchell M. H., (2010:
34) menjelaskan bahwa konseling online bukan sesuatu yang perlu
dibentuk di masa depan. Saat ini, terbukti dua kemungkinan bagi
siapapun untuk mengakses informasi apapun di internet,
menemukan seorang konselor professional dan memiliki sebuah sesi
konseling tanpa harus capek-capek bertemu.

Yang jelas, ancaman bagi profesi konselingsaat ini adalah


kemungkinan pengacauan oleh individu-inidividu tak terlatih yang
kualifikasi satu-satunya hanyalah komputer membuka situs online
sendiri dan sekedar membuat namnya dikenal dengan berbagai
metode dan sekadar membuat namnya dikenal dengan berbagai
metode kuasi-psikologis seperti ramalan bintang, garis tangan, aura
dan sebagainya. Ancaman juga bisa datang dari individu yang dirinya
sendiri terganggu namun seolah bersikap bijak karena dalam
prosedur ini klien tidak perlu bertatap muka dengan dirinya.

Kemajuan teknologi selain membawa kemajuan dan


pembaharuan dalam segala bidang, tidak dapat dipungkiri bahwa
kemajuan teknologi ini juga berdampak negatif pada bangsa-bangsa
di dunia, termasuk bagi bangsa Indonesia. Banyak persoalan yang
menimpa bangsa Indonesia sebagai dampak negatif dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan Teknologi ini. Persoalan-
persoalan itu meliputi peningkatan epidemi AIDS, ketergantungan
pada obat-obat terlarang dan alkohol, kekerasan pada anak-anak dan
remaja, semakin tingginya angka kehamilan, semakin tingginya kasus
bunuh diri, semakin tingginya kasus siswa putus sekolah (DO),
semakain maraknya perkelahian antar pelajar, dan lain-lain.

20
Lebih lanjut lagi, saat mebahas problem-problem di atas kita
mencatat kalau banyak dari isu tersebut bukan hanya penanganan
segera tetapi juga upaya preventif agar tidak membesar dan
merembes kemana-mana. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar problem tersebut berada di wilayah kerja
konselor.

4. Latar Belakang Pedagogis

Kebijakan pemerintah, pendidikan diartikan sebagai suatu usaha


sadar untuk mengembangkan kepribadian yang berlangsung di
sekolah maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Sedangkan tujuan Pendidikan Nasional Menurut UU. No 20 Tahun
2003 adalah untuk mengembangkan manusia Indonesia dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Manusia yang mempunyai takwa
dan iman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mempunyai budi pekerti
yang luhur, mandiri, kepribadian yang mantap, kesehatan rohani, dan
jasmani, keterampilan dan pengetahuan, dan terakhir mempunyai
rasa tanggung jawab untuk berbangsa dan bermasyarakat.

Dari pengertian dan tujuan di atas, jelas bahwa yang menjadi


tujuan inti dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian secara
optimal dari setiap anak didik sebagai pribadi. Dengan demikian,
setiap kegiatan proses pendidikan diarahkan kepada tercapainya
pribadi-pribadi yang berkembang optimal sesuai dengan potensi
masing-masing. Untuk menuju tercapainya pribadi yang
berkembang, maka kegiatan pendidikan hendaknya bersifat
menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional
(pengajaran), akan tetapi meliputi kegiatan yang menjamin bahwa
setiap anak didik secara pribadi mendapat layanan sehingga
akhirnya dapat berkembang secara optimal. Kegiatan pendidikan
yang diinginkan seperti tersebut di atas, adalah kegiatan pendidikan
yang ditandai dengan pengadministrasian yang baik, kurikulum
beserta proses belajar pembelajaran yang memadai, dan layanan
pribadi kepada anak didik melalui bimbingan.

21
Dalam hubungan inilah bimbingan mempunyai peranan yang
amat penting dalam pendidikan, yaitu membantu setiap pribadi anak
didik agar berkembang secara optimal. Dengan demikian maka hasil
pendidikan sesungguhnya akan tercermin pada pribadi anak didik
yang berkembang baik secara akademik, psikologis, maupun sosial.

Kalau kita menyimak kenyataan yang dihadapi dunia pendidikan


di Indonesia pada umumnya, masih terdapat kecenderungan bahwa
pendidikan belum sepenuhnya dapat membantu perkembangan
kepribadian anak didik secara optimal. Secara akademis masih
nampak gejala bahwa anak didik belum mencapai prestasi belajar
secara optimal. Hal ini nampak antara lain gejala-gejala: putus
sekolah, tinggal kelas, lambat belajar, berprestasi rendah, kurang
kepercayaan masyarakat terhadap hasil pendidikan, dan sebagainya.
Secara psikologis masih banyak adanya gejala-gejala perkembangan
kepribadian yang kurang matang, gejala salah suai, kurang percaya
pada diri sendiri, kecemasan, putus asa, bersikap santai, kurang
responsif, ketergantungan, pribadi yang tidak seimbang, dan
sebagainya. Demikian juga secara sosial ada kecenderungan anak
didik belum memiliki kemampuan penyesuaian sosial secara
memadai. Sehubungan dengan hal itu, layanan bimbingan dirasakan
amat berperan dalam membantu proses dan pencapaian tujuan
pendidikan secara paripurna.

1) Perkembangan Pendidikan

Sebagai suatu proses yang dinamis, pendidikan akan


senantiasa berkembang dari saat ke saat sesuai dengan
perkembangan yang terjadi di lingkungan umumnya. Salah satu
ciri dari perkembangan pendidikan adalah adanya perubahan-
perubahan dalam berbagai komponen sistem pendidikan seperti
kurikulum, strategi belajar pembelajaran, alat bantu belajar,
sumber-sumber, dan sebagainya. Setiap ada perubahan
kurikulum senantiasa menimbulkan banyak persoalan baik bagi
sekolah sebagai lembaga penyelengara pendidikan formal, bagi
guru, maupun bagi siswa. Apalagi kadang dan bahkan sering
pelaksanaan kurikulum baru diberlakukan pada saat kondisi di

22
lapangan (sekolah) baik dari segi sarana dan prasara dan segi
ketrampilan guru-guru belum siap sehingga meresahkan
masyarakat dalam hal ini sekolah. Kedaan seperti tersebut akan
berdampak negatif bagi kegiatan belajar siswa. Pelaksanaan Ujian
Nasional berbasis komputer yang baru-baru ini dilaksanakan di
Indonesia juga menimbulkan keresahan masyarakat karena
fasilitas belum merata bagi seluruh sekolah di Indonesia,
sehingga menimbulkan kekawatiran dan kecemasan bagi para
siswa khususnya mereka yang secara fasilitas belum memadai.
Masih banyak contoh lain permasalahan yang dialami oleh siswa
sebagai akibat dari perubahan kurikulum.

Perkembangan ini sudah tentu akan mempengaruhi


kehidupan para siswa baik dalam bidang akademik, sosial,
maupun pribadi. Para siswa diharapkan mampu menyesuaikan
diri dengan setiap perkembangan pendidikan yang terjadi untuk
mencapai sukses yang berarti dalam keseluruhan proses
belajarnya. Proses penyesuaian diri para siswa memerlukan
bantuan yang sistematis melalui pelayanan bimbingan dan
konseling. Bimbingan dan konseling bagi para siswa pada
hakekatnya merupakan salah satu konsekuensi dari
perkembangan pendidikan.

2) Peranan Guru

Sebagai pendidik, tugas dan tanggung jawab guru yang paling


utama ialah mendidik yaitu membantu subjek didik untuk
mencapai kedewasaan. Untuk dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik, maka seorang guru hendaknya memahami segala
aspek pribadi anak didik baik segi jasmani maupun segi psikis.
Guru hendaknya mengenal dan memahami tingkat
perkembangan anak didik, sistem motivasi/kebutuhan, pribadi,
kecakapan, kesehatan mental, dan sebagainya. Tindakan yang
bijaksana akan timbul juga apabila guru benar-benar memahami
seluruh pribadi anak didik.

23
Di samping memahami siswa, salah satu tugas guru yang tidak
boleh diabaikan adalah mengenal dan mamahami dirinya.
Memahami dan mengenal siswa tidak mungkin dapat dilakukan
dengan baik tanpa mengenal dan memahami dirinya sendiri. Guru
harus mempunyai informasi yang cukup untuk dirinya
sehubungan dengan peranannya, pekerjaan, kebutuhan dan
motivasinya, kesehatan mentalnya, dan tingkatan kecakapan
yang harus dimilikinya.

Jenis-jenis informasi tentang dirinya sangatlah membantu


para guru itu sendiri dalam mengatasi berbagai masalah yang
timbul dalam tugasnya, seperti konflik, ilustrasi, maladjustment
(ketidakmampuan menyesuaikan diri), dan sebagainya. Agar
guru dapat memahami dan membantu siswa dengan sebaik-
baiknya, maka guru itu sendiri harus menghindari masalah-
masalah tersebut di atas.Dengan kenyataan seperti di atas,
jelaslah kiranya bahwa gurupun berperan sebagai pembimbing,
karena setiap peran guru memerlukan unsur bimbingan di
dalamnya. Dengan demikian pelayanan bimbingan dan konseling
di sekolah bukanlah merupakan usaha yang dicari-cari,
melainkan merupakan kegiatan yang harus ada, baik dilakukan
secara khusus oleh konselor sekolah maupun oleh guru-guru
bidang studi. Untuk melaksanakan tugas profesi, guru tdak dapat
meninggalkan aspek bimbingan, karena tugas guru pada
hakekatnya tidak hanya mengajar, namun juga mendidik.

C. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Berdasar uraian mengenai sejarah dan latar belakang bimbingan dan


konseling, kiranya telah dapat diketahui gambaran mengenai kegiatan
bimbingan dan konseling. Nyatalah bahwa pelayanan bimbingan dan
konseling dilaksanakan dari manusia, untuk manusia, dan oleh manusia.
Dari manusia artinya pelayanan itu diselenggarakan berdasar hakekat
keberadaan manusia dengan segenap dimensi kemanusiaannnya. Untuk
manusia, dimaksudkan bahwa pelayanan tersebut dilenggarakan demi
tujuan-tujuan yang agung, mulia dan positif bagi kehidupan
kemanusiaan menuju manusia seutuhnya, baik manusia sebagai individu

24
maupun kelompok. Oleh manusia mengandung pengertian
penyelenggara kegiatan itu adalah manusia dengan segenap derajat,
martabat, dan keunikan masing-masing yang terlibat di dalamnya.
Proses bimbingan dan konseling seperti itu melibatkan manusia dan
kemanusiaannya sebagai totalitas, yang menyangkut segenap potensi-
potensi dan kecenderungannya, perkembangannnya, dinamika
kehidupannya, permasalahan-permasalahannya, dan interaksi dinamis
antara berbagai unsur yang ada itu.

Dalam kehidupan sehari-hari, seiring dengan penyelenggaraan


pendidikan pada umumnya, dan dalam hubungan saling pengaruh antara
orang yang satu dengan yang lainnya, peristiwa bimbingan setiap kali
dapat terjadi. Orang tua membimbing anak-anaknya, guru membimbing
para siswanya malului kegiatan pembelajran maupun non pembelajaran,
pemimpin perusahaan membimbing karyawan melalui kegiatan diskusi,
rapat, dan instruksi. Proses bimbingan dapat pula terjadi melalui media
cetak dan media elektronik.

1. Pengertian Bimbingan

Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari istilah


“Guidance and Counseling” dalam bahasa Inggris. Sesuai dengan
istilahnya, maka bimbingan dapat diartikan secara umum sebagai
suatu bantuan. Namun untuk pengertian yang sebenarnya, tidak
setiap bantuan adalah bimbingan. Misalnya seorang guru
membisikkan jawaban suatu soal ujian pada waktu ujian, agar
siswanya lulus, tentu saja “bantuan” itu bukan bentuk bantuan yang
dimaksud dengan “bimbingan”. Demikian juga bila seorang polisi
membantu menyebrang jalan siswa SD karena jalan sangat ramai,
bantuan semacam itu bukan bantuan dalam arti “bimbingan”. Bentuk
bantuan dalam bimbingan membutuhkan syarat tertentu, bentuk
tertentu, prosedur tertentu, dan pelaksanaan tertentu sesuai dengan
dasar, prinsip, dan tujuannya.

Rumusan demi rumusam bimibngan bermunculan sesuai dengan


perkembangan pelayanan bimbingan itu sendiri sebagau suatu
pekerjaan yang khas yang ditekuni oleh para peminat dan ahlinya.

25
Berbagai rumusan tentang bimbingan tersebut di antaranya adalah
sebabgai berikut:

1) Rumusan Jons (dalam Prayitno, 2015) menjelaskan bahwa


yang dimaksud dengan bimbingan adalah bantuan yang
diberikan kepada invidu untuk dapat memilih,
mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan serta
dapat memajukan jabatan yang dipilihnya itu Frank Parson,
(dalam Prayitno, 2015). Rumusan ini mengadung 3 hal pokok,
yaitu bimbingan: 1) diberikan kepada inidividu, 2)
mempersiapkan individu memasuki suatu jabatan. 3)
menyiapkan individu agar menvapai kemajuan dalam jabatan.
2) Rumusan Chiskolm (dalam Prayitno 2015) mengemukakan
bahwa bimbingan adalah membantu setiap individu untuk
lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya.
3) Rumusan Lefever dalam Mc Danel (1959) menjelaskan bahwa
bimbingan adalah bagian dari proses Pendidikan yang teratur
dan sistematik guna membantu pertumbuhan anak muda atas
kekuatannnya dalam menentukan dan mengarahkan
hidupnya sendiri, yang pada akhirnya dapat memperoleh
pengalaman-pengalaman yang dapat memberikan
sumbangan yang berarti bagi masyarkat.
4) Rumusan Mortensen & Schmuller (1976) bimbingan diartikan
sebagai bagian dari keseluruhan Pendidikan yang membantu
menyediakan kesempatan-kesempatan pribadi dan layanan
ahli dengan cara mana setiap individu dapat mengembangkan
kemampuan-kemampuan dan kesangggupan sepenuh-
penuhnya sesuai dengan ide-ide demokrasi.
5) Crow & Crow (dalam Prayitno: 2015) mengemukakan bahwa
bimbingan adalah bantuan yang diberikan oeleh seseorang,
laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang
memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu
setiap usia untuk membantu mengatur kegiatan hidupnya
sendiri, mengembangkan padangan hidupnya sendiri,
membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya
sendiri.

26
6) Jones, Staffire & Stewart (dalam Prayitno 2015)
mengemukakan bimbingan adalah bantuan yang diberikan
kepada individu dalam membuat pilihan-pilihan dan
penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana. Bantuan ini
berdasarkan prinsip demokrasi yang merupakan tugas dan
hak setiap individu untuk memilih jalan hidupnya sendiri
sejauh tidak mencampuri hak orang lain.
7) Bimbingan juga merupakan layanan yang bersifat profesi hal
yang diberikan oleh para konselor yang memiliki latar
belakang pendidikan, dan keahlian di bidang bimbingan dan
konseling.
8) Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan oleh konselor
yang memiliki kompetensi (profesional) kepada individu dari
berbagai tahapan usia untuk membantu mereka
mengarahkan kehidupannya, mengembangkan pandangan
hidupnya, menentukan keputusan bagi dirinya, dan
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, (Laksmi, 2003:
3).

Dari berbagai pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut,


pada prinsipnya mengandung berbagai unsur pokok sebagai berikut:

1) Pelayanan bimbingan merupakan suatu proses. Ini berarti


bahwa pelayanan bimbingan bukan sesuatu yang sekali jadi,
melainkan melaui liku-liku sesuai dengan dinamika yang
terjadi dalam pelayanan ini.
2) Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan. Bantuan
di sini tidak diartikan sebagai bantuan materiel (seperti uang,
hadiah, benda, dan sumbangan, dan lain-lain) melainkan
bantuan yang bersifat menunjang bagi pengembangan pribadi
bagi inidivu yang dibimbing.
3) Pemecahan masalah dalam bimbingan dilakukan oleh dan
atas kekuatan klien sendiri. Dalam kaitan ini, tujuan
bimbingan adalah memperkembangkan kemampuan klien
(orang yang diberi bimbingan) untuk dapat mengatasi
masalah-masalah yang sedang dihadapi dan akhirnya dapat
mecapai kemandirian.

27
4) Bantuan diberikan kepada individu, baik secara perorangan
ataupun kepada kelompok. Sasaran pelayanan bimbingan
adalah orang yang diberi bantuan, baik orang seseorang
secara individul maupun secara kelompok.
5) Bimbingan dilaksanakan dengan menggunakan berbagi
bahan, interaksi, nasehat, ataupun gagasan, serta alat-alat
tertentu baik yang berasal dari diri klien sendiri, konselor,
maupun lingkungan.
6) Bimbingan tidak hanya diberikan kepada kelompok-
kelompok umur tertentu saja, tetapi meliputi semua usia,
mulai dari anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Dengan
demikian bimbingan dapat diberikan di semua lingkungan
kehidupan, di dalam keluarga, di sekolah, dan di luar sekolah
7) Bimbingan diberikan oleh orang-orang yang ahli, yaitu orang-
orang yang memiliki kepribadian yang terpilih dan telah
memperoleh Pendidikan serta latihan yang memadai dalam
bidanhg bimbingan dan konseling.
8) Pembimbing tidak selayaknya memaksakan keinginan-
keinginannya kepada klien karena klien memiliki hak dan
kewajiban untuk menentukan arah dan jalan hidupnya
sendiri.
9) Bimbingan hendaknya dilaksanakan sesuai dengan norma-
norma yang berlaku. Hal ini berarti bahwa upaya bimbingan,
baik bentuk, isi, maupun tujuan serta aspek-aspek
penyelenggaraannya tidak bertentangan dengan norma-
norma yang berlaku. Namun justru harus menunjang
kemampuan konseli untuk mengikuti norma-norma tersebut.
Norma tersebut dapat berupa: aturan, nilai dan ketentuan
yang bersumber dari agama, adat, hukum, ilmu, dan kebiasaan
yang berlaku di masyarakat.

Berdasar atas ciri-ciri pokok tersebut di atas, maka yang


dimaksud dengan bimbingan adalah proses pemberian bantuan
yang dilakukan oleh seorang yang ahli kepada seseorang atau
beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa,
agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan
dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan
28
individu yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-
norma yang berlaku.

2. Pengertian Konseling

Secara etimologis. Istilah konseling berasal dari bahasa Latin,


yaitu “Consilium” yang berarti “dengan“ atau “bersama” yang
dirangkai dengan kata “menerima” atau “memahami”. Apakah yang
dimaksud dengan konseling? Tidak mudah menjawab pertanyaan ini,
apalagi kalau jawaban itu harus bisa diterima dan memuaskan semua
pihak yang berkepentingan dengan istilah tersebut. Sebagaimana
dengan istilah bimbingan, istilah konselingpun mengalami
perubahan dan perkembangan. Kutipan di bawah ini akan
menampilkan perkembangan sejumlah rumusan konseling yang
telah dikutip oleh Prayitno dan Amti.E. (2015).

1) Pendapat Jones (1951) konseling adalah kegiatan dimana


semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa
difokuskan pada maalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh
yang bersangkutan, di mana ia diberi bantuan pribadi dan
langsung dalam pemecahan masalah itu. Rumusan ini
mengandung arti bahwa: (1) konseling terdidiri atas kegiatan
pengungkapan fakta atau data tentang siswa, serta
pengarahan kepada siswa untuk dapat mengatasi sendiri
masalah-masalahnya, (2) bantuan itu diberikan secara
langsung kepada siswa, (3) tujuan konseling itu adalah agar
siswa dapat mencapai perkembangan yang semakin baik.
2) Pendapat Shertzer dan Stone (1974) konseling adalah
interaksi yang terjadi antara dua orang individu, masing-
masing disebut konselor dan klien, yang terjadi dalam suasana
yang profesional, dilakukan dan dijaga sebagai alat
memudahkan perubahan-perubahan dalam tingkah laku
klien. Rumusan ini mengandung makna bahwa: (1) konseling
merupakan interaksi antara dua orang individu masing-
masing disebut konselor dan klien, (2) dilakukan dalam
suasan professional, (3) berfungsi dan bertujuan sebagai alat
untuk memudahkan perubahan perilaku.

29
3) Pendapat McCleland dalam Sertzer dan Stone (1974)
konseling adalah suatu proses yang terjadi dalam hubungan
tatap muka antara seorang individu yang terganggu oleh
karena masalah-masalah yang tidak dapat diatasi sendiri
dengan seorang pekerja yang profesional, yaitu orang yang
telah terlatih dan berpengalaman membantu orang lain
mencapai pemecahan-pemecahan terhadap berbagai jenis
kesulitan pribadi. Rumusan ini mengandung makna bahwa (1)
konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan, (2)
dilakukan dalam suasan hubungan tatap muka, (individu yang
dikonseling adalah individu yang sedang mengalami
gangguan atau masalah, (4) dilakukan oleh seorang ahli
(profesional), (5) bertujuan untuk mengatasi masalah.
4) Devision of Counseling Psychology. Konseling adalah suatu
proses membantu individu untuk mengatasi hambatan-
hambatan perkembangan dirinya, dan untuk mencapai
perkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya.
Rumusan ini mengandung makna (1) konseling merupakan
suatu proses pemberian bantuan, (2) bantusan diberikan
kepada individu yang sedang mengalami gangguan atau
hambatan dalam mencapai proses perkembangnya, (3)
konseling dapat dilakukan setiap waktu, (4) konseling
bertujuan agar individu dapat mencapai perkembangnnya
secara optimal.
5) Tolbert mengemukakan bahwa konseling adalah hubungan
pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang
dalam mana konselor melalui hubungan itu menyediakan
situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami
diri sendiri, keadaannnya sekarang, dan kemungkinan
keadaan yang akan datang, lebih lanjut konseli dapat belajar
bagaimana memecahkan masalah-masalah yang sedang
dihadapinya, dan akhirnya mampu menemukan kebutuhan-
kebutuhan yang akan dating. Rumusan ini memiliki makna:
(1) konseling dilakukan dalam suasana hubungan tatap muka,
(2) konseling dilakukan oleh orang yang ahli, (3) konseling
merupakan proses belajar bagi klien, yiatu belajar memahami

30
diri sendiri, membuat rencana masa depan, dan mengatasi
masalah-masalahnya.

Dengan memperhatikan satu-persatu rumusan-rumusan


tersebut walaupun disajikan dengan gaya yang berbeda-beda,
namun diantara rumusan-rumusan tersebut terdapat beberapa
keasamaan. Kesamaan tersebut menyangkut ciri-ciri pokok
konseling yaitu:

1) Konseling melibatkan dua orang yang saling berinteraksi


dengan jalan mengadakan komunikasi langsung,
mengemukakan dan memperhatikan dengan saksama isi
pembicaraan, gerakan-gerakan isyarat, pandangan mata,
dan gerakan-gerakan lain dengan maksud meningkatkan
pemahaman kedua belah pihak yang terlibat di dalam
interaksi itu.
2) Interaksi antara konseli dan konselor berlangsung dalam
waktu yang relatif lama dan terarah pada pencapaian
tujuan. Berlainan dengan pembicaraan biasa.
3) Tujuan dari hubungan konseling adalah terjadinya
perubahan pada tingkah laku klien. Konselor memusatkan
perhatiannya kepada konseli dengan mencurahkan segala
daya dan upayanya demi perubahan pada diri klien, yaitu
perubahan ke arah yang lebih baik, teratasinya masalah
yang sedang dihadapi klien.
4) Model interaksi di dalam konseling itu terbatas pada
dimensi verbal, yaitu konselor dan konseli saling
berbicara. Konseli berbicara tentang pikiran-pikirannya,
tentang perasaan-perasaannya, tentang perilaku-
perilakunya, dan banyak lagi tentang dirinya. Sedangkan
di pihak konselor, mendengarkan dan menanggapi hal-hal
yang dikemukakan oleh konseli dengan maksud agar
konseli memberikan reaksinya dan berbicara lagi lebih
lanjut. Keduanya terlibat dalam memikirkan, berbicara
dan mengemukakan gagasan-gagasan yang akhirnya
bermuara pada teratasinya masalah klien.

31
5) Konseling merupakan proses yang dinamis, artinya
individu konseli dibantu untuk dapat mengembangkan
dirinya, mengembangkan kemampuan-kemapuannya
dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi klien.
6) Konseling didasari atas penerimaan-penerimaan konselor
secara wajar tentang diri klien, yaitu atas dasar
penghargaan terhadap harkat dan martabat klien.

Atas dasar ciri-ciri pokok tersebut di atas, dapat dirumuskan


dengan singkat bahwa yang dimaksud dengan konseling adalah
“suatu proses memberi bantuan yang dilakukan melalui
wawancara konseling oleh seorang ahli (yang disebut konselor)
kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut
klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi
oleh klien”

Dalam wawancara konseling itu klien atau konseli


mengemukakan masalah-masalah yang sedang dialami kepada
konselor, dan konselor menciptakan suasana hubungan yang
akrab dengan menerapkan prinsip-prinsip dan Teknik-teknik
wawancara konseling sedemikian rupa sehingga masalahnya
terjelajahi segenap seginya dan pribadi klien terangsang untuk
mengatasi masalah yang sedang dihadapinya dengan
menggunakan kekuatannya sendiri. Proses konseling pada
dasarnya adalah usaha menghidupkan dan mendayagunakan
secara penuh fungsi-fungsi yang minimal secara potensial. Jika
fungsi ini berjalan dengan baik dapat diharapkan dinamika klien
akan kembali berjalan dengan wajar mengarah kepada tujuan
yang positif.

D. Persamaan dan Perbedaan antara Bimbingan dan Konseling

Dengan memperhatikan pengertian bimbingan dan konseling di atas,


ada tiga pertanyaan pokok yang perlu dijawab.

1. Apakah bimbingan dan konseling itu merupakan istilah yang


sama saja?

32
2. Apakah bimbingan dan konseling itu memiliki perbedaan yang
nyata antara yang satu dengan yang lain?
3. Apakah bimbingan dan konseling saling berhubungan antara
yang satu dengan yang lain?

Berkenaan dengan pertanyaan ini, dapat dijelaskan bahwa ada tiga


pandangan tentang hubungan bimbingan dan konseling.

1. Pandangan pertama berpendapat bahwa kedua istilah itu adalah


identik atau sama saja, tidak ada perbedaan yang mendasar
antara keduanya.
2. Pandangan kedua berpendapat bahwa bimbingan merupakan
dua istilah yang berbeda, baik dasar-dasar maupun cara kerjanya.
Menurut pandangan ini bimbingan dianggap sama dengan
pendidikan; sedangkan konseling dianggap sama dengan
psikoterapi, yaitu usaha untuk menolong individu yang
mengalami masalah yang serius.
3. Pandangan ketiga mengatakan bahwa bimbingan merupakan
kegiatan yang terpadu

Kedua istilah itu tidak terpisah satu sama lain, sehingga istilah
bimbingan selalu dirangkaikan dengan istilah konseling. Berkenaan
dengan pandangan ketiga ini, Downing (1998); Hansen, Stefic, dan
Warner (1977) sebagaimana yang dikemukakan oleh Prayitno (2015)
menyatakan bahwa bimbingan adalah suatu pelayanan khusus yang
terorganisasikan dan teritegrasikan ke dalam program sekolah untuk
menunjang perkembangan siswa secara optimal. Sedangkan konseling
menyangkut usaha pemberian bantuan kepada siswa secara perorangan
dalam mempelajari cara-cara baru guna penyesuaian diri. Lebih lanjut,
Moser dan Moser (dalam Prayitno,2015) menyatakan bahwa di dalam
keseluruhan pelayanan bimbingan, konseling dianggap sebagai inti dari
proses pemberian bantuan. Sejalan dengan ini Mortensen dan Schmuller
(dalam prayitno: 2015) lebih tegas menyatakan bahwa konseling adalah
jantung hatinya program bimbingan.

Pertanyaan berikut yang timbul dari uraian di atas adalah manakah


di antara ketiga pandangan itu yang benar? Jawaban secara pasti tidak

33
dapat dikemukakan, karena masing-masing memiliki alasan dan latar
belakang yang berbeda. Tetapi sebagai pegangan bagi kita dengan
memperhatikan literatur-literatur yang ada dan praktek bimbingan dan
konseling di sekolah-sekolah, kiranya pandangan ketiga lebih banyak
diterapkan oleh para ahli di sekolah dan masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, bimbingan dan konseling memiliki


persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan sebagaimana
diuraikan di bawah ini.

1. Persamaan antara Bimbinganan Konseling

Istilah bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki


persamaan-persamaan tertentu. Persamaan yang lebih jelas antara
keduanya terletak pada tujuan yang hendak dicapai, yaitu sama-sama
berusaha untuk memandirikan inidividu, sama-sama diterapkan
dalam program persekolahan, dan sama-sama mengikuti norma-
norma yang berlaku di lingkungan masyarakat tempat kedua
kegiatan itu diselenggarakan. Dengan kata lain, bimbingan itu
merupakan satu kesatuan dengan konseling yang mana konseling
berada dalam kesatuan bimbingan tersebut.

2. Perbedaan antara Bimbingan dan Konseling

Berdasarkan atas ulasan secara panjang lebar tentang pengertian


bimbingan dan konseling tersebut dia atas maka dapatlah
dikemukakan perbedaan antara kedua istilah tersebut. Seperti yang
digambarkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1.1 Perbedaan Antara Bimbingan Dan Konseling

SEGI BIMBINGAN KONSELING


Ruang lingkup Lebih luas karena kuratif
mencakup usaha
preventif, kuratif,
preseveratif.
Masalah Menangani hal-hal Menitikbertakan
yang non pada masalah-
emosional, masalah emosional

34
SEGI BIMBINGAN KONSELING
misalnya: masalah
belajar, pemilihan
jurusan, persiapan
pekerjaan.
Tujuan Mengutamakan Mengutamakan
pencegahan agar pemecahan
siswa terhindar permasalah siswa
dari permasalahan agar siswa mampu
mengatasi
permasalahan yang
mereka hadapi.
Layanan Secara kelompok Lebih bersifat
meskipun kadang individual,
bisa secara walaupun kadang
individual berkelompok
Fungsi Preventif dan Selain memiliki
pengembangan fungsi-fungsi
bimbingan tetapai
lebih fokus pada
kuratif,
Peranan Membantu Membantu
pencapaian berlangsungnya
program dan perkembangan
tujuan pendidikan pribadi siswa
secara sehat
Petugas Guru bidang studi, Konselor yang
wali kelas, kepala harus
sekolah yang berpendidikan
pernah khusus yaitu
mendapatkan sarjana Bimbingan
pengetahuan dan Konseling.
mengenai dasar-
dasar praktis
bimbingan di
sekolah

35
E. Beberapa Kesalahpahaman tentang Bimbingan dan Konseling di
Sekolah

Secara formal keberadaan Bimbingan dan Kosenling di sekolah sudah


dimulai sejak diberlakukannnya Kurikulum 1975, sehingga eksistensi
Bimbingan dan konseling di sekolah tidak diragukan lagi. Namun gaung
pelaksanaan bimbingan dan konseling hingga kini masih banyak ditemui
beberapa. Kesalahpahaman ini bila dianalisis akan diketahui bahwa
salah satu penyebabnya adalah di samping kurang professional konselor
(guru pembimbing), juga bisa disebabkan adanya (miskonsepsi) tentang
bimbingan dan konseling oleh guru bidang studi, kepala sekolah maupun
staf sekolah yang lain.

Prayitno (2015) mengemukakan beberapa kesalahpahaman


bimbingan dan konseling yang sering dijumpai di lapangan adalah
sebagai berikut:

1. Layanan bimbingan dan konseling hanya bagi para siswa yang


bermasalah
Pendapat ini memberi kesan bahwa layanan bimbingan dan
konseling hanya ditujukan kepada siswa yang memiliki masalah
saja, siswa yang nakal, melanggar tata tertib, suka membolos,
terlambat membayar SPP, melanggar tata tertib. Padahal pada
dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada
setiap siswa di sekolah, baik yang sudah memiliki permasalahan
maupun yang tidak sedang memiliki permasalahan apapun. Bagi
yang sudah memiliki permasalahan, tentulah dalam rangka
pengentasan akan permasalahnnya. Namun bagi yang sedang
tidak memiliki permasalahan, layanan bisa dalam rangka
mencegah terjadinya permasalahan siswa. Berdasarkan
kenyataan tersebut sebaiknya konselor berusaha untuk
membantu siswa baik yang bermaslah maupun yang tidak.
2. Bimbingan dan konseling semata-mata sebagai pemberian nasehat
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa
nasehat. Pemberian nasehat hanyalah merupakan salah satu atau
sebagian kecil dari kegiatan bimbingan dan konseling. Karena
pada dasarnya bimbingan dan konseling tidak hanya berlangsung

36
sepihak saja, tetapi kedua belah pihak, klien dan konselor sama-
sama aktif memecahkan masalah. Melalui bimbingan dan
konseling konselor mengajak klien menentukan pilihannya
sendiri dan memutuskan sendiri apa yang akan dikerjakannya.
3. Bimbingan dan konseling melayani orang yang sakit dan kurang
normal

Kesan ini sering muncul di kalangan siswa bahwa bila ada siswa
yang datang kepada konselor dia akan diberi cap sebagai anak
yang sakit atau sebagai anak yang abnormal. Kesan ini muncul
mungkin karena konselor dalam membantu siswa kurang
profesional. Untuk itu maka konselor harus memberikan
sosialisasi tentang tentang tugas dan tanggung jawab konselor,
tentang program kerja layanan bimbingan dan konseling,
terutama program layanan bimbingan dan konseling yang berisi
tentang rencana kerja bagi siswa di sekolah termasuk di
dalamnya program kerja untuk kegiatan yang berfungsi preventif.
4. Konselor dianggap sebagai polisi sekolah
Masih banyak anggapan bahwa konselor adalah orang yang
bertindak sebagai polisi sekolah, yaitu orang yang harus menjaga
tata tertib sekolah, disiplin, dan keaman sekolah. Kesan ini
muncul karena sering diketahui bahwa barang siapa yang
melanggar tata tertib sekolah harus berurusan dengan konselor.
Sampai saat ini masih ada konselor yang merangkap sebagai
penegak disiplin, bertugas memberi sanki kepada siswa yang
melanggar tata tertip sekolah. Untuk itu maka sebaiknya petugas
kedisiplinan di sekolah bukan dirangkap oleh konselor, tetapi
oleh personil lain yang bertanggung jawab lansung terhadap tata
tertib.
5. Konselor yang harus aktif sedangkan klien pasif
Hal yang sebenarnya bukanlah yang demikian karena proses
bimbingan adalah proses yang sistematis artinya konselor
bertugas memberikan beberapa alternatif jalan keluar dan
biarkanlah klien yang akan memilih dan menentukan cara
pemecahan permasalahannya.

37
6. Adanya anggapan bahwa layanan bimbingan dan konseling dapat
dilakukan oleh siapa saja
Pandangan seperti ini muncul karena adanya anggapan bahwa
pekerjaan bimbingan dan keonseling sekedar memberikan
nasehat saja. Padahal layanan bimbingan dan konseling adalah
pekerjaan yang profesioan, sehingga hanya bisa dilakukan oleh
orang-orang yang memiliki pendidikan khusus yaitu lulusan dari
jurusan bimbingan dan konseling.
7. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
Dalam bimbingan dan konseling proses pemecahan masalah
bukanlah seperti resep dalam bidang medis. Cara pemecahan
masalah dalam bidang bimbingan dan konseling harus
memperhatikan inidividu yang dibimbing sehingga harus dikaji
secara mendalam walaupun masalah klien tampak sama.
8. Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani
masalah-masalah incidental
Memang sering terjadi pelayanan bimbingan dan konseling
bertitik tolak dari masalah yang sedang dirasakan klien sekarang
yang sifatnya dadakan (tiba-tiba). Namun pada hakekatnya
pelayanan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas,
yaitu yang lalu, sekarang, dan yang akan datang. Di samping itu
konselor tidak seyogyanya menunggu saja klien yang datang dan
mengemukakan masalahnya. Untuk keperluan itu guru
bimbingan dan konseling harus terus menerus memasyarakatkan
dan membangun suasana bimbingan dan konseling. Guru
bimbingan dan konseling yang bertugas di sekolah harus
menyusun program pelayanan bimbingan secara menyeluruh
dan berkisnambungan dari waktu ke waktu, dimana program
pelayanan bimbingan dan konseling harus disusun berdasarkan
need assessment (analisis kebutuhan siswa) dan tugas-tugas
perkembangan siswa di sekolah.
9. Guru Bimbingan dan Konseling bekerja sendiri
Layanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak akan bisa
berjalan efektif dan mencapai tujuan secara maksimal tanpa
adanya peran serta semua kompenen di sekolah, yaitu guru
bidang studi, wali kelas, kepala sekolah, dan staf adnimistrasi,

38
Kerja sama dengan orang tua siswa juga sangat dianjurkan karena
waktu anak terbanyak justru di rumah bersama orang tua.
10. Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus
segera dilihat
Disadari bahwa semua pihak menghendaki agara masalah yang
dihadapi oleh klien segera mungkin dapat diatasi, hasilnyapun
hendaknya dapat dilihat dengan segera. Namun harapan itupun
sering kali tidak terkabul. Pengubahan pandangan ataupun sikap
ataupun perilaku seringkali harus melalui suatu proses yang
mungkin bisa berlangsung beberapa hari, minggu, dan bahkan
bulan. Oleh karena itu, dalam hal ini bagi orang-orang yang
menginginkan hasil segera tampak akan menjadi kecewa dan
kekecewaan itu justru akan mementahkan usaha-usaha
pengubahan pandangan, sikap, dan perilaku yang diinginkan.
11. Memusatkan usaha bimbingan dan konseling hanya pada
penggunaan instrumen
Perlengkapan dan sarana utama yang pasti dan dapat
dikembangkan pada diri konselor adalah ketrampilan pribadi.
Dengan kata lain, instrumen (alat-alat tes, inventori, angket, dan
sebagainya) hanyalah sekedar membantu. Ketiadaan alat-alat
tersebut tidak boleh menghambat dan mengganggu apalagi
melumpuhkan sama sekali pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah. Oleh karena itu konselor tidak boleh menjadikan
ketiadaan alat-alat (instrument) itu sebagai alasan atau dalih
untuk mengurangi apalgi tidak melaksanakan layanan bimbingan
dan konseling di sekolah.
12. Bimbingan dan konseling hanyalah menangni masalah yang
dianggap ringan
Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang sangat relatif,
seringkali masalah seseorang dianggap ringan dan sepele, namu
setelah dilakukan analisis secara mendalam ternaya masalah
orang tersebut kompleks dan sangat berat. Demikian sebaliknya,
masalah seseorang kelihatanya sangat berat, namun setelah
dilakukan analisis secara mendalam ternyata masalahnya
sederhana dan ringan. Menyikapi keadaan ini maka perlu
diketahui bahwasannya tugas guru bimbingan dan konseling di

39
sekolah yang paling penting adalah membantu memecahkan
masalah siswa sampai tuntas. Namun perlu diketahui bahwa guru
bimbingan dan konseling juga memiliki keterbatasan, jadi apabila
ada masalah siswa di luar kemampuannnya maka guru
bimbingan dan konseling perlu mereferal kepada para ahli yang
berkompeten.

F. Ringkasan

Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari


dimasukkannya Bimbingan dan Penyuluhan pada setting sekolah.
Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu
hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Malang
1960.

Peranan bimbingan dan konseling di sekolah semakin mendapat


perhatian dan posisi yang kuat sejak tahun 1971 yaitu dengan
beridirinya Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) yang
dilanjutkan dengan lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah
Atas yang di dalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Kurikulum 1975 berisi layanan Bimbingan dan Penyuluhan sebagai
salah satu dari wilayah layanan dalam sistem persekolahan mulai dari
jenjang SD sampai dengan SMA yaitu pembelajaran yang didampingi
layanan Manajemen dan Layanan Bimbingan dan Konseling. Dengan
diterbitkannya perundang-undangan, peraturan pemerintah, dan
peraturan Menteri Pendidikan sejak tahun 1960 an hingga saat ini
membuktikan bahwa pamerintah merasa melalui Menteri
pendidikannya merasa bahwa pelayanan Bimbingan dan Konseling
sangat dibutuhkan dalam proses penyelenggaraan Pendidikan di
sekolah. Dengan diterbitkannnya Permendikbud No. 111 tahun 2014
tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah. Secara resmi mulai diterapkannya pola
Bimbingan dan Konseling Komprehensif, sebagaimana diisyaratkan
dalam Pasal 6 ayat 1 yang menyebutkan bahwa: “Komponen layanan
Bimbingan dan Konseling memiliki 4 (empat) program yang mencakup:
(a) layanan dasar; (b) layanan peminatan dan perencanaan individual;
(c) layanan responsif; dan (d) layanan dukungan sistem”.

40
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu bidang pelayanan
yang sangat diperlukan dalam proses pelaksanaan program Pendidikan
formal di sekolah. Kebutuhan pelaksanaan bimbingan dan konseling
berlatar belakang beberapa aspek, yaitu aspek psikologis, sosial budaya,
ilmu pengetahuan dan teknologi, dan paedagogies. Bimbingan sendiri
dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan
oleh seorang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu,
baik anak-anak, remaja, maupun dewasa, agar orang yang dibimbing
dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan
memanfaatkan kekuatan individu yang ada dan dapat dikembangkan
berdasarkan norma-norma yang berlaku. Adapun konseling dapat
diartikan sebagai suatu proses memberi bantuan yang dilakukan melalui
wawancara konseling oleh seorang ahli (yang disebut konselor) kepada
individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang
bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.

Konsepsi bimbingan dan konseling ternyata mengalami


perkembangan dari waktu ke waktu. Pada awalnya istilah bimbingan
berdiri sendiri dan di dalamnya tidak mengandung pengertian konseling.
Pada periode berikutnya istilah bimbingan dan konseling dipakai
sacara bersamaan dan yang satu memuat yang lain. Pada perkembangan
lebih lanjut istilah konseling berdiri sendiri dan sekaligus memuat
pengertian bimbingan. Ke dua istilah bimbingan dan konseling dalam
pelaksanaannya di sekolah senantiasa digunakan secara bersamaan,
namun kedua istilah itu memiliki persamaan dan perbedaan bila dilihat
dari berbagai aspek.

Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah sama-sama


bertujuan untuk membantu siswa dalam mencapai tingkat
perkembangan seoptimal mungkin. Namun kedua istilah ini memiliki
perbedaan bila ditinjau dari ruang lingkup, masalah, tujuan, layanan,
fungsi, peranan, dan petugas. Sebagai komponen yang terpadu dalam
sistem pendidikan, bimbingan dan konseling memfasilitasi
perkembangan peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian,
dalam wujud kemampuan memahami diri dan lingkungan, menerima
diri, mengarahkan diri, dan mengambil keputusan, serta merealisasikan

41
diri secara bertanggung jawab, sehingga tercapai kebahagiaan dan
kesejahteraan dalam kehidupannya.

G. Pertanyaan dan Tugas


1. Jelaskan pengertian bimbingan dan pengertian konseling yang di
dalamnya terdapat unsur-unsur pokok pengertian bimbingan dan
pengertian konseling, sehingga dapat mengurangi terjadinya
kesalahpahaman terhadap arti bimbingan dan arti konseling itu
sendiri
2. Berikan penjelasan tentang persamaan dan perbedaan antara
bimbingan dan konseling.
3. Jelaskan, tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan
oleh siswa yang berada dalam masa remaja
4. Jelaskan urgensi bimbingan dan kosneling di sekolah.
5. Jelaskan faktor-faktor apa saja yang melatar belakangi perlunya
bimbingan dan konseling di sekolah. Sertailah contoh peristiwa
dalam kehidupan di sekolah yang dapat memperjelas jawaban
saudara.
6. Diskusikan dengan teman-teman, berbagai permasalahan yang
dapat terjadi apabila di sekolah (pada zaman sekarang) tidak
terdapat pelayanan bidang bimbingan dan konseling.

H. Daftar Pustaka
Direktorat jendral Peningkatan Mutu Pendidikan dan tenaga
Pendidikan Nasional, (2007), Rambu-Rambu Penyelenggaran
Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta,
Dirjen Dikti.
Gladding, S.t. (2012), Konseling Profesi yang Menyeluruh, Edisi
Keenam, Jakarta, Pt Indeks.
Gibson, R.L & Mithcell, M.H. (2011), Bimbingan dan Konseling, Edisi
Ketujuh, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Hurlock, E.B. (1980) Psikologi Perkembangan, Suatau Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta, Erlangga.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Guru
dan Tenaga Kependidikan dan Kebudayaan (2016), Panduan
Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Sekolah
Menengah Atas (SMA)
42
Permendikbud No. 111 tahun 2014, (2014), Tentang Bimbingan dan
Konseling di Sekolah Dasar dan Menengah
Prayitno dan Amti, E. (2015), Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling,
Edisi Revisi, Jakarta, Rineka Cipta.
Supriatna, M. (2013) Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi,
Orientasi Dasar Perkembangan Profesi, Edisi Revisi, Jakarta, Raja
Grapindo Persada.
Sutirna, (2013), Bimbingan dan Konseling Pendidikan Formal, Non
formal, dan Informal, Yogyakarta, Andhi.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.

43
BAB II

URGENSI DAN KEDUDUKAN


BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN FORMAL

A. Urgensi Bimbingan dan Konseling

Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di


Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak
adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari
atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi
peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu
mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas
perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial,
dan moral spiritual). Konseli sebagai seorang individu yang sedang
berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu
berkembang ke arah kematangan atau kemandirian.

Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan


bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau
wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam
menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu
keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu
berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain,
proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus,
atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik,
psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah
perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat
mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat.

Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar


jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan
perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi
(kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau
penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga
mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di
antaranya: pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan
kotakota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi
teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan
perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri. Iklim

44
lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti: maraknya tayangan
pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi,
minuman keras, dan obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol;
ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan dekadensi moral
orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup
konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari
kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata
tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras, menjadi
pecandu Narkoba atau NAPZA

(Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja,


narkotika, ectasy, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan pergaulan
bebas (free sex). Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak
diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia
Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan
pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3)
memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan
jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri,
serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.

Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang


mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa
memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah
pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Upaya menangkal dan
mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti disebutkan,
adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka
secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi
kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan
konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data
tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif
atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya
secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang
instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling.

Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan


instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling,
hanya akan menghasilkan siswa yang pintar dan terampil dalam aspek
akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam
aspek kepribadian. Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma

45
pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang
berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor,
kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif.
Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental
Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif.

B. Kedudukan Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan Formal

Pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal


telah dipetakan secara tepat dalam kurikulum 1975, meskipun ketika itu
masih dinamakan layanan bimbingan dan penyuluhan pendidikan, dan
layanan di bidang pembelajaran yang dibingkai dalam kurikulum.
Terdapat tiga wilayah dalam penyelenggaraan Pendidikan di sekolah,
yaitu:

1. Wilayah atau Bidang Manajemen dan Kepemimpinan


Wilayah ini meliputi berbagai fungsi berkenaan dengan tanggung
jawab dan pengambilan kebijaksanaan serta bentuk-bentuk
kegiuatan pengelolaan dan manajemen sekolah seperti
perencanaan, pengadaan dan pengembangan staf, prasarana dan
sarana fisik dan pengawasan.
2. Wilayah atau Bidang Pembelajaran yang Mendidik
Wilayah ini meliputi semua bentuk pengembangan kurikulum
dan pelaksanaan pengajaran yaitu penyampaian dan
pengembangan pengetahuan, keterampilan, sikap dan
kemampuan berkomunikasi peserta didik.
3. Bidang Bimbingan dan Konseling

Bidang ini meliputi berbagai fungsi dan kegiatan yang mengacu


kepada pelayanan kesiswaan secara individual agar masing-masing
peserta didik dapat berkembang sesuai dengan bakat, minat, potensi,
dan tahap-tahap perkembangannya.

Kendatipun ketiga wilayah / bidang tersebut tampaknya terpisah


antara satu dengan yang lain, namun semuanya memiliki arah yang
sama. Yaitu memberikan kemudahan bagi pencapaian perkembangan
yang optimal peserta didik. Antara bidang yang satu dengan lain terdapat
hubungan yang saling isi mengisi. Pelayanan bimbingan dan konseling
dapat memberikan sumbangan yang berarti terhadap pengajaran.
Misalnya proses belajar mengajar akan berjalan dengan lancar dan
efektif apabila siswa terbebas dari masalah-masalah yang mengganggu
proses belajarnya. Pembebasan masalah-masalah siswa tersebut
dilakukan melalui pelayanan bimbingan dan konseling. Lebih jauh lagi,
46
materi layanan bimbingan dan konseling dapat dimanfaatkan oleh guru
untuk penyesuaian pengajaran dengan individualitas siswa. Demikian
juga terhadap administrasi dan supevisi, bimbingan dan konseling dapat
memberikan sumbangan berarti, misalnya dalam kaitannya dengan
penyusunan kurikulum, pengembangan program-program pengajaran,
pengambilan kebijakan yang tepat dalam rangka penciptaan iklim yang
benar-benar menunjang bagi pemenuhan kebutuhan dan perkembangan
siswa.

Sebaliknya, bidang pengajaran dan administrasi dapat memberikan


sumbangan yang besar bagi suksesnya bidang bimbingan dan konseling.
Bidang kurikulum dan pengajaran merupakan lahan yang efektif bagi
terlaksananya di dalam praktek materi-materi layanan bimbingan dan
konseling. Pelaksanaan pengajaran yang sehat dan mantap akan
memberikan sumbangan yang besar bagi pencegahan timbulnya
masalah siswa, dan juga merupakan wahana bagi pengetahuan masalah-
masalah siswa. Pengajaran perbaikan dan pemberian bantuan materi
pengayaan merupakan bentuk layanan bimbingan yang diselenggarakan
melalui kegiatan pengajaran. Bidang administrasi dan supervisi
memberikan sumbangan besar bagi pelayanan bimbingan dan konseling
melaalui berbagai kebijakan dan pengaturan yang menghasilkan kondisi
yang memungkinkan berjalannya layanan–layanan itu secara optimal,
sehingga segenap fungsi-fungsi dan jenis layanan serta kegiatan
bimbingan dan konseling dapat terlaksana dengan lancar dan mencapai
sasaran.

Atas dasar uraian tersebut di atas, nampaklah bahwa suatu kegiatan


pendidikan yang baik dan ideal hendaknya mencakup ketiga bidang
tersebut. Pendidikan yang hanya menjalankan program kegiatan
pengajaran dan administratif saja tanpa memperhatikan pembinaan
siswa mungkin hanya akan menghasilkan individu yang cakap dan
bercita-cita tinggi, tetapi mereka kurang mampu dalam memahami
kemampuan atau potensi dirinya, dan tidak sanggup untuk mewujudkan
dirinya secara optimal. Melalui program layanan bimbingan dan
konseling yang baik dan benar, maka setiap siswa mendapat kesempatan
untuk mengembangkan setiap potensi dan kemampuan seoptimal
mungkin. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa bimbingan dan
konseling dapat mempertemukan antara kemampuan individu dengan
cita-citanya, dan juga dengan kondisi dan situasi lingkungan sekitarnya.

47
Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling akan lebih terasa
jika melihat berbagai keadaan yang terjadi di sekolah. Keadaan-keadaan
yang dimaksudkan misalnya adalah sebagai berikut.

1. Terdapat berbagai masalah dalam pendidikan yang tidak


mungkin diselesaikan oleh seorang guru. Misalnya; pengumpulan
data tentang siswa, pemberian layanan konseling, penyelesaian
masalah pribadi dan atau sosial siswa. Sedangkan guru lebih
memfokuskan pada tugas-tugas dan tanggung jawabnya dalam
proses kegiatan belajar dan pembelajaran.
2. Dalam situasi tertentu kadang-kadang terjadi perselisihan atau
konflik antara siswa dan guru, sehingga dalam situasi
pertentangan itu sangatlah sulit guru untuk menyelesaikannya.
Untuk itu perlulah adanya pihak ketiga atau pihak lain yang dapat
menyelesaikan konflik tersebut
3. Sering ditemukannya masalah-masalah pribadi siswa, sehingga
diperlukan seorang ahli khusus yang dapat membantu mengatasi
masalah tersebut, yaitu seorang konselor yang memang sudah
dididik untuk tugas penanganan masalah sesuai dengan langkah-
langkah yang benar. Sedangkan guru sudah diberi tanggung
jawab khusus dalam bidang pengajaran dan secara profesional,
guru tidak dibekali ilmu khusus untuk memecahkan masalah
yang dimaksudkan.

Atas dasar uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa bimbingan dan


konseling merupakan salah bidang kegiatan dalam penyelenggaraan dan
pelaksanaan proses pendidikan, yang secara terintegrasi bersama-sama
dengan bidang administrasi dan bidang kurikulum mewujudkan tujuan
pendidikan, yaitu membantu perkembangan peserta didik secara
optimal sesuai dengan potensi, bakat, minat, dan kemampuan peserta
didik.

Dalam Permendiknas No. 23/2007 dirumuskan Standar Kompetensi


Lulusan (SKL) yang harus dicapai peserta didik melalui proses
pembelajaran bidang studi, maka kompetensi peserta didik yang harus
dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah
kompetensi kemandirian untuk mewujdukan diri (self-actualization)
dan pengembangan kapasitasnya (capacity development) yang dapat
mendukung pencapaian kompetensi lulusan (sebagaimana dimaksud
dan dirumuskan dalam Permendiknas No. 23/2006 tentang SKL).
Persamaan, keunikan, dan keterkaitan wilayah layanan guru dan
konselor dapat digambarkan dalam Gambar 2. 1 berikut:

48
Perkembangan Optimum Siswa
Misi bersama guru
Standar Kompetensi
dan konselor dalam
Kemandirian utk Standar Kompetensi
memfasilitasi
mewujdudkan diri Lulusan mata
perkembangan
(akademik, karir, pelajaran
peserta didik
sosial, pribadi) (Pembelajaran
seutuhnya dan
(Bimbingan dan bidang studi)
pencapaian tujuan
Konseling)
pendidikan nasional
Wilayah
Wilayah Konselor Penghormatan Wilayah Guru
bersama
Gambar 2.1 Kesamaan dan Keunikan Wilayah Kerja Guru dan
Konselor

Telaah di atas menunjukkan bahwa pengembangan diri dalam


Permendiknas No. 22/2006 lebih merupakan wilayah penghormatan
bersama yang harus dilaksanakan oleh guru, konselor, dan tenaga
pendidik lainnya sebagai mitra kerja. Sementara itu bimbingan dan
konseling tetap memiliki wilayah layanan khusus dalam mendukung
realisasi diri dan pencapaian kompetensi peserta didik. Posisi wilayah
penghormatan bersama mengandung arti bahwa masalah-masalah
perkembangan siswa yang dihadapi guru pada saat pembelajaran
dirujuk kepada konselor untuk penanganannya, demikian pula masalah
yang ditangani konselor dirujuk kepada guru untuk menindak lanjutinya
apabila itu terkait dengan proses pembelajaran bidang studi.

Masalah kesulitan belajar siswa sesungguhnya akan lebih banyak


bersumber dari proses pembelajaran itu sendiri. Ini berati bahwa di
dalam proses pembelajaran, dan untuk membangun pembelajaran
bermutu, perlu ada fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang
diperankan guru di dalam proses pembelajaran. Jadi sesungguhnya tidak
ada wilayah yang betul-betul digarap bersama oleh guru dan konselor,
tapi keduanya menghadapi wilayah penghormatan bersama itu. Reposisi
optimum atas keberadaan bimbingan dan konseling di dalam struktur
kurikulum berdasarkan Permendiknas No. 22/2006 dapat dilukiskan
dalam Gambar 3 berikut ini.

49
Gambar 3. Posisi Bimbingan dan Konseling dan Kurikulum
(KTSP) dalam Jalur Pendidikan Formal

C. Keunikan dan Keterkaitan Tugas Guru dan Konselor

Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan peserta diidik secara


utuh dan optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus
dilaksanakan oleh guru, konselor dan tenaga pendidik lainnya sebagai
mitra kerja, sementara itu masing-masing pihak tetap memiliki wilayah
pelayanan khusus dalam mendukung realisasi diri dan pencapaian
kompetensi peserta didik. Dalam hubungan fungsional kemitraan antara
konselor dengan guru, santara lain dapat dilakukan melalui kegiatan
rujukan (referal). Masalah-masalah perkembagan peserta didik yang
dihadapi guru pada saat pembelajaran dirujuk kepada konselor untuk
penanganannya. Demikian pula masalah yang ditangani konselor dirujuk
kepada guru untuk mrenindak lanjutinya apabila itu terkait dengan
proses pembelajaran bidang studi. Secara rinci keterkaitan dan
kekhusuan layanan pembelajaran oleh guru dan layanan bimbingan dan
konseling oleh konselor dapat dilukiskan dalam matriks berikut.

50
Matriks 1
Kontribusi Unik dan keterkaitan Layanan Guru dan Konselor
Worldview Guru Konselor
Wilayah Gerak Khususnya Sistem Khususnya Sistem
Pendidikan Formal Pendidikan Formal
Tujuan Umum Pencapaian tujuan Pencapaian tujuan
pendidikan nasional pendidikan
nasional
1. Konteks Tugas Pembelajaran yang Layanan B & K yang
berdampak Mendididk menumbuhkan
melalui Mata pelajaran Kemandirian
dengan Skenario Guru dalam
Pengambilan
Keputusan oleh
Konseli mengenai
pendidikan dan
karier dengan
fasilitasi Konselor
Masalah yang terkait dengan mata masalah pribadi,
dihadapi pelajaran sosial, (sebagian)
Peserta didik belajar, karier
Hubungan Alih tangan sesuai Alih tangan sesuai
kerja hakekat masalah hakekat masalah
2. Target
Intervensi
Individual Minim Utama
Kelompok Pilihan strategis Pilihan strategis
Klasikal Utama Minim
3 Ekspektasi
Kinerja
Ukuran Pencapaian Standar Kemandirian
keberhasilan Kompetensi Lulusan Konseli dalam
Pengambilan
Keputusan dengan
Standar Ipsatif
Dampak Utama Minim
Langsung
tindak
intervensi
Dampak tidak Pilihan strategis Utama
langsung
51
Worldview Guru Konselor
tindak
intervensi
Pendekatan Optimasi pemanfaatan Pengenalan diri
umum Instructional Effects & oleh Konseli
Nurturant Effects melalui diperhadapkan
Mata Pelajatan, dalam dengan pengenalan
Pembelajaran yang lingkungan dalam
Mendidik, Skenario rangka pengatasan
tindakan diatur oleh masalah pribadi,
Guru (Wawasan sosial, (sebagian)
kependidikan guru) belajar, dan karier,
Skenario tindakan
merupakan hasil
transaksi yang
merupakan
keputusan
Konseli
(Worldview
konselor)
Perencanaan Penetapan kebutuhan Penetapan
tindak belajar oleh guru kebutuhan
intervensi (keputusan situasional penataan diri
oleh guru) diputuskan secara
transaksional
oleh Konseli,
difasilitasi oleh
Konselor
Pelaksanaan Penyesuaian sambil jalan Penyesuaian sambil
tindak berdasarkan respons jalan berdasarkan
intervensi ideosinkratik Peserta transaksi makna
didik terhadap antara Konseli
keputusan dan tindakan dengan Konselor
guru (keputusan (keputusan
transaksional oleh transaksional
guru) diambil oleh
konseli)
Penilaian Ketercapaian Standar Aproksimasi
proses dan Kompetensi Kemandirian
hasil dengan Standar
Ipsatif

52
Worldview Guru Konselor
Lintasan Menuju ketercapaian Menuju
Perkembangan Tujuan Utuh Kemandirian
peserta didik Pendidikan (holistik) dalam pengambilan
keputusan
Pendidikan dan
Karier dalam
konteks Tujuan
Utuh Pendidikan
(holostik)

Dibandingkan dengan seorang psikolog, seorang konselor memikul


tugas dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan layanan bimbingan
dan konseling komprehensif, yang berorientasi pengembangan dan
pemeliharaan, dan melayani seluruh peserta didik, dengan kerangka
kerja utuh yang dapat dirumuskan ke dalam komponen-komponen
berikut ini:

1. Komponen Layanan Umum, yaitu layanan yang bersifat


antisipatoris bagi semua siswa yang diarahkan untuk
pengembangan perilaku kemandirian sesuai dengan tahap dan
tugas-tugas perkembangannya. Di sinilah perlu dan bisa
dikembangkan apa yang disebut dengan “program umum BK”
atau disebut juga sebagai “kurikulum bimbingan” yang menjadi
komponen utama dan arah pengembangan perilaku kemandirian
siswa yang dirumuskan dalam standar kompetensi kemandirian
siswa. Penggunaan instrumen BK untuk asesmen perkembangan
dan kegiatan tatap muka terjadwal di kelas sangat diperlukan
untuk implementasi komponen ini. Dalam hal tertentu guru bisa
ambil bagian untuk mendukung pencapaian kompetensi belajar
siswa melalui pengembangan nuturant effect pembelajaran
2. Komponen Layanan Responsif, yaitu layanan yang dimaksudkan
untuk membantu siswa memecahkan masalah (pribadi, sosial,
akademik, karir) yang dihadapinya pada saat ini dan memerlukan
pemecahan segera. Penggunaan instrumen pengungkapan
masalah diperlukan untuk mendeteksi masalah apa yang perlu
dientaskan. Di sinilah layanan konseling individual maupun
kelompok diperlukan dengan segala perangkat pendukungnya.
Guru diharapkan ikut berpartisipasi aktif dalam komponen ini.
Misal; guru dapat membantu memecahkan masalah-masalah
belajar siswa dan masalah siswa yang tidak terlalu berat. Selain

53
itu guru juga dapat memberikan informasi yang akurat yang
dibutuhak konselor dalam penyelesaian masalah siswa di
sekolah.
3. Komponen Layanan Perencanaan Individual, yaitu layanan yang
dimaksudkan untuk memfasilitasi siswa secara individual di
dalam merencanakan masa depannya berkenaan dengan
kehidupan akademik maupun karir. Pemahaman siswa secara
mendalam dengan segala karakteristiknya dan penyediaan
informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang
dimiliki siswa amat diperlukan sehingga siswa mampu memilih
dan mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan
potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan
kebutuhan khusus peserta didik. Kegiatan orientasi, informasi,
konseling individual, rujukan, kolaborasi, dan advokasi
diperlukan di dalam implementasi layanan ini. Guru sebagai
orang yang memiliki waktu lebih banyak berjumpa dengan siswa
di sekolah dapat membantu konselor dalam menyediakan
berbagai data yang dibutuhkan dalam pelayanan undividual.
4. Komponen Sistem Pendukung, yaitu kegiatan yang terkait dengan
dukungan manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya,
Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan
kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan.

D. Ringkasan

Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di


Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak
adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari
atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi
peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu
mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas
perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial,
dan moral spiritual). Konseli sebagai seorang individu yang sedang
berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu
berkembang ke arah kematangan atau kemandirian.

Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling akan lebih terasa


jika melihat berbagai keadaan yang terjadi di sekolah. Keadaan-keadaan
yang dimaksudkan misalnya adalah sebagai berikut seperti (a) Terdapat
berbagai masalah dalam pendidikan yang tidak mungkin diselesaikan
oleh seorang guru. (b) Dalam situasi tertentu kadang-kadang terjadi
perselisihan atau konflik antara siswa dan guru, sehingga dalam situasi

54
pertentangan itu sangatlah sulit guru untuk menyelesaikannya. Untuk
itu perlulah adanya pihak ketiga atau pihak lain yang dapat
menyelesaikan konflik tersebut. (c) Sering ditemukannya masalah-
masalah pribadi siswa, sehingga diperlukan seorang ahli khusus yang
dapat membantu mengatasi masalah tersebut, yaitu seorang konselor
yang memang sudah dididik untuk tugas penanganan masalah sesuai
dengan langkah-langkah yang benar.

Sebagai pendidikan formal, pelaksanaan proses pendidikan di


sekolah sekurang-kurangnya meliputi tiga daerah ruang lingkup, yaitu
bidang instruksional (pengajaran) dan kurikuler, bidang administratif
dan supervisi, dan bidang bimbingan dan konseling. Tugas bidang
layanan bimbingan dan konseling adalah memberikan pelayanan agar
siswa memperoleh kesejahteraan lahir batin dalam proses pendidikan
yang sedang ditempuhnya. Jadi bimbingan dan konseling merupakan
salah satu bagian yang terintegrasi dalam proses pendidikan untuk
membantu tercapainya tujuan pendidikan yaitu perkembangan siswa
secara optimal sesuai dengan kemampuan, minat, bakat, dan potensi
masing-masing peserta didik.

E. Pertanyaan dan Tugas


1. Jelaskan urgensinya pelayanan Bimbingan dan Konseling di
sekolah.
2. Jelaskan dengan contoh pentingnya pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah.
3. Bagaimanakedudukan bimbingan dan konseling dalam proses
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
4. Jelaskan tiga wilayah/bidang utama dalam proses
penyelenggaraan Pendidikan formal di sekolah.
5. Jelaskan tugas dan tanggung jawab guru BK dalam pencapaian
tujuan pendidikan bagi siswa di sekolah.
6. Jelaskan kontribusi unik dan keterkaitan layanan guru bidang
studi dan konselor.

F. Daftar Pustaka
Direktorat jendral Peningkatan Mutu Pendidikan dan tenaga
Pendidikan Nasional, (2007), Rambu-Rambu Penyelenggaran
Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta,
Dirjen Dikti.
Gladding, S.t. (2012), Konseling Profesi yang Menyeluruh, Edisi
Keenam, Jakarta, Pt Indeks.

55
Gibson, R.L & Mithcell, M.H. (2011), Bimbingan dan Konseling, Edisi
Ketujuh, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Hurlock, E.B. (1980) Psikologi Perkembangan, Suatau Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta, Erlangga.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Guru
dan Tenaga Kependidikan dan Kebudayaan (2016), Panduan
Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Sekolah
Menengah Atas (SMA)
Permendikbud No. 111 tahun 2014, (2014), Tentang Bimbingan dan
Konseling di Sekolah Dasar dan Menengah
Prayitno dan Amti, E. (2015), Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling,
Edisi Revisi, Jakarta, Rineka Cipta.
Supriatna, M. (2013) Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi,
Orientasi Dasar Perkembangan Profesi, Edisi Revisi, Jakarta, Raja
Grapindo Persada.
Sutirna, (2013), Bimbingan dan Konseling Pendidikan Formal, Non
formal, dan Informal, Yogyakarta, Andhi.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.

56

Anda mungkin juga menyukai