Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH BIMBINGAN KONSELING

Teknik Dan Mekanisme Layanan BK Komprehensif Disekolah


Mata Kuliah : Dasar –Dasar BK
Dosen Pengampu : Hadi Pranoto, M.Pd

Oleh :
Kelompok 8
1. Khoirun Nisa 21130002
2. Rifki Anggi Suprapto 21130017
3. Nisa Armela 21130036
4. Dwi Fiya Agustin 21130046
5. Putu Aris 21130048
6. Nadia Eka Pratiwi 21130052
7. Titin fatmawati 211300768
8. Bihani Nopiwandari 21130089

9. Mutia Putri 21130090

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING


FAKULTAS PERGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO

1
TP. 2021/2022

2
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga Kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Teknik dan Mekanisme
Layanan BK Komprehensif di Sekolah ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Hadi Pranoto, M.Pd pada
Mata Kuliah Dasar- Dasar Bimbingan Konseling. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Teknik dan Mekanisme Layanan BK Komprehensif di
Sekolah bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih Bapak
Hadi Pranoto, M.Pd. selaku Dosen Dasar – Dasar BK yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang Kami
tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari,
makalah yang Kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan Kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Metro, 20 September 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

JUDUL …………………………………………………………………………………….1

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………2

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………3

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH ………………………………………………..4

B. RUMUSAN MASALAH …………………………………………………………..4

C. TUJUAN PENULISAN ……………………………………………………………5

BAB II BIMBINGAN KONSELING KOMPREHENSIF

A. SEJARAH BIMBINGAN KONSELING …………………………………………6

B. HAKIKAT BIMBINGAN KOSELING …………………………………………...7

C. KOMPONEN ………………………………………………………………………10

D. PENYUSUNAN PROGAM LAYANAN ………………………………………….18

BAB III PENUTUP

A. SIMPULAN ……………………………………………………………………….21

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….22

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program bimbingan dan konseling sekolah merupakan serangkaian rencana aktivitas
layanan bimbingan dan konseling di sekolah, yang selanjutnya akan menjadi pedoman bagi
setiap personel dalam pelaksanaan dan pertanggungjawabannya. program bimbingan dan
konseling yang mewadahi seluruh kegiatan bimbingan dan konseling yang akan diberikan
kepada peserta didik dalam rangka menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional pada
umumnya dan visi/misi yang ada di sekolah secara khusus.
Penyusunan program bimbingan dan konseling hendaknya merujuk pada pedoman
kurikulum dan berdasarkan kondisi objektif yang berkaitan dengan kebutuhan nyata di
sekolah yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan peserta didik. Program bimbingan
dan konseling sekolah yang komprehensif di dalamnya akan tergambarkan visi, misi, tujuan,
fungsi, sasaran layanan, kegiatan, strategi, personel, fasilitas dan rencana evaluasinya.
Dengan demikian, program bimbingan dan konseling sekolah yang komprehensif
disusun untuk merefleksikan pendekatan yang menyeluruh bagi dasar penyusunan program,
pelaksanaan program, sistem manajemen, dan sistem pertanggungjawabannya.
Selain itu, program bimbingan dan konseling sekolah dirancang untuk menjamin
bahwa setiap siswa memiliki hak yang sama untuk memperoleh manfaat program itu.
Sehingga kenyataan yang sering muncul, yaitu aktivitas konselor sekolah yang menghabiskan
banyak waktunya untuk memenuhi kebutuhan sebagian kecil siswa (secara khusus hanya
mengurus kebutuhan siswa berprestasi rendah dan bermasalah) tidak terjadi lagi. Sehingga
program yang dilaksanakan merupakan program yang realistik dan layak untuk di
implementasikan dan dapat mengembangkan potensi peserta didik secara optimal di sekolah-
sekolah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah bimbingan konseling komprehensif di Indonesia ?
2. Bagaimana hakekat bimbingan dan konseling komprehensif ?
3. Apa saja komponen bimbingan dan konseling komprehensif ?
4. Bagaimana perencanaan program bimbingan dan konseling
komprehensif ?

5
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas ujian akhir semester 2;
2. Untuk mengetahui dan memahami sejarah bimbingan konseling
komprehensif di Indonesia;
3. Untuk mengetahui dan memahami hakekat bimbingan dan konseling
komprehensif;
4. Untuk mengetahui dan memahami komponen-komponen bimbingan dan
konseling komprehensif;
5. Untuk mengetahui dan memahami perencanaan apa saja yang dilakukan
dalam program layanan bimbingan dan konseling komprehensif.

6
BAB II
BIMBINGAN KONSELING KOMPREHENSIF

A. Sejarah Bimbingan Konseling Komprehensif di Indonesia

Kelahiran dan perkembangan konsep serta paradigma layanan bimbingan dan


konseling di Indonesia tidak lain merupakan replikasi dan adopsi model yang telah
berkembang sejak lama di Amerika Serikat. Pemahaman tentang bimbingan dan konseling
sebagai suatu sistem dan kerangka kerja kelembagaan tidak dapat dilepaskan dari pandangan
umum bahwa layanan BK merupakan bagian integral dari sistem pendidikan.
Di Amerika Serikat, latar kelahiran BK di awal abad 20 bermula dari keprihatinan
yang mendalam dari kalangan pendidikan terhadap carut marutnya perkembangan
kepribadian generasi muda terumata kalangan pelajar di sekolah yang terkena dampak
gelombang besar industrialisasi di kota-kota besar. Jumlah siswa drop-out mengingkat (kaum
muda lebih memilih bekerja ketimbang sekolah, sementara keterampilan kerja tidak
memadai), pergeseran nilai dalam keluarga dan masyarakat, urbanisasi besar-besaran dari
desa ke kota, dan problem-problem sosial yang lain.
Kenyataan tersebut akhirnya memicu tumbuhnya layanan bimbingan dan konseling
sebagai suatu gerakan sosial yang selaras dengan gerakan kemajuan (progressive movement)
yang berkembang dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat pada saat itu yang dipelopori
oleh tokoh seperti Frank Parsons, Charles Merrill dan Meyer Blommfield. Para tokoh tersebut
sama-sama memandang secara kritis bahwa gelombang revolusi industri yang membawa
dampak negatif bagi perkembangan generasi mudah harus dicegah.
Gerakan bimbingan dan konseling ini memberikan pengaruh besar terhadap beberapa
negara, di antaranya Indonesia. Gunawan (2001, 22) menjelaskan bahwa pada periode awal
kemerdekaan masalah bimbingan pekerjaan baru diperhatikan oleh jawatan yang mengurus
masalah tenaga kerja. Kegiatan bimbingan kemudian dikembangkan oleh kementerian
pendidikan dan kebudayaan dengan mengembangkan banyak kursus keterampilan bagi kaum
muda. Baru pada tahun 1962, ada kebijakan SMA Gaya Baru yang mulai menggeser
bimbingan pekerjaan ke arah bimbingan akademik.
Secara formal, pemberlakuan kurikulum 1975 mengandung penegasan bahwa BK
(saat itu disebut bimbingan dan penyuluhan) merupakan bagian integral dalam pendidikan di
sekolah. Lahirnya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) tahun 1975 di Malang, Jawa
Timur dan pergantian nama IPBI menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN) tahun 2001 dengan kelengkapan divisi-divisi layanan di dalamnya semakin
memperkokoh layanan BK dengan berbagai domain layanan yang semakin kompleks, pribadi,
sosial, akademik, karir dan layanan pendukung lainnya secara lebih menyeluruh yang disebut
dengan layanan bimbingan konseling komprehensif.
Bimbingan Konseling komprehensif adalah suatu program penidikan di sekolah yang
diberkan oleh konselor sebagai penanggung jawab dan pelaksana program bimbingan
konseling di sekolah. Dalam pekembanganya para ahli bimbingan dan konseling selalu
mengadakan penelitian dan pembaharuan pada layanan yang diberikan di sekolah. Pada
awalnya bimbingan konseling dikenal sebagai bentuk layanan yang diberikan sekolah kepada

7
siswa yang bermasah atau mengalami hambatan dalam proses pembelajaran. Namun ketika
kondisi zaman berkembang pesat seperti pada masa sekarang ini bimbingan konseling tidak
lagi berperan sebagai pembantu konseli dalam menyelesaikan masalah.
Bimbingan konseling komprehensif yang telah dikenalkan sekarang ini adalah
program bimbingan konseling yang bertujuan untuk memandirikan peserta didik. Bentuk
layanan yang diberikan tidak lagi berfungsi membantu peserta didik menyelesaikan
masalahnya namun mengembangkan potensi peserta didik berasarkan perkembangannya
sehingga disebutlah bahwa BK komprehensif adalah sama dengan BK berbasis
perkembangan. Untuk mencapai kemandirian peserta didik tersebut konselor tidak lagi
mengedepankan fungsi kuratif, namun lebih menekankan fungsi pencegahan/preventif dan
perkembangan/developmental.

B. Hakekat Bimbingan Konseling Komprehensif


Pada hakekatnya, bimbingan dan konseling komprehensif merupakan sistem kegiatan
yang dibuat guna membantu klien dalam mengembangkan potensi diri seoptimal mungkin.
Namun dalam prosesnya, siswa tidak selalu mengalami perkembangan yang baik. Terkadang
sifatnya fluktuatif atau tidak stabil. Oleh karena itu, siswa perlu diberikan layanan bimbingan
dan konseling yang komprehensif dalam perkembangannya.
Bimbingan dan konseling komprehensif disebut juga bimbingan dan konseling
perkembangan, karena menggarap semua aspek kehidupan peserta didik dan merupakan
orientasi baru dalam kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang didasari prinsip
pengembangan antara lain:
1. Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas
perkembangannya;
2. Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di
lingkungannya;
3. Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana
pencapaian tujuan tersebut;
4. Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri;
5. Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan
lembaga tempat bekerja dan masyarakat;
6. Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya;
7. Mengembangkan segala potensi dan kekuatannya yang dimilikinya
secara tepat dan teratur secara optimal.

8
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas dapat disimpulkan definisi bimbingan dan
konseling komprehensif atau perkembangan sebagai suatu rangkaian bimbingan dan
konseling secara bertanggung jawab dalam memfasilitasi perkembangan peserta didik
pada semua aspek kehidupannya, sehingga mereka dapat berfungsi dan berperan
efektif selama siklus kehidupannya, terutama menjamin eksistensi dirinya sebagai
individu atau anggota masyarakat yang bermartabat. Karena itu, bimbingan dan
konseling perkembangan sering disebut juga dengan bimbingan dan konseling
komprehensif karena menggarap semua aspek kehidupan peserta didik (konseli).
Bimbingan dan konseling perkembangan merupakan pandangan mutakhir
yang bertitik tolak dari asumsi yang positif tentang potensi manusia. Berdasarkan
asumsi inilah bimbingan dan konseling dipandang sebagai suatu proses memfasilitasi
perkembangan yang menekankan kepada upaya membantu semua peserta didik dalam
semua fase perkembangannya.
Bimbingan dan konseling komprehensif diprogramkan bagi seluruh siswa.
Artinya, semua peserta didik wajib mendapatkan layanan bimbingan dan konseling.
oleh karena itu, bimbingan dan konseling komprehensif harus memperhatikan ruang
lingkup yang menyeluruh, dirancang untuk lebih berorientasi pada pencegahan, dan
tujuannya pengembangan potensi peserta didik. (Suherman, 2011:51)
Ruang lingkup bimbingan dan konseling komprehensif tidak hanya
berorientasi pada peserta didik sebagai pribadi saja, tetapi semua aspek kehidupan
siswa sejak usia dini sampai usia remaja (SMA/SMK/MA) bahkan sampai dengan
masyarakat. Fokus utamanya adalah teraktualisasinya potensi peserta didik dan
mencapai perkembangan optimal sehingga peserta didik dapat meraih sukses di
sekolah maupun masyarakat.
Titik berat bimbingan dan konseling komprehensif adalah mengarahkan
peserta didik agar mampu mencegah berbagai hal yang dapat menghambat
perkembangannya. Selain melalui hal preventif peserta didik mampu memutuskan dan
memilih tindakan-tindakan tepat yang dapat mendukung perkembangannya.[2]
Agar pelaksanaan program bimbingan dan konseling komprehensif berjalan
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka kita hanya memahami lima premis
dasar bimbingan dan konseling komprehensif. Menurut Gysbers dan Henderson
(2006:26) lima premis tersebut :
1. Tujuan bimbingan konseling bersifat kompatibel dengan tujuan
pendidikan. Artinya, dalam
pendidikan ada standar dan kompetensi tertentu yang harus dicapai oleh
siswa. Oleh karena itu, segala aktivitas dan proses dalam layanan BK
harus diarahkan pada upaya membantu siswa dalam pencapaian standar
kompetensi yang dimaksud.
2. Program BK bersifat pengembangan (based on developmental
approach), yakni, meskipun seorang konselor dimungkinkan untuk
mengatasi problem dan kebutuhan psikologis yang bersifat krisis dan
klinis, pada dasarnya fokus layanan BK lebih diarahkan pada usaha

9
memfasilitasi pengalaman-pengalaman belajar tertentu yang membantu
siswa untuk tumbuh, berkembang, dan menjadi pribadi yang mandiri.
3. Program BK melibatkan kolaborasi antar staff (team-building
approach), yaitu program bimbingan dan konseling yang bersifat
komprehensif bersandar pada asumsi bahwa tanggung jawab kegiatan
bimbingan melibatkan seluruh personalia yang ada di sekolah dengan
sentral koordinasi dan tanggung jawab ada di tangan konselor yang
bersertifikasi (certified counselors). Konselor tidak hanya menyediakan
layanan langsung untuk siswa, melainkan juga bekerja secara konsultatif
dan kolaboratif dengan tim bimbingan yang lain, staf personel sekolah
yang lain (guru dan tenaga administrasi), bahkan orangtua dan
masyarakat.
4. Program BK dikembangkan melalui serangkaian proses sistematis sejak
dari perencanaan, desain, implementasi, evaluasi, dan keberlanjutan.
Melalui penerapan fungsi-fungsi manajemen tersebut diharapkan
kegiatan dan layanan BK dapat diselenggarakan secara tepat sasaran dan
terukur.
5. Program BK ditopang oleh kepemimpinan yang kokoh. Faktor
kepemimpinan ini diharapkan dapat menjamin akuntabilitas dan
pencapaian kinerja program BK
Bowers dan Hatch (2000, 11) bahkan menegaskan bahwa program bimbingan
dan konseling sekolah tidak hanya bersifat komprehensif dalam ruang lingkup, namun
juga harus bersifat preventif dalam disain, dan bersifat pengembangan dalam
tujuannya (comprehensive in scope, preventive in design, and developmental in
nature).
Pertama, bersifat komprehensif berarti program BK harus mampu
memfasilitasi capaian-capaian perkembangan psikologis siswa dalam totalitas aspek
bimbingan (baik pribadi-sosial, akademik, dan karir). Layanan yang diberikan pun
tidak hanya terbatas pada siswa dengan karakter dan motivasi unggul serta siap
belajar saja. Layanan BK ditujukan untuk seluruh siswa tanpa syarat apapun. Dengan
harapan, setiap siswa dapat menggapai sukses di sekolah dan menunjukkan kontribusi
nyata dalam masyarakat.
Kedua, bersifat preventif dalam disain mengandung arti bahwa pada dasarnya
tujuan pengembangan program BK di sekolah hendaknya dilakukan dalam bentuk
yang bersifat preventif. Upaya pencegahan dan antisipasi sedini mungkin (prevention
education) hendaknya menjadi semangat utama yang terkandung dalam kurikulum
bimbingan yang diterapkan di sekolah (kegiatan klasikal). Melalui cara yang preventif
tersebut diharapkan siswa mampu memilah sikap dan tindakan yang tepat dan
mendukung pencapaian perkembangan psikologis ke arah yang ideal dan positif.
Beberapa program yang dapat dikembangkan seperti pendidikan multikultarisme dan
antikekerasan, mengembangkan keterampilan resolusi konflik, pendidikan seksualitas,
kesehatan reproduksi, dan lain-lain.

10
Ketiga, bersifat pengembangan dalam tujuan didasari oleh fakta di lapangan
bahwa layanan bimbingan dan konseling sekolah selama ini justru kontraproduktif
terhadap perkembangan siswa itu sendiri. Kegiatan layanan bimbingan dan konseling
sekolah yang berkembang di Indonesia selama ini lebih terfokus pada kegiatan-
kegiatan yang bersifat administratif dan klerikal (Kartadinata, 2003), seperti
mengelola kehadiran dan ketidakhadiran siswa, mengenakan sanksi disiplin pada
siswa yang terlambat dan dianggap nakal. Dengan demikian, wajar apabila dalam
masyarakat dan bagi siswa-siswa sendiri guru bimbingan dan konseling distigmakan
sebagai polisi sekolah. Konsekuensi kenyataan ini, pada akhirnya menyebabkan
layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan di sekolah akhirnya terjebak
dalam pendekatan tradisional tanpa dasar pemikiran yang jelas.
C. Komponen Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif dikemas dalam empat
komponen :
1. Layanan Dasar Bimbingan
Layanan dasar bimbingan merupakan layanan bantuan bagi peserta
didik melalui kegiatan-kegiatan kelas atau di luar kelas, yang disajikan secara
sistematis, dalam rangka membantu siswa mengembangkan potensinya secara
optimal.
Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar
memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan
memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu
konseli agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara
rinci tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu
konseli agar :
a. Memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya
(pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama);
b. Mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi
tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi
penyesuaian diri dengan lingkungannya;
c. Mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya;
d. Mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan
hidupnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang
dikembangkan menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir.
Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu konseli dalam mencapai
tugas-tugas perkembangannya (sebagai standar kompetensi kemandirian).
Sementara itu tugas-tugas perkembangan peserta didik pada jenjang
pendidikan tertentu adalah sebagai berikut :
1) Tugas perkembangan peserta didik SD/MI dan sederajat :

11
a) Menanamkan dan mengembangkan kebiasaan dan sikap
dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b) Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca,
menulis, dan berhitung
c) Mengembangkan konsep-konsep yang perlu dalam
kehidupan sehari-hari
d) Belajar bergaul dan bekerja dengan kelompok sebaya
e) Belajar menjadi pribadi yang mandiri
f) Mempelajari keterampilan fisik sederhana yang diperlukan
baik untuk permainan maupun kehidupan
g) Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai sebagai
pedoman perilaku
h) Membina hidup sehat, untuk diri sendiri, dan lingkungan
serta keindahan
i) Belajar memahami diri sendiri dan orang lain sesuai dengan
jenis kelaminnya dan menjalankan peran tanpa membedakan
jenis kelamin
j) Mengembangkan sikap terhadap kelompok, lembaga sosial,
serta tanah air bangsa dan negarak. Mengembangkan
pemahaman dan sikap awal untuk perencanaan masa depan.

2) Tugas perkembangan peserta didik SMP/MTs dan sederajat :


a) Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b) Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta
dinamis terhadap perbuatan fisik dan psikis yang terjadi pada
diri sendiri untuk kehidupan yang sehat
c) Mencapai pola hubungan yang baik dengan teman sebaya
dalam perannya sebagai pria dan wanita
d) Memantapkan nilai dan cara bertingkah laku yang dapat
diterima dalam kehidupan yang lebih luas
e) Mengenal kemampuan, bakat dan minat serta arah
kecenderungan karir dan aparesiasi seni
f) Mengembangkan pengerahuan dan keterampilan untuk
mengikuti dan melanjutkan pelajaran dan/atau mempersiapkan
atau berperan dalam kehidupan di masyarakat

12
g) Mengenal gambaran dan mengembangkan sikap tentang
kehidupan mandiri secara emosional, sosial dan ekonomi
h) Mengenal system etika dan nilai-nilai bagi pedoman hidup
sebagai mandiri, anggota masyarakat, dan warga negara.
3) Tugas perkembangan peserta didik SMA/SMK/MA dan
sederajat :
a) Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa
b) Mencapai kematangan dalam hubungan dengan teman
sebaya, serta kematangan dalam perannya sebagai pria dan
wanita
c) Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat
d) Mengembangkan penguasaan ilmu, teknologi dan seni sesuai
dengan program kutikulum dan persiapan karir atau
melanjutkan pendidikan tinggi, serta berperan dalam kehidupan
yang lebih luas
e) Mencapai kematangan dalam pilihan karir
f) Mencapai kematangan gambar dan sikap tentang kehidupan
mandiri, secara emosional, sosial, intelektual dan ekonomi
g) Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara
h) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi sosial dan
intelektual serta apresiasi seni
i) Mencapai kematangan dalam system etika dan nilai.

2. Layanan Responsif
Layanan responsif merupakan layanan bantuan bagi para siswa yang
memiliki kebutuhan atau masalah yang memerlukan bantuan (pertolongan)
dengan segera. Layanan ini bertujuan untuk membantu siswa memenuhi
kebutuhan yang dirasakan pada saat ini, atau para siswa yang dipandang
mengalami hambatan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya.
Indikator dari kegagalan itu berupa ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri
atau perilaku bermasalah.
Layanan ini lebih bersifat kuratif. Strategi yang digunakan adalah
konseling individual, konseling kelompok dan konsultasi. Isi layanan responsif ini
adalah bidang pendidikan, belajar, sosial, pribadi, karir, tata tertib di sekolah,
narkotika dan perjudian, perilaku seksual, dan kehidupan lainnya. Untuk
memahami kebutuhan dan masalah konseli dapat ditempuh dengan cara asesmen

13
dan analisis perkembangan konseli, dengan menggunakan berbagai teknik,
misalnya inventori tugas-tugas perkembangan (ITP), angket konseli, wawancara,
observasi,sosiometri, daftar hadir konseli, leger, psikotes dan daftar masalah
konseli atau alat ungkap masalah (AUM).

a. Bidang Pribadi
1) Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mencakup :
a) Kurang motivasi untuk mempelajari agama;
b) Kurang memahami bahwa agama sebagai pedoman hidup;
c) Kurang memiliki kesadaran bahwa setiap perbuatan
manusia diawasi Tuhan;
d) Masih merasa malas untuk melaksanakan shalat;
e) Kurang memiliki kemampuan untuk bersabar dan bersyukur.
2) Perolehan sistem nilai meliputi :
a) Masih memiliki kebiasaan berbohong;
b) Masih memiliki kebiasaan mencontek;
c) Kurang berdisiplin (khususnya memelihara kebersihan).
3) Kemandirian Emosional, meliputi :
a) Belum mampu membebaskan diri dari perasaan kekanak-
kanakan;
b) Belum mampu menghormati orangtua atau orang lain
secara ikhlas;
c) Masih kurang mampu menghadapi frustasi (stress) secara
positif.
4) Pengembangan keterampilan intelektual, meliputi :
a) Masih kurang mampu mengambil keputusan;
b) Masih suka melakukan sesuatu tanpa memperhitungkan
baik buruk, untung rugi.
5) Menerima diri dan mengembangkannya secara positif
a) Kurang merasa bangga dengan keadaan diri sendiri;
b) Merasa rendah diri apabila bergaul dengan orang lain yang
mempunyai kelebihan.

14
b. Bidang Sosial
1) Berperilaku sosial yang bertanggung jawab, meliputi :
a) Kurang menyenangi kritikan orang lain;
b) Kurang memahami tatakrama (etika pergaulan);
c) Kurang berpartisipasi dalam kegiatan sosial, baik di sekolah
maupun di masyarakat.
2) Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya,
meliputi :
a) Merasa malu untuk berteman dengan lawan jenis;
b) Merasa tidak senang kepada teman yang suka mengkritik.
3) Mempersiapkan pernikahan dan hidup keluarga, meliputi :
a) Sikap yang kurang positif terhadap pernikahan;
b) Sikap yang kurang positif terhadap hidup berkeluarga.
c. Bidang Belajar
1) Kurang memiliki kebiasaan belajar yang baik;
2) Kurang memahami cara belajar yang efektif;
3) Kurang memahami cara mengatasi kesulitan belajar;
4) Kurang memahami cara membaca buku yang efektif;
5) Kurang memahami cara membagi waktu belajar;
6) Kurang menyenangi pelajaran-pelajaran tertentu.
d. Bidang Karir
1) Kurang memahami cara memilih program studi yang cocok
dengan kemampuan dan minat;
2) Kurang mempunyai motivasi untuk mencari informasi tentang
dunia kerja;
3) Masih bingung untuk memilih pekerjaan;
4) Masih kurang mampu memilih pekerjaan yang sesuai dengan
kamampuan dan minat;
5) Merasa cemas untuk mendapat pekerjaan setelah tamat sekolah;
6) Belum memiliki pandangan akan kuliah di mana setelah tamat
sekolah.

15
3. Perencanaan Individual
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar
mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan peren-
canaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan
dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di
lingkungannya.
Perencanaan individual bertujuan untuk membantu konseli agar memiliki
pemahaman tentang diri dan lingkungannya, mampu merumuskan tujuan,
perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembang-an dirinya, baik menyangkut
aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir, dan dapat melakukan kegiatan
berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya.
Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan
pengembangan aspek akademik, karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakupan
fokus tersebut antara lain mencakup pengembangan aspek:
a. Akademik meliputi memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan
pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus
atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar
sepanjang hayat;
b. Karir meliputi mengeksplorasi peluang-peluang karir,
mengeksplorasi latihan-latihan pekerjaan, memahami kebutuhan untuk
kebiasaan bekerja yang positif;
c. Sosial-pribadi meliputi pengembangan konsep diri yang positif, dan
pengembangan keterampilan sosial yang efektif.
Perencanaan individual bagi siswa diimplementasikan melalui
beberapa strategi (Suherman, 2011:67-68) yaitu penilaian
individual/kelompok kecil, pemberian saran pada individual atau kelompok
kecil . Sedangkan menurut Sugiyo (2011) strategi yang dapat dikembangkan
yaitu :
a. Individual appraisal yaitu suatu strategi dimana konselor membantu
peserta didik untuk dapat menilai dan menafsirkan potensi yang
dimilikinya
b. Individual advisement yaitu digunakan agar peserta didik mampu
menggunakan segala informasi baik social-pribadi, karir
c. Transition Planning yaitu membantu peserta didik dalam memahami
dunia kerja
d. Follow up, digunakan ketika memberikan layanan lanjut melalui
berbagai pengumpulan data untuk evaluasi dan program yang akan
datang.

16
4. Dukungan Sistem
Komponen dukungan sistem mencakup dua bagian, yaitu program
bimbingan konseling dan layanan pendukung.
Strategi yang digunakan dalam dukungan sistem ini berupa :
a. Pengembangan jejaring (networking) yaitu upaya menjalin
kerjasama dengan guru, orangtua dan masyarakat serta seluruh personil
sekolah agar tercipta suasana kondusif dalam proses pembelajaran dan
layanan bimbingan dan konseling.
b. Pengembangan konselor yang meliputi pelatihan-pelatihan yang
terkait dengan bimbingan dan konseling, aktif dalam organisasi, aktif
dalam pertemuan ilmiah seperti seminar, workshop, dan lain
sebagainya. (Sugiyo, 2011)
c. Pemberian layanan
1) Konsultasi dengan guru-guru;
2) Menyelenggarakan kerjasama dengan orangtua atau masyarakat;
3) Berpartisipasi;
4) Bekerjasama dengan personil sekolah lainnya;
5) Melakukan penelitian.
d. Kegiatan manajemen
Kegiatan manajemen ini merupakan berbagai upaya untuk
memantapkan, memelihara dan meningkatkan mutu program
bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan pengembangan
program, pengembangan staf, pemanfaatan sumber daya dan
pengembangan penataan kebijaksanaan.
1) Pengembangan program;
Pengembangan program ini hendaknya diselaraskan dengan hasil
kajian atau analisis tentang tujuan dan program sekolah, kondisi
objektif pencapaian tugas-tugas perkembangan siswa, atau
kebutuhan dan masalah siswa, kondisi objektif lingkungan
perkembangan siswa, implementasi aktual layanan BK di SMK,
dan perkembangan masyarakat (sosial budaya, dan dunia industri
dan perusahaan). Berdasarkan pertimbangan ini, maka seyogianya
program BK itu bersifat fleksibel (tilikan kontekstual) namun tetap
idealis.

17
2) Pengembangan staf;
Agar para pembimbing dan personel sekolah lainnya mampu
memberikan layanan bimbingan secara bermutu, maka kepada
mereka perlu diberikan penambahan, perluasan, atau pendalaman
tentang konsep-konsep atau keterampilan-keterampilan tertentu
tentang bimbingan, sesuai dengan deskripsi pekerjaan (kinerja)
masing-masing. Bentuk pengembangan staf itu bisa dilaksanakan
melalui seminar, penataran, atau lokakarya. Melalui kegiatan ini
diharapkan para personel sekolah memiliki kompetensi atau
kemampuan sesuai dengan deskripsi kerja (kinerja) masing-masing.
Staf yang harus dikembangkan tersebut yaitu :
- Kepala sekolah
- Wakasek dan para PKS (pembantu kepala sekolah)
- Guru mata pelajaran
- Guru pembimbing dan konseling (konselor)
3) Pemanfaatan sumber daya masyarakat
Aspek in berkaitan dengan upaya sekolah untuk menjalin
kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan
dengan peningkatan mutu layanan bimbingan. Jalinan kerjasama
ini seperti dengan pihak-pihak instansi pemerintah, instansi swasta,
organisasi profesi, para ahli dalam bidang tertentu yang terkait
seperti psikolog, psikiater, dokter, dan orangtua siswa.
4) Pengembangan atau penentuan kebijakan.
Pelaksanaan pelayanan BK di sekolah didukung oleh kebijakan
kepala sekolah secara jelas. Kebijakan yang diluncurkan itu
hendaknya dapat memfasilitasi (memberi kemudahan dan peluang)
bagi kelancaran implementasi program. Kebijakan yang perlu
ditata itu diantaranya menyangkut aspek-aspek struktur organisasi,
rekrutment dan pengembangan staf bimbingan, penyediaan sarana
dan prasarana yang memadai, pengalokasian biaya operational BK,
dan penjadwalan waktu khusus untuk masuk kelas bagi guru
pembimbing sebagai wahana untuk pelaksanaan program yang
bersifat klasikal, menjamin kerjasama dengan pihak-pihak terkait.

18
D. Penyusunan Program Layanan Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Melalui pemahaman dan penguasaan yang mendalam tentang asumsi pokok
program bimbingan dan konseling yang bersifat komprehensif dan penjabaran dalam
komponen-komponen yang ada di dalamnya, maka konselor diharapkan dapat
menyusun dan mengembangkan rencana aksi layanan dengan tujuan dan target
terukur serta berdasarkan skala prioritas layanan yang sesuai dengan kebutuhan
peserta didik.
Seorang konselor harus menyadari sepenuhnya bahwa tujuan-tujuan yang akan
ditetapkan dalam perencanaan program bimbingan dan konseling harus menjadi
bagian integral dari tujuan pendidikan nasional pada umumnya dan visi/misi yang ada
di sekolah secara khusus. Dengan demikian, petugas bimbingan dan konseling mampu
dengan tepat menentukan bagaimana cara yang efektif untuk mencapai tujuan beserta
sarana-sarana yang diperlukannya.[5]
Bimbingan dan konseling komprehensif sebagai suatu sistem memiliki tiga
aspek utama (Gunawan, 2001), yakni:
1. Tujuan yang hendak dicapai sebagai aspek utama yang harus ditentukan
terlebih dahulu. Penetapan tujuan akan memudahkan konselor
menentukan strategi yang akan dikembangkan dalam rangka mencapai
tujuan yang dimaksud.
2. Kegiatan pokok yang menunjang langsung tercapainya tujuan. Bagian-
bagian pokok dari suatu sistem dan strategi yang dikembangkan biasanya
disebut sebagai penjabaran aktivitas dari suatu strategi yang di dalamnya
terdapat aktivitas utama yang hendak dilakukan. Dengan kata lain,
tercapainya tujuan hanya mungkin terjadi melalui implementasi kegiatan-
kegiatan yang dimaksud. Kegiatan-kegiatan yang dikembangkan
sebaiknya dirumuskan secara tepat sasaran dan dengan dampak yang
terukur.
3. Implementasi kegiatan (proses) atau berfungsinya isi dari suatu strategi
yang mengarah pada pencapaian tujuan. Kegiatan-kegiatan yang telah
ditetapkan semaksimal mungkin harus diusahakan dapat terlaksana
sebaik mungkin.
Sistematika penyusunan dan pengembangan program bimbingan dan
konseling komprehensif pada dasarnya terdiri dari dua langkah besar, yaitu:
1. Pemetaan Kebutuhan, Masalah, dan Konteks Layanan
Penyusunan program BK di sekolah haruslah dimulai dari kegiatan
asesmen (pengukuran, penilaian) atau kegiatan mengidentifikasi aspek-
aspek yang dijadikan bahan masukan bagi penyusunan program/layanan
(Depdiknas, 2007).
Ada beberapa pengertian tentang asesmen menurut para ahli,
menurut Robert M Smith (2002), Asesmen merupakan suatu penilaian
yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui
kelemahan dan kekuatan yang mana hasil keputusannya dapat digunakan

19
untuk layanan pendidikan yang dibutuhkan anak sebagai dasar untuk
menyusun suatu rancangan pembelajaran.
Menurut James A. Mc. Lounghlin & Rena B Lewis, asesmen
merupakan proses sistematika dalam mengumpulkan data seseorang anak
yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi
seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang
sesungguhnya dibutuhkan. Berdasarkan informasi tersebut guru akan dapat
menyusun program pembelajaran yang bersifat realitas sesuai dengan
kenyataan objektif.
Menurut Bomstein dan Kazdin (1985, asesmen diantaranya
mengidentifikasi masalah dan menyeleksi target intervensi, memilih dan
mendesain program treatmen, mengukur dampak treatmen yang diberikan
secara terus menerus, dan mengevaluasi hasil-hasil umum dan ketepatan
dari terapi.
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan asesmen dilakukan untuk mengetahui keadaan anak pada saat
tertentu (waktu dilakukan asesmen) baik potensi-potensinya maupun
kelemahan-kelemahan yang dimiliki anak sebagai bahan untuk menyusun
suatu program pembelajaran sehingga dapat melakukan layanan /
intervensi secara tepat.[6]
Kegiatan asesmen ini meliputi :
1. Asesmen konteks lingkungan program yang terkait dengan
kegiatan mengidentifikasi harapan dan tujuan sekolah,
orangtua, masyarakat, dan stakeholder pendidikan terlibat,
sarana dan prasarana pendukung program bimbingan, kondisi
dan kualifikasi konselor, serta kebijakan pimpinan sekolah;
2. Asesmen kebutuhan dan masalah peserta didik yang
menyangkut karakteristik peserta didik; seperti aspek fisik
(kesehatan dan keberfungsiannya), kecerdasan, motivasi, sikap
dan kebiasaan belajar, minat, masalah-masalah yang dihadapi,
kepribadian, tugas perkembangan psikologis.

Melalui pemetaan ini diharapkan program dan layanan BK yang


dikembangkan oleh konselor benar-benar dibutuhkan oleh seluruh segmen
yang terlibat dan sesuai dengan konteks lingkungan program. Dengan kata
lain, program dan kegiatan yang tertuang dalam rencana per semester
ataupun tahunan bukan sekedar tuntutan administratif, melainkan tuntutan
tanggung jawab yang sungguh harus dilaksanakan secara professional.

20
2. Desain Program Bimbingan Konseling dan Rencana Aksi (Action Plan)
Dalam mendesain program bimbingan konseling serta rencana aksi
yang akan dilakukan, konselor dan petugas bimbingan perlu melakukan
hal-hal berikut ini:
a) Identifikasikan dan rumuskan berbagai kegiatan yang perlu
dilakukan.
b) Pertimbangkan porsi waktu yang diperlukan untuk
melaksanakan setiap kegiatan di atas. Apakah kegiatan itu
dilakukan dalam waktu tertentu atau terus menerus.
c) Inventarisasi kebutuhan yang diperoleh dari needs
assessment ke dalam tabel kebutuhan yang akan menjadi
rencana kegiatan. Rencana kegiatan dimaksud dituangkan ke
dalam rancangan jadwal kegiatan untuk satu tahun.
d) Program bimbingan dan konseling Sekolah/Madrasah yang
telah dituangkan ke dalam rencana kegiatan perlu dijadwalkan
ke dalam bentuk kalender kegiatan. Kalender kegiatan
mencakup kalender tahunan, semesteran, bulanan, dan
mingguan.
e) Program bimbingan dan konseling perlu dilaksanakan dalam
bentuk kontak langsung, dan tanpa kontak langsung dengan
peserta didik. Untuk kegiatan kontak langsung yang dilakukan
secara klasikal di kelas (pelayanan dasar) perlu dialokasikan
waktu terjadwal 2 (dua) jam pelajaran per kelas per minggu.
Adapun kegiatan bimbingan tanpa kontak langsung dengan
peserta didik dapat dilaksanakan melalui tulisan (seperti e-mail,
buku-buku, brosur, atau majalah dinding), kunjungan rumah
(home visit), konferensi kasus (case conference), dan alih
tangan (referral).

21
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Bimbingan konseling komprehensif merupakan bentuk layanan yang menekankan
pada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan
masalah konseli. Program bimbingan konseling komprehensif ini mengandung empat
komponen pelayanan, yaitu pelayanan dasar, pelayanan responsive, perencanaan
individual, dukungan sistem.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor
dengan para personal Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-
guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak terkait lainnya (seperti
instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini
terintegrasi dengan proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam
upaya membantu para konseli agar dapat mengembangkan atau mewujudkan potensi
dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
Program bimbingan dan konseling yang komprehensif membutuhkan kebijakan di
sekolah yang integratif yaitu adanya keselarasan antara kebijakan dalam bidang
pengajaran, bimbingan, kegiatan ekstrakurikuler, kebijakan keuangan, sarana dan
prasarana, personalian dan lain-lain.
Program bimbingan dan konseling yang komprehensif membutuhkan dukungan
manajemen sekolah yang adil dan setara sehingga sekolah memberikan perhatian yang
memadai dan setara terhadap semua unsur yang penting bagi jalanya proses pendidikan.
Dukungan finansial yang memadai, fasilitas yang memadai dan pemberian waktu yang
memadai untuk bimbingan, pengajaran dan kegiatan pendidikan lain di sekolah adalah
bukti kebijakan yang integratif di sebuah lembaga pendidikan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Sutirna. Bimbingan dan Konseling Pendidikan Formal, Nonformal, dan


Informal. Yogyakarta : Andi. 2013.
Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung :
Remaja Rosdakarya. 2006.
Rahman Fathur. Bahan Diklat Profesi Guru Sertifikasi Guru Rayon 11 : Penyusunan
Program BK Di Sekolah. Universitas Negeri Yogyakarta. 2010.
Gunawan, Y. Pengantar Bimbingan dan Konseling; Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT.
Prehallindo. 2001.
Suherman, Uman. Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung : Rizqi Press. 2009.
Bandono, Penyusunan Program BK Sekolah
Komprehensif, http://bandono.web.id/2009/11/09/penyusunan-program-bk-sekolah-
komprehensif.php (diakses pada 11 Juni 2015 pukul 09:13)
Khusnul Marlia, Program Pengembangan Bimbingan Konseling
Komprehensif, http://khusnul/program-pengembangan-bimbingan-konseling-
komprehensif/ (diakses pada 11 Juni 2015 pukul 08:00)
Prasetya, Alfian Budi. Bimbingan dan Konseling Komprehensif. http://alfiean-
prasetya.blogspot.com/2012/04/bimbingan-dan-konseling-komprehensif.html?m=1 (diakses
pada 11 Juni 2015 pukul 09:20)
Sutirna, Bimbingan dan Konseling Pendidikan Formal, Nonformal, dan
Informal, (Yogyakarta : Andi), 2013, hal 66
Ibid
Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung :
Remaja Rosdakarya), 2006, hal 30
Op.Cit hal 70
Bandono, Penyusunan Program BK Sekolah
Komprehensif, http://bandono.web.id/2009/11/09/penyusunan-program-bk-sekolah-
komprehensif.php (diakses pada 11 Juni 2015 pukul 09:13)
Khusnul Marlia, Program Pengembangan Bimbingan Konseling
Komprehensif, http://khusnul/program-pengembangan-bimbingan-konseling-
komprehensif/ (diakses pada 11 Juni 2015 pukul 08:00)

23

Anda mungkin juga menyukai