Anda di halaman 1dari 19

BK SEBAGAI INTEGRAL PENDIDIKAN & SETTING

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan dan
Wawasan Bimbingan dan Konseling yang diampu oleh Dr. Triyono, M.Pd dan
Dr. Diniy Hidayatur Rahman, S.Pd, M.Pd

MAKALAH

Makalah ini disusun oleh :


Muh. Yusran Diniy (200111842020)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
OKTOBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas ridha-Nya, penyusun
dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tidak lupa penyusun sampaikan kepada
Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaat mengalir kepada umatnya di hari akhirat kelak.
Penyusunan makalah yang berjudul “BK Sebagai integral dan Setting Layanan Bimbingan dan
Konseling” bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan dan Wawasan
Bimbingan dan Konseling yang diampu oleh Bapak Dr. Triyono, M.Pd dan Dr. Diniy
Hidayatur Rahman, S.Pd, M.Pd.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam menyusun makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang
Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita, serta penulis berharap, makalah sederhana
yang disajikan ini dapat memberi manfaat dalam menambah wawasan ilmu pengetahuan kita,
baik itu bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Aamiin..

Palu, 24 Oktober 2020


Penulis

M Yusran d
Daftar Isi

COVER................................................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... 2
Daftar Isi.............................................................................................................................. 3
BAB 1 : PENDAHULUAN.................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 5
BAB II : PEMBAHASAN ................................................................................................... 6
A. BK Dalam integral Pendidikan ............................................................................... 6
1. Pengertian bimbingan dan konseling dalam pendidikan. .......................................... 6
2. Bimbingan dan Konseling sebagai bagian integral dalam sistem pendidikan ........... 6
3. Hubungan BK sebagai kegiatan yang integral dalam sistem pendidikan. ................. 9
B. Setting Layanan Bimbingan dan Konseling .......................................................... 11
1. Setting keluarga .................................................................................................... 12
2. Setting satuan pendidikan ...................................................................................... 12
3. Setting lembaga kerja ............................................................................................ 16
4. Setting kelembagaan sosial-kemasyarakatan ......................................................... 16
5. Setting praktik privat ............................................................................................. 16
BAB III : PENUTUP ......................................................................................................... 18
Kesimpulan ..................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 19
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan bimbingan dan konseling telah dirintis sejak tahun 1960-an dan
dilaksanakan secara serempak di sekolah sejak tahun 1975, yaitu saat diberlakukannya
kurikulum ’75. Pada saat itu istilah yang diperkenalkan dan dipergunakan adalah Bimbingan
dan Penyuluhan (BP). Istilah tersebut pada akhirnya memunculkan suatu sebutan bagi
pelaksanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah dengan sebutan guru BP.
Perkembangan dunia bimbingan dan konseling di Indonesia mengalami proses yang berliku,
hingga pada tahun 1994, melalui kurikulum 1994, istilah Bimbingan dan Penyuluhan mulai
diganti dengan istilah Bimbingan dan Konseling (BK). Perubahan mendasar dari istilah
“penyuluhan” menjadi “konseling” didasari pada paradigma bahwa konselor tidak
melakukan penyuluhan yang mempunyai konotasi sebagai pekerja lapangan (mis: penyuluh
pertanian atau penyuluh KB), tetapi lebih pada usaha membantu Konseli/siswa sesuai
dengan karakter siswa yang bersangkutan. Siswa lebih dihargai untuk dapat menyelesaikan
masalahnya sendiri. Dengan demikian, istilah guru BP dirubah menjadi guru BK.
Menurut SK Menpan no. 84/1993 tentang jabatan fungsional guru dan angka
kreditnya, pada pasal (3) disebutkan bahwa tugas pokok guru pembimbing adalah menyusun
program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan,
analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap
peserta didik yang menjadi tanggungjawabnya. Pada tahun 2003, terjadi perubahan
mendasar terhadap pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah. Menurut Undang-
undang nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 ayat (4)
dinyatakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor … . Dengan demikian penggunaan istilah guru BK di lingkungan sekolah
akan berubah menjadi konselor sekolah. Paradigma ini mengacu pada pelaksana konseling
adalah konselor. Dengan kata lain bahwa konselor termasuk salah satu tenaga pendidik.
Bimbingan dan konseling di sekolah merupakan satu kesatuan (integral) dalam
keseluruhan proses pendidikan di sekolah (Munandir:1993). Dengan kata lain bahwa
pelaksanaan pendidikan atau pembelajaran di sekolah akan mempunyai ketergantungan
yang timbal balik antara proses belajar klasikal di kelas dengan bantuan bimbingan dan
konseling. Kesatuan ini tampak dalam pelaksanaan pembelajaran di lapangan. Pembelajaran
yang berorientasi kognitif secara umum telah dilakukan oleh guru bidang studi di kelas.
Guru mata pelajaran memberikan bahan atau materi pembelajaran kepada siswa dengan
penekanan-penekanan pada bidang kognitif. Peranan guru BK pada tahap ini adalah
menyeimbangkan antara kekuatan kognitif dan afektif yang dimiliki siswa.
Seringkali kita temui bahwa siswa mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan
segala bentuk tugas yang diberikanoleh guru bidang studi. Tetapi pada saat mereka
dihadapkan untuk menentukan pilihan masa depan atau mengambil keputusan tentang masa
depannya, mereka mengalami kesulitan yang luar biasa. Mereka dihadapkan pada banyak
pilihan serta konflik-konflik batin. Pada saat inilah peranan guru BK akan tampak semakin
nyata. Konselor sekolah akan membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah yang
timbul sesuai dengan karakteristik siswa yang bersangkutan. Permasalahan yang dihadapi
siswa tidak bisa diselesaikan dengan mempergunakan kekuatan kognitif atau logika berpikir
semata. Seringkali permasalahan yang muncul adalah kerena pertentangan emosi (afeksi)
siswa. Sebagai contoh, masalah penjurusan tidak bisa diselesaikan hanya dengan melihat
hasil kogitif siswa melalui nilai rapor, tetapi juga melihat kepribadian, minat, bakat dan
keadaan lingkungan siswa tersebut. Di sini terlihat perspektrum yang semakin luas untuk
dapat menyelesaikan masalah siswa secara tuntas.
Permasalahan yang diuraikan di atas merupakan permasalahan yang sifatnya khusus
terjadi pada dunia pendidikan. Secara umum Nurihsan (2003) menyebutkan beberapa
masalah umum yang terjadi di sekitar kita akibat berkembangnya isu globalisasi sebagai
berikut, (1) keresahan hidup di kalangan masyarakat yang semakin meningkat karena
banyaknya konflik, stres, kecemasan dan frustrasi, (2) adanya kecenderungan pelanggaran
disiplin, kolusi, korupsi, makin sulit diterapkannya ukuran baik-jahat dan benar-salah secara
lugas, (3) adanya ambisi kelompok yang dapat menimbulkan konflik, tidak saja konflik
psikis tapi juga konflik phisik dan (4) pelarian dari masalag melalui jalan pintas yang
bersifat sementara dan adiktif seperti penggunaan obat-obatann terlarang (drugs).
Permasalahan tersebut pada akhirnya membutuhklan bantuan layanan bimbingan dan
konseling,t erutam adisetting sekolah. Akibat lain dari adanya globalisasi adalah
meningkatnya “virus” informasi baru (Prayitno & Amti, 1999).
Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini terlalu banyak informasi baru yang muncul di
sekitar kita. Suatu masalah belum terselesaikan dengan baik muncul lagi masalah yang lebih
baru dan lebih membutuhkan penanganan yang khusus. Sebagai contoh informasi mengenai
telepon genggam (HP). Pada saat yang bersamaan dapat muncul 4 model HP di masyarakat.
Belum selesai kita analisa dengan mantap, sudah muncul genre legi yang lebih baru dengan
menawarkan hal-hal baru. Informasi ini seringkali membuat masyarakat bingung untuk
memilih.
Lebih lanjut, Wibowo (2003) menyatakan bahwa pendidikan dapat memanfaatkan
bimbingan dan konseling sebagai mitra kerja dalam melaksanakan tugasnya sebagai
rangkaian upaya pemberian bantuan. Konseling menyediakan unsur-unsur di luar individu
yang dipergunakan untuk memperkembangkan diri. Integrasi konseling dalam pendidikan
juga tampak dari dimasukkannya secara terus menerus program-program konseling ke
dalam program-program sekolah dengan demikian konsep dan praktek konseling
merupakan bagian integral upaya pendidikan
B. Rumusan Masalah
1. Bimbingan dan Konseling sebagai bagian integral dalam sistem pendidikan?
2. Bagaimana Setting Layanan Bimbingan dan Konseling ?

C. Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan Bagaimana bimbingan dan Konseling sebagai bagian integral dalam
sistem pendidika
2. Menjelaskan Layanan Bimbingan dan Konseling ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. BK DALAM INTEGRAL PENDIDIKAN


1. Pengertian bimbingan dan konseling dalam pendidikan.
Bimbingan di definisikan dalam beratus-ratus secara umum , bimbingan di anggap
sebagai sebuah usaha untuk membantu orang dalam memahami dirinya sendiri dan
dunia tentang dirinya atau sebagai sebuah usaha untuk mencapai realisasi diri maksimal
individu. Secara konseptual bimbingan melihat melibatkan sebuah sudut pandang dalam
membantu seseorang sebagai sebuah konstruk pendidikan ,bimbingan adalah wilayah
pengalaman yang membantu siswa agar mampu membantu dirinya sendiri dan sebagi
sebuah layanan ,bimbingan adalah prosedur yang terorganisir untuk mencapai sebuah
hubungan yang saling membantu.
Untuk memperoleh pengertian yang jelas tentang “bimbingan” berikut di kutipkan
pengertian bimbingan (guidance) menurut beberapa sumber year book of education
menyatakn bahwa :“guidance is a process of helping idividual through their own effort
to discover in developing their potentialisties both forpersonal happiness and social
usefulness” yang artinya “bimbingan adalah proses bantuan antara individu untuk
mencapai pemahaman diri dan pengaruh diri sendiri yang dibutuhkan untuk penyesuaian
diri secara maksimum kepada sekolah, keluarga serta masyarakat”sedangkan rogers
“conseling is series of direct contants with the individual with aims to offer him
assistance in changing his attitude and behaviour”“konseling adalah serangkaian kontak
atau hubungan bantuan langsung dengan individu dengan bertujuan memberikan
bantuan kepadanya dalam mengubah sikap dan tingkah lakunya.
2. Bimbingan dan Konseling sebagai bagian integral dalam sistem pendidikan
Bimbingan merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan memeiliki
kontribusi terhadap keberhasilan proses pendidikan di sekolah (juntika ,2005)
berdasarkan pernyataan di atas dapat di pahami bahwa proes pendidkan di sekolah
termasuk madrasah tidak akan berhasil secara baik apabila tidak di dukung dengan
penyelenggaraan secara baik pula.
Lembaga pendidkan memiliki tanggung jawab yang besar membantu siswa agar
berhasil dalam belajar , untuk itu sekolah dan madrasah hendaknya meberikan bantuan
pada siswa untuk mengatasi masalah masalah yang timbul dalam kegiatan belajar siswa
dalam kondisi seperti ini pelayanan bimbingan dan konselng lembaga pendididikan
sangat penting untuk dilaksanakan guna membantu siswa mengatasi beberapa masalah
yang di hadapinya Konseling sebagai bagian integral dari sistem pendidikan di sekolah
memiliki peranan penting berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Pendidikan dapat memanfaatkan konseling sebagai mitra kerja dalam
melaksanakan tugasnya sebagai rangkaian upaya pemberian bantuan (Dahlan,1988:22).
Konseling menyediakan unsur-unsur di luar individu yang dapat dipergunakan untuk
memperkembangkan diri (Crow & Crow, 1960). Mengacu kepada pernyataan tersebut,
dalam arti luas konseling dapat dianggap sebagai bentuk upaya pendidikan, dan dalam
arti sempit konseling dapat dianggap sebagai teknik yang memungkinkan individu
menolong dirinya sendiri.
Perkembangan dan kemandirian individu dipentingkan dalam proses konseling
yang sekaligus merupakan proses pdndidikan. Untuk dapat berkembang dengan baik
dan mandiri, individu memerlukan pengetahuan dan keterampilan, jasmani dan rohani
yang sehat, serta kemampuan penerapan nilai dan norma-norma hidup
kemasyarakatan.Integrasi konseling dalam pendidikan juga tampak dari
dhmasukkannya secara terus menerus program-program konseling ke dalam program-
program sekolah (Belkin,1975; Borbers & Drury,1992); konsep-konsep dan praktek-
praktek konseling merupakan bagian integral upaya pendidikan (Mortensen &
Schmuller,1964).
Kegiatan konseling akan selalu terkait dengan pendidikan, karena keberadaan
konseling dalam pendidikan merupakan konsekuensi logis dari upaya pendidikan itu
sendiri. Konseling merupakan proses yang menunjang pelaksanaan pendidikan di
sekolah (Rochman Natawidjaja, 1978:30), karena program-program konseling meliputi
aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya menyangkut kawasan
kematangan pendidikan dan karir, kematangan personal dan emosional, serta
kematangan sosial. Hasil-hasil konseling pada kawasan itu menunjang keberhasilan
pendidikan yang bermutu pada umumnya. Dalam keadaan tertentu konseling dapat
dipergunakan sebagai metode dan alat untuk mencapai tujuan program pendidikan di
sekolah.Secara umum masalah masalah yang di hadapi oleh individu khususnya oleh
siswa dalam sekolah atau madrasah dalam pendidikannya sehingga memerlukan
pelayanan bimbingan dan konseling adalah:
a. Masalah masalah pribadi,
b. Masalah belajar (masalah yang menyangkut dalam pembelajaran).
c. Masalah pendidikan
d. Masalah karier dan pekerjaan
e. Penggunaan waktu senggang, dan sebagainya.

Praktek di dalam sistem pendidikan ,bimbingan dan konseling sesungguhnya tidak


terpisah apalagi jika kita pahami bahwa konseling merupakan salah satu teknik
bimbingan. selain itu integrasi antar bimbingan dan konseling dapat kita ketahui dari
pernyataan bahwa ketika seseorang sedang melakukan konseling berarti ia sedang
memberikan bimbingan oleh sebab itu perlu kiranya di rumuskan atau dikonsepsikan
pengertian bimbingan dan konseling secara terintregasi.
Konseling yang dilakukan oleh konselor sebagai bentuk upaya pendidikan,
karena kegiatan konseling selalu terkait dengan pendidikan dan keberadaan konseling
di dalam pendidikan merupakan konsekuensi logis dari upaya pendidikan itu sendiri.
Dahlan (1988:22) menyatakan bahwa konseling tidak dapat lepas dan melepaskan diri
dari keseluruhan rangkaian pendidikan.. Konseling sebagai upaya pendidikan
memberikan perhatian pada proses, yaitu cenderung memperhatikan tugasnya sebagai
rangkaian upaya pemberian bantuan pada anak mencapai suatu tingkat kehidupan yang
berdasarkan pertimbangan normative, antropologis (memperhatian anak selaku
manusia) dan sosio kultural. Dengan demikian, konseling tidak mungkin melepaskan
diri dari keseluruhan rangkaian pendidikan.
Secara fungsional, konseling sangat signifikan sebagai salah satu upaya
pendidikan untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai
dengan tahap-tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan. Konseling membantu
individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupan yang memiliki berbagai
wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian, dan keterampilan yang tepat
berkenanaan dengan diri sendiri dan lingkungan. Konseling merupakan proses yang
menunjang pelaksanaan program pendidikan di sekolah, karena program-program
konseling meliputi aspek-aspek perkembangan individu, khususnya menyangkut
kawasan kematangan pendidikan, kematangan karir, kematangan persona dan
emosional, serta kematangan sosial. Hasil konseling dalam kawasan ini menunjang
keberhasilan pendidikan umumnya.
Pendidikan sebagai proses interaksi, selalu berhadapan dengan kepribadian
manusia yang sedang berkembang dalam proses menjadi. Pendidikan bertugas
membantu manusia mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi, dan mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan merupakan proses yang bersifat individual sehingga strategi
pendidikan harus dilengkapi dengan strategi khusus yang lebih intensif dan menyentuh
dunia kehidupan secara individual. Strategi ini dapat memperhalus, menginternalisasi,
dan mengintegrasikan sistem nilai dan pola perilaku yang dipelajari lewat proses
pendidikan secara umum (Kartadinata,1987:104). Bentuk strategi khusus ini dapat
ditemukan dalam kegiatan konseling baik konseling individual maupun kelompok yang
dilakukan oleh konselor profesional yang mempunyai kemampuan untuk mewujudkan
tujuan.
Intervensi konseling dalam merealisasikan fungsi pendidikan akan terarah kepada
upaya membantu individu yang dapat dilakukan melalui konseling untuk memperhalus,
menginternalisasi, memperbaharui dan mengintegrasikan sistem nilai dan pola perilaku
yang mandiri. Dalam proses konseling amat mungkin diperlukan dan digunakan
berbagai metode dan teknis psikologis untuk memahami dan mempengaruhi
perkembangan perilaku individu, dengan tetap berstandar dan terarah kepada
pengembangan manusia sesuai dengan hakikat eksistensinya.
Hakikat manusia dengan segenap dimensi kehidupan manusia yang perlu
dikembangkan, yaitu dimensi spiritual dan psikologis, sosio-emosional, fisik, serta
segenap tujuan dan tugas kehidupan menjadi landasan bagi konsepsi dan
penyelenggaraan konseling. Manusia adalah segala-galanya bagi pelayanan konseling.
Ini berarti bahwa hakikat tujuan konseling harus bertolak dari sistem nilai dan kehidupan
yang menjadi rujukan manusia yang ada dalam sistem kehidupan tersebut. Teori dan
konsep konseling yang didasarkan pada sistem kehidupan sosial dan budaya tertentu
belum tentu berlaku bagi sistem kehidupan sosial dan budaya lain, untuk itu diperlukan
perspektif sosiologis tentang hakikat tujuan konsling dan kehidupan individu yang
hendak dilayani.
Keberadaan konseling dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia dijalani
melalui proses panjang sejak kurang lebih 48 tahun yang lalu. Pada saat ini keberadaan
pelayanan konseling dalam setting pendidikan, khususnya persekolahan, telah memiliki
legalitas yang kuat dan menjadi bagian terpadu dari sistem pendidikan nasional.
Pelayanan konseling telah mendapat tempat di semua jenjang pendidikan mulai dari
jenjang Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi. Pengakuan ini terus mendorong
perlunya tenaga profesional yang secara khusus dipersiapkan untuk menyelenggarakan
layanan konseling. Secara eksplisit telah ditetapkannya :
a. Pelayanan bimbingan dan konseling sebagai salah satu layanan pendidikan yang
harus diperoleh semua peserta didik telah termuat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 89 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar dan Nomor 29 Tahun
1990 tentang Pendidikan Menengah.
b. ”Konselor” sebagai salah satu jenis tenaga kependidikan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pada Bab I pasal 1 butir 6 dinyatakan bahwa “pendidik adalah tenaga kependidikan
yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”.
c. Pelayanan konseling yang merupakan bagian dari kegiatan pengembangan diri telah
termuat dalam struktur kurikulum yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar Menengah.
d. Beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor pada Pasal 54 ayat (6)
Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru yang
menyatakan bahwa beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor yang
memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah mengampu bimbingan
dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada
satu atau lebih satuan pendidikan. Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 54 ayat (6)
yang dimaksud dengan “mengampu layanan bimbingan dan konseling” adalah
pemberian perhatian, pengarahan, pengendalian, dan pengawasan kepada sekurang-
kurangnya 150 (seratus lima puluh) peserta didik, yang dapat dilaksanakan dalam
bentuk pelayanan tatap muka terjadwal di kelas dan layanan perseorangan atau
kelompok bagi yang dianggap perlu dan memerlukan.
e. Penilaian kinerja Guru bimbingan dan konseling (konselor) pada Pasal 22 ayat (5)
Peraturan bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian
Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 tahun 2010 tentang petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya dinyatakan bahwa
penilaian kinerja Guru bimbingan dan konseling (konselor) dihitung secara
proporsional berdasarkan beban kerja wajib paling kurang 150 (seratus lima puluh)
orang siswa dan paling banyak 250 9dua ratus lima puluh) orang siswa per tahun.
f. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, yang menyatakan
bahwa kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan pada jalur pendidikan
formal dan nonformal adalah: (i) sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan
dan konseling ; (ii) berpendidikan profesi konselor. Kompetensi konselor meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional, yang berjumlah 17 kompetensi dan 76 sub kompetensi.

3. Hubungan BK sebagai kegiatan yang integral dalam sistem pendidikan.


Istilah bimbingan (guidance) dan konseling (counseling) memiliki hubungan yang
sangat erat dan merupakan kegiatan yang integral dalam praktek sehari hari dalam
sistem pendidikan istilah bimbingan selalu digandengkan dengan istilah konseling
(guidance and counseling) ada pihak pihak yang beranggapan bahwa tidak ada
perbedaan yang prinsipil antar bimbingan dan konseling atau keduanya memiliki makna
yang identik namun sementara ada pihak yang yang berpendapat bahwa bimbingan dan
konseling merupakan dua pengertian yang berbeda baik dasar maupun cara kerjanya
,koseling atau counseling dianggap identik dengan psychoteraphy yaitu usaha menolong
orang orang yang mengalami gangguan psikis yang serius ,sedangkan bimbingan
dianggap identik dengan pendidikan.
Sementara pihak lain ada yg berpendapat bahwa konseling merupakan salah satu
teknis pemberian layanan dalam bimbingan secara integral yaitu dengan cara memberi
layanan bimbingan dan merupakan inti dari integrasi pelayanan bimbingan ,pendapat
inilah yang nampaknya banyak dianut Dengan demikian jelasah bahwa konseling adalah
salah satu teknik pelayanan bimbingan yang secara integral yaitu dengan cara
memberikan bantuan secara individual (face to face relationship).
Bimbingan tanpa konseling ibarat pendidikan tanpa pengajaran ,kalaulah ada
perbedaan diantara keduanya hanyalah terletak pada tingkatannya. Ada sebagian orang
yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah identik dengan pendidikan
hingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah menyelenggarakan pelayanan bimbingan
dan konseling, karena dianggap sudah implisit dalam pendidikanitu sendiri. Cukup
mantapkan saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama
sekali tidak melihat arti penting bimbingan dan konseling di sekolah.
Sementara ada juga yang berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling harus
benar- benar terpisah dari pendidikan dan pelayanan bimbingan dan konseling harus
secaranyata dibedakan dari praktik pendidikan sehari-hari.Walaupun guru dalam
melaksanakan pembelajaran siswa dituntut untuk dapat melakukankegiatan-kegiatan
interpersonal dengan para siswanya, namun kenyataan menunjukkan bahwa masih
banyak hal yang menyangkut kepentingan siswa yang tidak bisa dan tidak mungkin
dapat dilayani sepenuhnya oleh guru di sekolah melalui pelayanan pengajaransemata,
seperti dalam hal pelayanan dasar (kurikulum bimbingan dan konseling), perencanaan
individual, pelayanan responsif, dan beberapa kegiatan khas Bimbingan danKonseling
lainnya. Begitu pula, Bimbingan dan Konseling bukanlah pelayanan eksklusif yang
harus terpisahdari pendidikan.
Pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki derajat dantujuan
yang sama dengan pelayanan pendidikan lainnya (baca: pelayanan pengajarandan/atau
manajemen), yaitu mengantarkan para siswa untuk memperoleh perkembangandiri yang
optimal. Perbedaan terletak dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimanamasing-
masing memiliki karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda.
Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dari sistem pendidikan
nasional,maka orientasi, tujuan dan pelaksanaan BK juga merupakan bagian dari
orientasi, tujuan dan pelaksanaan pendidikan karakter. Program Bimbingan dan
Konseling di sekolah merupakan bagian inti pendidikan karakter yang dilaksanakan
dengan berbagai strategi pelayanan dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik
untuk mencapai kemandirian, dengan memiliki karakter yang dibutuhkan saat ini dan
masa depan.
Pekerjaan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan berbasis nilai, layanan etis
normatif, dan bukan layanan bebas nilai. Seorang konselor perlu memahami betul
hakekat manusia dan perkembangannya sebagai makhluk sadar nilai dan
perkembangannya ke arah normatif-etis. Seorang konselor harus memahami
perkembangan nilai, namun seorang konselor tidak boleh memaksakan nilai yang
dianutnya kepada konseli (peserta didik yang dilayani), dan tidak boleh meneladankan
diri untuk ditiru konselinya, melainkan memfasilitasi konseli untuk menemukan makna
nilai kehidupannya. (Sunaryo, 2006)
B. Setting Layanan Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling baik itu di pendidikan formal maupun pendidikan
non formal mempunyai landasan hukum yang kuat. Dalam undang-undang Sisdiknas
Nomor 20 tahnun 2003 menyatakan bahwa “Pendidikan merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sementara itu terkait dengan konseling adalah pendidikan, maka pengertian konseling
di dalamnya sepenuhnya terkandung segenap makna dan unsur-unsur pendidikan sebagai
mana didefenisikan di dalam Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional, dapat
dirumuskan sebagai berikut. Menurut Prayitno (2013:74) mengatakan bahwa konseling
adalah pelayanan bantuan oleh tenaga profesional kepada seorang atau kelompok individu
untuk pengembangan kehidupan efektif sehari-hari dan penanganan kehidupan efektif
sehari-hari yang terganggu dengan fokus pribadi yang mampu mengendalikan diri melalui
penyelenggaraan berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung dalam proses
pembelajaran.
Berhubungan dengan itu salah satu misi dari bimbingan dan konseling adalah misi
pengembangan, yaitu memfasilitasi perkembangan individu di dalam satuan pendidikan
formal, dan non formal, keluarga, instansi, dunia usaha dan industri, serta kelembagaan
masyarakat lainnya kearah perkembangan optimal melalui strategi upaya pengembangan
individu, pengembangan lingkungan belajar, dan lingkungan lainnya, serta kondisi tertentu
sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat. Ini sesuai dengan motto konselor yakni
konselor di sekolah mantap, di luar sekolah sigap, dan dimana-mana siap.
Di Amerika serikat, profesi konseling berada di dalam dua organisasi profesi, yaitu
AACD (American Assosiation for Counseling and development) dan APA (America
Psychological Assosiation) divisi 17 (Counseling Psychology), yang kedua organisasi
profesi itu mendefenisikan konseling sebagai profesi dengan butir-butir pokok berikut
(Glading, 1988) dalam Prayitno (2013:54) :
 Konseling bekerja dengan permasalahan yang bersifat personal, sosial, vokasional,
dan pendidikan
 Konseling bekerja dengan hal-hal yang bersifat normal
 Konseling bekerja dalam kondisi yang terstruktur
 Konseling merupakan proses di mana klien belajar bagaimana cara mengambil
keputusan dan membangun cara-cara bertingkah laku, merasa dan berfikir.
 Konseling meliputi berbagai bidang kekhususan seperti bidang persekolahan,
keluarga, kesehatan mental, rehabilitasi, dan karir.
Untuk mewujudkan itu semua, bimbingan dan konseling mempunyai berbagai
macam setting layanan. setting keluarga, satuan pendidikan, lembaga kerja, lembaga sosial
kemasyarakatan, setting praktik privat.
Sangatlah keliru bila ada orang yang mengangggap bahwa bidang gerak bimbingan
dan konseling itu hanya sebatas sekolah saja. Sebenarnya bimbingan konseling itu bisa
bergerak diamana saja, baik disekolah maupun di masyarakat yang lebih luas, termasuk
dalam lingkungan keluarga.
Menurut Bimo Walgito (2010:20) mengatakan bahwa dengan demikian dapat
dikemukakan bahwa bimbingan dan konsling dapat berlansung dalam lingkungan keluarga,
sekolah, dam masyarakat yang lebih luas, misalnya dalam lapangan industri, bidang
ketentaraan, badan-badan sosial, dan lain-lain. Tentu saja, masing-masing bidang ini akan
membawa sifat dan corak yang berbeda.
Surtina (2013:123) mengatakan bahwa dalam rangka membangun manusia
indonesia yang seutuhnya sesuai dengan tujuan pembangunan indonesia, pengembangan
layanan bimbingan dan konseling bagi masyarakat merupakan sarana dan wahana yang
sangat baik untuk pembinaan sumber daya manusia.
Menuru prayitno (2009:60) mengatakan bahwa bidang gerak bimbingan dan
konseling dapat berlansung diBidang-bidang pelayanan tersebut di atas dapat terselenggara
pada setting kehidupan tertentu. Masing-masing setting kehidupan itu memberikan suasana
dan ketentua tersendiri yang perlu mendapatkan perhatian oleh konselor dalam
menyelenggarakan pelayanannya.
1. Setting keluarga
Konselor dapat bekerja dalam lingkungan kelaurga, dalam posisi :
a. Melaksanakan pelayanan tertentu berkenaan fokus/materi layanan terbatas
b. Sebagai konselor keluarga yang diserahi tugas/tanggung jawab menjaga kondisi
KES-KES-T anggota keluarga yang dimaksud. Konselor keluarga itu posisinya
setara dengan dokter keluarga.
Adapun menurut Sujarwo dalam Surtina (2013:128) mengatakan bahwa
adapun problem-problem keluarga, akibat ridak berfungsinya keluarga yaitu
problem seks, problem kesehatan, problem ekonomi, problem pendidikan,
problem pekerjaan, problem hubungan intern dan antar keluarga. Problem
tersebut harus segera ditangani agar terselesaikan dan tidak menimbulkan dampak
yang luar biasa yang berujung pada perceraian.
Menurut palmo, dkk dalam Prayitno dan Erman Amti (1999:246)
mengatakan bahwa segenap fungsi, jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling pada dasarnya dapat diterapkan dengan memperhatikan kesesuainya
dengan masing-masing karakteristik anggota keluarga yang masih memerlukan
pelayanan itu. Khusus untuk anggota keluarga yang masih duduk dibangku
pendidikan formal, peran konselor sekolah amat besar, konselor sekolah justru
diharapkan agar menjembatani program bimbingan dan konseling di sekolah
dengan kebutuhan keluarga dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Konselor
sekolah hendaknya mampu mensingkronisasikan secara harmonis pemenuhan
kebutuhan anak di sekolah dan dirumah pada satu segi; serta fungsi sekolah dan
fungsi kelaurga terhadap anak pada segi yang lain.
2. Setting satuan pendidikan
Ini sangat berkaitan dengan konselor adalah pendidik Belkin (1975) dan Efrod
(2004) dalam Prayitno (2013:61) menekankan bahwa pentingnya pelayanan konseling
dengan oriantasi persekolahan, pada awal tahun 1950-an telah dimulai tumbuh dalam
profesi konseling orientasi ke arah kegiatan belajar, sebagaimana yang ditulis oleh
Gustad (1953) yang dikutip oleh Mc Gowan & Schmidt (1962). Namun, dalam setting
konseling psikologikal yang pada waktu itu umum dianut, orientasi belajar seperti,
orientasi belajar seperti itu berkembang.
Konselor dapat bekerja pada lembaga pendidikan, jalur pendidikan formal, yaitu
sekolah/madrasah dan perguruan tinggi, serta jalur pendidikan nonformal. Suasana dari
berbagai ketentuan kelembagaan pendidikan dalam jenis dan jengjangnya itu secara
langsung maupun tidak langsung maupun tidak mewarnai penyelenggaraan pelayanan
konseling terhadap peserta didik di masing-masing satuan pendidikan tempat konselor
bekerja.
Berbeda lagi dengan kecendrungan di atas, profesi konseling di Indonesia sejak
awalnya memang terarahkan kepada pelayanan profesional di bidang pendidikan.
Seluruh upaya pengembangan bidang pelayanan yang sejak awalnya bernama
Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian menjadi Bimbingan dan Konseling (BK),
sampai adanya ussulan untuk digunakannya satu istilah saja, yaitu konseling.
Konselor pada satuan pendidikan juga diperkuat dengan undang nomor 20 tahun
2003, pasal 6 ayat 1, yang menyatakan bahwa :
Pendidik adalah tenaga yang kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan
lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan
pendidikan. Adapun pelayanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan, yaitu:
a) Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling pada Sekolah Dasar
Survei secara nasional, yang diselenggarakan pada awal 1950, menunjukkan
diatas 700 konselor dasar telah dipekerjakan dan lebih dari 400 dari mereka
diberikan layanan bimbingan dan konseling secara paruh waktu atau lebih (Schmidt,
J.J. (2003). Program dasar meliputi layanan konseling, konsultasi, koordinasi, dan
penilaian untuk para siswa, orangtua, dan guru. Pada waktu yang sama, beberapa
studi sudah mengusulkan bahwa aturan dan pentingnya kegiatan konselor secara
spesifik boleh berbeda dari tingkatan yang lain pada konseling sekolah.
Dalam bagian ini, penekanannya adalah memberikan konseling dasar yang
fokusnya unik, fokus itu meliputi proses yang sesuai dan pendekatan untuk
konseling dengan anak-anak, perhatian yang cukup untuk aktivitas pengembangan
dan layanan, dan keterlibatan guru dan orang tua dalam proses memberikan bantuan.
b) Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling pada SMP
Sekolah menengah secara relatif merupakan hal baru dalam organisasi
pendidikan yang telah diganti dengan sekolah menengah pertama di beberapa
negara. Cakupan dari siswa-siswa pada sekolah menengah yang meliputi pra remaja
antara usia sembilan sampai tiga belas (9-13 th), biasanya pada kelas lima sampai
delapan. Kebutuhan yang unik dari kelompok usia ini memerlukan perhatian yang
khusus, terutama sekali pada fisik dan perkembangan sosial. Konseling di sekolah
menengah pada millenium baru harus mempertimbangkan keanekaragaman
budaya para siswa. Baruth dan Manning (2000) menuliskan bahwa perubahan
demografis pada tingkat menengah akan memberikan tantangan yang unik. Mereka
mengusulkan bahwa konselor di masa depan akan memerlukan pengetahuan multi
budaya dan keterampilan untuk mengembangkan dan menyampaikan program yang
serasi dari layanan untuk populasi yang berbeda.
Thornburg (1986) menyatakan bahwa perkembangan yang kompleks pada
tingkat menengah memerlukan konselor yang ahli dalam memahami dan
berkomunikasi dengan remaja. Pada pra remaja, perkembangan intelektual
diilustrasikan dengan lebih canggih dan tingkat yang lebih tinggi sampai pada
prosesnya
c) Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling pada SMA
Kebanyakan peranan konselor di sekolah menengah atas telah konsisten pada
pengaturan jadwal mata pelajaran, penempatan di perguruan tinggi, dan membuat
catatan akademik. Meskipun sekarang peranan konselor di sekolah menengah atas
telah mengalami perubahan, konselor kelas dua berlanjut untuk membantu para
siswa dengan menunjukkan informasi tentang pemilihan mata pelajaran, kesempatan
berkarir, hasil ujian, perguruan tinggi, dan beasiswa. Secara umum, proses
pertolongan yang ditunjukan konselor pada sekolah dasar dan sekolah menengah
digunakan pada tingkat sekolah menengah atas dengan baik. Dan lagi-lagi, kesemua
proses itu memasukkan nasihat, perundingan, kerjasama dan penghargaan.
Perbedaan bagaimana para konselor sekolah menyampaikan inti dari pelayanannya
dengan melihat pada jenis aktifitas yang digunakan pada tingkatan-tingkatan yang
berbeda pada saat praktek. Seperti konselor di sekolah dasar dan sekolah menengah,
konselor di sekolah menengah atas memilih layanan dan jenis aktifitas yang
memusatkan beberapa keunikan yang diperlukan pada penyiapan remaja ke dewasa.
Pada suatu penelitian pada para orang tua, konselor, pengurus, dan komunitas
pengusaha (Ibrahim, Helms & Thompson, 1983), kesemuanya adalah kelompok
yang menunjukkan bahwa variasi dari layanan adalah hal yang sangat penting
diantara beberapa fungsi konselor di SMA. Ada beberapa persetujuan bersama
tentang nilai dari kesemua aktifitas untuk para konselor. Suatu penelitian menggaris
bawahi 37 fungsi dibawah kategori besar :
1) Program pengembanga
2) Konseling
3) Penilaian siswa
4) Rencana pendidikan dan pekerjaan
5) Penyerahan
6) Penempatan
7) Bantuan orang tua
8) Staf konsultasi
Penelitian lainnya, Gibsaon (1990) menemukan bahwa guru adalah fungsi yang
sangat penting konselor di sekolah menengah atas sebagai :
1) Konseling pribadi
2) Menunjukkan informasi karier
3) Mengelola dan menyampaikan halis ujian
4) Memberitahu tenang perguruan tinggi
5) Kelompok Bimbingan dan Koneling
Pada kedua penelitian tersebut, diidentifikasikan beberapa fungsi sangat cocok
dengan inti layanan pada sebuah perbandingan program konseling sekolah yang
dianjurkan pada tulisan ini.
Sebagai catatan pada penelitian diatas, fungsi konseling dilanjutkan menjadi
layanan yang sangat penting ditunjukkan pada konselor di sekolah menengah atas.
Disini ditegaskan tidak diterbitkan evaluasi dari program konseling sekolah, dimana
penulis disini menemukan bahwa siswa, orang tua, dan guru cenderung konsisten
merasa ada beberapa layanan yang sangat penting untuk konselor di sekolah
menengah atas:
1) Membantu siswa dengan masalah pribadi
2) Membantu siswa membuat keputusan tentang sekolah
3) Menunjukkan informasi perguruan tinggi
4) Membantu dengan penjadwalan kelas
(Schmidt, 1993,1994,1995).
d) Layanan Bimbingan Konseling di Perguruan Tinggi.
Dikutip dalam jurnal milik Kasih (2019) menyebutkan bahwa selama ini
pelayanan bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi masih jauh dari yang
seharusnya. Terbukti dari banyaknya permasalahan yang dihadapi mahasiswa yang
berkaitan dengan penyelesaian studinya dan masih tingginya angka kelulusan yang
tidak tepat waktu serta tingginya angka drop out di Perguruan Tinggi. Dilihat dari
keberadaan bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi juga ditemukan bahwa
belum semua Perguruan Tinggi memiliki pelayanan bimbingan dan konseling
sebagaimana yang diharapkan.
Jika dibandingkan dengan kondisi bimbingan dan konseling di banyak
Perguruan Tinggi luar negeri, terutama di Negara maju seperti Amerika sudah
berjalan dengan baik. Bahkan bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi sudah
dilaksanakan semenjak awal abad ke-20 misalnya di Amarika Serikat. Bimbingan
dan konseling ini merupakan hasil pemikiran dari Williamson dengan penekanan
pada titik pandang permasalahan pribadi mahasiswa. Layanan terhadap
permasalahan pribadi mahasiswa menjadi dasar dari layanan konseling di
Perguruan Tinggi dengan menggunakan pendekatan langsung atau yang berpusat
pada konselor (Directive Counseling) di Negara tersebut. Berbeda dengan di
Indonesia, walaupun pelayanan bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi
sudah terlaksana akan tetapi masih banyak membicarakan tentang masalah belajar
yang mengganggu perkuliahannya bukan masalah pribadinya. Kemudian
gagasan mengenai pentingnya layanan bimbingan dan konseling di Perguruan
Tinggi ini semakin diterima dan menjadi bagian dari urusan kemahasiswaan.
Menurut Gladding (2012: 498) bahwa layanan yang dilakukan pada
mulanya adalah:
1) Layanan yang berkaitan dengan perilaku mahasiswa.
2) Layanan yang berkaitan dengan gambaran mahasiswa.
3) Layanan yang berkaitan dengan perkembangan mahasiswa.
4) Layanan yang berkaitan dengan kinerja akademis.
Mengingat betapa pentingnya pelayanan bimbingan dan konseling di
Perguruan Tinggi dalam menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0, maka ada
beberapa upaya yang dapat dilakukan diantaranya:
1) Adanya Penasehat Akedemik atau Dosen Wali Akademik yang terlatih dan
memiliki pengetahuan tentang ilmu bimbingan dan konseling baik yang
diperoleh melalui berbagai kegiatan seperti workshop, pelatihan, penataran dan
sebagainya.
2) Adanya Unit Khusus Pelayanan Bimbingan dan Konseling yang menangani
pelayanan bimbingan dan konseling dan memiliki tenaga konselor serta tenaga
lainnya yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai.
3) Pembekalan bagi mahasiswa dan calon alumni tentang berbagai peluang
lapangan pekerjaan dan cara serta prosedur memperolehnya.
Adanya Unit Ketenagakerjaan di Perguruan Tinggi atau Pengembangan
Layanan Pusat Karir yang dilengkapi dengan tenaga yang memiliki pengetahuan
tentang bimbingan dan konseling
1) Melaksanakan Job Fair dan Entrepreneur Expo di kampus.
2) Mengembangkan Jejaring dengan Berbagai instansi yang Terkait.

Dewasa ini pelayanan BK pada satuan-satuan pendidikan dilaksanakan dalam


kaitannya dengan implementasi kurikulum 2013. Penetapan kurikulum baru ini mampu
menghasilkan insan indonesia yang produktif, inovatif, efektif, melalui penguatan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Dalam hal ini, pelayanan BK
merupakan merupakan bagian yang integral dalam pelaksanaan kurikulum 2013 oleh
satuan-satuan pendidikan dalam rangka memperkuat proses pembelajaran yang benar-
benar mengupayakan pengembangan potensi peserta didik secara optimal termasuk di
dalamnya peminatan peserta didik. Berkenaan dengan peminatan ini pelayanan Bk
secara lansung dan khusus menangani arah peminatan peserta didik terkait dengan
kompetensi dasar, bakat, minat, dan kecendrungan pribadi, termasuk di dalamnya studi
lanjutan, bagi masing-masing peserta didik sehingga mereka akan dapat
memperkembangkan diri pribadinya secara optimal.
3. Setting lembaga kerja
Konselor dapat bekerja pada kantor-kantor dinas pemerintahan, kantor
perusahan swasta, dan lembaga bisnis seperti pabrik, perusahaan, dan bahkan pada unit-
unit perdagangan tertentu, para pekerja dan pihak-pihak yang terkait dalam
kelembagaan itu disesuaikan dengan karekateristik dunia kerja yang dimaksud dengan
berbagai kontektualnya.
4. Setting kelembagaan sosial-kemasyarakatan
Kelembagaan seperti RT, RW, organisasi pemuda, olah raga, sosial dan politik,
serta organisasi kemasyarakatan lainnya dapan menjadi lahan bagi konselor untuk
mempraktikan pelayanan konseling. Lagi, karakteristik kelembangaan yang dimaksud
menjadi perhatian khusus konselor dalam melaksanakan pelayanannya.
5. Setting praktik privat
Dalam setiing ini konselor bekerja secara mandiri menegakan kemandirian
pelayanan konseling sebagai profesi. Praktik privat yang dimaksud yang dimaksudkan
itu tidak terikat oleh suasana dan aturan kelembagaan tertentu, kecuali suasana dan/atau
aturan kelembagaan yang dibawa atau melekat pada diri subjek yang dilayani. Pada
praktik privat inilah konselor menampilkan diri sebagai pemegang mandat profesi yang
sepenuhnya bertanggungjawab secara mandiri. Sebagai syarat menjadi konselor adalah
seseorang harus S1 bimbingan dan konseling di tambah dengan PPK (Pendidikan
Profesi Konselor).
Berkenaan dengan program PPK, Dasar Standarisasi Profesi Konseling (DSPK)
(2004) menegaskan bahwa program PPK merupakan program spesialis 1 (Sp.1) yang
menghasilkan konselor umum. Kelanjutan program PPK sebagai program spesialis 1 ini
adalah program spesialis (Sp.2) diselenggarakan untuk menyiapkan tenaga praktisi dalam
bidang konseling. Seperti halnya profesi dokter yang para penyandang profesinya dapat/
berkewenang melaksanakan praktek mandiri atau privat, maka para konselorpun memiliki
kewenangan untuk berpraktik mandiri/privat seperti itu, sebagaimana dinyatakan dalam
DSPK : ....... profesi konseling tidak lagi dibatasi hanya di sekolah, melainkan juga
menjangkau bidang-bidang di luar sekolah yang memberikan nuansa dan corak pada
pendidikan non formal dan pengembangan sumber daya manusia yang lebih sensitif,
antisipatif, proaktif, dan responsif terhadap perkembangan peserta didik dan warga
masyarakat.
Lebih jauh lagi, sebagaimana disebutkan di atas, lanjutan program PPK Umum
(Sp.1) adalah PPK spesialis (Sp.2). dalam hal ini spesialis program PPK Sp.2 dapat terarah
ke sejumlah kekhususan, seperti juga disebutkan oleh Gladding (2012:terjemahan), yaitu
kekhususan dalam berbagai bidang-bidang seperti :
 Karir
 Perkawinan dan keluarga
 Pendidikan dan persekolahan (dengan berbagai jalur, jenjang, dan jenisnya)
 Populasi khusus, seperti korban kekerasan, bencana, penyanadang cacat, kesehatan
mental, korban narkoba, narapidana.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Bimbingan merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan memeiliki kontribusi
terhadap keberhasilan proses pendidikan di sekolah (juntika ,2005) berdasarkan pernyataan di
atas dapat di pahami bahwa proes pendidkan di sekolah termasuk madrasah tidak akan berhasil
secara baik apabila tidak di dukung dengan penyelenggaraan secara baik pula. Lembaga
pendidkan memiliki tanggung jawab yang besar membantu siswa agar berhasil dalam belajar ,
untuk itu sekolah dan madrasah hendaknya meberikan bantuan pada siswa untuk mengatasi
masalah masalah yang timbul dalam kegiatan belajar siswa dalam kondisi seperti ini pelayanan
bimbingan dan konselng lembaga pendididikan sangat penting untuk dilaksanakan guna
membantu siswa mengatasi beberapa masalah yang di hadapinya Konseling sebagai bagian
integral dari sistem pendidikan di sekolah memiliki peranan penting berkaitan dengan
peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Sementara itu terkait dengan konseling adalah pendidikan, maka pengertian konseling
di dalamnya sepenuhnya terkandung segenap makna dan unsur-unsur pendidikan sebagai mana
didefenisikan di dalam Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional, dapat dirumuskan
sebagai berikut. Menurut Prayitno (2013:74) mengatakan bahwa konseling adalah pelayanan
bantuan oleh tenaga profesional kepada seorang atau kelompok individu untuk pengembangan
kehidupan efektif sehari-hari dan penanganan kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu
dengan fokus pribadi yang mampu mengendalikan diri melalui penyelenggaraan berbagai jenis
layanan dan kegiatan pendukung dalam proses pembelajaran.
Berhubungan dengan itu salah satu misi dari bimbingan dan konseling adalah misi
pengembangan, yaitu memfasilitasi perkembangan individu di dalam satuan pendidikan
formal, dan non formal, keluarga, instansi, dunia usaha dan industri, serta kelembagaan
masyarakat lainnya kearah perkembangan optimal melalui strategi upaya pengembangan
individu, pengembangan lingkungan belajar, dan lingkungan lainnya, serta kondisi tertentu
sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat. Ini sesuai dengan motto konselor yakni
konselor di sekolah mantap, di luar sekolah sigap, dan dimana-mana siap.
Untuk mewujudkan itu semua, bimbingan dan konseling mempunyai berbagai macam
setting layanan, berupa : setting keluarga, satuan pendidikan, lembaga kerja, lembaga
sosial kemasyarakatan, setting praktik privat
DAFTAR PUSTAKA

Gysbers, N.C & Henderson, P. 2006. Developing & Managing: Your School Guidance
and Counseling Program (Fourth Edition). USA: American Counseling
Association.
Prayitno., Amti E. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta
:Rineka Cipta.
Schmidt, J .J. 2003. Counseling In Schools: Essential Services and Comprehensive
Programs (Fourth Edition). USA: Pearson Education, Inc.
Yusuf, S. Dan Nurihsan, J. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Wardati,M.Pd,Implementasi bimbingan dan konseling di sekolah,2011,Prestasi pustaka
raya,Jakarta
Tohirin,M.Pd,Drs,Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah (berbasis
integrasi),2011,PT Raja grafindo persada,Jakarta
Bandura,A.(Ed.) (1995). Self-efficacy in changing soceties. Cambridge,UK:Cambirdge
University pres
Amti,Erman.1992.Bimbingan konseling .Jakarta :Dep.Dik.Bud: P.T Proyek Pembinaan
Pendidikan
Bimo Walgito. 2010. Bimbingan dan Konseling (studi & karir). Yogyakarta: Andi.
Hibana Rahman. 2003.Bimbingan dan konseling pola 17. UCY: Press Yogyakarta
Mamat Supriana. 2011. Bimbingan dan Konseling Berbasis kompetensi. Jakarta;
Rajawali Pers
Prayitno., Amti, erman. 1999, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta, Rineka
Cipta.
Prayitno. 2009. Wawasan Profesional Konseling. Padang: UNP Press.
Prayitno. 2013. Konseling Integritas. Padang: UNP Press.
Tawil. 1999. Dasar-dasar Bimbingan Konseling, Magelang, Universitas Muhammadiyah
Magelang,
Tim Penyusun. 2013. Kumpulan Naskah kurikulum 2013 dan Bimbingan dan Konseling.
Padang: UNP Press
Surtina. 2013. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Andi.

Anda mungkin juga menyukai