Anda di halaman 1dari 27

SETTING LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Landasan dan Wawasan Bimbingan dan
Konseling yang diampu oleh Dr. Diniy Hidayatur Rahman, S.Pd, M.Pd

Disusun oleh :
1. Destanika Dhiffa Ralianti (220111813969)
2. Dian Junita Anggarini (220111802308)
3. Ilma Ainu Sofa (220111801810)
4. Santi Widiasari (220111814239)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
OKTOBER 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami selaku kelompok 3 dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah konseptual tentang “Setting Layanan Bimbingan dan
Konseling” ini dengan lancar. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
semua pihak:
1. Dr. Diniy Hidayatur Rahman, S.Pd, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Landasan
dan Wawasan Bimbingan dan Konseling.
2. Teman-teman.
Tentunya, makalah ini tidak luput dari kesalahan. Maka dari itu kami
membutuhkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih baik lagi dalam
penyusunan laporan makalah selanjutnya. Semoga, makalah ini memberi banyak
pengetahuan dan gambaran mengenai BK sebagai komponen integral dalam
pendidikan dan setting layanan dalam BK. Sekian yang dapat kami sampaikan,
kurang lebihnya mohon untuk dimaklumi.

Malang, 3 Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Topik Bahasan ....................................................................................................... 3
1.3 Tujuan .................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 4
2.1 Bimbingan dan Konseling sebagai Komponen Integral Pendidikan ..................... 4
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan ................................. 4
2. BK sebagai Komponen Integral dalam Pendidikan .......................................... 5
3. Hubungan BK sebagai Kegiatan yang Integral dalam Pendidikan ................. 10
2.2 Setting Layanan dalam Bimbingan dan Konseling ............................................. 12
1. Setting Informal .............................................................................................. 13
2. Setting Formal ................................................................................................. 14
3. Setting Nonformal ........................................................................................... 19
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 21
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 21
3.2 Saran .................................................................................................................... 22
DAFTAR RUJUKAN ................................................................................................... 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan bimbingan dan konseling telah dirintis sejak tahun 1960-an dan
dilaksanakan secara serempak di sekolah sejak tahun 1975, yaitu saat diberlakukannya
kurikulum ’75. Pada saat itu istilah yang diperkenalkan dan dipergunakan adalah Bimbingan
dan Penyuluhan (BP). Istilah tersebut pada akhirnya memunculkan suatu sebutan bagi
pelaksanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah dengan sebutan guru BP. Perkembangan
dunia bimbingan dan konseling di Indonesia mengalami proses yang berliku, hingga pada
tahun 1994, melalui kurikulum 1994. Istilah Bimbingan dan Penyuluhan mulai diganti
dengan istilah Bimbingan dan Konseling (BK). Perubahan mendasar dari istilah
“penyuluhan” menjadi “konseling” didasari pada paradigma bahwa konselor tidak
melakukan penyuluhan yang mempunyai konotasi sebagai pekerja lapangan seperti
penyuluh pertanian atau penyuluh KB, tetapi lebih pada usaha membantu konseli atau
siswa sesuai dengan karakter siswa yang bersangkutan. Siswa lebih dihargai untuk dapat
menyelesaikan masalahnya sendiri. Dengan demikian, istilah guru BP dirubah menjadi guru
BK.
Menurut SK Menpan no. 84/1993 tentang jabatan fungsional guru dan angka
kreditnya, pada pasal (3) disebutkan bahwa tugas pokok guru pembimbing adalah menyusun
program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan,
analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap
peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya. Pada tahun 2003, terjadi perubahan
mendasar terhadap pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah. Menurut Undang-
undang nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 ayat (4)
dinyatakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor. Penggunaan istilah guru BK di lingkungan sekolah akan berubah menjadi
konselor sekolah. Kata lain, bahwa konselor termasuk salah satu tenaga pendidik.
Bimbingan dan konseling di sekolah merupakan satu kesatuan integral dalam
keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Kata lain bahwa pelaksanaan pendidikan atau
pembelajaran di sekolah akan mempunyai ketergantungan yang timbal balik antara proses
belajar klasikal di kelas dengan bantuan bimbingan dan konseling. Kesatuan ini tampak
dalam pelaksanaan pembelajaran di lapangan. Pembelajaran yang berorientasi kognitif secara

1
umum telah dilakukan oleh guru bidang studi di kelas. Guru mata pelajaran memberikan
bahan atau materi pembelajaran kepada siswa dengan penekanan-penekanan pada bidang
kognitif. Peranan guru BK pada tahap ini adalah menyeimbangkan antara kekuatan kognitif
dan afektif yang dimiliki siswa.
Siswa mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan segala bentuk tugas yang
diberikan oleh guru bidang studi. Pada saat dihadapkan untuk menentukan pilihan masa
depan atau mengambil keputusan tentang masadepannya, mereka mengalami kesulitan yang
luar biasa. Siswa dihadapkan pada banyak pilihan serta konflik-konflik batin. Pada saat
inilah peranan guru BK akan tampak semakin nyata. Konselor sekolah akan membantu
siswa dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul sesuai dengan karakteristik siswa
yang bersangkutan. Permasalahan yang dihadapi siswa tidak bisa diselesaikan dengan
mempergunakan kekuatan kognitif atau logika berpikir semata. Seringkali permasalahan
yang muncul adalah kerena pertentangan emosi (afeksi) siswa. Contoh, masalah
penjurusan tidak bisa diselesaikan hanya dengan melihat hasil kogitif siswa melalui nilai
rapor, tetapi juga melihat kepribadian, minat, bakat dan keadaan lingkungan siswa tersebut.
Di sini terlihat perspektrum yang semakin luas untuk dapat menyelesaikan masalah siswa
secara tuntas.
Permasalahan yang diuraikan di atas merupakan permasalahan yang sifatnya khusus
terjadi pada dunia pendidikan. Nurihsan (2003) menyebutkan beberapa masalah umum
yang terjadi di sekitar kita akibat berkembangnya isu globalisasi sebagai berikut : (a)
keresahan hidup di kalangan masyarakat yang semakin meningkat karena banyaknya
konflik, stres, kecemasan dan frustrasi, (b) adanya kecenderungan pelanggaran disiplin,
kolusi, korupsi, makin sulit diterapkannya ukuran baik-jahat dan benar-salah secaralugas, (c)
adanya ambisi kelompok yang dapat menimbulkan konflik, tidak saja konflik psikis tapi
juga konflik phisik dan (d) pelarian dari masalah melalui jalan pintas yang bersifat
sementara dan adiktif seperti penggunaan obat-obatann terlarang (drugs). Permasalahan
tersebut pada akhirnya membutuhklan bantuan layanan bimbingan dan konseling,t erutam
adisetting sekolah. Akibat lain dari adanya globalisasi adalah meningkatnya “virus”
informasi baru (Prayitno & Amti, 1999).
Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini terlalu banyak informasi baru yang muncul di
sekitar kita. Suatu masalah belum terselesaikan dengan baik muncul lagi masalah yang lebih
baru dan lebih membutuhkan penanganan yang khusus. Sebagai contoh informasi mengenai

2
telepon genggam (HP). Pada saat yang bersamaan dapat muncul 4 model HP di masyarakat.
Belum selesai kita analisa dengan mantap, sudah muncul genre legi yang lebih baru dengan
menawarkan hal-hal baru. Informasi ini seringkali membuat masyarakat bingung untuk
memilih.
Wibowo (2003) menyatakan bahwa pendidikan dapat memanfaatkan bimbingan dan
konseling sebagai mitra kerja dalam melaksanakan tugasnya sebagai rangkaian upaya
pemberian bantuan. Konseling menyediakan unsur-unsur di luar individu yang
dipergunakan untuk memperkembangkan diri. Integrasi konseling dalam pendidikan juga
tampak dari dimasukkannya secara terus menerus program-program konseling ke dalam
program-program sekolah dengan demikian konsep dan praktek konseling merupakan
bagian intergal dalam suatu pendidikan.

1.2 Topik Bahasan


1. Bimbingan dan konseling sebagai komponen integral pendidikan.
2. Setting layanan dalam bimbingan dan konseling.

1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan bimbingan dan konseling sebagai komponen integral pendidikan.
2. Mendeskripsikan setting layanan dalam bimbingan dan konseling.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bimbingan dan Konseling sebagai Komponen Integral dalam Pendidikan


1. Pengertian bimbingan dan konseling dalam pendidikan
a. Pengertian Bimbingan
Bimbingan terjemahan dari istilah guidance yang artinya bantuan. Namun pengertian yang
sebenarnya, tidak setiap bentuk bantuan adalah bimbingan. Santoso (2013) menyatakan bahwa
bimbingan berdasarkan concept, construct, dan program adalah proses memberi bantuan kepada
seseorang untuk memahami dirinya, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan.
• Bimbingan dalam memahami siswa, dimaksudkan untuk membantu siswa mengenal kelebihan
dan kekurangan yang ada pada dirinya.
• Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan untuk membantu siswa
menyesuaikan diri dengan lingkungan ekonomi, budaya, serta alam yang ada.
• Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan untuk membantu siswa
memikirkan dan mempersiapkan diri untuk melanjutkan ke sekolah lanjutan dan kariernya di
masa depan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan pengertian bimbingan ialah proses pemberian bantuan
yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai
kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam
mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Santoso (2013) menyatakan bahwa kemandirian yang menjadi tujuan usaha bimbingan ini
mencangkup lima fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh pribadi yang mandiri, yaitu :
• Mengenal diri sendiri dan lingkungannya sebagaimana adanya
• Menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamik
• Mengambil keputusan
• Mengarahkan diri sendiri
• Mewujudkan diri sendiri
b. Pengertian Konseling
Santoso (2013) menyatakan bahwa konseling merupakan salah satu jenis teknik pelayanan
bimbingan di antara pelayanan-pelayanan lainnya, dan sering dikatakan sebagai inti dari
keseluruhan pelayanan bimbingan. Mortensen dan Schmuller (1958) menyatakan bahwa

4
“counseling is the heart of guidance program”, konseling jantung hatinya program bimbingan.
Selanjutnya pengertian konseling yang dikemukakan oleh Rogers (1942) ialah “conseling is
series of direct contants with the individual with aims to offer him assistance in changing
his attitude and behaviour, konseling adalah serangkaian kontak atau hubungan langsung
dengan individu dengan tujuan memberikan bantuan kepadanya dalam mengubah sikap
dan tingkah lakunya.
Santoso (2013) menyatakan prinsip-prinsip dari konseling, yaitu:
 Konseling alat yang paling penting dalam keseluruhan program bimbingan.
 Dalam konseling adanya pertalian dua orang individu atau lebih yaitu konselor dan konseli,
dimana konselor membantu konseli melalui wawancara dalam serangkaian pertemuan secara
langsung (tatap muka) atau tidak langsung (melalui media : internet, atau telepon).
 Wawancara merupakan alat utama dalam keseluruhan kegiatan konseling.
 Tujuan yang ingin dicapai konseling adalah agar konseli dapat memperoleh pemahaman yang
lebih baik terhadap dirinya, mengarahkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimiliki ke arah
perkembangan yang optimal, mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapi, mempunyai
wawasan yang lebih realistis serta penerimaan yang objektif tentang dirinya, memperoleh
kebahagiaan dalam hidupnya dan dapat menyesuaikan diri secara lebih efektif baik terhadap
dirinya maupun terhadap lingkungan, mencapai taraf aktualisasi diri sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
 Konseling merupakan kegiatan profesional, artinya dilaksanakan oleh konselor yang telah
memiliki kualifikasi profesional dalam pengetahuan, ketrampilan, pengalaman dan kualitas
pribadi.
 Tangging jawab utama dalam pengambilan keputusan berada pada tangan konseli, dengan
bantuan konselor.

2. Bimbingan dan Konseling sebagai Komponen Integral dalam Sistem Pendidikan


Bimbingan merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan memiliki
kontribusi terhadap keberhasilan proses pendidikan di sekolah (Nurihsan ,2005). Lembaga
pendidikan memiliki tanggung jawab yang besar membantu siswa agar berhasil dalam
belajar, untuk itu sekolah dan madrasah hendaknya meberikan bantuan kepada siswa
untuk mengatasi masalah masalah yang timbul dalam kegiatan belajar siswa. Dalam
kondisi seperti ini pelayanan bimbingan dan konselng sangat penting untuk dilaksanakan

5
guna membantu siswa mengatasi beberapa masalah yang di hadapinya. Bimbingan dan
Konseling sebagai bagian integral dari sistem pendidikan di sekolah memiliki peranan
penting berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Pendidikan dapat memanfaatkan konseling sebagai mitra kerja dalam melaksanakan
tugasnya sebagai rangkaian upaya pemberian bantuan. Konseling menyediakan unsur-
unsur di luar individu yang dapat dipergunakan untuk memperkembangkan diri. Mengacu
pada pernyataan tersebut dalam arti luas konseling dapat dianggap sebagai bentuk upaya
pendidikan, dan dalam arti sempit konseling dapat dianggap sebagai teknik yang
memungkinkan individu menolong dirinya sendiri.
Perkembangan dan kemandirian individu dipentingkan dalam proses konseling yang
sekaligus merupakan proses pendidikan. Untuk dapat berkembang dengan baik dan
mandiri, individu memerlukan pengetahuan dan keterampilan, jasmani dan rohani yang
sehat, serta kemampuan penerapan nilai dan norma-norma hidup kemasyarakatan.
Integrasi konseling dalam pendidikan juga tampak dari masukkannya secara terus
menerus program-program konseling ke dalam program- program sekolah (Belkin,1975;
Borbers & Drury,1992).
Kegiatan bimbingan dan konseling akan selalu terkait dengan pendidikan, karena
keberadaan bimbingan dan konseling dalam pendidikan merupakan konsekuensi logis dari
upaya pendidikan itu sendiri. Bimbingan dan Konseling merupakan proses yang
menunjang pelaksanaan pendidikan di sekolah (Rochman Natawidjaja, 1978), karena
program-program konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu,
khususnya menyangkut kawasan kematangan pendidikan dan karir, kematangan personal
dan emosional, serta kematangan sosial. Hasil-hasil bimbinngan dan konseling pada
kawasan itu menunjang keberhasilan pendidikan yang bermutu pada umumnya. Dalam
keadaan tertentu konseling dapat dipergunakan sebagai metode dan alat untuk mencapai
tujuan program pendidikan di sekolah.Secara umum masalah masalah yang di hadapi oleh
individu khususnya oleh siswa dalam sekolah atau madrasah dalam pendidikannya
sehingga memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling adalah:
a. Masalah masalah pribadi,
b. Masalah belajar (masalah yang menyangkut dalam pembelajaran).
c. Masalah pendidikan
d. Masalah karier dan pekerjaan

6
e. Penggunaan waktu senggang, dan sebagainya.
Praktek di dalam sistem pendidikan ,bimbingan dan konseling sesungguhnya tidak
terpisah apalagi jika kita pahami bahwa konseling merupakan salah satu teknik
bimbingan. selain itu integrasi antar bimbingan dan konseling dapat kita ketahui dari
pernyataan bahwa ketika seseorang sedang melakukan konseling berarti ia sedang
memberikan bimbingan oleh sebab itu perlu kiranya di rumuskan atau dikonsepsikan
pengertian bimbingan dan konseling secara terintregasi.
Konseling yang dilakukan oleh konselor sebagai bentuk upaya pendidikan, karena
kegiatan konseling selalu terkait dengan pendidikan dan keberadaan konseling di dalam
pendidikan merupakan konsekuensi logis dari upaya pendidikan itu sendiri. Dahlan
(1988:22) menyatakan bahwa konseling tidak dapat lepas dan melepaskan diri dari
keseluruhan rangkaian pendidikan. Konseling sebagai upaya pendidikan memberikan
perhatian pada proses, yaitu cenderung memperhatikan tugasnya sebagai rangkaian upaya
pemberian bantuan pada anak mencapai suatu tingkat kehidupan yang berdasarkan
pertimbangan normative, antropologis (memperhatian anak selaku manusia) dan sosio
kultural. Dengan demikian, konseling tidak mungkin melepaskan diri dari keseluruhan
rangkaian pendidikan.
Secara fungsional, konseling sangat signifikan sebagai salah satu upaya pendidikan
untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-
tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan. Konseling membantu individu untuk
menjadi insan yang berguna dalam kehidupan yang memiliki berbagai wawasan,
pandangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenanaan
dengan diri sendiri dan lingkungan. Konseling merupakan proses yang menunjang
pelaksanaan program pendidikan di sekolah, karena program-program konseling meliputi
aspek-aspek perkembangan individu, khususnya menyangkut kawasan kematangan
pendidikan, kematangan karir, kematangan persona dan emosional, serta kematangan
sosial. Hasil konseling dalam kawasan ini menunjang keberhasilan pendidikan umumnya.
Pendidikan sebagai proses interaksi, selalu berhadapan dengan kepribadian manusia
yang sedang berkembang dalam proses menjadi. Pendidikan bertugas membantu manusia
mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi, dan mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak

7
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan merupakan proses yang bersifat individual sehingga strategi pendidikan
harus dilengkapi dengan strategi khusus yang lebih intensif dan menyentuh dunia
kehidupan secara individual. Strategi ini dapat memperhalus, menginternalisasi, dan
mengintegrasikan sistem nilai dan pola perilaku yang dipelajari lewat proses pendidikan
secara umum (Kartadinata,1987:104). Bentuk strategi khusus ini dapat ditemukan dalam
kegiatan konseling baik konseling individual maupun kelompok yang dilakukan oleh
konselor profesional yang mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan.
Intervensi konseling dalam merealisasikan fungsi pendidikan akan terarah kepada
upaya membantu individu yang dapat dilakukan melalui konseling untuk memperhalus,
menginternalisasi, memperbaharui dan mengintegrasikan sistem nilai dan pola perilaku
yang mandiri. Proses konseling amat mungkin diperlukan dan digunakan berbagai metode
dan teknis psikologis untuk memahami dan mempengaruhi perkembangan perilaku
individu, dengan tetap berstandar dan terarah kepada pengembangan manusia sesuai
dengan hakikat eksistensinya.
Hakikat manusia dengan segenap dimensi kehidupan manusia yang perlu
dikembangkan, yaitu dimensi spiritual dan psikologis, sosio-emosional, fisik, serta
segenap tujuan dan tugas kehidupan menjadi landasan bagi konsepsi dan penyelenggaraan
konseling. Manusia adalah segala-galanya bagi pelayanan konseling. Ini berarti bahwa
hakikat tujuan konseling harus bertolak dari sistem nilai dan kehidupan yang menjadi
rujukan manusia yang ada dalam sistem kehidupan tersebut. Teori dan konsep konseling
yang didasarkan pada sistem kehidupan sosial dan budaya tertentu belum tentu berlaku
bagi sistem kehidupan sosial dan budaya lain, untuk itu diperlukan perspektif sosiologis
tentang hakikat tujuan konsling dan kehidupan individu yang hendak dilayani.
Keberadaan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan nasional di
Indonesia dijalani melalui proses panjang sejak kurang lebih 48 tahun yang lalu. Pada saat
ini keberadaan pelayanan konseling dalam setting pendidikan, khususnya persekolahan,
telah memiliki legalitas yang kuat dan menjadi bagian terpadu dari sistem pendidikan
nasional. Pelayanan konseling telah mendapat tempat di semua jenjang pendidikan mulai
dari jenjang Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi. Pengakuan ini terus
mendorong perlunya tenaga profesional yang secara khusus dipersiapkan untuk
menyelenggarakanlayanan konseling. Secara eksplisit telah ditetapkannya :

8
a. Pelayanan bimbingan dan konseling sebagai salah satu layanan pendidikan yang harus
diperoleh semua peserta didik telah termuat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 89 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar dan Nomor 29 Tahun
1990 tentang Pendidikan Menengah.

b. ”Konselor” sebagai salah satu jenis tenaga kependidikan dalam Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada
Bab I pasal 1 butir 6 dinyatakan bahwa “pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”.

c. Pelayanan konseling yang merupakan bagian dari kegiatan pengembangan diri telah
termuat dalam struktur kurikulum yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar Menengah.

d. Beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor pada Pasal 54 ayat (6)
Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru yang
menyatakan bahwa beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor yang
memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah mengampu bimbingan
dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada
satu atau lebih satuan pendidikan. Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 54 ayat (6)
yang dimaksud dengan “mengampu layanan bimbingan dan konseling” adalah
pemberian perhatian, pengarahan, pengendalian, dan pengawasan kepada sekurang-
kurangnya 150 (seratus lima puluh) peserta didik, yang dapat dilaksanakan dalam
bentuk pelayanan tatap muka terjadwal di kelas dan layanan perseorangan atau
kelompok bagi yang dianggap perlu dan memerlukan.

e. Penilaian kinerja Guru bimbingan dan konseling (konselor) pada Pasal 22 ayat (5)
Peraturan bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian
Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 tahun 2010 tentang petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya dinyatakan bahwa
penilaian kinerja Guru bimbingan dan konseling (konselor) dihitung secara
proporsional berdasarkan beban kerja wajib paling kurang 150 (seratus lima puluh)

9
orang siswa dan paling banyak 250 9dua ratus lima puluh) orang siswa per tahun.

f. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008


tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, yang menyatakan
bahwa kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan pada jalur pendidikan
formal dan nonformal adalah: (i) sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan
dan konseling ; (ii) berpendidikan profesi konselor. Kompetensi konselor meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional, yang berjumlah 17 kompetensi dan 76 sub kompetensi.

3. Hubungan BK sebagai kegiatan yang integral dalam sistem pendidikan.


Istilah bimbingan (guidance) dan konseling (counseling) memiliki hubungan yang
sangat erat dan merupakan kegiatan yang integral dalam praktek sehari hari dalam sistem
pendidikan istilah bimbingan selalu digandengkan dengan istilah konseling (guidance
and counseling) ada pihak pihak yang beranggapan bahwa tidak ada perbedaan yang
prinsip antar bimbingan dan konseling atau keduanya memiliki makna yang identik namun
sementara ada pihak yang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling merupakan
dua pengertian yang berbeda baik dasar maupun cara kerjanya, koseling atau counseling
dianggap identik dengan psychoteraphy yaitu usaha menolong orang orang yang
mengalami gangguan psikis yang serius, sedangkan bimbingan dianggap identik dengan
pendidikan.
Sementara pihak lain ada yg berpendapat bahwa konseling merupakan salah satu teknis
pemberian layanan dalam bimbingan secara integral yaitu dengan cara memberi layanan
bimbingan dan merupakan inti dari integrasi pelayanan bimbingan ,pendapat inilah yang
nampaknya banyak dianut Dengan demikian jelasah bahwa konseling adalah salah satu
teknik pelayanan bimbingan yang secara integral yaitu dengan cara memberikan bantuan
secara individual (face to face relationship).
Bimbingan tanpa konseling ibarat pendidikan tanpa pengajaran ,kalaulah ada
perbedaan diantara keduanya hanyalah terletak pada tingkatannya. Ada sebagian orang
yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah identik dengan pendidikan
hingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah menyelenggarakan pelayanan bimbingandan
konseling, karena dianggap sudah implisit dalam pendidikanitu sendiri. Cukup mantapkan
saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama sekali tidak

10
melihat arti penting bimbingan dan konseling di sekolah.
Sementara ada juga yang berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-
benar terpisah dari pendidikan dan pelayanan bimbingan dan konseling harus secaranyata
dibedakan dari praktik pendidikan sehari-hari. Peran guru dalam melaksanakan
pembelajaran siswa dituntut untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan interpersonal
dengan para siswanya, namun kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak hal yang
menyangkut kepentingan siswa yang tidak bisa dan tidak mungkin dapat dilayani
sepenuhnya oleh guru di sekolah melalui pelayanan pengajaransemata, seperti dalam hal
pelayanan dasar seperti kurikulum bimbingan dan konseling; perencanaan individual;
pelayanan responsif; dan beberapa kegiatan khas Bimbingan dan Konseling lainnya.
Begitu pula, Bimbingan dan Konseling bukanlah pelayanan eksklusif yang harus
terpisahdari pendidikan.
Pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki derajat dan tujuan yang
sama dengan pelayanan pendidikan lainnya (pelayanan pengajaran dan manajemen), yaitu
mengantarkan para siswa untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal. Perbedaan
terletak dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana masing- masing memiliki
karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda.
Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional,
maka orientasi, tujuan dan pelaksanaan BK juga merupakan bagian dari orientasi, tujuan
dan pelaksanaan pendidikan karakter. Program Bimbingan dan Konseling di sekolah
merupakan bagian inti pendidikan karakter yang dilaksanakan dengan berbagai strategi
pelayanan dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik untuk mencapai
kemandirian, dengan memiliki karakter yang dibutuhkan saat ini dan masa depan.
Pekerjaan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan berbasis nilai, layanan etis
normatif, dan bukan layanan bebas nilai. Seorang konselor perlu memahami betul hakikat
manusia dan perkembangannya sebagai makhluk sadar nilai dan perkembangannya ke
arah normatif etis. Seorang konselor harus memahami perkembangan nilai, namun
seorang konselor tidak boleh memaksakan nilai yang dianutnya kepada konseli (peserta
didik yang dilayani), dan tidak boleh meneladankan diri untuk ditiru konselinya,
melainkan memfasilitasi konseli untuk menemukan makna nilai kehidupannya. (Sunaryo,
2006).

11
2.2 Setting Layanan dalam Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling baik itu di pendidikan formal maupun pendidikan
non formal mempunyai landasan hukum yang kuat. Dalam undang-undang Sisdiknas
Nomor 20 tahnun 2003 menyatakan bahwa “Pendidikan merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Hal tesebut terkait dengan konseling adalah pendidikan maka pengertian konseling di
dalamnya sepenuhnya terkandung segenap makna dan unsur-unsur pendidikan sebagai
mana didefenisikan pada Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional. Menurut Prayitno
(2013) mengatakan bahwa konseling adalah pelayanan bantuan oleh tenaga profesional
kepada seorang atau kelompok individu untuk pengembangan kehidupan efektif sehari-hari
dan penanganan kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu dengan fokus pribadi yang
mampu mengendalikan diri melalui penyelenggaraan berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung dalam proses pembelajaran.
Berhubungan dengan itu salah satu misi dari bimbingan dan konseling adalah misi
pengembangan, yaitu memfasilitasi perkembangan individu di dalam satuan pendidikan
formal, non formal, keluarga, instansi, dunia usaha dan industri, serta kelembagaan
masyarakat lainnya kearah perkembangan optimal melalui strategi upaya pengembangan
individu, pengembangan lingkungan belajar, dan lingkungan lainnya, serta kondisi tertentu
sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat.
Di Amerika serikat, profesi konseling berada di dalam dua organisasi profesi, yaitu
AACD (American Assosiation for Counseling and development) dan APA (America
Psychological Assosiation) divisi 17 (Counseling Psychology), yang kedua organisasi
profesi itu mendefenisikan konseling sebagai profesi dengan butir-butir pokok berikut
(Prayitno, 2013) :
 Konseling bekerja dengan permasalahan yang bersifat personal, sosial, vokasional, dan
pendidikan.
 Konseling bekerja dengan hal-hal yang bersifat normal
 Konseling bekerja dalam kondisi yang terstruktur
 Konseling merupakan proses di mana klien belajar bagaimana cara mengambil

12
keputusan dan membangun cara-cara bertingkah laku, merasa dan berfikir.
 Konseling meliputi berbagai bidang kekhususan seperti bidang persekolahan,keluarga,
kesehatan mental, rehabilitasi, dan karir.
Untuk mewujudkan itu semua, bimbingan dan konseling mempunyai berbagai macam
setting layanan. setting keluarga, satuan pendidikan, lembaga kerja, lembaga sosial
kemasyarakatan, setting praktik privat. Menurut Bimo Walgito (2010) mengatakan bahwa
dengan demikian dapat dikemukakan bahwa bimbingan dan konsling dapat berlansung
dalam lingkungan keluarga, sekolah, dam masyarakat yang lebih luas, misalnya dalam
lapangan industri, bidang ketentaraan, badan-badan sosial, dan lain-lain. Tentu saja,
masing-masing bidang ini akan membawa sifat dan corak yang berbeda.
Surtina (2013) mengatakan bahwa dalam rangka membangun manusia indonesia yang
seutuhnya sesuai dengan tujuan pembangunan indonesia, pengembangan layanan
bimbingan dan konseling bagi masyarakat merupakan sarana dan wahana yang sangat baik
untuk pembinaan sumber daya manusia. Masing-masing setting kehidupan itu
memberikan suasana dan ketentuan tersendiri yang perlu mendapatkan perhatian oleh
konselor dalam menyelenggarakan pelayanannya.
1. Setting Informal (Keluarga)
Konselor dapat bekerja dalam lingkungan kelurga, dalam posisi sebagai berikut:
a. Melaksanakan pelayanan tertentu berkenaan fokus/materi layanan terbatas.
b. Sebagai konselor keluarga yang diserahi tugas/tanggung jawab menjaga kondisi
KES-KES-T anggota keluarga yang dimaksud. Konselor keluarga itu posisinya
setara dengan dokter keluarga.
Adapun menurut Sujarwo (Surtina, 2013) mengatakan bahwa adapun problem-
problem keluarga, akibat ridak berfungsinya keluarga yaitu problem seks, problem
kesehatan, problem ekonomi, problem pendidikan, problem pekerjaan, problem
hubungan intern dan antar keluarga. Problem tersebut harus segera ditangani agar
terselesaikan dan tidak menimbulkan dampak yang luar biasa yang berujung pada
perceraian.
Menurut palmo, dkk (Prayitno, dkk., 1999) mengatakan bahwa segenap fungsi,
jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling pada dasarnya dapat diterapkan
dengan memperhatikan kesesuainya dengan masing-masing karakteristik anggota
keluarga yang masih memerlukan pelayanan itu. Khusus untuk anggota keluarga yang

13
masih duduk dibangku pendidikan formal, peran konselor sekolah amat besar, konselor
sekolah justru diharapkan agar menjembatani program bimbingan dan konseling di
sekolah dengan kebutuhan keluarga dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
Konselor sekolah hendaknya mampu mensingkronisasikan secara harmonis pemenuhan
kebutuhan anak di sekolah dan dirumah pada satu segi; serta fungsi sekolah dan fungsi
kelaurga terhadap anak pada segi yang lain.
2. Setting Formal (satuan pendidikan)
Konselor dapat bekerja pada lembaga pendidikan, jalur pendidikan formal, yaitu
sekolah/madrasah dan perguruan tinggi, serta jalur pendidikan nonformal. Suasana dari
berbagai ketentuan kelembagaan pendidikan dalam jenis dan jengjangnya itu secara
langsung maupun tidak langsung maupun tidak mewarnai penyelenggaraan pelayanan
konseling terhadap peserta didik di masing-masing satuan pendidikan tempat konselor
bekerja.
Berbeda lagi dengan kecendrungan di atas, profesi konseling di Indonesia sejak
awalnya memang terarahkan kepada pelayanan profesional di bidang pendidikan.
Seluruh upaya pengembangan bidang pelayanan yang sejak awalnya bernama
Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian menjadi Bimbingan dan Konseling (BK),
sampai adanya ussulan untuk digunakannya satu istilah saja, yaitu konseling.
Konselor pada satuan pendidikan juga diperkuat dengan undang nomor 20 tahun
2003, pasal 6 ayat 1, menyatakan bahwa “Pendidik adalah tenaga yang kependidikan
yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”. Adapun pelayanan bimbingan dan
konseling pada satuan pendidikan, yaitu:
a. Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling pada Taman Kanak-kanak
Kebutuhan pengembangan diri konseli di Taman Kanak-kanak hampir
sepenuhnya ditangani oleh guru yang sesuai dengan konteks tugas dan ekspetasi
kinerjanya, menggunakan spektrum karakteristik perkembangan konseli sebagai
konteks permainan yang memfasilitasi perkembangan kepribadian konseli secara
utuh. Santoso (2013) menyatakan bahwa konselor juga dapat berperan serta secara
produktif di jenjang Taman Kanak-kanak sebagai konselor kunjung (roving
counselor yang diangkat pada tiap gugus sekolah/Madrasah untuk membantu guru

14
dalam menyusun program bimbingan yang terpadu dengan proses pembelajaran,
dan mengatasi perilaku mengganggu (distruptive behavior) anak sesuai keperluan
yang salah satu pendekatannya adalah Direct Behavioral Consultation.
Pada jenjang ini fungsi bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif dan
developmental. Secara pragmatik, komponen kurikulum pelaksanaan dalam
bimbingan dan konseling yang perlu dikembangkan oleh konselor jenjang Taman
Kanak-kanak membutuhkan alokasi waktu yang lebih besar dibandingkan dengan
yang dibutuhkan oleh siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebaliknya,
pada jenjang taman kanak-kanak komponen perencanaan individual (yang terdiri
dari pelayanan appraisal, advicement transition planning) dan pelayanan
responsive services (berupa pelayanan konseling dan konsultasi) memerlukan
alokasi waktu yang lebih kecil. Kegiatan konselor di jenjang taman kanak-kanak
dalam komponen responsive services, dilaksanakan terutama untuk memberikan
layanan konsultasi kepada guru dan orang tua dalam mengatasi perilaku-perilaku
mengganggu (distruptive) siswa Taman Kanak-kanak.
b. Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling pada Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
Survei secara nasional, yang diselenggarakan pada awal 1950, menunjukkan
diatas 700 konselor dasar telah dipekerjakan dan lebih dari 400 dari mereka
diberikan layanan bimbingan dan konseling secara paruh waktu atau lebih (Schmidt,
2003). Program dasar meliputi layanan konseling, konsultasi, koordinasi, dan
penilaian untuk para siswa, orangtua, dan guru. Pada waktu yang sama, beberapa
studi sudah mengusulkan bahwa aturan dan pentingnya kegiatan konselor secara
spesifik boleh berbeda dari tingkatan yang lain pada konseling sekolah.
Dalam bagian ini, penekanannya adalah memberikan konseling dasar yang
fokusnya unik, fokus itu meliputi proses yang sesuai dan pendekatan untuk
konseling dengan anak-anak, perhatian yang cukup untuk aktivitas pengembangan
dan layanan, dan keterlibatan guru dan orang tua dalam proses memberikan bantuan.
c. Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling pada SMP/MTs
Sekolah menengah secara relatif merupakan hal baru dalam organisasi
pendidikan yang telah diganti dengan sekolah menengah pertama di beberapa
negara. Siswa-siswa pada sekolah menengah yang meliputi pra remaja antara usia

15
sembilan sampai tiga belas (9-13 tahun). Kebutuhan yang unik dari kelompok usia
ini memerlukan perhatian yang khusus, terutama sekali pada fisik dan
perkembangan sosial. Konseling di sekolah menengah pada generasi alpha ini harus
mempertimbangkan keanekaragaman budaya para siswa.
Baruth dan Manning (2000) menuliskan bahwa perubahan demografis pada
tingkat menengah akan memberikan tantangan yang unik. Mereka mengusulkan
bahwa konselor di masa depan akan memerlukan pengetahuan multibudaya dan
keterampilan untuk mengembangkan dan menyampaikan program yang serasi dari
layanan untuk populasi yang berbeda. Hornburg (1986) menyatakan bahwa
perkembangan yang kompleks pada tingkat menengah memerlukan konselor yang
ahli dalam memahami dan berkomunikasi dengan remaja. Konselor dituntut untuk
dapat menguasai teknologi sesuai dengan perkembangan generasi setiap individu
serta memiliki wawasan yang luas mengenai multikultural siswa. Pada pra remaja,
perkembangan intelektual diilustrasikan dengan lebih canggih dan tingkat yang
lebih tinggi.
d. Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling pada SMA/SMK/MA
Kebanyakan peranan konselor di sekolah menengah atas telah konsisten pada
pengaturan jadwal mata pelajaran, penempatan di perguruan tinggi, dan membuat
catatan akademik. Meskipun sekarang peranan konselor di sekolah menengah atas
telah mengalami perubahan, konselor kelas dua berlanjut untuk membantu para
siswa dengan menunjukkan informasi tentang pemilihan mata pelajaran, kesempatan
berkarir, hasil ujian, perguruan tinggi, dan beasiswa. Secara umum, proses
pertolongan yang ditunjukan konselor pada sekolah dasar dan sekolah menengah
digunakan pada tingkat sekolah menengah atas dengan baik. Perbedaan bagaimana
para konselor sekolah menyampaikan inti dari pelayanannya dengan melihat pada
jenis aktifitas yang digunakan pada tingkatan-tingkatan yang berbeda pada saat
praktek. Seperti konselor di sekolah dasar dan sekolah menengah, konselor di
sekolah menengah atas memilih layanan dan jenis aktifitas yang memusatkan
beberapa keunikan yang diperlukan pada penyiapan remaja ke dewasa.
Pada suatu penelitian pada para orang tua, konselor, pengurus, dan komunitas
pengusaha (Ibrahim, Helms & Thompson, 1983), kesemuanya adalah kelompok
yang menunjukkan bahwa variasi dari layanan adalah hal yang sangat penting

16
diantara beberapa fungsi konselor di SMA/SMK/MA. Ada beberapa persetujuan
bersama tentang nilai dari kesemua aktifitas untuk para konselor. Suatu penelitian
menggaris bawahi 37 fungsi dibawah kategori besar :
1) Program pengembangan
2) Konseling
3) Penilaian siswa
4) Rencana pendidikan dan pekerjaan
5) Penyerahan
6) Penempatan
7) Bantuan orang tua
8) Staf konsultasi
Penelitian lainnya, Gibson (1990) menemukan bahwa konselor berperan :
1) Konseling pribadi
2) Menunjukkan informasi karier
3) Mengelola dan menyampaikan hasil ujian
4) Memberitahu tentang perguruan tinggi
5) Kelompok Bimbingan dan Koneling
Pada kedua penelitian tersebut, diidentifikasikan beberapa fungsi sangat cocok
dengan inti layanan pada sebuah perbandingan program bimbingan dan konseling
sekolah. Sebagai catatan pada penelitian diatas bahwa fungsi bimbingan dan
konseling dilanjutkan menjadi layanan yang sangat penting pada sekolah menengah
atas. Disini ditegaskan tidak diterbitkan evaluasi dari program konseling sekolah,
dimana penulis disini menemukan bahwa siswa, orang tua, dan guru cenderung
konsisten merasa ada beberapa layanan yang sangat penting untuk konselor di
sekolah menengah atas (Schmidt,1995):
1) Membantu siswa dengan masalah pribadi
2) Membantu siswa membuat keputusan tentang sekolah
3) Menunjukkan informasi perguruan tinggi
e. Layanan Bimbingan Konseling di Perguruan Tinggi.
Kasih (2019) menyebutkan bahwa selama ini pelayanan bimbingan dan
konseling di Perguruan Tinggi masih jauh dari yang seharusnya. Terbukti dari
banyaknya permasalahan yang dihadapi mahasiswa berkaitan dengan penyelesaian

17
studinya dan masih tingginya angka kelulusan yang tidak tepat waktu serta tingginya
angka drop out di Perguruan Tinggi. Keberadaan bimbingan dan konseling di
Perguruan Tinggi juga ditemukan bahwa belum semua Perguruan Tinggi memiliki
pelayanan bimbingan dan konseling sebagaimana yang diharapkan.
Jika dibandingkan dengan kondisi bimbingan dan konseling di banyak
Perguruan Tinggi luar negeri, terutama di Negara maju seperti Amerika sudah
berjalan dengan baik. Bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi sudah
dilaksanakan semenjak awal abad ke-20 misalnya di Amerika Serikat. Bimbingan
dan konseling ini merupakan hasil pemikiran dari Williamson dengan penekanan
pada titik pandang permasalahan pribadi mahasiswa. Layanan terhadap
permasalahan pribadi mahasiswa menjadi dasar dari layanan konseling di Perguruan
Tinggi dengan menggunakan pendekatan langsung atau yang berpusat pada
konselor (Directive Counseling) di negara tersebut. Berbeda dengan di Indonesia,
walaupun pelayanan bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi sudah terlaksana
akan tetapi masih banyak membicarakan tentang masalah belajar yang mengganggu
perkuliahannya bukan masalah pribadinya. Kemudian gagasan mengenai
pentingnya layanan bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi ini semakin
diterima dan menjadi bagian dari urusan kemahasiswaan.
Menurut Gladding (2012: 498) bahwa layanan yang dilakukan pada
mulanya adalah:
1) Layanan yang berkaitan dengan perilaku mahasiswa.
2) Layanan yang berkaitan dengan gambaran mahasiswa.
3) Layanan yang berkaitan dengan perkembangan mahasiswa.
4) Layanan yang berkaitan dengan kinerja akademis.
Mengingat betapa pentingnya pelayanan bimbingan dan konseling di
Perguruan Tinggi dalam menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0, maka ada
beberapa upaya yang dapat dilakukan diantaranya:

18
1) Adanya Penasehat Akedemik atau Dosen Wali Akademik yang terlatih dan
memiliki pengetahuan tentang ilmu bimbingan dan konseling baik yang
diperoleh melalui berbagai kegiatan seperti workshop, pelatihan, penataran dan
sebagainya.
2) Adanya Unit Khusus Pelayanan Bimbingan dan Konseling yang menangani
pelayanan bimbingan dan konseling dan memiliki tenaga konselor serta tenaga
lainnya yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai.
3) Pembekalan bagi mahasiswa dan calon alumni tentang berbagai peluang
lapangan pekerjaan dan cara serta prosedur memperolehnya.
Adanya Unit Ketenagakerjaan di Perguruan Tinggi atau Pengembangan
Layanan Pusat Karir yang dilengkapi dengan tenaga yang memiliki pengetahuan
tentang bimbingan dan konseling, seperti:
1) Melaksanakan Job Fair dan Entrepreneur Expo di kampus.
2) Mengembangkan Jejaring dengan Berbagai instansi yang terkait.
Dewasa ini pelayanan BK pada perguruan tinggi perlunya mengembangkan
dan mengimplementasikan kurikulum pelayanan dasar bimbingan dan konseling,
individual student planning, responsive service, serta system support. Akan tetapi,
dalam perguruan tinggi lebih difokuskan pada pemantapan karir, sebisa mungkin
yang paling cocok baik dengan rekam jejak pendidikannya maupun kebutuhan
untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai pribadi yang produktif, sejahtera serta
berguna untuk manusia lain.
3. Setting Non Formal
a. Setting lembaga kerja
Konselor dapat bekerja pada kantor-kantor dinas pemerintahan, kantor perusahan
swasta, dan lembaga bisnis seperti pabrik, perusahaan, dan bahkan pada unit- unit
perdagangan tertentu, para pekerja dan pihak-pihak yang terkait dalam
kelembagaan itu disesuaikan dengan karekateristik dunia kerja yang dimaksud
denganberbagai kontektualnya.
b. Setting kelembagaan sosial-kemasyarakatan
Kelembagaan seperti RT, RW, organisasi pemuda, olah raga, sosial dan politik, serta
organisasi kemasyarakatan lainnya dapan menjadi lahan bagi konselor untuk
mempraktikan pelayanan konseling. Lagi, karakteristik kelembangaan yang

19
dimaksud menjadi perhatian khusus konselor dalam melaksanakan pelayanannya.
c. Setting praktik privat
Dalam seting ini konselor bekerja secara mandiri menegakan kemandirian
pelayanan konseling sebagai profesi. Praktik privat yang dimaksud yang
dimaksudkan itu tidak terikat oleh suasana dan aturan kelembagaan tertentu, kecuali
suasana dan/ aturan kelembagaan yang dibawa atau melekat pada diri subjek yang
dilayani. Pada praktik privat inilah konselor menampilkan diri sebagai pemegang
mandat profesi yang sepenuhnya bertanggungjawab secara mandiri. Sebagai syarat
menjadi konselor adalah seseorang harus S1 bimbingan dan konseling di tambah
dengan PPK (Pendidikan Profesi Konselor).
Berkenaan dengan program PPK, Dasar Standarisasi Profesi Konseling
(DSPK) (2004) menegaskan bahwa program PPK merupakan program spesialis 1
(Sp.1) yang menghasilkan konselor umum. Kelanjutan program PPK sebagai
program spesialis 1 ini adalah program spesialis (Sp.2) diselenggarakan untuk
menyiapkan tenaga praktisi dalam bidang konseling. Seperti halnya profesi dokter
yang para penyandang profesinya dapat/ berkewenang melaksanakan praktek
mandiri atau privat, maka para konselorpun memiliki kewenangan untuk berpraktik
mandiri/privat seperti itu, sebagaimana dinyatakan dalam DSPK yaitu profesi
konseling tidak lagi dibatasi hanya di sekolah, melainkan juga menjangkau bidang-
bidang di luar sekolah yang memberikan nuansa dan corak pada pendidikan non
formal dan pengembangan sumber daya manusia yang lebih sensitif, antisipatif,
proaktif, dan responsif terhadap perkembangan warga masyarakat.
Lebih jauh lagi, sebagaimana disebutkan di atas, lanjutan program PPK
Umum (Sp.1) adalah PPK spesialis (Sp.2). dalam hal ini spesialis program PPK
Sp.2 dapat terarah ke sejumlah kekhususan, seperti juga disebutkan oleh Gladding
(2012), yaitu kekhususan dalam berbagai bidang-bidang seperti :
 Karir
 Perkawinan dan keluarga
 Populasi khusus, seperti korban kekerasan, bencana, korban narkoba,
narapidana.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bimbingan merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan memeiliki kontribusi
terhadap keberhasilan proses pendidikan di sekolah (Nurihsan, 2005) berdasarkan
pernyataan di atas dapat di pahami bahwa proes pendidkan di sekolah termasuk madrasah
tidak akan berhasil secara baik apabila tidak di dukung dengan penyelenggaraan secara baik
pula. Lembaga pendidkan memiliki tanggung jawab yang besar membantu siswa agar
berhasil dalam belajar ,untuk itu sekolah dan madrasah hendaknya meberikan bantuan pada
siswa untuk mengatasi masalah masalah yang timbul dalam kegiatan belajar siswa dalam
kondisi seperti ini pelayanan bimbingan dan konselng lembaga pendididikan sangat penting
untuk dilaksanakan guna membantu siswa mengatasi beberapa masalah yang di hadapinya
Konseling sebagai bagian integral dari sistem pendidikan di sekolah memiliki peranan
penting berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Sementara itu terkait dengan konseling adalah pendidikan, maka pengertian konseling
di dalamnya sepenuhnya terkandung segenap makna dan unsur-unsur pendidikan sebagai
mana didefenisikan di dalam Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional, dapat
dirumuskan sebagai berikut. Menurut Prayitno (2013) mengatakan bahwa konseling adalah
pelayanan bantuan oleh tenaga profesional kepada seorang atau kelompok individu untuk
pengembangan kehidupan efektif sehari-hari dan penanganan kehidupan efektif sehari-hari
yang terganggu dengan fokus pribadi yang mampu mengendalikan diri melalui
penyelenggaraan berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung dalam proses
pembelajaran.
Berhubungan dengan itu salah satu misi dari bimbingan dan konseling adalah misi
pengembangan, yaitu memfasilitasi perkembangan individu di dalam satuan pendidikan
formal, dan non formal, keluarga, instansi, dunia usaha dan industri, serta kelembagaan
masyarakat lainnya kearah perkembangan optimal melalui strategi upaya pengembangan
individu, pengembangan lingkungan belajar, dan lingkungan lainnya, serta kondisi tertentu
sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat. Ini sesuai dengan motto konselor yakni
konselor di sekolah mantap, di luar sekolah sigap, dan dimana-mana siap. Untuk
mewujudkan itu semua, bimbingan dan konseling mempunyai berbagai macam setting

21
layanan, berupa : setting keluarga, satuan pendidikan, lembaga kerja, lembaga sosial
kemasyarakatan, setting praktik.

3.2 Saran
Kelompok menyadari makalah ini tidaklah sempurna maka dari itu perlu dan penting bagi
kelompok untuk menerima revisi dari bapak/ibu dosen dan juga teman-teman.

22
DAFTAR PUSTAKA

Amti, E. 1992. Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Alfabeta.


Bandura, A. (1995). Self-efficacy in changing soceties. Cambridge,UK: Cambirdge
University pres.
Bimo, W. 2010. Bimbingan dan Konseling (studi & karir). Yogyakarta: Arcan.
Gysbers, N.C & Henderson, P. 2006. Developing & Managing: Your School Guidance and
Counseling Program (Fourth Edition). USA: American Counseling Association.
Hibana, R. 2003. Bimbingan dan konseling pola 17. UCY: Press Yogyakart.
Mamat Supriana. 2011. Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi. Jakarta: Rajawali
Pers.
Prayitno & Amti, E. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta, Rineka Cipta.
Prayitno. Amti. Eman. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Prayitno. 2009. Wawasan Profesional Konseling. Padang: UNP Press.
Prayitno. 2013. Konseling Integritas. Padang: UNP Press.
Santoso, D. 2013. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Malang: Tanpa Penerbit.
Schmidt, J .J. 2003. Counseling In Schools: Essential Services and Comprehensive Programs
(Fourth Edition). USA: Pearson Education, Inc.
Surtina. 2013. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Tawil. 1999. Dasar-dasar Bimbingan Konseling. Magelang: Gema Insani.
Tohirin. 2011. Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah (berbasis integrasi).
Jakarta: PT Raja grafindo persada.
Wardati. 2011. Implementasi bimbingan dan konseling di sekolah. Jakarta: Prestasi pustaka
raya.
Yusuf & Nurihsan, J. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Remaja
Rosdakary
Wibowo. A. 2003. Pendidikan Karakter Usia Dini. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Nurihsan, A. J. 2005.Bimbingan dan Konseling. Rineka cipta : Bandung

23
24

Anda mungkin juga menyukai