KONSELING DI INDONESIA
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Orientasi Profesi Bimbingan dan
Konseling
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat
dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya dengan judul “Perkembangan Profesi Bimbingan dan Konseling Di
Indonesia”. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah orientasi
profesi bimbingan dan konseling.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk bisa
semakin baik kedepannya dan dapat bermanfaat untuk pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Memenuhi tugas mata kuliah orientasi profesi bimbingan dan konseling.
1.4.2 Dapat memberikan gambaran mengenai profesi bimbingan dan konseling.
1.2.3 Mampu memberikan pengetahuan dan wawasan bagi pembaca dan
penulis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
memfokuskan dalam bidang karier). Pada periode ini muncul beberapa
permasalahan, seperti:
a. Berkembangnya pemahaman yang keliru, yaitu mengidentikkan
bimbingan karir (BK) dengan bimbingan penyuluhan (BP), sehingga
muncul istilah (BP/BK).
b. Kerancuan dalam mengimplementasikan SK Menpan No.
26/Menpan/1989 terhadap penyelenggaraan layanan bimbingan di
sekolah. Dalam SK tersebut terimplikasi bahwa semua guru dapat
diserahi tugas melaksanakan pelayanan BP. Akibatnya pelayanan
BP menjadi kabur, baik pemahaman maupun implementasinya.
3. Periode 4 (Konsolidasi 1990 sampai 2000-an)
Pada periode ini IPBI berusaha keras untuk mengubah kebijakan bahwa
pelayanan BP itu dapat dilaksanakan oleh semua guru. Pada periode ini
ditandai oleh:
a. Diubahnya secara resmi kata penyuluhan menjadi konseling, istilah
yang dipakai sekarang adalah bimbingan dan konseling, disingkat
BK.
b. Pelayanan BK di sekolah hanya dilaksakan oleh guru pembimbing
yang secara khusus ditugaskan untuk itu.
c. Mulai diselenggarakannya penataran (nasional dan daerah) untuk
guru-guru pembimbing.
d. Mulai adanya formasi untuk pengangkatan menjadi guru
pembimbing.
e. Pola pelayanan BK di sekolah “dikemas” dalam “BK Pola 17”.
f. Dalam bimbingan kepengawasan sekolah dibentuk kepengawasan
bidang BK.
g. Dikembangkannya sejumlah panduan pelayanan BK di sekolah
yang lebih operasional oleh IPBI.
4. Periode 5 (Lepas Landas)
Meskipun periode ini disebut dengan periode lepas landas,
kenyataannya menunjukkan bahwa masih ada permasalahan yang belum
terkonsolidasi yang berkenaan dengan Sumber Daya Manusia (SDM).
4
Setelah masa konsolidasi terdapat beberapa peristiwa yang dapat dijadikan
tonggak bagi pengembangan profesi konseling yaitu:
a. Pengantian nama organisasi profesi dari IPBI menjadi ABKIN
(Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia).
b. Lahirnya undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yang di dalamnya termuat ketentuan bahwa
konselor termasuk salah satu jenis tenaga pendidik (Bab 1 Pasal 1
Ayat 4)
c. Kerja sama Pengurus Besar ABKIN dengan Dikti Depdiknas
tentang standarisasi profesi konseling.
d. Kerjasama ABKIN dengan Direktorat PLP dalam merumuskan
kompetensi guru bimbingan (konselor) SMP dan sekaligus
memberikan pelatihan kepada mereka.
5
karena konseling masyarakat ini sudah diprakarsai oleh Frank Person
yang menemukan metode konseling karier di US (Persons, dalam Yusri,
2013). Contoh pendidikan non formal juga telah disebutkan pada pasal
100 ayat (2) PP No. 17 tahun 2010, beberapa diantaranya adalah
pendidikan kesetaraan yang terdiri atas paket A, B dan C, lembaga kursus
dan pendidikan pemberdayaan perempuan.
Permasalahan yang dihadapi konselor di setting masyarakat
tentunya lebih beragam dan kompleks dibandingkan dengan di setting
pendidikan. Hal yang mendasari beragam dan kompleksnya hal tersebut
dikarenakan adanya perbedaan adat, budaya, pola pikir, pengambilan
keputusan hingga perilaku individu.
Untuk itu, konselor harus memiliki standar kompetensi. Standar
kompetensi tersebut antara lain (Departemen Pendidikan Nasional,
2008):
1. Kompetensi akademik konselor
a. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani .
b. Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling.
c. Menyelenggarakan bimbingan dan konseling yang
memandirikan.
d. Mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara
berkelanjutan.
2. Kompetensi professional konselor
Menurut Diniaty (2013) untuk menjadi konselor di masyarakat
perlu belajar melakukan hal-hal berikut ini:
a. Bersikap fleksibel
Hal ini dikarenakan konselor banyak dihadapkan konseli yang
memiliki bermacam-macam tipe dan karakteristik yang berbeda-
beda.
b. Berpengetahuan luas
Konselor di masyarakat di wajibkan untuk memiliki pengetahuan
luas dan mau mempelajari situasi perspektif konseli berdasarkan
tempat tinggal.
6
c. Mempunyai koneksi
Seorang konselor diharapkan memiliki koneksi profesi lainnya.
Hal ini diperlukan untuk memudahkan konselor dalam
menangani kasus-kasus tertentu yang memungkinkan konselor
melakukan referral (alih tangan kasus).
d. Siap dalam segala hal
Seorang konselor perlu menyiapkan diri dan mengembangkan
usaha pencegahan maka akan dengan mudah menghadapi situasi
yang nantinya akan terjadi.
7
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kehadiran guru bimbingan dan konseling di Indonesia masih relatif
baru. Kehadiran profesi konselor sekolah ini semata-mata didasari bahwa
pendidikan tidak hanya untuk pengembangan aspek kognitif intelektual
saja tetapi juga untuk pengembangan kepribadian, keterampilan, sosial, dan
pembinaan karir.
Prayitno (2003) mengemukakan bahwa periodesasi perkembangan
gerakan bimbingan dan konseling dan penyuluhan di Indonesia melalui
lima periode, yaitu :
1. Periode 1 dan 2 (prawacana dan pengenalan sebelum 1960 sampai
1970-an).
2. Periode 3 (pemasyarakatan 1970 sampai 1990-an).
3. Periode 4 (konsolidasi 1990 sampai 2000-an).
4. Periode 5 (lepas landas).
Era globalisasi sangat mempengaruhi aspek kehidupan manusia,
sehingga diperlukannya sebuah layanan bantuan profesional supaya
peserta didik siap menghadapi tuntutan dan tekanan dari perubahan global
saat ini. Peserta didik yang menjadi cangkupan wilayah konselor terdiri
dari peserta didik formal, non-formal, dan informal.
Konselor di Indonesia harus memenuhi standar kompetensi yang sudah
ditetapkan oleh pemerintah yang meliputi kompetensi akademik konselor,
serta kompetensi professional konselor.
Selain itu, konselor di Indonesia juga mengahadapi berbagai kendala
dalam perkembangan, antara lain seperti kelangkaan tenaga konselor,
kurang optimalnya fungsi bimbingan dan konseling di sekolah, dan lain
sebagainya.
8
3.2. Saran
Sesuai dengan prinsip diatas profesi bimbingan dan konseling ini
memegang teguh tanggung jawab kehidupan efektif konseli. Khususnya
pada perkembang konseling abad saat ini, profesi konselor di Indonesia
harus bisa berkembang mengikuti globalisasi dan menjadi profesi yang
kuat, hebat dan menjadi profesi yang dibanggakan oleh masyarakat
Indonesia.
9
DAFTAR PUSTAKA
Kartika Dewi, Noviyanti dan Tyas Martika Anggriana. (2019). Profesi Konselor
Dalam Menghadapi Problematika Kehidupan. Madiun: UNIPMA Press.
10